Vous êtes sur la page 1sur 19

PORTOFOLIO

EPISTAKSIS ANTERIOR

Presentan
dr. Ramadhan Ananda Putra

Pendamping
dr. Rahmi Fatma Sari

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD DR. ACHMAD MUCHTAR
BUKITTINGGI
2015

Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta :

dr. Ramadhan Ananda Putra

No. ID dan Nama Peserta:

RSUD Dr. Achmad Muchtar Bukittinggi

Topik :

Epistaksis Anterior

Tanggal Kasus :

10 Juli 2015

Nama Pasien :

Ny. Y

Nomor RM :

41.49.51

Tanggal Presentasi :

30/9/2015

Pendamping :

Dr. Rahmi Fatma Sari

Tempat Presentasi :

Ruang Komite Medik RSUD Dr. Achmad Muchtar

Objektif Presentasi :
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus
Deskripsi :

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumi

l
Pasien perempuan, 77 tahun datang ke IGD RSUD Dr. Achmad Muchtar
Bukittinggi dengan keluhan keluar darah dari hidung sejak 20 menit yang
lalu

Tujuan :

Diagnosis dan tatalaksana epistaksis anterior

Bahan

Tinjauan

Bahasan :
Cara

Kasus

Audit

Presentasi dan

Email

Pos

Pustaka
Diskusi

Membahas:
Data Pasien

Riset

Diskusi
Nama :

Ny.Y

Nama Klinik : RSUD Dr. Achmad Muchtar

No. Reg:

41.49.51

Telp :

Terdaftar sejak :

Bukittinggi
Data Utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
-

Keluar darah dari hidung sejak 20 menit yang lalu. Darah yang keluar sebanyak 5
sendok makan, berwarna merah segar.

Pasien sebelumnya telah mencoba menghentikan perdarahan dengan menekan


hidung dan menyumbat hidung dengan kain namun darah tidak berhenti.

Riwayat sering mengorek hidung disangkal.

Riwayat trauma sebelumnya tidak ada.

Riwayat perdarahan lama sebelumnya tidak ada.

- Riwayat hidung sering gatal dan berair disangkal.


2. Riwayat Pengobatan : pasien belum pernah berobat untuk keluhan ini sebelumnya
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
-

Keluhan yang sama telah berulang 3x dalam sebulan terakhir, sebelumnya


darah berhenti dengan sendirinya.

Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya saat pasien masih
anak-anak dan remaja.

- Riwayat hipertensi sebelumnya disangkal


4. Riwayat Keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.
5. Riwayat Pekerjaan : 6. Riwayat Lingkungan Sosial dan Fisik : Daftar Pustaka :
1. Mangunkusumo E, 2007. Perdarahan Hidung dan Gangguan Penghidu. In: Soepardi
EA, Iskandar N editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. Ed 6. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI.
2. Michelle,MC, Donald AL. Nasal Emergencies dalam David,WE, Shelly,JM.
Emergencies of the Head and Neck. 2000. Philadelphia:Mosby. P,239-245.
3. Pope L.E.R., Hobbs C.G.L., 2005. Epistaxis un update on current management.
Department of Otolaryngology and Head and Neck Surgery. http://www.epistaxis
management.com/ent/topic 701.html.
4. Adam GL, Boies LR, Higler PA (eds) Buku Ajar Penyakit THT, Edisi Keenam,
Philadelphia: WB Saunders, 2009. Editor Effendi H. Cetakan VI. Jakarta, Penerbit
EGC, 2010
Hasil Pembelajaran :
1. Identifikasi epidemiologi, klasifikasi, etiopatogenesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisik dan penunjang epistaksis anterior.
2. Diagnosis epistaksis anterior
3. Penatalaksanaan epistaksis anterior.
4. Pencegahan komplikasi dan kejadian berulang epistaksis anterior.
Hasil Pembelajaran

10 Juli 2015
1. Subyektif
-

Keluar darah dari hidung sejak 20 menit yang lalu. Darah yang keluar sebanyak 5
sendok makan, berwarna merah segar.

Pasien sebelumnya telah mencoba menghentikan perdarahan dengan menekan hidung


dan menyumbat hidung dengan kain namun darah tidak berhenti.

Riwayat sering mengorek hidung disangkal.

Riwayat trauma sebelumnya tidak ada.

Riwayat perdarahan lama sebelumnya tidak ada.

- Riwayat hidung sering gatal dan berair disangkal.


2. Obyektif
Status Generalisata :
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : teraba kuat, teratur, 72 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x/menit
Suhu : 36,7 0C
Edema : tidak ada

Anemia : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Sianosis : tidak ada

Pemeriksaan Sistemik :
Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

Leher

: JVP 5-2 cmH2O

Dada : Paru :
-

Inspeksi : normochest, pergerakan simetris

Palpasi

: fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi : vesikular, ronkhi dan wheezing tidak ada

Jantung :
-Inspeksi

: iktus kordis tidak terlihat

-Palpasi

: iktus kordis teraba satu jari medial LMCS RIC V

-Perkusi

: batas jantung normal

-Auskultasi : irama jantung teratur, bising tidak ada

Abdomen :
-

Inspeksi

: tidak tampak membuncit, distensi tidak ada

Palpasi

: teraba supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus(+) normal

Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik,

Status Lokalis THT


Telinga
Hidung

: tidak ada kelainan


: cavum nasal lapang/lapang, KI/KM hipertrofi/eutrofi hiperemis/merah muda,

clotting (+), deviasi septum (+)


Tenggorokan : arkus faring simetris, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, dinding posterior faring tidak
hiperemis, clotting (+)
Pemeriksaan Penunjang :
Darah rutin

: Hb
Leukosit

Trombosit
3. Assessment :

: 10, 2 g/dl
: 7,3 x 103/mm3
: 147 x 103/mm3

Pada pasien ini ditemukan gejala klinis berupa keluar darah dari hidung sejak 20 menit yang
lalu. Darah yang keluar sebanyak 5 sendok makan, berwarna merah segar. Pasien
sebelumnya telah mencoba menghentikan perdarahan dengan menekan hidung dan
menyumbat hidung dengan kain namun darah tidak berhenti. Pasien juga menyangkal
memiliki kebiasaan sering mengorek hidung atau terjadi trauma sebelumnya pada hidungnya.
Riwayat perdarahan lama sebelumnya dan riiwayat hidung sering gatal dan berair juga
disangkal oleh pasien.
Dari pemeriksaan fisik pasien, secara generalisata tidak ditemukan kelainan apapun. Namun,
secara lokalis pada hidung pasien ditemukan adanya septum deviasi dan clotting di depan
konka inferior. Dari pemeriksaan tenggorokan juga ditemukan clotting pada posterior faring
akibat hidung pasien telah ditutup dengan kain sebelum dibawa ke IGD namun kain tersebut
tidak menutup dengan sempurna sehingga tidak menghentikan perdarahan seluruhnya dan
membuat darah mengalir ke dinding posterior faring.
Gejala-gejala klinis yang timbul pada pasien dapat terjadi akibat pechnya salah satu
pembuluh darah pada rongga hidung pasien. Dalam hal ini, kemungkinan besar yang

mengalami gangguan adalah Plexus Kiesselbachs. .


4. Plan

Diagnosis : Epistaksis anterior

Pengobatan :

o Tampon anterior + gentamicyn krim


o Asam traneksamat 3x1 tab
o Vit.K 3x1 tab
o Vit.C 3x1 tab

Pendidikan :

o Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya, kemungkinan


penyebab dan faktor resiko yang mempengaruhi penyakit tersebut.
o Menjelaskan bahwa pengobatan pasien dilakukan dengan menggunakan tampon yang
dipakai selama maksimal 2 hari dan penggunaan tampon akan berakibat tidak nyaman
pada pasien.
o Menjelaskan bahwa setelah pengobatan dilakukan, perdarahan berulang masih mungkin
terjadi akibat faktor resiko yang dimiliki oleh pasien.
o Menjelaskan kepada pasien dan keluarga penanganan pertama jika keluhan yang sama
terjadi lagi di lain waktu.

Konsultasi :

o Menjelaskan kepada pasien perlunya konsultasi dengan spesialis Telinga Hidung


Tenggorokan dan Kepala Leher. Konsultasi ini merupakan upaya, agar faktor resiko yang
dimiliki pasien akibat deformitas pada septum nasalnya dapat dilakukan tindakan
selanjutnya misalnya operasi.

TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang merupakan gejala atau
manifestasi penyakit lain, penyebabnya bisa lokal atau sistemik. Perdarahan bisa ringan
sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Sumber perdarahan
biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung.1,2

1.2. Epidemiologi
Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum.
Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia < 10
tahun dan > 50 tahun. Kira-kira 10% dari penduduk dunia mempunyai riwayat hidung
berdarah beberapa kali dalam hidupnya. Sekitar 30% anak-anak umur 0-5 tahun, 56% umur
6-10 tahun, dan 64% berumur 11-15 tahun mengalami sekurang-kurangnya satu kali
epistaksis. Sebagai tambahan, 56% orang dewasa dengan perdarahan hidung berulang pernah
mengalami kejadian serupa pada saat kecil.3
Epistaksis anterior lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, sedangkan
epistaksis posterior lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua, terutama pada laki-laki
berusia 50an dengan penyakit hipertensi dan arteriosklerosis. Pasien yang menderita alergi,
inflamasi hidung, dan penyakit sinus lebih rentan terhadap resiko terjadinya epistaksis karena
mukosanya lebih mudah kering dan hiperemis yang disebabkan oleh reaksi inflamasi.3
1.3. Anatomi Hidung
1.3.1. Hidung Interna
Lubang luar yang menuju ke sisi dalam hidung dinamai nares anterior, sementara
lubang posterior dari hidung ke nasopharink dinamai choana. Tepat setelah nares anterior,
terdapat area kulit yang dinamai vestibulum dan berlapis yang mengandung bulu hidung atau
vibrise yang penting secara klinik karena folikel rambut ini dapat terinfeksi.4
Permukaan medial tiap ruang lingkup dibentuk oleh septum nasi. Sering septum
berdeviasi, yang menyebabkan terjadinya obstruksi saluran pernafasan nasal. 5 Sisi lateral tiap
cavitas nasalis terdiri dari sejumlah struktur yang penting secara klinik. Biasanya ada tiga
konvolusi mukosa yang tegas yang dinamai konka. Fungsinya untuk meningkatkan luas
permukaan hidung dan dinamai menurut lokasinya yaitu inferior, medialis, superior dan
suprema.Diantara concha terdapat lekukan pada dinding hidung (meatus). Pada meatus
inferior terdapat muara atau ostium duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak diantara
konka media dan dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus media terdapat muara sinus
frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang
diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus
sphenoid.2

Gambar 1. Dinding Lateral Kavum Nasi 6


1.3.2. Anatomi Vaskuler
Vaskularisasi cavum nasi berasal dari system carotis interna dan eksterna.Arteri
carotis interna bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian bercabang lagi menjadi
arteri etmoidalis anterior dan posterior, yang mendarahi septum dan dinding lateral superior.
Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum nasi melalui :7
1. Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui
foramen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan
dinding lateral hidung.
2. Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan
melalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum
nasi.
Dua area pada kavum nasi merupakan tempat tersering perdarahan hidung yaitu
pleksus Kiesselbach dan pleksus Woodruff 6
1. Pleksus Kiesselbach adalah wilayah anastomosis yang berlokasi pada dinding
anterior-inferior septum yang memberikan lebih dari 90% episode perdarahan.
Dibentuk oleh pleksus dari arteri sphenopalatina, palatina mayor, labialis superior,
dan ethmoidalis anterior. Wilayah ini mudah terlihat dan terjangkau, menjadikan
perdarahan anterior lebih mudah untuk dikontrol.
2. Pleksus Woodruff adalah anastomosis posterior dari hidung posterior, arteri
sphenopalatina dan pharyngeal asenden melalui posterior konka medial. Wilayah ini

sukar dilihat sehingga sulit untuk ditangani. Tempat perdarahan tersering dari bagian
posterior adalah cabang posterior lateral dari arteri sphenopalatina.

/
Gambar 2. Perdarahan Hidung
1.4 Klasifikasi
Epistaksis dibedakan atas dasar sumber pendarahan atau tempat pendarahan. Sumber
perdarahan dapat berasal dari bagian anterior atau bagian posterior hidung.4

Epistaksis Anterior
Epistaksis ini dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan sumber perdarahan
paling sering dijumpai pada anak-anak. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan)
dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.

Epistaksis Posterior
Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina (area Woodruff, dibawah
bagian posterior konka nasalis inferior) atau arteri etmoid posterio r3. Perdarahan
biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya. Pasien terus mengeluhkan
darah mengalir dibelakang tenggorokkannya.5 Epistaksis ini sering ditemukan pada
pasien hipertensi, arteriosclerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler.4

Gambar 3. Epistaksis anterior (atas) dan Epistaksis posterior (bawah) 4

1.5. Etiopatogenesis
Perdarahan hidung diawali dengan pecahnya pembuluh darah di selaput mukosa
hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah pleksus Kiesselbach.
Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang persambungan
mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis.1
Epistaksis dapat disebabkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik.1,2
1.5.1

Lokal

a. Trauma
-

Epistaksis dapat terjadi setelah trauma ringan, misalnya waktu mengeluarkan


ingus dengan kuat, bersin, mengorek hidung atau sebagai akibat trauma yang
hebat, seperti terpukul, jatuh, kecelakaan lalu lintas.

Trauma yang terus menerus dapat merusak perikondrium sehingga menyebabkan


tulang rawan terekspos dan terjadinya perforasi. Aliran udara terganggu, terjadi
turbulensi dan kekeringan lebih jauh, menyebabkan terbentuknya keropeng dan
perdarahan.

b. Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rhinitis, sinusitis, serta granuloma spesifik seperti
sifilis, lepra, dan lupus dapat menyebabkan epistaksis.

c. Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten,
kadang-kadang disertai mucus yang bernoda darah. Hemangioma, karsinoma, dan
angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat.
d. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis adalah teleangiektasis
hemoragik herediter. Kelainannya terletak pada minimnya elemen kontraktil (jaringan
elastik dan muskular) pada dinding pembuluh darah mulai dari kapiler hingga arteri,
yang kemudian menimbulkan formasi telengiektasia (dilatasi venula dan kapiler) dan
malformasi arteriovenous pada kulit atau lapisan mukosa saluran aerodigestivus.
Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi perdarahan, bahkan oleh trauma kecil
sekalipun
e. Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum
Perforasi septum dan benda asing hidung dapat menjadi predisposisi perdarahan
hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau perforasi, akan
terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengerikan aliran sekresi hidung.
Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam. Perdarahan
dapat terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila
konka itu sedang mengalami pembengkakan.
f. Faktor lingkungan
Misalnya tinggal di daerah tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan udaranya
sangat kering.
1.5.2. Sistemik1,2
a.Kelainan darah
Kelainan darah penyebab epistaksis, misalnya trombositopenia, hemofilia dan
leukemia. Obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan fenilbutazon dapat pula
mempredisposisi epistaksis berulang.
b. Penyakit kardiovaskular
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada arteriosklerosis, nefritis kronis,
sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis
akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosinya kurang baik.
c. Infeksi sistemik
Yang paling sering menyebabkan epistaksis adalah demam berdarah dengue, selain
itu juga morbili, demam tifoid dan influensa dapat juga disertai adanya epistaksis.

d. Gangguan endokrin
Wanita hamil,menars dan menopause sering juga dapat menimbulkan epistaksis.
e. Perubahan tekanan atmosfir
f.Alkohol
Efek dari alkohol dapat berupa mengurangi agregasi trombosit dan memperpanjang
waktu perdarahan dan juga perubahan hemodinamik seperti vasodilatasi dan
perubahan tekanan darah.
1.6 Diagnosis
Anamnesis yang lengkap sangat membantu dalam menentukan sebab-sebab
perdarahan.Keadaan umum, tensi dan nadi perlu diperiksa.Dan untuk pemeriksaan, alat-alat
yang diperlukan adalah lampu kepala, spekulum hidung dan alat penghisap. Kadang-kadang
diperlukan pemeriksaan penunjang laboratorium yaitu pemeriksaan darah lengkap dan fungsi
hemostatis.1
a. Anamnesis
Suatu anamnesis yang cermat akan sangat membantu penanganan epistaksis secara
tepat . Beberapa hal penting yang harus ditanyakan pada pasien epistaksis, antara lain:7

Apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorok (posterior) atau keluar dari
hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak

Lama perdarahan dan frekuensinya

Riwayat perdarahan sebelumnya dan gangguan perdarahan dalam keluarga

Riwayat trauma hidung yang belum lama

Riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit hati

Riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan, misalnya; aspirin dan fenilbutazon atau
penggunaan anti koagulan
Aspek anamnesis yang mungkin penting dalam melokalisasi tempat perdarahan bisa

didapat dengan menanyakan :6


1

Sewaktu anda membungkuk apakah ada darah yang keluar dari hidung?
(menggambarkan sumber perdarahan anterior)

Apakah darah menuruni tenggorokan anda ? (menggambarkan perdarahan dari


sisi posterior cavitas nasalis)

Pada pasien yang telah mengalami epistaksis berulang harus ditanyakan mengenai
riwayat keluarga dengan kelainan perdarahan, riwayat perdarahan berlebihan pasca
pencabutan gigi atau sirkumsisi, serta riwayat menstruasi berlebihan. 8 Riwayat trauma harus
ditanyakan secara terperinci pada pasien epistaksis. Kebanyakan kasus epistaksis timbul
sekunder trauma yang disebabkan oleh mengorek hidung menahun atau mengorek krusta
yang telah terbentuk akibat pengeringan mukosa hidung berlebihan.6
Pada pasien epistaksis juga untuk penting mengetahui riwayat pengobatan atau
penyalahgunaan alkohol terperinci harus dicari. Banyak pasien minum aspirin secara teratur
untuk banyak alasan. Aspirin merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat
menyebabkan pemanjangan atau perdarahan.Penting mengenal bahwa efek ini berlangsung
beberapa waktu dan bahwa aspirin ditemukan sebagai komponen dalam sangat banyak
produk. 6
b. Pemeriksaan Fisik2
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan belakang
hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau pada
hidung yang terbanyak mengeluarkan darah. Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus
ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Dengan
spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung
baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan
dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan.
Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal
yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke
dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah
sehingga perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas
dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang
bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan
hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan.
Pemeriksaan yang diperlukan berupa:
a.

Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.
Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha
inferior harus diperiksa dengan cermat.

b.

Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan


epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.
c.

Pengukuran tekanan darah


Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena
hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.

d.

Rontgen sinus

e.

Skrining terhadap koagulopati

f.

Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang
mendasari epistaksis

b. Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium tertentu bermanfaat dalam mengevaluasi pasien epistaksis.Tes
diagnostik seharusnya mencakup sel darah lengkap untuk memantau derajat perdarahan dan
apakah pasien anemia.Jika ada kemungkinan koagulopati sistematik, maka harus dilakukan
pemeriksaan pembekuan darah.Jika pemeriksaan ini abnormal, maka harus dilakukan
kosultasi yang tepat. Terakhir jika massa terlihat pada pemeriksaan, maka harus dilakukan
politomografi dan/atau CT scan untuk menggambarkan luas lesi ini.6
1.7 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah memperbaiki keadaan umum, mencari
sumber perdarahan, menghentikan perdarahan, mencari faktor penyebab untuk mencegah
berulangnya perdarahan. Bila pasien datang dengan epistaksis perhatikan keadaan umumnya,
nadi, pernafasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan atasi terlebih dahulu, misalnya
dengan memasang infus. Jalan nafas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu
dibersihkan atau dihisap.2
Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC, yakni :
-

A (airway)

B (breathing) : pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan


darah

: pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk

yang mengalir ke belakang tenggorokan

C (circulation) : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh,


pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi. 3

Menghentikan Perdarahan2
Menghentikan perdarahan secara aktif, seperti kaustik dan pemasangan tampon lebih
baik daripada pemberian obat hemostatik sambil menunggu epistaksis berhenti dengan

sendirinya. Pasien sendiri dapat menghentikan perdarahan bagian depan hidungnya dengan
menjepit bagian itu dengan sebuah jari tangan dan ibu jari serta meletakkan sebuah cawan
untuk menampung tetesan darah dari hidungnya. Pasien dilarang menelan karena dapat
menggeser bekuan darah yang terbentuk. Menelan dapat dicegah dengan menempatkan
sebuah gabus diantara kedua barisan gigi depan (metode Trotter). 4
Jika seorang pasien datang dengan epistaksis maka pasien harus diperiksa dalam
keadaan duduk, sedangkan jika terlalu lemah dapat dibaringkan dengan meletakkan bantal di
belakang punggungnya kecuali bila sudah dalam keadaan syok. 1,3 Sumber perdarahan dicari
dengan bantuan alat penghisap dan untuk membersihkan hidung dari bekuan darah.
Kemudian tampon kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/10.000 dan lidocain atau
pantocain 2% dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan
mengurangi rasa nyeri pada waktu tindakan selanjutnya. Tampon ini dibiarkan selama 3-5
menit. Dengan cara ini dapatlah ditentukan apakah sumber perdarahan letaknya di bagian
anterior atau di bagian posterior. 1,3
Perdarahan anterior
Perdarahan anterior seringkali berasal dari septum bagian depan. Apabila tidak
berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior terutama pada anak dapat dicoba dihentikan
dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit dan seringkali berhasil. 2
Semprotan dekongestif dan aplikasi topikal gulungan kapas yang dibasahi kokain
biasanya akan cukup menimbulkan efek anestesi dan vasokonstriksi. Sekarang bekuan darah
dapat di aspirasi.8 Bila sumbernya terlihat tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan
Nitras Argenti 20-30% atau dengan Asam Trikolasetat 10% atau dapat juga dengan
elektrokauter. Jika pembuluh menonjol pada kedua sisi septum diusahakan agar tidak
mengkauter daerah yang sama pada kedua sisi. Sekalipun menggunakan zat kauterisasi
dengan penetrasi rendah, namun daerah yang dicakup kauterisasi harus dibatasi. Menentukan
lokasi perdarahan mungkin semakin sulit pada pasien dengan deviasi septum yang nyata dan
perforasi septum.1
Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan
pemasangan tampon anterior, dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin atau salap
antibiotika.6 Tampon mudah dibuat dari lembaran kasa steriil bervaselin, berukuran 72 x 0,5
inchi disusun dari dasar hingga atap hidung meluas hingga keseluruh panjang rongga hidung. 1
Pemakaian vaselin atau salep pada tampon berguna agar tampon tidak melekat, untuk

menghindari berulangnya perdarahan ketika tampon dicabut.6 Satu tampon hidung anterior
harus memenuhi seluruh rongga hidung.1

Gambar 4. Tampon anterior6


Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus dapat
menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus dikeluarkan untuk
mencegah infeksi hidung.2 Jika lokasi perdarahan telah ditemukan, vasokonstriktor harus
diberikan bersamaan dengan obat-obat topikal seperti larutan kokain 4% atau oxymetazolin
atau phenylephrine. Perdarahan yang lebih aktif perlu diberikan anestesi topikal yang
adekuat. Obat-obat intravena bisa diberikan pada kasus yang sulit atau pada penderita yang
cemas.5
Perdarahan Posterior
Tempat perdarahan tidak mudah dikenal pada epistaksis posterior. Penting
menempatkan pasien dengan tepat. Kecuali hipovolemia, ia harus duduk tegak, sehingga
darah tidak menuju kembali ke tenggorokkannya. Untuk menanggulangi perdarahan posterior
dilakukan pemasangan tampon posterior yang disebut tampon bellocq. Tampon ini harus
tepat menutup koana (nares posterior). Tampon Bellocq terbuat dari kassa pada berbentuk
bulat atau kubus dengan ukuran 3x2x2 cm. Pada tampon ini terdapat 3 utas benang, yaitu 2
utas pada satu sisi dan seutas benang pada sisi yang lain.6
Pendarahan jenis apapun yang gagal dihentikan meski penanganannya sudah
ditingkatkan maka memerlukan tindakan pembedahan. Pembedahan memerlukan anastesi
umum meskipun pada pasien usia lanjut. Tindakan bedah ini dapat dibagi menjadi
pemanasan, pembedahan septum dan ligasi arteri.10
Teknik pemasangan
Untuk memasang tampon Bellocq dimasukkan kateter karet melalui nares anterior
sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui mulut. Ujung kateter
kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi tampon Bellocq dan

kemudian kateter ditarik keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian
ditarik, sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ini kearah
nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior,
kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan didepan lubang hidung, supaya
tampon yang terletak di nasofaring tidak bergerak. Benang yang terdapat pada rongga mulut
terikat pada sisi lain dari tampon Bellocq, diletakkan pada pipi pasien. Gunanya untuk
menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Hati-hati mencabut tampon karena
dapat menyebabkan laserasi mukosa. Selama pemasangan itu pasien akan terganggu
kenyamananya dan perlu diberi sedative dan analgetika.2
Sebagai pengganti tampon bellocq, dapat digunakan kateter folley dengan balon.
Akhir-akhir ini juga banyak tersedia tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus untuk
hidung atau tampon dari bahan gel hemostatik.2 Pada epistaksis yang berat dan berulang yang
tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon anterior maupun posterior, dilakukan ligasi
arteri. Ligasi arteri etmoid anterior dan posterior dapat dilakukan dengan membuat sayatan
didekat kantus medius dan kemudian mencari kedua pembuluh darah tersebut didinding
medial orbita. Ligasi arteri maksila interna yang tetap difossa pterigomaksila dapat dilakukan
melalui operasi Caldwell-Luc dan kemudian mengangkat dinding posterior sinus maksila.10

Gambar 5. Tampon Posterior6


Penatalaksanaan Bedah4

Pembedahan dilakukan pada kasus epistaksis berulang, namun beberapa prosedur


bedah untuk tindakan darurat untuk mengontrol kasus epistaksis berat dilakukan untuk
mencegah waktu perawatan yang lama sekaligus untuk meningkatkan daya tahan pasien.
Wong dan Vogel (1981) menemukan bahwa angka kegagalan tindakan pembedahan lebih
rendah(14% dibandingkan 26%), menurunkan angka komplikasi(40% dibandingkan 68%)
dan waktu perawatan di RS menjadi 2,2% lebih rendah pada pasien dengan epistaksis
posterior.
Sebelum memutuskan arteri mana yang harus diligasi dalam penatalaksanaan
epistaksis, lokasi perdarahan harus ditentukan terlebih dahulu. Jika perdarahan terjadi pada
cavum nasi dapat berasal dari arteri etmoid anterior maupun posterior. Darah yang berasal
dari kavum nasi inferior atau posterior berasal dari arteri karotis eksterna atau arteri
maksillaris interna. Umumnya, lebih dipilih ligasi yang sedekat mungkin dengan lokasi
perdarahan disebabkan sulitnya mengontrol sirkulasi kontralateral seperti pada ligasi yang
lebih proksimal. Septoplasty dan reseksi mukosa/submukosa mungkin diperlukan untuk
memperbaiki deviasi septum dan dapat menggantikan tampon.
1.8 Komplikasi
Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangannya.
Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. 5,6,10 Tekanan darah yang turun
mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan infark miokard dan
akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian infus atau transfusi darah. 6,7
Komplikasi lain terjadi aspirasi yaitu darah tersedak masuk ke dalam paru-paru.6
Pemasangan tampon dapat menimbulkan sinustis, otitis media, bahkan septikemia.
Oleh karena itu pada setiap pemasangan tampon harus selalu diberikan antibiotik dan setelah
2-3 hari harus dicabut meskipun akan dipasang tampon baru bila masih berdarah.Selain itu
dapat juga terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah retrograd melalui tuba
Eustachius dan air mata yang berdarah (bloody tears) sebagai akibat mengalirnya darah
secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis.Pada waktu pemasangan tampon Bellocq
dapat terjadi laserasi palatum mole dan sudut bibir karena benang terlalu kencang
dilekatkan.5,6
2.8 Prognosis

Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada pasien
hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan
prognosisnya buruk.3

Vous aimerez peut-être aussi