Vous êtes sur la page 1sur 21

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Akuntansi Manajemen Lanjutan

Disusun oleh:
ENGGAR INGGRIA
IRFAN MAULANA
SAFINA NOVITASARI
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin derasnya arus teknologi dan informasi, perusahaan dituntut untuk lebih dapat
mempertahankan

kelangsungan

hidup

perusahaan

tersebut

dalam

persaingan

global.

Kelangsungan hidup suatu perusahaan dapat ditentukan oleh berbagai strategi yang diterapkan
oleh perusahaan. Salah satu strategi yang dapat digunakan perusahaan agar dapat bersaing dalam
bisnis global ini adalah dengan mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas, meningkatkan
kualitas produk atau jasa dan meningkatkan kemampuan untuk memberi respon terhadap
berbagai kebutuhan pelanggan.
Bervariasinya sumber daya yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk, maka
perusahaan pun harus dapat menggunakan sumber daya tersebut dengan lebih efektif dan efisien
dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis. Perhitungan biaya produksi yang dikeluarkan
perusahaan untuk menghasilkan suatu produk pun haruslah akurat, sehingga perusahaan dapat
menentukan harga jual yang kompetitif di pasar global ini.
Manajemen sering kali mengabaikan perhitungan biaya produksi secara akurat yang
dapat mengakibatkan perusahaan tersebut tidak mampu bersaing di pasaran. Oleh karena itu,
manajer suatu perusahaan membutuhkan suatu informasi mengenai biaya-biaya yang harus
dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk secara akurat. Pembebanan setiap biaya produksi
yang dikeluarkan untuk satu unit produk dengan suatu metoda dapat membantu manajemen
memperoleh informasi mengenai biaya produksi satu unit produk dengan lebih akurat. Metoda
ini didalam akuntansi manajemen dinamakan sebagai metoda Activity Based Costing (ABC)
System.
Metode Activity Based Costing (ABC) System menghitung setiap biaya pada masingmasing aktivitas dengan dasar alokasi yang berbeda untuk masing-masing aktivitas. Banyak
perusahaan-perusahaan di Indonesia belum mengadopsi metode ini dalam penghitungan biaya
produksi yang dikeluarkan untuk setiap produk. Umumnya metode yang digunakan oleh
perusahaan yang berada di Indonesia adalah pemerataan biaya secara umum untuk masingmasing produk. Padahal masing-masing produk tersebut kenyataannya tidak menggunakan
sumber daya dalam jumlah yang sama.

Metode manajemen biaya yang canggih seperti Activity Based Costing (ABC) banyak
diterapkan pada perusahaan perusahaan dunia. ABC membantu perusahaan mengurangi
distorsi yang disebabkan oleh sistem penentuan harga pokok tradisional, sehingga dengan ABC
dapat diperoleh biaya produk yang lebih akurat. ABC menyediakan pandangan yang jelas
bagaimana perusahaan membedakan produk, jasa dan aktivitas yang memberikan kontribusi
dalam jangka panjang. Sistem ABC telah dikembangkan dan diimplementasikan pada banyak
perusahaan sepertiHewlett-Packard, General Electric, Merck, AT&T, dan American Express.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan biaya langsung dan biaya tidak langsung ?
2) Apa yang dimaksud dengan Activity Based Costing?
3) Apa yang dimaksud dengan Activity Based Costing with Idle Capacity?
4) Apa yang dimaksud dengan Time Driven Activity Based Costing ?
1.3 Tujuan Penulisan
1) Untuk Mengetahuibiaya langsung dan biaya tidak langsung
2) Untuk Mengetahuiyang dimaksud dengan Activity Based Costing
3) Untuk Mengetahuiyang dimaksud dengan Activity Based Costing with Idle Capacity
4) Untuk Mengetahuiyang dimaksud dengan Time Driven Activity Based Costing

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Biaya Langsung dan Biaya Tak Langsung


a. Biaya Langsung
Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena

adanya sesuatu yang dibiayai. Mulyadi (2001:15). Pengeluaran-pengeluaran yang secara

langsung dan tanpa banyak kesulitan dapat dihubungkan dengan kesatuan-kesatuan suatu produk
final.
Jadi dapat dikatakan bahwa biaya langsung adalah biaya yang dapat ditelusuri langsung ke
objek biayanya. Contohnya adalah biaya tenaga kerja langsung, yaitu tenaga kerja yang
digunakan dalam merubah atau mengkonversi bahan baku menjadi produk selesai dan dapat
ditelusuri secara langsung kepada produk selesai, seperti upah koki kue, upah tukang serut dan
potong kayu dalam pembuatan mebel, tukang jahit, bordir, pembuatan pola dalam pembuatan
pakaian. Definisi lainya tentang Biaya langsung adalah biaya yang terjadi karena adanya sesuatu
yang dibiayai. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung. Sedangkan biaya langsung departemen adalah semua biaya yang terjadi di dalam
departemen tertentu. Contohnya adalah biaya tenaga kerja yang bekerja dalam Departemen
Pemeliharaan merupakan biaya langsung departemen bagi Departemen Pemeliharaan.
Penggunaan biaya langsung sebagai alat perencaan laba. Penggunaan biaya langsung
berguna dalam perencanaan jangka pendek, dalam menetapkan harga untuk pesanan langsung,
dan dalam mengambil beberapa keputusan operasi lainnya.
Penggunaan biaya langsung untuk pengambilan keputusan manajerial. Analisis dari semua
aktivitas yang diperlukan untuk penggunaan biaya berdasarkan aktivitas memberikan suatu
kesempatan guna mengidentifikasikan dan menghilangkan aktivitas yang tidak penting. Untuk
setiap aktivitas meningkatkan penggunaan biaya berdasarkan aktivitas untuk pengambilan
keputusan jangka pendek.
b.

Biaya Tidak Langsung

Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang
dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya
produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik. Dalam hubungannya dengan departemen,
biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi di suatu departemen, tetapi manfaatnya dinikmati
oleh lebih dari satu departemen. Contoh biaya tidak langsung adalah biaya mandor, gaji pegawai
administrasi pabrik.
2.2.

Activity Based Costing

Activity-Based

Costing

(ABC) adalah

suatu

sistem

informasi

akuntansi

yang

mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan mengumpulkan
biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya. ABC memfokuskan pada
biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas untuk memproduksi, mendistribusikan
atau menunjang produk yang bersangkutan.
Sistem ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi
yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk
menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong oleh:

Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective

Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya overhead


pabrik dalam product cost menjadi lebih tinggi dari primary cost.

Adanya strategi perusahaan yang menerapkan market driven strategy.


Kelemahan sistem akuntansi biaya tradisional:

Akuntansi biaya tradisional dirancang hanya menyajikan informasi biaya pada tahap
produksi

Alokasi biaya overhead pabrik hanya didasarkan pada jam tenaga kerja langsung atau
hanya dengan volume produksi.

Ada diversitas produk, dimana masing-masing produk mengkonsumsi biaya overhead


yang berbeda beda.
Dalam sistem kalkulasi biaya tradisional biaya overhead dialokasikan secara arbitrer

kepada harga pokok produk. Hal ini akan menghasilkan harga pokok produk yang tidak akurat
atau terjadinya distorsi penentuan harga pokok produk per unit sehingga tidak bisa diandalkan
dalam mengukur efisiensi dan produktivitas.
Penentuan harga pokok per unit yang lebih akurat penting bagi manajemen sebagai dasar
untuk pembuatan keputusan. Manajemen dapat dipermudah dalam membuat berbagai keputusan,
antara lain:

menentukan harga jual

mempertimbangkan menolak atau menerima suatu pesanan

memantau realisasi biaya

menghitung laba/rugi tiap pesanan

menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang akan
disajikan di neraca.
Agar tidak terjadi distorsi penentuan harga pokok per unit, banyak perusahaan yang

mengadopsi penggunaan sistem penentuan harga pokok (costing) berbasis aktivitas (ABC)
dengan harapan manajemen melakukan analisis profitabilitas, mendorong perbaikan proses,
mengembangkan ukuran kinerja yang lebih inovatif, dan dapat berpartisipasi dalam perencanaan
strategis.
a. Manfaat dari sistem Activity-Based Costing (ABC)
Manfaat sistem biaya Avtivity-based Costing (ABC) bagi pihak manajemen perusahaan
adalah :
1. Suatu pengkajian sistem biaya ABC dapat meyakinkan pihak manajemen bahwa mereka
harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya,
mereka dapat berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan fokus pada
pengurangan biaya yang memungkinkan. Analisis biaya ini dapat menyoroti bagaimana
benar-benar mahalnya proses manufakturing, hal ini pada gilirannya dapat memacu
aktivitas untuk mengorganisasi proses, memperbaiki mutu, dan mengurangi biaya.
2. Pihak manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif
yang lebih wajar.
3. Sistem biaya ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan (management decision
making) membuat-membeli yang manajemen harus lakukan, disamping itu dengan
penentuan biaya yang lebih akurat maka maka keputusan yang akan diambil oleh phak
manajemen akan lebih baik dan tepat. Hal ini didasarkan bahwa dengan akurasi
perhitungan biaya produk yang menjadi sangat penting dalam iklim kompetisi dewasa ini.
4. Mendukung perbaikan yang berkesinambungan (continius improvement), melalui analisa
aktivitas, sistem ABC memungkinkan tindakan eleminasi atau perbaikan terhadap
aktivitas yang tidak bernilai tambah atau kurang efisien. Hal ini berkaitan erat dengan
masalah produktivitas perusahaan.
5. Memudahkan Penentuan biaya-biaya yang kurang relevan (cost reduction), pada sistem
tradisional, banyak biaya-biaya yang kurang relevan yang tersembunyi. Sistem ABC yang
transparan menyebabkan sumber-sumber biaya tersebut dapat diketahui dan dieliminasi.
6. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, piliak manajemen dapat melakukan analisis yang
lebih akurat mengenai volume produksi yang diperlukan untuk mencapai impas (break
even) atas produk yang bervolume rendah.

b. Perbandingan Sistem Tradisional dan ABC


Metode ABC memandang bahwa biaya overhead dapat dilacak dengan secara memadai
pada berbagai produk secara individual. Biaya yang ditimbulkan oleh cost driver berdasarkan
unit adalah biaya yang dalam metode tradisional disebut sebagai biaya variabel.
Metode ABC memperbaiki keakuratan perhitungan harga pokok produk dengan
mengakui bahwa banyak dari biaya overhead tetap bervariasi dalam proporsi untuk berubah
selain berdasarkan volume produksi. Dengan memahami apa yang menyebabkan biaya-biaya
tersebut meningkat dan menurun, biaya tersebut dapat ditelusuri ke masing-masing produk.
Hubungan sebab akibat ini memungkinkan manajer untuk memperbaiki ketepatan kalkulasi
biaya produk yang dapat secara signifikan memperbaiki pengambilan keputusan (Hansen dan
Mowen, 2004: 157-158).
NO
1.

Sistem

biaya

ABC
ABC

aktivitas-aktivitas

TRADISIONAL
menggunakan Sistem biaya tradisional mengalokasikan

sebagai

pemacu biaya overhead secara arbitrer berdasarkan

biaya untuk menentukan seberapa besar satu atau dua basis alokasi yang non
2.

konsumsi overhead dari setiap produk. representatif.


Sistem biaya ABC memfokuskan pada Sistem biaya tradisional terfokus pada
biaya, mutu dan faktor waktu.

performansi

keuangan

jangka

pendek

seperti laba.
Apabila sistem biaya tradisonal digunakan
untuk penentuan harga dan profitabilitas
produk,

angka-angkanya

diandalkan.
3.

Sistem

biaya

ABC

mempunyai

kebutuhan yang jauh lebih kecil untuk


analisis

varian

dari

pada

sistem

tradisional. Karena kelompok biaya dan


pemacu biaya jauh lebih akurat dan
jelas,

selain

itu

ABC

dapat

menggunakan data biaya historis pada


akhir periode untuk menghilang biaya

tidak

dapat

aktual apabila kebutuhan muncul.


c. Keunggulan Metode ABC
Amin (1994: 23) mengemukakan tentang keunggulan ABC adalah sebagai berikut:
1.

Suatu pengkajian ABC dapat meyakinkan manajemen bahwa mereka harus mengambil
sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya mereka dapat berusaha
untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan fokus pada mengurangi biaya. Analisis
biaya dapat menyoroti bagaimana benar-benar mahalnya proses manufakturing, yang pada
akhirnya dapat memicu aktivitas untuk mereorganisasi proses, memperbaiki mutu dan
mengurangi biaya.

2.

ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan.

3.

Manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif yang
lebih wajar.

4.

Dengan analisis biaya yang diperbaiki, manajemen dapat melakukan analisis yang lebih
akurat mengenai volume, yang dilakukan untuk mencari break even atas produk yang
bervolume rendah.

5.

Melalui analisis data biaya dan pola konsumsi sumber daya, manajemen dapat mulai
merekayasa kembali proses manufakturing untuk mencapai pola keluaran mutu yang lebih
efisien dan lebih tinggi.
d. Konsep-Konsep Dasar dan Syarat Penerapan Sistem Activity-Based Costing
Activity Based Costing Sistem adalah suatu sistem akuntansi yang terfokus pada

aktivitas-aktifitas

yang

dilakukan

untuk

menghasilkan

produk/jasa. Activity

Based

Costing menyediakan informasi perihal aktivitas-aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan
untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi
yang merupakan pemicu biaya (cost driver) yakni, bertindak sebagai faktor penyebab dalam
pengeluaran biaya dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas ini menjadi titik perhimpunan biaya.
Dalam sistem ABC, biaya ditelusur ke aktivitas dan kemudian ke produk. System ABC
mengasumsikan bahwa aktivitas aktivitaslah, yang mengkonsumsi sumber daya dan bukannya
produk.
Dalam penerapannya, penentuan harga pokok dengan menggunakan sistem ABC
menyaratkan tiga hal:

a. Perusahaan mempunyai tingkat diversitas yang tinggi


Sistem ABC mensyaratkan bahwa perusahaan memproduksi beberapa macam produk atau lini
produk yang diproses dengan menggunakan fasilitas yang sama. Kondisi yang demikian
tentunya akan menimbulkan masalah dalam membebankan biaya ke masing-masing produk.
b. Tingkat persaingan industri yang tinggi
Yaitu terdapat beberapa perusahaan yang menghasilkan produk yang sama atau sejenis. Dalam
persaingan antar perusahaan yang sejenis tersebut maka perusahaan akan semakin meningkatkan
persaingan untuk memperbesar pasarnya. Semakin besar tingkat persaingan maka semakin
penting peran informasi tentang harga pokok dalam mendukung pengambilan keputusan
manajemen.
c. Biaya pengukuran yang rendah
Yaitu bahwa biaya yang digunakan system ABC untuk menghasilkan informasi biaya yang
akurat harus lebih rendah dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh.
Penerapan ABC sistem akan relevan bila biaya overhead pabrik merupakan biaya yang
paling dominan dan multiproduk. Dalam merancang ABC sistem, aktivitas untuk membuat dan
menjual produk digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu:
1.

Facility sustaining activity cost: biaya yang berkaitan dengan aktivitas mempertahankan
kapasitas yang dimiliki perusahaan. Misal biaya depresiasi, biaya asuransi, biaya gaji pegawai
kunci

2.

Product sustaining activity cost: biaya yang berkaitan dengan aktivitas penelitian dan
pengembangan produk dan biaya untuk mempertahankan produk untuk tetap dapat
dipasarkan. Misal biaya pengujian produk, biaya desain produk

3.

Bacth activity cost: biaya yang berkaitan dengan jumlah bacth produk yang diproduksi.
Misalnya biaya set-up mesin

4.

Unit level activity cost: biaya yang berkaitan dengan besar kecilnya jumlah unit produk
yang dihasilkan. Misalnya biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja

5.

Penggolongan aktivitas menjadi empat ketegori diatas disebut cost hierarchy (struktur
biaya).

Langkah-langkah ABC sistem:


1.

Tahap pertama pengelompokan biaya overhead ke dalam kelompok biaya yang homogen.
Kelompok biaya homogen merupakan kumpulan overhead yang variasinya dapat dijelaskan

oleh satu faktor penyebab (cost driver). Untuk menentukan mana kelompok biaya yang
homogen, dapat melihat biaya yang mempunyai rasio konsumsi sama untuk seluruh produk.
2.

Tahap kedua alokasi biaya overhead pabrik:

Alokasi biaya overhead = Tarif kelompok x Dasar pembebanan yang dikonsumsi


2.3 Activity Based Costing with Idle Capacity
Kelemahan model Activity Based Costing dalam model ini adalah hanya akan
memberikan gambaran mengenai kondisi perusahaan yang akurat pada saat ini. Namun
demikian, jika model Activity Based Costing ini tidak dapat digunakan untuk melihat dari
dampak efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan. Meskipun perusahaan dapat melakukan
efisiensi

sedemikian rupa, sehingga dapat menghilangkan salah satu aktivitas yang

dilakukannya. Hal tersebut belum tentu menjamin bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan
perusahaan akan otomatis mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan, jika perusahaan
menghilangkan aktivitas, maka biaya tetap dari aktivitas tersebut tidak serta merta hilang, yang
dapat dihilangkan adalah biaya non tetap. Karena itu, model Activity Based Costing yang dapat
dipergunakan untuk efisiensi adalah model activity based costing yang memisahkan biaya tetap
dengan biaya non tetap.
Dalam model Activity Based Costing, pembagian biaya berdasarkan prilakunya dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu biaya fleksibel dan biaya tetap yang sudah dijelaskan
sebelumnya.
Maka biaya commited ini harus dibebankan berdasarkan kapasitas teoritis, atau kapasitas
praktikal. Kapasitas teoritis adalah kapasitas maksimal dari pengguna sumber daya yang dimiliki
oleh perusahaan. Misalkan, perusahaan membayar seseorang untuk berkerja dalam perusahaan
selama 8 jam per harinya. Jumlah itulah yang akan menjadi kapasitas teoritis orang per harinya.
Sedangkan kapasitas teoritis dari mesin adalah kapasitas terpasang dari mesin tersebut.
Literatur mengenai manajemen kapasitas pertama kali diterbitkan pada tahun 1920-an,
berdasarkan literatur yang diterima oleh Robin Cooper dan Robert Kaplan, literatur tersebut
mengemukakan bahwa cost of idle capacity seharusnya tidak termasuk kedalam cost of product
atau cost of service dan harus dihapuskan dari income statement (Sopariwala, 2006). Cooper dan
Kaplan (1998:249) berpendapat bahwa ketika activity cost driver rate berdasarkan practical
capacity, cost of unused capacity tidak akan dibebankan kedalam masing-masing produk atau
konsumen, namun cost of unused capacity akan dibebankan dengan menggunakan rational

customer rule, individu yang memiliki kekuasaan dalam menggunakan kapasitas. Jika unused
capacity berkaitan dengan lini produk, maka cost of unused capacity dapat dibebankan
kemasing-masing lini produk dimana permintaan terhadap produk tersebut tidak dapat dipenuhi.
Dalam konsep pengukuran kapasitas yang bersifat tradisional kapasitas diukur dengan
menggunakan theoretical, practical, budgeted, dan actual yang bertujuan untuk membantu
manajemen dalam membagi biaya fixed cost dalam menilai persediaan untuk tujuan financial
accounting. Ada beberapa kelemahan dalam pendekatan tradisional yang diungkapkan oleh
Cotton (2005) yaitu pendekatan tradisional tidak dapat menjawab kenapa muncul idle capacity,
pengalokasian unused capacity dibebankan kedalam product cost dan perusahan tidak dapat
mengendalikan biaya yang tersembunyi didalam unused capacity, dan tidak dapat menentukan
siapa yang bertanggung jawab dalam manajemen kapasitas jika semua beban tersebut
dialokasikan kedalam overhead.
H.L.Grant dalam kaitannya dengan manajemen kapasitas mengkritik mengenai
pengalokasian biaya yang hanya berdasarkan output yang dihasilkan sehingga jika produk yang
dihasilkan besar maka biaya per unit akan rendah dan jika produk yang dihasilkan rendah maka
biaya perunit akan tinggi (Stratton, 1996). Pengalokasian biaya yang tepat harus bisa
menggambarkan bagaimana pengalokasian dari biaya dapat menggambarkan kondisi yang
sesungguhnya di dalam proses pemanfaatan sumber daya yang ada sehingga dapat digunakan
dalam menentukan harga pokok penjualan secara tepat di samping dapat digunakan sebagai salah
satu alat untuk pengambilan keputusan investasi modal (capital expenditure). Saat ini ada
beberapa pendekatan pengukuran baru yang memfokuskan terhadap bagaimana melakukan
pengelolaan kapasitas, salah satunya adalah yang dikembangkan oleh Consortium for Advanced
Manufacturing-International (CAM-I) yaitu CAM-I capacity model. Selain itu konsep Activity
Based Costing dengan idle capacity dapat digunakan untuk mengeluarkan biaya idle capacity
sehingga pembebanan terhadap biaya produk menjadi lebih tepat.
2.4 Time Driven Activity Based Costing
(Kaplan dan Anderson, 2007) mempresentasikan metoda baru Time Driven Activity
Based Costing. Metoda ini disajikan sebagai sebuah metoda revolusioner dalam bidang biaya
yang ditentukan. Di sisi lain, (Adkins 2008) menyatakan bahwa TDABC bukanlah sesuatu yang
baru, tetapi hanya merupakan pembaharuan dari metoda ABC tradisional. Mengingat penetapan

sumber aktivitas, sebuah versi baru dari ABC menggunakan persamaan waktu. Prinsip metoda
ini didasarkan pada transformasi cost driver untuk persamaan waktu yang menyatakan waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan sebagai fungsi driver.Karakteristik tersebut yang
disebut dengan 'time driver', karena hal tersebut memimpin konsumsi waktu dari sebuah
aktivitas.
Adkins (2008) juga menyatakan, bahwa setiap proses estimasi rentan terhadap kesalahan.
Satu menit salah catat dalam waktu estimasi dikalikan dengan ribuan transaksi dan hasilnya bisa
sangat berbeda. Bahkan, kesalahan estimasi sederhana tersebut mungkin bisa lebih besar dari itu
dan akan berada di bawah metoda ABC tradisional. Ketika mengalikan waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan aktivitas sumber penghasilan per unit, kita bisa menghitung biaya aktivitas
individu dan transaksi. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut merupakan
perkiraan untuk setiap kasus tertentu. Persamaan waktu pemodelan adalah bagaimana time driver
dikelola oleh waktu yang dihabiskan oleh aktivitas. Dengan cara ini kita bisa menghitung jumlah
driver yang tidak terbatas. Persamaan waktu bisa menutupi struktur komplikasi sebuah aktivitas.
Setelah menggunakan TDABC, kita bisa menekankan biaya dari bagian tugas.
Metoda ini perlu membuat analisis isi dari semua kegiatan dalam penerapannya. Kita
harus mendefinisikan semua kemungkinan variasi aktivitas yang berjalan dan faktor waktunya.
Dengan demikian kita bisa memperkirakan dan menentukan konsumsi dari satu faktor melalui
bukti penghitungan dengan Enterprise Resource Planning (ERP) dan Customer Relationship
Management (CRM) atau dengan pengukuran waktu (Adkins, 2008) menunjukkan bahwa hanya
vendor tertentu dapat melakukan TDABC. Beberapa vendor utama perangkat biaya dapat
menghitung biaya melalui metoda penugasan ganda, yang dapat mendorong biaya berdasarkan
jumlah driver yang dikumpulkan atau menarik model biaya berdasarkan persamaan yang
referensinya secara otomatis diperbarui. Pengguna memiliki pilihan untuk memilih metoda untuk
bagian yang berbeda dari setiap modelnya.
Penerapan metoda TDABC memiliki langkah-langkah menurut Brugemann (2005):
A. Penilaian biaya melalui keterangan sumber-sumber pembelanjaan pada kapasitas
yang tersedia.
1. Identifikasi kelompok sumber yang telah melakukankegiatan.
2. Estimasi biaya pada setiap kelompok sumber.
3. Estimasi kapasitas waktu praktik setiap kelompok sumber

4. Perhitungan biaya kelompok sumber dengan membagi total kelompok


biaya sumber dengan kapasitasnya yang tersedia.
B. Penilaian waktu untuk variasi yang dibutuhkan dalam menjalankan aktivitas.
1. Identifikasi faktor yang berpengaruh pada periode waktu aktivitas yang tepat (time
driver), ketika kita menentukan faktor untuk setiap variasi nyata dari suatu aktivitas.
2. Pembuatan persamaan waktu, yang mengekspresikan ketergantungan pada berjalannya
waktu aktivitas pada semua faktor berikutnya dengan mengakui nilai-nilai faktor dan
konsumsi perhitungan total waktu untuk setiap variasi aktivitas konkrit.
C. Kelipatan biaya unit dari sumber penghasilan tertentu denganwaktu total konsumsi
variasi konkrit dalam menjalankan proses dan meringkas biaya untuk setiap sumber konsumsi
Metoda TDABC memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan teknik akuntansi
tradisional atau metoda ABC.Metoda ini memberikan mahalnya biaya hanya ke dalam satu
persamaan waktu, yang mencakup semua aspek khusus dalam memilih aktivitas di database
aktivitas perusahaan. TDABC mengalokasikannya dengan cara yang lebih baik dan cara yang
fair untuk aktivitas yang sesuai, pelanggan, wilayah kerja, atau produk. TDABC menemukan
kemungkinan kapasitas yang tidak terpakai, memungkinkan perbaikan operasional, hal interaksi
antara time driver, mendeteksi proses tanpa nilai dan perubahan dalam produksi, pemuatan,
pengiriman, penyimpanan dll. TDABC adalah instrumen yang baik untuk mendesain strategi
rantai pasokan kompetitif yang baru, tidak hanya dengan anggota lain dari rantai, tetapi juga
antara divisi perusahaan tertentu dan sebagai instrumen untuk mengidentifikasi profitabilitas
pelanggan perusahaan dan peluang pasar baru.
TIME-DRIVEN ABC: PENDEKATAN YANG SEDERHANA DAN AKURAT
Pendekatan alternatif untuk mengestimasi model ABC, yaitu TimeDriven ABC, mampu
mengatasi segala keterbatasan dari Traditional ABC. Time-Driven ABC memerlukan dua
estimasi baru yaitu: (1) Biaya per unit dari kapasitas yang tersedia, dan (2) konsumsi unit waktu
oleh setiap aktifitas.
Estimasi Biaya Per Unit

Prosedur yang baru dimulai dengan menggunakan informasi yang sama dengan
pendekatan Traditional ABC, yaitu: 1. Menentukan besarnya biaya dari sumber daya yang
menyediakan kapasitas. 2. Mengestimasi kapasitas aktual dari sumber daya yang tersedia.
Dengan estimasi dari: (1) Biaya dari kapasitas yang tersedia, dan (2) Kapasitas pada prakteknya
dari sumber daya yang tersedia, maka dapat dihitung biaya per unit dari kapasitas yang tersedia
sebagai berikut:

Sebagai contoh, Diketahui data dari PT X: Jumlah biaya dari tenaga kerja tidak langsung
yang tersedia sebesar $ 84,000 (sudah termasuk bonus). Jumlah biaya dari kapasitas computer
yang tersedia sebesar $ 30,000. Tenaga kerja tidak langsung ada 5 orang, di mana masing-masing
menyediakan 500 jam kerja untuk setiap kwartal, atau totalnya sebanyak 2500 jam kerja.
Kapasitas tenaga kerja tidak langsung pada prakteknya sebanyak 2000 jam kerja per kwartal.
Kapasitas computer pada prakteknya sebanyak 500 jam per kwartal. Berdasarkan data tersebut,
maka biaya per unit (per jam kerja) dari kapasitas tenaga kerja tidak langsung yang tersedia
adalah sebagai berikut:

Sedangkan biaya per unit (per jam) dari kapasitas komputer yang tersedia adalah sebagai
berikut:

Estimasi Unit Waktu


Bagian kedua dari informasi baru yang diperlukan pada pendekatan Time-Driven ABC
adalah estimasi waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu transaksi. Prosedur Time-Driven
ABC menggunakan estimasi waktu yang diperlukan setiap saat transaksi terjadi. Estimasi unit
waktu ini menggantikan proses interview pekerja untuk mempelajari berapa persen waktu
pekerja yang dihabiskan untuk semua aktifitas. Sebagai contoh: Manajer PT X mengestimasi unit
waktu dari sumber daya tenaga kerja tidak langsung dan computer sebagai berikut:

Tarif cost driver untuk aktivitas, menangani production runs, bisa dihitung sebagai biaya
menggunakan tenaga kerja tidak langsung dan Komputer untuk setiap production run:

Selanjutnya, dapat dihitung pula tarif cost driver untuk aktifitas support product dengan
cara yang sama seperti sebelumnya:

Update Model
Dengan pendekatan Time-Driven ABC, manajer perusahaan dapat dengan mudah menupdate model Time-Driven ABC perusahaannya untuk mencerminkan perubahan kondisi
operasionalnya. Selain itu, manajer juga dapat dengan mudah men-update tarif cost driver untuk
aktifitasnya. Ada dua hal yang menyebabkan tarif cost driver untuk aktifitas berubah, yaitu: (1)
Perubahan pada harga dari kapasitas yang tersedia mempengaruhi tarif biaya per jam, dan (2)
Perubahan pada tarif cost driver merupakan perubahan pada efisiensi aktivitas. Adapun Kunci
utama dari Time-Driven ABC adalah: (1) Estimasi kapasitas pada prakteknya dari sumber daya
yang terlibat dan biayanya, dan (2) Estimasi unit waktu untuk melaksanakan aktivitas transaksi.

TIME-DRIVEN ABC VERSUS TRADITIONAL ABC

Pada tabel 4 ditunjukkan perbandingan implementasi Time-Driven ABC dengan


Traditional ABC sebagai berikut:

Pada tabel 4 dapat terlihat bahwa Traditional ABC merupakan model biaya push.
Implementasinya dimulai dengan menetapkan total biaya overhead terlebih dahulu, menghitung
biaya per unit dari aktifitas, dan pada akhirnya menghasilkan alokasi biaya kepada produk.
Sebaliknya, Time-Driven ABC merupakan model biaya pull. Implementasi dari Time-Driven
ABC dimulai dengan melakukan estimasi dua parameter, dan pada akhirnya menghasilkan
alokasi biaya kepada produk.
Dapat disimpulkan bahwa Traditional ABC (Push Model) menghitung biaya aktifitas
yang actual dan membebankannya ke produk. Sedangkan TimeDriven ABC menghitung biaya
aktifitas pada tarif standar dan menghilangkan biaya kapasitas yang tidak digunakan. Pada
pertengahan tahun 1980an, Traditional ABC hadir menggantikan Traditional Costing yang sudah
tidak relevan lagi untuk digunakan oleh perusahaan-perusahaan. Adapun kelebihan Traditional

ABC dibandingkan dengan Traditional Costing adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan
alternative metode penghitungan dan analisis biaya yang lebih baik daripada Traditional Costing,
(2) Memberikan informasi yang efektif untuk pengambilan keputusan, dan (3) Memberikan
informasi yang berkelanjutan dalam penerapan proses dan penurunan biaya.
Tetapi pada prakteknya, Traditional ABC memiliki banyak kekurangan (keterbatasan)
yang menyebabkannya sulit untuk diterapkan di banyak perusahaan. Dan kemudian, TimeDriven ABC hadir untuk memberikan alternatif yang lebih baik, lebih akurat, dan lebih
sederhana untuk diterapkan di perusahaan-perusahaan. Robert S. Kaplan dan Steven R.
Anderson, menyatakan bahwa Time-Driven ABC akan memberikan perbaikan yang sangat hebat
atas sistem yang lama (Traditional ABC).
Kelebihan Model Time-Driven ABC
Kelebihan dari model Time-Driven ABC dibandingkan dengan Traditional ABC adalah
sebagai berikut:
1. Sangat mudah dan cepat diimplementasikan
2. Tidak mahal dan mudah diupdate
3. Mudah divalidasi dengan pengamatan langsung terhadap model estimasi dari unit
waktu
4. Mampu diterapkan pada perusahaan dengan skala besar
5. Mudah menggabungkan fitur spesifik untuk pesanan, proses, supplier, dan pelanggan
khusus
6. Lebih memandang kepada efisiensi proses dan pemanfaatan kapasitas 7. Mampu
meramalkan permintaan sumber daya di masa mendatang berdasarkan prediksi kuantitas
pesanan dan kompleksitas.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesulitan implementasi dan pemeliharaan sistem Traditional ABC menyebabkan sistem
ini tidak efektif, mahal, memakan waktu, dan sulit untuk di up-to-date. Kehadiran pendekatan
Time-Driven ABC mengatasi semua kesulitan dari semua persoalan Traditional ABC. TimeDriven ABC menurunkan kebutuhan akan data, dan hanya memerlukan estimasi dari dua hal

berikut: (1) Biaya per unit dari kapasitas yang tersedia, dan (2) konsumsi unit waktu oleh setiap
aktifitas.
Time-Driven ABC merupakan pendekatan yang sangat sederhana dibandingkan dengan
Traditional ABC. Model ini mudah dimplementasikan pada perusahaan, mudah diupdate, dan
dapat menangani perusahaan yang beroperasional pada skala besar. Selain itu, model TimeDriven ABC secara eksplisit memasukkan kapasitas sumber daya, menyoroti kapasitas sumber
daya yang tidak digunakan untuk tindakan manajemen selanjutnya, dan memanfaatkan
persamaan waktu yang memasukkan variasi di dalam pesanan dan perilaku konsumen tanpa
memperluas tingkat kompleksitas model. Dengan adanya pendekatan Time-Driven ABC,
membuat implementasi sistem ABC yang awalnya rumit, mahal, dan memakan waktu, dapat
menjadi alat yang dapat menyediakan data yang lebih berarti, cepat dan tidak mahal untuk
diimplementasikan.

BAB III
KESIMPULAN
Bervariasinya sumber daya yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk, maka
perusahaan pun harus dapat menggunakan sumber daya tersebut dengan lebih efektif dan efisien
dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis. Perhitungan biaya produksi yang dikeluarkan
perusahaan untuk menghasilkan suatu produk pun haruslah akurat, sehingga perusahaan dapat
menentukan harga jual yang kompetitif di pasar global ini.
Manajemen sering kali mengabaikan perhitungan biaya produksi secara akurat yang
dapat mengakibatkan perusahaan tersebut tidak mampu bersaing di pasaran. Oleh karena itu,
manajer suatu perusahaan membutuhkan suatu informasi mengenai biaya-biaya yang harus
dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk secara akurat. Pembebanan setiap biaya produksi
yang dikeluarkan untuk satu unit produk dengan suatu metoda dapat membantu manajemen
memperoleh informasi mengenai biaya produksi satu unit produk dengan lebih akurat. Metoda
ini didalam akuntansi manajemen dinamakan sebagai metoda Activity Based Costing (ABC)
System.
Metode Activity Based Costing (ABC) System menghitung setiap biaya pada masingmasing aktivitas dengan dasar alokasi yang berbeda untuk masing-masing aktivitas. Banyak
perusahaan-perusahaan di Indonesia belum mengadopsi metode ini dalam penghitungan biaya
produksi yang dikeluarkan untuk setiap produk. Umumnya metode yang digunakan oleh
perusahaan yang berada di Indonesia adalah pemerataan biaya secara umum untuk masingmasing produk. Padahal masing-masing produk tersebut kenyataannya tidak menggunakan
sumber daya dalam jumlah yang sama.
Dalam Kasus John Deere Components Work (A) dan (B)Penetapan biaya dengan
standard costing tidak sesuai untuk digunakan oleh perusahaan yang memproduksi barang
dengan banyak aktivitas produksi dan variasi produk yang beragam, tidak mencerminkan cost
yang sebenarnya. Hanya menggunakan direct labor dan machine hours sebagai cost driver,
sedangkan ada banyak tahapan dalam aktivitas produksi yang menuntut penentuan cost driver
yang lebih akurat.

Dengan menggunakan Activity Based Costing perusahaan dapat mengetahui actual cost
per unit, sehingga tidak akan terjadi undercosting atau overcosting dalam penentuan biaya.
Penggunaan cost driver untuk yang disesuaikan berdasarkan aktivitas produksi yang telah
ditetapkan activity cost pool-nya, terdiri dari 7 cost driver yaitu direct labor support, machine
operation, setup hours, production order activity, materials handling, parts administration,
general and administrative.
Tujuan dari penggunaan metode ABC bukan untuk menghasilkan biaya per unit yang
kecil, namun menghasilkan biaya yang sebenarnya. Terbukti dari kasus John Deere, perbedaan
cost dari awal perusahaan menggunakan standard costing menjadi Activity Based Costing
hasilnya bervariasi, ada yang biayanya menjadi lebih kecil dan menjadi lebih besar.
Meskipun terdapat variasi perubahan cost karena beralih menggunakan metode ABC,
John Deere tetap dapat bersaing dengan lebih percaya diri karena keakuratan penentuan biaya,
karena menghindari profit margin yang semu akibat adanya overcosting dan undercosting.
Agar pengaplikasian ABC menjadi lebh efisien makan harus dibantu dengan
perubahanperubahan pada pabrik. Misalkan dalam kebijakan transfer pricing yang diubanh
dengan menggunakan market based dibandingkan dengan direct cost v.s full cost. Selain
kebijakan, layout pabrik juga diubah untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan ABC.
Saat ini ABC hanya diterapkan untuk operasi-operasi yang menggunakan turning
machine, namun tidak ada salahnya dikemudian hari untuk mengaplikasikan ABC pada
prosesproses produksi lain. Hal ini dikarenakan penggunaan ABC dalam mengalokasikan
overhead tepat untuk John deere karena John deere memiliki variasi produk yang berbeda-beda.

DAFTAR PUSTAKA
Mowen, Hansen. 2004. Akuntansi Manajemen 1. Jakarta: Salemba Empat.
Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat, dan Rekayasa. Yogyakarta: STIE
YKPN
Oktavia, Deni. Implementasi Time Driven Activity Based Costing (TDABC) pada Usaha Kecil
Menengah (UKM) Tape Handayani 82 Bondowoso.
Tunggal, Amin Widjaja. 1992. Activity Based Costing: Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
Tunggal, Amin Widjaja. 1994. Akuntansi Manajemen: Ringkasan Teori, Soal, dan Jawab.
Jakarta: Rineka Cipta.

Vous aimerez peut-être aussi