Vous êtes sur la page 1sur 18

2

0
1
1

Aqidah Islam

Try Yurisandi (120110110178)


Fajar Anugrah (120110110179)
Aimer Chyntia Ningsih
(120110110187)
Lailani Angrum Sari
(120110110188)

11/22/2011

AQIDAH ISLAM

PENGERTIAN AQIDAH

Secara istilah
Aqoda : membuat simpul, mengikat, memperkuat apa apa yang
diyakini dan menentramkan hati

Secara bahasa
Pemikiran menyeluruh tentang alam, manusia dan kehidupan; apa
yang ada sebelum dan sesudah kehidupan di dunia; serta hubungan
kehidupan di dunia dan setelahnya
Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Apa yang
telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah;
baik itu benar ataupun salah. Pada keyakinan manusia adalah suatu
keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah
menurut terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada Allah,
Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akhirat, dan
keimanan kepada takdir Allah baik dan buruknya. Ini disebut Rukun
Iman.

Dalam syariat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama : Aqidah yaitu
keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya
dengan cara-cara perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas.
Kedua : Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa,
zakat, dan seluruh bentuk ibadah disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan
ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya bergantung yang pertama.
Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua, pertama : Ikhlas karena
Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar. Kedua :
Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Ini
disebut amal sholeh. Ibadah yang memenuhi satu syarat saja,
umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah SAW tertolak
atau mengikuti Rasulullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor

manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar


memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam Al-Qur'an
surah Al-Kahfi 110 yang artinya : "Barangsiapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada
Tuhannya."

Ruang Lingkup Aqidah


1.
Iman kepada Allah swt.
2.
Iman kepada malaikat (termasuk pembahasan
makhluk rohani lainnya seperti Jin, iblis dan syaitan).
3.
Iman kepada kitab-kitab Allah
4.
Iman kepada Rasul Allah
5.
Iman kepada hari akhir
6.
Iman kepada taqdir Allah

tentang

Adapun penjelasan ruang lingkup pembahasan aqidah yang termasuk


dalam Arkanul Iman, yaitu:
1.
Iman kepada Allah swt.
Pengertian iman kepada Allah ialah:
1) Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah
2) Membenarkan dengan yakin keesan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya
menciptakan alam, makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima ibadat
segenap makhluknya.
3)
Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala
sifat sempurna, suci dari sifat kekurangan yang suci pula dari menyerupai
segala yang baharu (makhluk).
Allah zat yang maha mutlak itu, menurut ajaran Islam, adalah Tuhan yang
Maha Esa. Segala sesuatu yang mengenai Tuhan disebut ketuhanan.
Firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 163.
Terjemahnya:
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Al-Quran telah memberikan petunjuk, cara bagaimana memperoleh
keimanan terhadap aqidah pokok. Selanjutnya Al-Quran memberikan pula
petunjuk sekitar ketuhanan dengan menerangkan nama. Nama dan sifatsifat Tuhan, yang menggambarkan zat Allah, kekuasaan-Nya,

kebijaksanaan-Nya, sifat-sifat kesempurnaan dan layak baginya wajib kita


iman.
Dalam mengimani Allah swt. bukan berarti Al-Quran memperkenalkan
Allah swt. sebagai sesuatu yang bersifat ide atau material, yang tidak
dapat diberi sifat atau digambaran dalam kenyataan atau dalam keadaan
yang dijangkau oleh akal manusia.
Karena
itu
Al-Quran
menempuh
cara
pertengahan
dalam
memperkenalkan Tuhan, Dia, menurut Al-Quran antara lain Maha
Mendengar, maha melihat, hidup, berkehendak, menghidupkan dan
mematikan, Ar-Rahman.
Firman Allah QS. Al-Araf (7): 80.
Terjemahnya:
Ayat di atas mengajak manusia untuk berdoa/menyerunya dengan sifatsifat-Nya, nama-nama yang terbaik itu dalam arti mengajak untuk
menyesuaikan kandungan permohonan dengan sifat yang disandang
Allah, sehingga jika seorang memohon rezeki ia menyeru Allah dengan
sifat ar-Razak (pemberi rezeki).
Dengan demikian setelah kita mengimani Allah, maka kita membenarkan
segala perbuatan dengan beribadah kepadanya, melaksanakan segala
perintahnya dan menjauhi segala larangannya, mengakui bahwa Allah
swt. bersifat dari segala sifat, dengan ciptaan-Nya di muka bumi sebagai
bukti keberadaan, kekuasaan, dan kesempurnaan Allah swt.
2. Iman Kepada malaikat-malaikat-Nya
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata malaikat diartikan makhluk Allah
yang taat, diciptakan dari cahaya yang mempunyai tugas khusus dari
Allah.
Beriman kepada malaikat ialah mempercayai bahwa Allah mempunyai
makhluk yang dinamai malaikat yang tidak pernah durhaka kepada
Allah, yang senantiasa melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya
dan secermat-cermatnya. Lebih tegas, iman akan malaikat ialah beritikad
adanya malaikat yang menjadi perantara antara Allah dengan rasul-rasulNya, yang membawa wahyu kepada rasul-rasul-Nya.
Di dalam Al-Quran banyak ayat yang menyeru kita mengimankan sejenis
makhluk yang gaib, yang tidak dapat dilihat oleh mata, tidak dapat dirasa
oleh panca indera, itulah makhluk yang dinamai malaikat.
Firman Allah swt. QS. Fushshilat (41): 30.
Terjemahnya:

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Tuhan kami ialah Allah


kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan
turun kepada mereka (dengan mengatakan): Janganlah kamu merasa
takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.
Malaikat selalu memperhambakan diri kepada Allah dan patuh akan
segala perintah-Nya, serta tidak pernah berbuat maksiat dan durhaka
kepada Allah swt.
Firman Allah swt. QS. Al-Anbiya (21): 27
Terjemahnya:
Mereka itu tidak mendahului-Nya
mengerjakan perintah-perintahNya.

dengan

perkataan

dan

mereka

Mengenai nama-nama dan tugas para malaikat tidak bisa diperkirakan


sesama mereka juga ada perbedaan dan tingkatan-tingkatan, baik dalam
kejadian maupun dalam tugas, pangkat dan kedudukannya baik yang
berada dan tugas di alam ruh maupun ada yang bertugas di dunia.
Di antara nama-nama dan tugas malaikat adalah:
1) Malaikat Jibril, bertugas menyampaikan wahyu kepada Nabi-nabi dan
rasul
2) Malaikat Mikail, bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan
dengan
alam
seperti
melepaskan
angin,
menurunkan
hujan,
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan.
3) Malaikat Israfil, bertugas meniup terompet di hari kiamat dan hari
kebangkitan nanti.
4) Malaikat Maut (Malaikal maut) bertugas mencabut nyawa manusia
dan makhluk hidup lainnya.
5)
Malaikat Raqib dan Atid, bertugas mencatat amal perbuatan manusia
6)
Malaikat ridwan bertugas menjaga surga dan memimpin para
pelayan surga
7)
Malaikat Malik, bertugas menjaga neraka dan pemimpin para
malaikat menyiksa penghuni neraka
8)
Malaikat yang bertugas memikul Arasy
9)
Malaikat yang menggerakkan hati manusia bentuk berbuat kebaikan
dan kebenaran
10)Malaikat yang bertugas mendoaka orang-orang yang beriman supaya
diampuni oleh Allah segala dosa-dosanya diberi ganjaran surga dan dijaga
dari segala keburukan dan doa-doa lain.
Dengan beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, maka kita akan lebih
mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah swt. lebih bersyukur akan
nikmat yang diberikan dan berusaha selalu berbuat kebaikan dan

menjauhi segala larangannya. Karena malaikat selalu mengawasi dan


mencatat amal perbuatan manusia.
3. Iman kepada kitab-kitab Allah swt.
Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitabkitab suci itu memuat wahyu Allah. Beriman kepada kitab-kitab Tuhan
ialah beritikad bahwa Allah ada menurunkan beberapa kitab kepada
Rasulnya, baik yang berhubungan itikad maupun yang berhubungan
dengan muamalat dan syasah, untuk menjadi pedoman hidup manusia.
baik untuk akhirat, maupun untuk dunia. Baik secara individu maupun
masyarakat.
Jadi, yang dimaksud dengan mengimani kitab Allah ialah mengimani
sebagaimana yang diterangkan oleh Al-Quran dengan tidak menambah
dan mengurangi. Kitab-kitab yang diturunkan Allah telah turun berjumlah
banyak, sebanyak rasulnya. Akan tetapi, yang masih ada sampai sekarang
nama dan hakikatnya hanya Al-Quran. Sedangkan yang masih ada
namanya saja ialah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada
Nabi Isa dan Zabur kepada Daud.
Firman Allah swt. QS. Al-Furqan (25): 35
Terjemahnya:
Dan sesungguhnya Kami telah memberikan Al Kitab (Taurat) kepada Musa
dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai
wazir (pembantu).
Kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelum kitab suci Al-Quran tidak
bersifat universal seperti Al-Quran, tapi hanya bersifat lokal untuk umat
tertentu. Dan tidak berlaku sepanjang masa. Oleh karena itu, tidak
memberi jaminan terpelihara keaslian atau keberadaan kitab-kitab
tersebut sepanjang zaman sebagaimana halnya Allah memberikan
jaminan terhadap Al-Quran.
Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang memuat wahyu Allah yang
disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad selama masa
kerasulannya. Al-Quran merupakan kitab suci yang mempunyai
kesempurnaan
di
atas
kitab-kitab
sebelumnya
atau
menjadi
penyempurna, kelebihan Al-Quran tidak dapat diragukan lagi.
Firman Allah swt. dalam QS. Al-Isra (17): 88
Terjemahnya:
Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat

membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi


pembantu bagi sebagian yang lain.
Al-Quran al-karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan
sifat. Salah satu diantaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang
keotentikannya dijamin Allah, dan ia selalu dipelihara.
Firman Allah QS. Al-Hijr (15): 9.
Terjemahnya:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya.
Dari berbagai penjelasan dan ayat-ayat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa
1.
Al-Quran adalah kitab hidayah yang memberi petunjuk
kepada manusia dari berbagai persoalan-persoalan aqidah, syariah,
ibadah, tasyri, akhlak demi kebahagiaan hidup.
2.
Tiada
pertentangan
antara
Al-Quran
dengan
ilmu
pengetahuan
3.
Membenarkan
atau
menjalankan
teori-teori
ilmiah
berdasarkan Al-Quran bertentangan dengan tujuan pokok atau sifat
Al-Quran dan bertentangan pula dengan ciri khas ilmu pengetahuan.
4.
Memahami ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan penemuanpenemuan baru adalah ijtihad yang baik.
Al-Quran menyangkut segala hal. Banyak ayat secara terperinci
membahas tentang kehidupan dunia ini dan sesudahnya yang dijelaskan
dengan cara yang amat masuk akal. Kesederhanaan Al-Quran
membuatnya dipahami oleh semua orang sehingga mereka yang tidak
bertakwa atau bahkan membenci Allah, memandang Al-Quran dengan
prasangka buruk akan dapat mengambil kebaikan dari ajaran yang agung.
4. Iman kepada Nabi dan Rasul
Yakin pada para Nabi dan rasul merupakan rukun iman keempat.
Perbedaan antara Nabi dan Rasul terletak pada tugas utama. Para nabi
menerima tuntunan berupa wahyu, akan tetapi tidak mempunyai
kewajiban untuk menyampaikan wahyu itu kepada umat manusia. Rasul
adalah utusan (Tuhan) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang
diterima kepada umat manusia.
Di Al-Quran disebut nama 25 orang Nabi, beberapa diantaranya berfungsi
juga sebagai rasul ialah (Daud, Musa, Isa, Muhammad) yang berkewajiban
menyampaikan
wahyu
yang
diterima
kepada
manusia
dan
menunjukkannya cara pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagaimana manusia biasa lainnya Nabi dan Rasul pun hidup seperti
kebanyakan manusia yaitu makan, minum, tidur, berjalan-jalan, mati dan
sifat-sifat manusia lainnya. Nabi Muhammad saw. sebagai Nabi sekaligus
Rasul terakhir tidak ada lagi rangkaian Nabi dan Rasul sesudahnya.
Firman Allah QS. Al-Ahzab (33): 40.
Terjemahnya:
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara
kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Sebagai Nabi yang terakhir beliau telah menyempurnakan bangunan
dinullah yang dimulai dikerjakan secara bertahap oleh para Nabi dan
Rasul sebelumnya. Yang wajib kita imani, sebagai Nabi yang diutus untuk
seluruh umat manusia sepanjang zaman sampai akhir kiamat.
Seorang muslim wajib beriman kepada seluruh Nabi dan Rasul-Nya yang
telah diutus oleh Allah SWT, baik yang disebutkan namanya maupun yang
tidak disebutkan namanya. Seorang muslim wajib membenarkan semua
Rasul dengan sifat-sifat, kelebihan, keistimewaan satu sama lain, tugas
dan mukjizatnya masing-masing seperti yang diperintahkan oleh Allah.
5. Iman kepada hari Akhir
Rukun iman yang kelima adalah keyakinan kepada hari akhir. Keyakinan
ini sangat penting dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab
tanpa mempercayai hari akhirat sama halnya dengan orang yang tidak
mempercayai agama Islam, itu merupakan hari yang tidak diragukan lagi.
Firman Allah SWT. QS. An-Nisa (4): 87.
Terjemahnya:
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya
Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan
terjadinya. Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan (nya) daripada
Allah.
Hari akhirat ialah hari pembalasan yang pada hari itu Allah menghitung
(hisab) amal perbuatan setiap orang yang suda dibebani tanggung jawab
dan memberikan putusan ganjaran sesuai dengan hasil hitungan itu.
Pembahasan tentang hari akhir dimulai dari pembahasan tentang alam
kubur karena peristiwa kematian sebenarnya sudah merupakan kiamat
kecil dan juga karena orang-orang yang sudah meninggal dunia telah

memasuki bagian dari proses transisi dari kehidupan di dunia menuju


kehidupan di akhirat.
Menurut sebagian ahli tauhid, hari akhirat ialah hari manusia dibangkitkan
dari kubur untuk digiring kepada masyar, tempat mereka dikumpulkan
sementara dan belum lagi ditentukan tempat mereka, surga atau
neraka. Dikatakan akhirat, karena hari itu adalah hari penghabisan yang
dinantikan oleh makhluk hidup dan tidak ada lagi yang hidup dan
ditunggu-tunggu sesudah hari kiamat terjadi.
Keimanan kepada Allah berkaitan erat dengan keimanan kepada hari
akhir. Hal ini disebabkan keimanan kepada Allah menuntut amal
perbuatan, sedangkan amal perbuatan baru sempurna dengan keyakinan
tentang adanya hari akhirat. Demi tegaknya keadilan, harus ada suatu
kehidupan baru dimana semua pihak akan memperoleh secara adil dan
sempurna hasil-hasil perbuatan yang didasarkan atas pilihannya masingmasing.
Firman Allah SWT. QS. Thaha (20): 15.
Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya)
agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.
Hari akhir ini ada baiknya kembali kita ingat bahwa seorang mukmin wajib
beriman dengan hari akhir dengan segala proses, peristiwa dan keadaan
yang terjadi pada hari itu sesuai dengan apa-apa yang telah diberikan
dalam Al-Quran dan sunnah Rasulullah saw. tanpa mengurangi dan
menambahnya. Keyakinan kepada hari akhirat juga menolong manusia
memperkembangkan kepribadiannya.
6.

Iman kepada qada dan qadar

Dalam menciptakan sesuatu, Tuhan selalu berbuat menurut Sunnahnya,


yaitu hukum sebab akibat. Sunnahnya ini adalah tetap tidak berubahubah, kecuali dalam hal-hal khusus yang sangat jarang terjadi. Sunnah
Tuhan ini mencakup dalam ciptaannya, baik yang jasmani maupun yang
bersifat rohani.
Makna qadar dan takdir ialah aturan umum berlakunya huykum sebab
akibat, yang ditetapkan olehnya sendiri. Definisi segala ketentuan,
undang-undang, peraturan dan hukum yang ditetapkan secara pasti oleh
Allah SWT, untuk segala yang ada.
Pengertian di atas sejalan dengan penggunaan qadar di dalam Al-Quran
berbagai macam bentuknya yang pada umumnya mengandung
pengertian kekuasaan Allah SWT, yang termasuk hukum sebab akibat
yang berlaku bagi segala makhluk hidup maupun yang mati.

Firman Allah QS. Al-Hijr (15): 21.


Terjemahnya:
Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya;
dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.
Untuk memahami takdir, manusia harus hidup dengan ikhtiar, dalam
kehidupan sehari-harinya takdir Ilahi berkaitan erat dengan usaha
manusia dan diiringi dengan doa dan tawakkal. Seorang muslim wajib
beriman dengan qada dan qadar kesalahan dalam memahaminya akan
melahirkan dan sikap yang salah pula dalam menempuh di kehidupan di
dunia ini.

Kemampuan Iman Mendorong Ibadah


Iman dan ibadah ibarat benih dan buahnya. Benih yang bagus harus
dapat menumbuhkan pohon dengan kwalitas buah yang terjamin. Dan
begitu juga sebaliknya, buah yang berkwalitas akan mampu menjadi
benih di masa mendatang. Daur ulang kedua inilah yang nantinya akan
menaikkan
kualitas
keduanya.
Dengan peningkatan yang berkesinambungan antara iman dan ibadah ini
secara bertahap akan mampu menaikkan derajat ketaqwaan kita kepada
Allah sehingga, kita menjadi seorang mukmin yang sempurna. Iman
semacam inilah yang kita harapkan mampu meredusir keinginan dan
syahwat serta maksiat, sehingga ketaatan kita kepaa Allah semakin
mantap. Ketika kita merasa yakin kepada Allah swt, maka kepasrahan
kita kepada-Nya akan semakin total. Pada saat inilah kita mencapai pada
satu tingkat yang disebut para sufi dengan ketakukan (khauf) dan
harapan (raja) seperti yang tergambarkan dalam surat al-Anfal ayat 2


Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah
.mereka bertawakkal

TINGKATAN AQIDAH
Aqidah atau iman yang dimiliki seseorang tidak selalu sama dengan oleh
orang lain. Ia memiliki tingkatan-tingkatan tertentu bergantung pada
upaya orang itu. Iman pada dasarnya berkembang, ia bisa tumbuh subur
atau sebaliknya. Iman yang tidak terpelihara akan berkurang, mengecil
atau hilng sama sekali.
Tingkatan aqidah tersebut adalah:
1. Taqlid
Taqlid, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas pendapat
orang yang diikutinya tanpa dipikirkan dan tanpa diketahui alasanalasanya. Sikap taklid ini dilarang oleh agama Islam sebagaimana
disebutkan dalam QS al-Isra (17): 36.


Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.
2. Yaqin
Yaqin yaitu keyakinan yang didasarkan atas bukti, dan dalil
yang jelas, tetapi belum sampai menemukan hubungan yang kuat
antara obyek keyakinan dan dalil yang diperolehnya. Hal ini,
memungkinkan orang terkecoh oleh sanggahan-sanggahan atau
dalil-dalil lain yang lebih rasional dan lebih mendalam. Tingkat ilmul
yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh berdasarkan ilmu
yang bersifat teoritis. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS attakatsur (102): 1-5.
! ! ! !
!
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu
masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan
mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak

kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui


dengan pengetahuan yang yakin.
Oleh: Ayatullah Anshari Syirazi Hf
Yaqin mempunyai tiga tingkatan yaitu; pertama Ilmul yaqin,
Kemudian 'Ainul yaqin, dan terakhir adalah Haqqul yaqin. Al-Qur'an
menyatakan: "Lau ta'lamuna ilmal yaqn", Kalau kamu menemukan
keyakinan terhadap Mabda dan Ma'ad, surga dan neraka melalui
ilmul yaqin, kamu akan menyaksikan neraka dan penduduknya itu
dengan penglihatan batin. Kalau seorang manusia memandang
kepada alam penciptaan ini dengan pandangan mata batin dan
pandangan
Ibrahim
As
"Wakazdalika
nur
Ibrahima
malakutassamwti wal ardhi" (al-An'am: 75), sekarang ini dia akan
menyaksikan orang-orang yang berada di neraka jahannam; yaitu
kalau anda memperoleh derajat awal keyakinan itu, maka akan
muncul dalam hati anda pengetahuan-pengetahuan dan ilmu-ilmu
(makrifat Ilahi). Sekarang, jika seseorang naik dan memperoleh
tingkat keyakinan selanjutnya yaitu 'Ainul yaqin dan Haqqul yaqin,
maka ilmu dan pengetahuan yang lebih dahsyat lagi akan muncul
dan terbit dalam jiwa dan hatinya.
Orang-orang, khususnya kaum penganut mazhab Islam Syiah
diharuskan dalam memperoleh tingkatan-tingkatan keyakinan itu
menggunakan metode yang benar yaitu menggunakan dalil-dalil
burhan (argumen), al-Qur'an dan sunnah. Salah seorang tokoh
menukilkan perkataan dari anak almarhum sayyid Ali Aghai Qadhi
bahwasanya
ayahnya
berkata:
meskipun
keraguan
dan
kebimbangan dalam agama ada sampai ajal tiba di tenggorokan dan
kalau tidak, setelah kematian, segala sesuatunya nanti akan
nampak dan keyakinan yang sebenarnya pun akan tercapai.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Qur'an: Sesungguhnya kamu
berada dalam Keadaan lalai dari (hal) ini, Maka Kami singkapkan
daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, Maka penglihatanmu
pada hari itu Amat tajam. Q.S. al-Qaf : 22.
Jika setiap manusia betul-betul menjaga hukum-hukum Allah, yaitu
melaksanakan yang wajib dan menjauhi segala yang dilarangnya
serta keyakinannya terhadap Mabda' dan Ma'ad dan sebagainya
mencapai pada maqam Yaqin, maka dia akan memperoleh sebuah
kondisi dan pengalaman spiritual yang hal-hal itu tidak akan bisa
diungkapkan dengan kata-kata dan dialog. Dan ini dinyatakan dalam
al-Qur'an : "Niscaya kamu melihat neraka jahim" atau dalam ayat 12
surat al-Hujurat dinyatakan : Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Q.S. al-Hujurat : 12.

"Kalam wahyu itu bukanlah sesuatu yang majazi. Kenapa kalam


wahyu itu kita predikasikan kepada sebuah ungkapan majazi?!
Tariklah diri kita ini ke arah yang lebih tinggi mendekati maqam
ishmat, sehingga semua hakikat itu tersingkap bagi kita. Dan selama
kita masih terkurung dan berada di sangkar badan dan materi ini,
kita tidak akan mampu dan mau menerima rahasia-rahasia alQur'an itu dan bahkan kita akan selalu mempredikasikannya (alQur'an) itu ke dalam bentuk yang majazi.
Ada sekelompok manusia yang terbebas dari kurungan badanya dan
memperoleh karunia penglihatan Ibrahim As, manusia-manusia
langitan ini, menyaksikan dengan jelas bahwa bergibah itu seperti
memakan daging saudara sendiri dan begitupun, mereka mampu
melihat dan mendengar dengan mata batinnya kondisi penghuni
kubur.
Ada sebuah riwayat dari Rasulullah Saw: bahwa beliau masuk mesjid
pada waktu subuh, di dalam mesjid beliau menyaksikan seorang
pemuda kurus namun penuh cahaya di wajahnya duduk di salah satu
sudut mesjid. Rasulullah bertanya: Bagaimana kondisi anda pada
subuh ini? Pemuda itu menjawab: Saya pada subuh ini dalam kondisi
yakin kepada Allah Swt.
Bertanya Rasulullah tentang kondisi Zaid
Bagaimana pagi subuh ini kau lalui wahai sahabat sejati
Berkata Aku hamba yang yakin
Bertanya mana bukti keyakinan yang menakjubkan itu??
Berkata aku menyaksikan makhluk-makhluk penghuni langit
Dan aku melihat dan menyaksikan Arasy dan para penghuninya.
Imam Ali As dalam khutbahnya (193), menta'birkan kelompok
manusia seperti ini dengan ungkapannya yaitu: "Mereka ada di alam
dunia ini, menyaksikan Surga seakan-akan mereka juga sedang ikut
menikmati keindahannya".
Manusia langitan seperti ini hanya dengan Allah SWT mengadakan
transaksi : Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang
mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk
mereka. Q.S. at-Taubah : 111.
Kalau seseorang telah menemukan keyakinan maka tak akan pernah
dia menampakkan ketakwaannya, karena segala sesuatu itu tidak
semuanya bisa diungkapkan di dunia ini.
"Setiap orang yang mendapatkan karunia dan tarbiyah, rahasiarahasia Ilahi akan dicamkannya dan mulutnya terjahit"
Ayat-ayat ini adalah sebuah peringatan dan ancaman bagi
semuanya, khususnya ahli ilmu dan keutamaan. Mereka
berkewajiban untuk memperkenalkan akan dunia gaib itu kepada

masyarakat, segala sesuatu yang ada di alam malak, malakuti,


mempunyai lahir dan batin. Tabarakallazi biyadihilmulku wa huwa
'ala kulli syain qadr (al-Mulk: 1), Fasubhanallazi biyadihi malakutu
kulli syain (Yasin: 83) kedua ayat ini adalah dalil akan adanya alam
malakut dan batin.
Di alam ini terdapat berita-berita yang tidak pernah berhenti siang
malam, yang mana kita tak bisa mendengar dan menyaksikannya
karena kita buta. Mereka yang bisa melihat dan mendengar, siang
malam tak pernah tidur mendengarkan ucapan-ucapan tasbihnya
seluruh makhluk yang ada di alam ini.
Makan dan minum telah menjauh dari tingkat cinta
Saat itulah kau akan sampai pada sahabat yang mana tak ada tidur
dan
makan
lagi
Manusia dalam kondisi ini, merasakan nikmatnya berwudu, atau
pada bulan ramadhan dikarenakan sedikit makan maka dia
merasakan nikmatnya saat-saat mendekati waktu berbuka dimana
hal itu bukanlah perumpamaan kenikmatan dunia. Allah Swt
mengaruniakan nikmat ini kepada orang-orang mukmin supaya
mereka semakin yakin kepada-Nya seperti seorang ibu yang
meletakkan tangannya yang berisi manisan di mulut bayi.
[Diterjemahkan oleh Sultan Nur dari pelajaran Akhlaq dar Hauzeh
karya Ayatullah Ansari Shirazi Hf, www.telagahikmah]
Mengenal Tingkat Keyakinan Diri
Barang siapa ingin hidupnya selalu dilindungi, dibela, dimudahkan
urusannya oleh Allah, dikabulkan doa-doanya, tetapi tidak pernah
bersungguh-sungguh untuk meningkatkan mutu keyakinannya
kepada Allah, maka keinginannya hanya akan menjadi sebuah
angan-angan. Apalagi bila tanpa usaha nyata untuk
mewujudkannya.
Ketahuilah, hanya Allah-lah yang seharusnya cukup menjadi
penolong baginya, yang menjamin segala urusannya. Tidak ada satu
pun penghalang jaminan Allah, kecuali su'udzan (buruk sangka) dari
makhluk itu sendiri.
Kita harus terus meningkatkan mutu keyakinan kepada Allah, agar
Allah juga selalu yakin untuk memberikan apa pun yang kita minta
dan yang tidak kita minta. Lalu bagaimana cara meningkatkan
keyakinan diri?

Ilmul yaqin
Ilmul yaqin adalah orang yang menyakini segala sesuatu
berdasarkan ilmu. Misalnya, di Mekkah ada Kakbah. Kita percaya,
karena menurut teorinya begitu, ilmunya begitu. Apa pun yang
terjadi pada Kakbah kita percaya, karena belum tahu yang
sebenarnya bagaimana.
Ainul Yakin
Ainul Yakin, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas
dalil-dalil rasional, ilmiah dan mendalam, sehingga mampu
membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalil-dalil
serta mampu memberikan argumentasi yang rasional terhadap
sanggahan-sanggahan yang datang. Ia tidak mungkin terkecoh oleh
argumentasi lain yang dihadapkan kepadanya. Tingkat ainul yaqin
adalah suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan mata
kepala secara langsung tanpa perantara. Hal ini disebutkan di dalam
QS at-Takatsur (102): 6-7.
! !
Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan
sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul
yaqin.
Haqqul Yakin
Haqqul yakin, yaitu tingkat keyakinan yang di samping
didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah, dan mendalam, dan
mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan
dalil-dalil serta mampu menemukan dan merasakan keyakinan
tersebut melalui pengalaman agamanya. Tingkat haqqul yaqin
adalah suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan dan
penghayatan pengamalan (empiris). Sebagaimana disebutkan di
dalam QS al-Waqiah (56): 88-89.
! ! !
!
! ! !
!!
Adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang
didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh ketenteraman dan
rezki serta surga keni`matan. Dan adapun jika dia termasuk
golongan kanan, maka keselamatan bagimu karena kamu dari
golongan kanan. Dan adapun jika dia termasuk golongan orang
yang mendustakan lagi sesat, maka dia mendapat hidangan air

yang mendidih, dan dibakar di dalam neraka. Sesungguhnya (yang


disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. Maka
bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar

MACAM MACAM AQIDAH


Aqidah Diniyah (Agama) baik dalam bentuk hukum maupun pikiran dan
pandangan
Aqidah Adabiyah yaitu suatu anggapan bahwa hasil pikiran suatu
bangsa sesuai dengan taraf kemajuan dan kecerdasannya.
Aqidah
Ijtimayyah
(masyarakat)
yang
beranggapan
bahwa
masyarakat memiliki hak perseorangan yang harus dipenuhi, tolongmenolong sesamanya merupakan kewajiban.
Aqidah Khuluqiyah (akhlak) yang beranggapan bahwa keberanian,
kesabaran dan kebenaran paling utama karena menghasilkan manfaat
bagi masyarakat.
Aqidah Ilmiyah yang beranggapan bahwa segala sesuatu itu ada
sebabnya.
Aqidah adatiyah, yakni keyakinan yang dijelaskan berdasarkan peristiwa
berulang ulang. Contohnya: keyakinan bahwa api itu panas. Kita tidak
perlu membuktikan bahwa apakah benar api itu panas dengan cara
menyentuhnya tiap kali ada api, tetapi karena dahulu kala peristiwa itu
telah ada dan berulang-ulang, kita jadi tahu bahwa api itu panas.
Aqidah itu lebih merupakan keimanan yang tumbuh dari sumber yang
tidak dapat dirasakan dan memaksa manusia mempercayainya tanpa
memerlukan dalil-dalil. Dalam hal ini akal tidak punya peran apa pun. Ia
hanya berfungsi sebagai penguat sesudah aqidah ini terwujud. Inilah
sebabnya kadang-kadang aqidah itu sesuai dengan kenyataan dan
adakalanya tidak. Aqidah itu berbentuk ilham yang tumbuh tanpa
kemauan atau renungan mendalam.
Dalam menganut sesuatu aqidah para ulama berbeda pendapat tentang
caranya :
1. Dalam menganut sesuatu aqidah wajib bertaqlid saja, tidak boleh
menggunakan penyelidikan akal karena ditakuti akan menjadi
kesimpangsiuran, kesamaran dan kesesatan. Pandangan ini banyak
kelemahannya karena dalam a-Quran sendiri Allah swt melarang
manusia bertaqlid. Manusia harus mengadakan penyelidikan dengan
melihat kepada kejadian alam semesta, termasuk masalah aqidah

ini. Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 170 yang


artinya: . Dan dalam Surat Yunus ayat 101 yang artinya: .
2. Dalam menganut sesuatu aqidah, taqlid (ikut saja) dan nadhar
(mengadakan penyelidikan) diperbolehkan. Karena dalam nasalah
aqidah ada yang mengharuskan taqlid karena akal tidak mampu
mencernanya. Ada pula yang memerlukan dalil dimana akal mampu
menjelaskannya. Allah swt berfirman dalam al-Quran Surat AlHujarat ayat 15

AQIDAH SEBAGAI LANDASAN SYARIAH

DAN

AKHLAK

Syariah adalah peraturan peraturan yang diciptakan Allah atau


yang diciptakan pokok pokoknya supaya manusia berpegang kepadanya
di dalam berhubungan dengan tuhan, dengan saudaranya sesama
muslim, dengan saudaranya sesama manusia beserta hubungannya
dengan alam seluruhnya dan hubungannya dengan kehidupannya. Istilah
syariah dalam konteks kajian hukum islam lebih menggambarkan
kumpulan norma norma hukum yang merupakan hasil dari proses
tasyri. Mahmud Shaltout memberikan pengertian dengan jelas,
mengartikan bahwa syariah itu adalah ketentuan ketentuan yang
ditetapkan oleh Allah atau hasil pemahaman atas dasar ketentuan
tersebut. Untuk dijadikan pegangan oleh umat manusia baik dalam
hubungannya dengan Tuhan dengan alam maupun dalam menata
kehidupan ini.
Aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu aqada yang berarti ikatan
atau simpulan. Dari ikatan atau simpulan yang bermakna ini maka lahirlah
akidah yaitu ikatan atau simpulan khusus dalam kepercayaan. Sementara
dari segi istilah, akidah bermaksud kepercyaan yang terikat erat dan
tersimpul kuat dalam jiwa seseorang sehingga tidak mungkin tercerai atau
terurai. Akidah menurut istilah ialah kepercayaan atau keimanan kepada
hakikat hakikat atau nilai nilai yang mutlak, yang tetap dan kekal, yang
pasti dan hakiki, yang kudus dan suci seperti yang diwajibkan oleh
syara yaitu beriman kepada Allah SWT, rukun rukun iman, rukun
rukun islam dan perkara perkara ghaibiyyat.

Contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu dalam lingkungan


masyarakat, seseorang yang mempunyai akidah yang sangat kuat tetapi
berbanding terbalik dengan syariatnya yang lemah. Ia beriman dan
mengakui adanya Allah sebagai Tuhannya, tetapi dia tidak mau
melaksanakan kewajiban kewajiban agama, yaitu tidak pernah shalat
ataupun menjalankan puasa. Memang dia seorang muslim, namun
Islamnya tidak sempurna karena hanya merupakan pengakuan saja tanpa
bukti.
Lalu, apa yang menyebabkan tingkatan keimanan seseorang
mampu mendorong intensitas ibadahnya? Seseorang, ketika ingin
melakukan sesuatu tentu akan berpikir dahulu dan mempertimbangkan
kata hatinya. Manusia memiliki akal dan hati. Kedua hal tersebut
dikombinasikan dan terciptalah sebuah keputusan. Akal dan hati ini dapat
dikontrol dan dimanipulasi sebagian besar oleh lingkungan. Maka dari itu,
perlulah fondasi yang kuat agar hati dan akal ini mampu berada pada
jalan yang lurus.
Pertama-tama, kaitan yang akan dibahas adalah akidah seseorang.
Keyakinan sesorang akan sesuatu berperan besar dalam kegiatan seharihari yang dilakukan, termasuk ibadah. Seseorang yang memiliki akidah
kuat akan menjadikan landasan terhadap dirinya dalam berperilaku.
Sebagai contoh, si Fulan menganut kepercayaan terhadap liberalisme,
maka dalam kehidupan sehari-harinya dia akan menanamkan nilai liberal.
Coba kita bayangkan apabila dari kecil si Fulan senantiasa dibimbing
oleh orang tuanya sehingga si Fulan menjadi anak yang saleh, maka
akidah si Fulan terasah pada jalan yang benar, dan akan mudah
selanjutnya bagi si Fulan untuk melaksanakan ibadah dengan sebenarbenarnya.
Bukan hanya ibadahnya saja, tetapi akhlaknya dan
pelaksanaan syariahnya.
Contoh rasional dan aktual dalam kehidupan sehari-hari dari akidah
seseorang: si Fulan pada saat UAS Pengantar Akuntansi sudah buntu dan
tidak bisa menjawab soal-soal yang disediakan. Di lingkungan hidupnya, si
Fulan selalu diajarkan nilai-nilai kejujuran, maka tidak seperti kebanyakan
orang yang kalau panik mampu melakukan hal-hal yang irrasional, si Fulan
akan tetap tawakal dan mengerjakannya semampunya walaupun dia tahu
jawaban yang dia tulis tidak tepat.

Vous aimerez peut-être aussi