Vous êtes sur la page 1sur 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN KANKER PARU

Disusun Oleh:
Kelompok 5
1.
2.
3.
4.

Andreas Endarto
Arlina Elvira Syahrani
Ayu Fitriya Rusanto
Muhammad Suherly

(1.08.004)
(1.08.007)
(1.08.010)
(1.08.0 )

5. Astuti Pavilianingtyas

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG 2011

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KANKER PARU

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
a. Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru
(Kufe, et all, 2003).
b. Kanker paru merupakan abnormalisasi dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam
paru (Underwood, 2000).
Kesimpulan:
Kanker paru adalah penyakit keganasan di paru akibat pertumbuhan sel kanker yang tidak
terkendali dalam jaringan paru.
Jar. Paru sehat

Kanker paru

2. Anatomi Fisiologi
Sistem pernapasan merupakan sistem tubuh yang berperan dalam pengaturan pertukaran
oksigen dan karbon dioksida antara tubuh dengan lingkungan luar dan pertukaran dalam
tubuh (dalam sel). Sistem pernapasan tersusun atas organ hidung, faring, laring, trakea,
bronkus, bronkiolus, dan paru-paru. Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk
kerucut dan terletak dalam rongga thorak dan terdiri dari paru kanan dan paru kiri. Kedua
paru dipisahkan oleh mediasternum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh
darah besar. Selain itu, paru juga terbagi menjadi tiga lobus, satu lobus pada paru kanan
dan dua lobus pada paru kiri. Lobus-lobus tersebut terbagi menjadi beberapa segmen,
yaitu 10 segmen pada paru kanan dan 9 segmen pada paru kiri. Paru-paru tersusun atas
alveolus yang merupakan unit fungsional organ paru (Corwin, 2007, hlm.521 ). Sebagai
unit fungsional, alveolus memegang peran penting sebagai tempat pertukaran gas dalam
pernapasan eksternal.

(Muttaqin, 2008, hlm.13)


3. Etiologi
a. Merokok
Suatu hubungan statistik yang definitif telah ditegakkan anatara perokok berat (lebih
dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok
seperti ini mempunyai kecenderungan sepuluh kali lebih besar pada perokok ringan.
hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam tembakau rokok yang jika dikenakan
pada kulit hewan menimbulkan tumor.
b. Radiasi
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg 15%
meninggal akibat kanker paru berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk
karton.
c. Letak geografis
Kelompok geografis kanker paru pada pria dilaporkan sepanjang teluk dan di daerah
pantai meningkat, dibandingkan pada daerah pertanian dan daerah pedesaan.
d. Industri (pekerjaan)
Pajanan industri terhadap beberapa agens seperti radon, abeston, radioisotop,
hidrokarbon aromatik polisiklik, nikel, dan lain-lain membuat seseorang berisiko lebih
besar menderita kanker paru.
e. Faktor paru, fibrosis, tuberkulosis, berbagai faktor benda asing.

(Shirley, 2003, hlm.235)


4. Patofiologi Kanker Paru
Etiologi inhalasi zat karsinogenik
dari : merokok, radiasi, industri
(pekerjaan)
Perubahan seluler
Sel-sel ganas yang besar dan
berdiferensiasi
Perubahan epitel silia dan
mukosa/ulserasi bronkus
Pengendapan zat karsinogenik
Metaplasia, Displasia, Hiperlasia

5. Pathway Kanker Paru


Merokok

Radiasi

Letak Geografis

Industri
Tubuh terpapar karsinogen
Pengikatan karsinogen dengan DNA
Perubahan sifat dan tipe DNA (mutasi gen)
Perubahan seluler
Keganasan & abnormal pertumbuhan seluler pulmonal dan bronkial
Invasi karsinoma
Hilangnya silia
Pengendapan karsinogen
MK: Bersihan Jalan Napas
Metaplasia, Hiperplasia, Displasia
Lesi menembus pleura
Lesi pada bronkus
Lesi semakin berkembang
Obstruksi dan ulserasi bronkus
Terjadi proses inflamasi
t/g hemoptisis,

Efusi Pleura

mengi (wezhing),
batuk

MK: Nyeri

dilakukan pembedahan
Torakotomi, biopsi, WSD

MK: Ansietas

MK: Kurang Pengetahuan

6. Manifestasi Klinik
a. Kanker itu sendiri gejala awalnya stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin
disebabkan oleh obstruksi bronkus.
b. Gejala umum
1) Batuk
Memungkinkan akibat iritasi yang disebabkan oleh masa tumor. Batuk mulai
sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik
dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi
sekunder.
2) Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami
ulserasi.
3) Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan
c. Obtruksi tumor pada bronkus: mengi (wheezing), stridor, dispnea.
d. Pertumbuhan tumor ke pleura: nyeri dada kiri karena pleura.
e. Metastasis ke kelenjar mediasternum: suara serak (akibat dari paralisis nervus
Laringeus), hemipare diafragma, bronkialgia, disfagia.

f. Metastasis jauh: metastatis ke serebral dapat menimbulkan kejang; metastasis ke


medula spinalis dapat menimbulkan kelumpuhan dan nyeri punggung.
(Rab Tabiani, 2010, hlm. 447)
7. Klasifikasi
Klasifikasi menurut WHO untuk neoplasma pleura dan paru-paru (1977) berdasarkan
ukuran sel kanker adalah:
a. Kanker paru sel kecil (Small Cell Lung Cancer/SCLC)
Biasanya telah mencapai metastasis pada saat diagnosis karena perjalanan penyakit
yang garesif dan pertumbuhannya yang cepat. SCLC merupakan tipe kanker paru yang
paling sensitif terhadapt kemoterapi dan radiasi, oleh karena itu kanker ini sering
terjadi pada bagian tengah dari toraks, biasanya akan terjadi pneumonia pascaobtruktif
dan atelektasis. Tempat-tempat sebagai manifestasi sejauh adalah
otak, hati, sumsum tulang. SCLC pada beberapa keadaan
dikatakan

sebagai

karsinoma

oat

cell

karena

bentuk

mikroskopisnya yang menyerupai gandum.


(Shirley E. 2003, hlm. 237)
b. Non-Small Cell Lung Cancer
1) Karsinoma sel skuamosa
Berdiferensiasi sedang atau buruk, terdapat pada bagian tengah paru, dapat timbul
sebagai tumor pancoast dan dapat menyebabkan awitan hiperkalemia yang tibatiba.
2) Adenokarsinoma
Sering kali dikenali secara mikroskopis karena gambarannya yang menyerupai
kelenjar dan menghasilkan musin, bronkhioalveolar.
3) Kersinoma anaplastik large cell
Tampak secara mikroskopis sehingga sel besar dengan gambaran yang tidak khas.
Gejala dan tanda klinis serta rasa nyeri diakibatkan oleh invasi ke pleura, dinidng
toraks dan abses paru.
(Tabrani, 1996, hlm. 552)

8. Stadium Kanker Paru


Tahapan keparahan (stadium) kanker paru ditentukan menggunakan Sistem TNM.
Sistem TNM merupakan sistem penentuan stadium kanker yang telah disetujui oleh
International Union Against Cancer (IUAC) dan American Joint Committee on Cancer

(AJCC). TNM sistem didasarkan pada tingkat tumor (T), sejauh mana menyebar ke betah
bening/lymph nodes (N), dan adanya metastase (M) ke organ lain.
Tabel Pembagian Sistem TMN untuk Kanker paru
Tx

Tumor primer (T)


Tumor primer

Kelenjar Limfe regional (N)


Nx
Kelenjar limfe

tidak bisa diukur


To
T1
T1a

Tidak ada tumor


< 5 cm
Tumor di atas

Metastasis jauh (M)


Metastasis tidak bisa

tidak bisa diperiksa


No

Tidak ada

diketahui
Mo

metastasis ke

Tidak ada metastasis


jauh

kelenjar limfe

fascia
T1b

Mx

regional

superfisialis
Tumor invasi
atau terletak di
bawah fascia

T2
T2a

superfisialis
Tumor > 5 cm
Tumor di atas

N1

M1

Ada metastasis jauh

kelenjar limfe

fascia
T2b

Ada metastasis ke
regional

superfisialis
Tumor invasi
atau terletak di
bawah fascia
superfisialis

Tabel Pembagian Stadium Tumor Berdasarkan Sistem TMN untuk Kanker Paru
Stadium
IA
IB
II A

Grade
G 1-2
G 1-2
G 1-2

Tumor
T1a-T1b
T2a
T2b

N
No
No
No

M
Mo
Mo
Mo

II B
II C
III
IV

G 3-4
G 3-4
G 3-4
Any G
Any G

T1a-T1b
T2a
T2b
Any T
Any T

No
No
No
N1
No

Mo
Mo
Mo
Mo
M1

(Rab, 2010, hlm. 444)


9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi
1) Foto thorax posterior-anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker
paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa
udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.

2) Bronkhografi
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
b. Laboratorium
1) Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe)
Bendel (1973) mengatakan bahwa 2/3 dari proses keganasan dapat diketahui dari
pemeriksaan sitologi sputum. Jumlah ini akan bertambah secara signifikan dengan
pemeriksaan bilasan bronkus. Berbagai penelitian mengatakan bahwa pemeriksaan
sitologi dapat digunakan untuk mendiagnosis kanker lebih dini bila dibandingkan
dengan pemeriksaan ragiologi.
2) Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
3) Tes kulit, jumlah absolute limfosit
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
c. Histopatologi
1) Bronkoskopi

Bronkoskopi yang disertai biopsi adalah tehnik yang paling baik dalam
mendiagnosis karsinoma sel skuamosa yang biasanya terletak di daerah sentral
paru. Pelaksanaan bronkoskopi yang paling sering adalah menggunakan
bronkoskopi serat optik. Tindakan ini bertujuan sebagai tindakan diagnostik.
2) Biopsi Trans Torakal (TTB)
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2
cm, sensitivitasnya mencapai 90-95 %.
3) Torakoskopi
Biopsi tumor di daerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
4) Mediastinosopi
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
5) Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam macam
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
d. Pencitraan
1) CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.

2) MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.


(Rab, 2010, hlm. 450)
10.Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa:
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.
d. Supotif
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian nutrisi, tranfusi
darah dan komponen darah, obat anti-nyeri dan anti-infeksi.
(Doenges, 2000)

Pengobatan yang dapat dilakukan dengan:


a. Pembedahan
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin
fungsi paru-paru yang tidak terkena kanker.
Pembedahan ini berupa:
1) Toraktomi eksplorasi
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsi.
2) Pneumonektomi (pengangkatan paru)
Karsinoma bronkogenik bilamana dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
3) Lobektomi (pengangkatan lobus paru)
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa, abses paru, infeksi jamur, tumor jinak tuberkulosis.
4) Resesi segmental
Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru.
5) Resesi baji
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metasmetik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru-paru berbentuk baji
(potongan es).
6) Dekortikasi
Merupakan pengangkatan bahan-bahan fibrin dari pleura viscelaris.
b. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga
sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi
efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
c. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani
pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasis luas serta untuk melengkapi
bedah atau terapi radiasi.
(Rad, 2010, hlm. 458)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Keluhan utama klien dengan kanker paru biasanya bervariasi seperti keluhan batuk, batuk
produktif, batuk darah, dan sesak napas. Riwayat penyakit saat ini biasanya keluhan
hampir sama dengan jenis penyakit paru lain dan tidak mempunyai awitan (onset) yang
khas. Sering kali kanker paru ini menyerupai pneumonitis yang tidak dapt ditanggulangi.

Batuk merupakan gejala utama yang sering kali diabaikan oleh klien atau dianggap
sebagai akibat merokok atau bronkhitis. Bila kanker paru berkembang pada klien dengan
bronkhitis kronis, batuk akan timbul lebih sering dan volume sputum bertambah.
Riwayat penyakit sebelumnya, walaupun tidak terlalu spesifik biasanya akan didapatkan
adanya keluhan batuk jangka panjang dan penurunan berat badan secara signifikan.
Terdapat juga bukti bahwa anggota keluarga dari klien dengan kanker paru berisiko lebih
besar mengalami penyakit ini, walaupun masih belum dapat dipastikan apakah hal ini
benar-benar karena faktor hereditas atau karena faktor-faktor familiar.
(Muttaqin, 2008, hlm. 201)
a. Preoperasi (Doenges, 1999)
1) Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea
karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2) Sirkulasi
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi), takikardi/ disritmia, jari
tabuh.
3) Integritas ego
Gejala : Perasaan takut, takut hasil pembedahan menolak kondisi yang berat/
potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang-ulang.
4) Eliminasi
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil). Peningkatan frekuensi/
jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
5) Makanan/ cairan
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan, kesulitan menelan, haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut), edema wajah/
leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil), glukosa dalam urine
(ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6) Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu pada
tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi. Nyeri
bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma), nyeri abdomen
hilang timbul.

7) Pernafasan
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi
sputum, nafas pendek, pekerja yang terpajan polutan, debu industri serak, paralisis
pita suara, riwayat merokok.
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja, peningkatan taktil fremitus
(menunjukkan konsolidasi), krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi
(gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap, pentimpangan trakea ( area
yang mengalami lesi), hemoptisis.
8) Keamanan
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma), kemerahan, kulit pucat
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil).
9) Seksualitas
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormon neoplastik, karsinoma sel besar),
amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil).
10) Penyuluhan
Gejala : Faktor risiko keluarga, kanker (khususnya paru), tuberkulosis kegagalan
untuk membaik.
b. Pascaoperasi (Doenges, 1999)

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien


Frekuensi dan irama jantung
Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht)
Pemantauan tekanan vena sentral
Status nutrisi
Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi
Kondisi dan karakteristik water seal drainase
Aktivitas atau istirahat
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
9) Sirkulasi
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
10) Eliminasi
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB.
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine, bising usus, samar
atau jelas.
11) Makanan dan cairan
Gejala : Mual atau muntah.
12) Neurosensori
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.
13) Nyeri dan ketidaknyamanan
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai
sumber misalnya insisi atau efek-efek anastesi.

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan


a. Preoperasi (Gale, 2000 dan Doenges, 1999)
1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi.
Kriteria hasil :
a) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam
rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
b) Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi :
a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya
pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan
nafas.
b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan,
misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tidak ada pada area
yang sakit. Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan
sebagai akibat peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler. Mengi
adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan
mukus/ edema serta tumor.
c) Kaji adanya sianosis.
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis.
d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi.
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
e) Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar
evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kehilangan fungsi silia

jalan nafas, peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.


Kriteria hasil :
a) Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
b) Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih.
c) Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
d) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan
nafas.
Intervensi :
a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.

Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal


menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada.
Rasional : Ekspansi dada terbatas atau tidak sama sehubungan dengan
akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam lobus.
c) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi
dan karakteristik sputum.
Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/
etiologi gagal pernapasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah,
adan/ atau purulen.
d) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai
kebutuhan.
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas
pasien dipengaruhi.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi
untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor,
insomnia.
Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan
viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret,
memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.
3) Anxietas berhubungan dengan ancaman perubahan status kesehatan, takut mati,
faktor psikologis.
Kriteria hasil :
a) Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
b) Mengakui dan mendiskusikan takut.
c) Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun.
d) Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan
ansietas.
b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan
penghematan energi.
c) Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.

Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya


sendiri dan merasa terkontrol.
d) Identifikasi persepsi klien terhadap ancaman yang ada.
Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan
yang dapat membantu individu.
e) Dorong
pasien
untuk
mengakui

dan

menyatakan

perasaan.

Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap


identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri
untuk mengatasi.
4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis berhubungan dengan

kurang informasi.
Kriteria hasil :
a) Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
b) Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
c) Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian
medik.
d) Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
Intervensi :
a) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Berikan informasi dengan
cara yang jelas/ ringkas.
Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup
perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas
baru.
b) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat.
Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memampukan
pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
c) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan, kebutuhan makanan kalori
tinggi.
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami
penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi
untuk menyembuhan.
d) Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi
periode istirahat dan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan
mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.

b. Pascaoperasi (Doenges, 1999)


1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan pengangkatan jaringan paru,
gangguan suplai oksigen, penurunan kapasitas pembawa oksigen darah
(kehilangan darah).
Kriteria hasil :
a) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan
GDA dalam rentang normal.
b) Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a) Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan
otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.
Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme
kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru.
b) Auskultasi paru untuk gerakan udara dan bunyi nafas tidak normal.
Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi
normal pada pasien pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus
menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada.
c) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi,
penghisapan, dan penggunaan alat.
Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, mengganggu
pertukaran gas.
d) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang
sampai posisi miring.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
e) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat.
Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/
mencegah atelektasis.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan jumlah/

viskositas sekret, keterbatasan gerakan dada/ nyeri, kelemahan/ kelelahan.


Kriteria hasil :
a) Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan,
bunyi nafas jelas, dan pernafasan tak bising.
Intervensi :
a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret
dan/ atau obstruiksi jalan nafas.

b) Bantu pasien untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi
dan menekan daerah insisi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan
penekanan menguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret.
Penekanan dilakukan oleh perawat.
c) Observasi jumlah dan karakteristik sputum/ aspirasi sekret.
Rasional : Peningkatan jumlah sekret tidak berwarna / berair awalnya normal
dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi
jantung.
Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan
pengeluaran.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai
indikasi.
Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara,
mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan

saraf internal, adanya selang dada, invasi kanker ke pleura, dinding dada.
Kriteria hasil :
a) Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.
b) Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
c) Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a) Tanyakan pasien tentang nyeri, tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang
intensitas pada skala 0-10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan
skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan
alat untuk evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional : Ketidaksesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat
memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefeketifan intervensi.
c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi
anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa
kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
d) Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri.

Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan


ambang persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik
relaksasi.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
4.

Anxietas berhubungan dengan ancaman/ perubahan status kesehatan, adanya


ancaman kematian.
Kriteria hasil :
a) Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah.
b) Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak
rileks/ istirahat.
c) Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Intervensi :
a) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.
Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi
baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman
persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan
informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
b) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan.
Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima
kenyataan kanker dan pengobatannya.
c) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansietas mempengaruhi kemajuan
penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan membuka cara
penyelesaiannya.
d) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa
pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah
interpretasi terhadap informasi.
e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu
untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/
kemandirian pada pasien yang merasa tidak berdaya dalam menerima
pengobatan dan diagnosa.
f) Berikan kenyamanan fisik pasien.

Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/
ketidaknyamanan fisik menetap.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis berhubungan dengan

kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber informasi.


Kriteria hasil :
a) Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.
b) Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan
tersebut.
c) Berpartisipasi dalam proses belajar.
d) Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi :
a) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan.
Rasional : Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan
untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi
dapat menyertai intervensi bedah dan informasi penting untuk memampukan
pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan informasi.
b) Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan
memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi
tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan.
Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe
pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat komplikasi.
c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.
Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting
sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan
untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit stres.

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. J. (2007). Buku Saku Patofisiologi. Alih Bahasa: Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
FKUI. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 4. Jakarta: Departemen Penyakit Dalam.
Marry, Baradero. 2007. Seri Asuhan Keperawatan Klien Kanker. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Vous aimerez peut-être aussi