Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
EPISTAKSIS ANTERIOR
Presentan
dr. Ramadhan Ananda Putra
Pendamping
dr. Rahmi Fatma Sari
Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta :
Topik :
Epistaksis Anterior
Tanggal Kasus :
10 Juli 2015
Nama Pasien :
Ny. Y
Nomor RM :
41.49.51
Tanggal Presentasi :
30/9/2015
Pendamping :
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Deskripsi :
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumi
l
Pasien perempuan, 77 tahun datang ke IGD RSUD Dr. Achmad Muchtar
Bukittinggi dengan keluhan keluar darah dari hidung sejak 20 menit yang
lalu
Tujuan :
Bahan
Tinjauan
Bahasan :
Cara
Kasus
Audit
Presentasi dan
Pos
Pustaka
Diskusi
Membahas:
Data Pasien
Riset
Diskusi
Nama :
Ny.Y
No. Reg:
41.49.51
Telp :
Terdaftar sejak :
Bukittinggi
Data Utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
-
Keluar darah dari hidung sejak 20 menit yang lalu. Darah yang keluar sebanyak 5
sendok makan, berwarna merah segar.
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya saat pasien masih
anak-anak dan remaja.
10 Juli 2015
1. Subyektif
-
Keluar darah dari hidung sejak 20 menit yang lalu. Darah yang keluar sebanyak 5
sendok makan, berwarna merah segar.
Pemeriksaan Sistemik :
Mata
Leher
Dada : Paru :
-
Palpasi
Perkusi
: sonor
Jantung :
-Inspeksi
-Palpasi
-Perkusi
Abdomen :
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Ekstremitas
: Hb
Leukosit
Trombosit
3. Assessment :
: 10, 2 g/dl
: 7,3 x 103/mm3
: 147 x 103/mm3
Pada pasien ini ditemukan gejala klinis berupa keluar darah dari hidung sejak 20 menit yang
lalu. Darah yang keluar sebanyak 5 sendok makan, berwarna merah segar. Pasien
sebelumnya telah mencoba menghentikan perdarahan dengan menekan hidung dan
menyumbat hidung dengan kain namun darah tidak berhenti. Pasien juga menyangkal
memiliki kebiasaan sering mengorek hidung atau terjadi trauma sebelumnya pada hidungnya.
Riwayat perdarahan lama sebelumnya dan riiwayat hidung sering gatal dan berair juga
disangkal oleh pasien.
Dari pemeriksaan fisik pasien, secara generalisata tidak ditemukan kelainan apapun. Namun,
secara lokalis pada hidung pasien ditemukan adanya septum deviasi dan clotting di depan
konka inferior. Dari pemeriksaan tenggorokan juga ditemukan clotting pada posterior faring
akibat hidung pasien telah ditutup dengan kain sebelum dibawa ke IGD namun kain tersebut
tidak menutup dengan sempurna sehingga tidak menghentikan perdarahan seluruhnya dan
membuat darah mengalir ke dinding posterior faring.
Gejala-gejala klinis yang timbul pada pasien dapat terjadi akibat pechnya salah satu
pembuluh darah pada rongga hidung pasien. Dalam hal ini, kemungkinan besar yang
Pengobatan :
Pendidikan :
Konsultasi :
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang merupakan gejala atau
manifestasi penyakit lain, penyebabnya bisa lokal atau sistemik. Perdarahan bisa ringan
sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Sumber perdarahan
biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung.1,2
1.2. Epidemiologi
Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum.
Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia < 10
tahun dan > 50 tahun. Kira-kira 10% dari penduduk dunia mempunyai riwayat hidung
berdarah beberapa kali dalam hidupnya. Sekitar 30% anak-anak umur 0-5 tahun, 56% umur
6-10 tahun, dan 64% berumur 11-15 tahun mengalami sekurang-kurangnya satu kali
epistaksis. Sebagai tambahan, 56% orang dewasa dengan perdarahan hidung berulang pernah
mengalami kejadian serupa pada saat kecil.3
Epistaksis anterior lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, sedangkan
epistaksis posterior lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua, terutama pada laki-laki
berusia 50an dengan penyakit hipertensi dan arteriosklerosis. Pasien yang menderita alergi,
inflamasi hidung, dan penyakit sinus lebih rentan terhadap resiko terjadinya epistaksis karena
mukosanya lebih mudah kering dan hiperemis yang disebabkan oleh reaksi inflamasi.3
1.3. Anatomi Hidung
1.3.1. Hidung Interna
Lubang luar yang menuju ke sisi dalam hidung dinamai nares anterior, sementara
lubang posterior dari hidung ke nasopharink dinamai choana. Tepat setelah nares anterior,
terdapat area kulit yang dinamai vestibulum dan berlapis yang mengandung bulu hidung atau
vibrise yang penting secara klinik karena folikel rambut ini dapat terinfeksi.4
Permukaan medial tiap ruang lingkup dibentuk oleh septum nasi. Sering septum
berdeviasi, yang menyebabkan terjadinya obstruksi saluran pernafasan nasal. 5 Sisi lateral tiap
cavitas nasalis terdiri dari sejumlah struktur yang penting secara klinik. Biasanya ada tiga
konvolusi mukosa yang tegas yang dinamai konka. Fungsinya untuk meningkatkan luas
permukaan hidung dan dinamai menurut lokasinya yaitu inferior, medialis, superior dan
suprema.Diantara concha terdapat lekukan pada dinding hidung (meatus). Pada meatus
inferior terdapat muara atau ostium duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak diantara
konka media dan dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus media terdapat muara sinus
frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang
diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus
sphenoid.2
sukar dilihat sehingga sulit untuk ditangani. Tempat perdarahan tersering dari bagian
posterior adalah cabang posterior lateral dari arteri sphenopalatina.
/
Gambar 2. Perdarahan Hidung
1.4 Klasifikasi
Epistaksis dibedakan atas dasar sumber pendarahan atau tempat pendarahan. Sumber
perdarahan dapat berasal dari bagian anterior atau bagian posterior hidung.4
Epistaksis Anterior
Epistaksis ini dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan sumber perdarahan
paling sering dijumpai pada anak-anak. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan)
dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.
Epistaksis Posterior
Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina (area Woodruff, dibawah
bagian posterior konka nasalis inferior) atau arteri etmoid posterio r3. Perdarahan
biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya. Pasien terus mengeluhkan
darah mengalir dibelakang tenggorokkannya.5 Epistaksis ini sering ditemukan pada
pasien hipertensi, arteriosclerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler.4
1.5. Etiopatogenesis
Perdarahan hidung diawali dengan pecahnya pembuluh darah di selaput mukosa
hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah pleksus Kiesselbach.
Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang persambungan
mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis.1
Epistaksis dapat disebabkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik.1,2
1.5.1
Lokal
a. Trauma
-
b. Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rhinitis, sinusitis, serta granuloma spesifik seperti
sifilis, lepra, dan lupus dapat menyebabkan epistaksis.
c. Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten,
kadang-kadang disertai mucus yang bernoda darah. Hemangioma, karsinoma, dan
angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat.
d. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis adalah teleangiektasis
hemoragik herediter. Kelainannya terletak pada minimnya elemen kontraktil (jaringan
elastik dan muskular) pada dinding pembuluh darah mulai dari kapiler hingga arteri,
yang kemudian menimbulkan formasi telengiektasia (dilatasi venula dan kapiler) dan
malformasi arteriovenous pada kulit atau lapisan mukosa saluran aerodigestivus.
Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi perdarahan, bahkan oleh trauma kecil
sekalipun
e. Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum
Perforasi septum dan benda asing hidung dapat menjadi predisposisi perdarahan
hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau perforasi, akan
terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengerikan aliran sekresi hidung.
Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam. Perdarahan
dapat terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila
konka itu sedang mengalami pembengkakan.
f. Faktor lingkungan
Misalnya tinggal di daerah tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan udaranya
sangat kering.
1.5.2. Sistemik1,2
a.Kelainan darah
Kelainan darah penyebab epistaksis, misalnya trombositopenia, hemofilia dan
leukemia. Obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan fenilbutazon dapat pula
mempredisposisi epistaksis berulang.
b. Penyakit kardiovaskular
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada arteriosklerosis, nefritis kronis,
sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis
akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosinya kurang baik.
c. Infeksi sistemik
Yang paling sering menyebabkan epistaksis adalah demam berdarah dengue, selain
itu juga morbili, demam tifoid dan influensa dapat juga disertai adanya epistaksis.
d. Gangguan endokrin
Wanita hamil,menars dan menopause sering juga dapat menimbulkan epistaksis.
e. Perubahan tekanan atmosfir
f.Alkohol
Efek dari alkohol dapat berupa mengurangi agregasi trombosit dan memperpanjang
waktu perdarahan dan juga perubahan hemodinamik seperti vasodilatasi dan
perubahan tekanan darah.
1.6 Diagnosis
Anamnesis yang lengkap sangat membantu dalam menentukan sebab-sebab
perdarahan.Keadaan umum, tensi dan nadi perlu diperiksa.Dan untuk pemeriksaan, alat-alat
yang diperlukan adalah lampu kepala, spekulum hidung dan alat penghisap. Kadang-kadang
diperlukan pemeriksaan penunjang laboratorium yaitu pemeriksaan darah lengkap dan fungsi
hemostatis.1
a. Anamnesis
Suatu anamnesis yang cermat akan sangat membantu penanganan epistaksis secara
tepat . Beberapa hal penting yang harus ditanyakan pada pasien epistaksis, antara lain:7
Apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorok (posterior) atau keluar dari
hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak
Riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan, misalnya; aspirin dan fenilbutazon atau
penggunaan anti koagulan
Aspek anamnesis yang mungkin penting dalam melokalisasi tempat perdarahan bisa
Sewaktu anda membungkuk apakah ada darah yang keluar dari hidung?
(menggambarkan sumber perdarahan anterior)
Pada pasien yang telah mengalami epistaksis berulang harus ditanyakan mengenai
riwayat keluarga dengan kelainan perdarahan, riwayat perdarahan berlebihan pasca
pencabutan gigi atau sirkumsisi, serta riwayat menstruasi berlebihan. 8 Riwayat trauma harus
ditanyakan secara terperinci pada pasien epistaksis. Kebanyakan kasus epistaksis timbul
sekunder trauma yang disebabkan oleh mengorek hidung menahun atau mengorek krusta
yang telah terbentuk akibat pengeringan mukosa hidung berlebihan.6
Pada pasien epistaksis juga untuk penting mengetahui riwayat pengobatan atau
penyalahgunaan alkohol terperinci harus dicari. Banyak pasien minum aspirin secara teratur
untuk banyak alasan. Aspirin merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat
menyebabkan pemanjangan atau perdarahan.Penting mengenal bahwa efek ini berlangsung
beberapa waktu dan bahwa aspirin ditemukan sebagai komponen dalam sangat banyak
produk. 6
b. Pemeriksaan Fisik2
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan belakang
hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau pada
hidung yang terbanyak mengeluarkan darah. Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus
ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Dengan
spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung
baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan
dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan.
Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal
yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke
dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah
sehingga perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas
dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang
bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan
hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan.
Pemeriksaan yang diperlukan berupa:
a.
Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.
Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha
inferior harus diperiksa dengan cermat.
b.
Rinoskopi posterior
d.
Rontgen sinus
e.
f.
Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang
mendasari epistaksis
b. Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium tertentu bermanfaat dalam mengevaluasi pasien epistaksis.Tes
diagnostik seharusnya mencakup sel darah lengkap untuk memantau derajat perdarahan dan
apakah pasien anemia.Jika ada kemungkinan koagulopati sistematik, maka harus dilakukan
pemeriksaan pembekuan darah.Jika pemeriksaan ini abnormal, maka harus dilakukan
kosultasi yang tepat. Terakhir jika massa terlihat pada pemeriksaan, maka harus dilakukan
politomografi dan/atau CT scan untuk menggambarkan luas lesi ini.6
1.7 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah memperbaiki keadaan umum, mencari
sumber perdarahan, menghentikan perdarahan, mencari faktor penyebab untuk mencegah
berulangnya perdarahan. Bila pasien datang dengan epistaksis perhatikan keadaan umumnya,
nadi, pernafasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan atasi terlebih dahulu, misalnya
dengan memasang infus. Jalan nafas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu
dibersihkan atau dihisap.2
Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC, yakni :
-
A (airway)
Menghentikan Perdarahan2
Menghentikan perdarahan secara aktif, seperti kaustik dan pemasangan tampon lebih
baik daripada pemberian obat hemostatik sambil menunggu epistaksis berhenti dengan
sendirinya. Pasien sendiri dapat menghentikan perdarahan bagian depan hidungnya dengan
menjepit bagian itu dengan sebuah jari tangan dan ibu jari serta meletakkan sebuah cawan
untuk menampung tetesan darah dari hidungnya. Pasien dilarang menelan karena dapat
menggeser bekuan darah yang terbentuk. Menelan dapat dicegah dengan menempatkan
sebuah gabus diantara kedua barisan gigi depan (metode Trotter). 4
Jika seorang pasien datang dengan epistaksis maka pasien harus diperiksa dalam
keadaan duduk, sedangkan jika terlalu lemah dapat dibaringkan dengan meletakkan bantal di
belakang punggungnya kecuali bila sudah dalam keadaan syok. 1,3 Sumber perdarahan dicari
dengan bantuan alat penghisap dan untuk membersihkan hidung dari bekuan darah.
Kemudian tampon kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/10.000 dan lidocain atau
pantocain 2% dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan
mengurangi rasa nyeri pada waktu tindakan selanjutnya. Tampon ini dibiarkan selama 3-5
menit. Dengan cara ini dapatlah ditentukan apakah sumber perdarahan letaknya di bagian
anterior atau di bagian posterior. 1,3
Perdarahan anterior
Perdarahan anterior seringkali berasal dari septum bagian depan. Apabila tidak
berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior terutama pada anak dapat dicoba dihentikan
dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit dan seringkali berhasil. 2
Semprotan dekongestif dan aplikasi topikal gulungan kapas yang dibasahi kokain
biasanya akan cukup menimbulkan efek anestesi dan vasokonstriksi. Sekarang bekuan darah
dapat di aspirasi.8 Bila sumbernya terlihat tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan
Nitras Argenti 20-30% atau dengan Asam Trikolasetat 10% atau dapat juga dengan
elektrokauter. Jika pembuluh menonjol pada kedua sisi septum diusahakan agar tidak
mengkauter daerah yang sama pada kedua sisi. Sekalipun menggunakan zat kauterisasi
dengan penetrasi rendah, namun daerah yang dicakup kauterisasi harus dibatasi. Menentukan
lokasi perdarahan mungkin semakin sulit pada pasien dengan deviasi septum yang nyata dan
perforasi septum.1
Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan
pemasangan tampon anterior, dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin atau salap
antibiotika.6 Tampon mudah dibuat dari lembaran kasa steriil bervaselin, berukuran 72 x 0,5
inchi disusun dari dasar hingga atap hidung meluas hingga keseluruh panjang rongga hidung. 1
Pemakaian vaselin atau salep pada tampon berguna agar tampon tidak melekat, untuk
menghindari berulangnya perdarahan ketika tampon dicabut.6 Satu tampon hidung anterior
harus memenuhi seluruh rongga hidung.1
kemudian kateter ditarik keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian
ditarik, sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ini kearah
nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior,
kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan didepan lubang hidung, supaya
tampon yang terletak di nasofaring tidak bergerak. Benang yang terdapat pada rongga mulut
terikat pada sisi lain dari tampon Bellocq, diletakkan pada pipi pasien. Gunanya untuk
menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Hati-hati mencabut tampon karena
dapat menyebabkan laserasi mukosa. Selama pemasangan itu pasien akan terganggu
kenyamananya dan perlu diberi sedative dan analgetika.2
Sebagai pengganti tampon bellocq, dapat digunakan kateter folley dengan balon.
Akhir-akhir ini juga banyak tersedia tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus untuk
hidung atau tampon dari bahan gel hemostatik.2 Pada epistaksis yang berat dan berulang yang
tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon anterior maupun posterior, dilakukan ligasi
arteri. Ligasi arteri etmoid anterior dan posterior dapat dilakukan dengan membuat sayatan
didekat kantus medius dan kemudian mencari kedua pembuluh darah tersebut didinding
medial orbita. Ligasi arteri maksila interna yang tetap difossa pterigomaksila dapat dilakukan
melalui operasi Caldwell-Luc dan kemudian mengangkat dinding posterior sinus maksila.10
Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada pasien
hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan
prognosisnya buruk.3