Vous êtes sur la page 1sur 10

SPACE OCCUPYING LESION (SOL)

A.

PENGERTIAN
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah tentang
adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab
yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses
otak dan tumor intracranial (Long C , 1996 : 130).
Tumor otak adalah sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati
ruang di dalam tengkorak. (http://www.tumor_otak/2008.com).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang
tumbuh di otak, meningen dan tengkorak (Lombardo, Mary caster 2005 : 1183).
Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi
maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama
kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium.
Akhirnya vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan
serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa
menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan
meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.
Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada tandatanda dan gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari cairan
serebrospinal atau yang langsung menekan pada vena-vena besar, meyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intracranial dengan cepat. Tanda-tanda dan gejala memungkinkan
dokter untuk melokalisirlesi akan tergantung pada terjadinya gangguan dalam otak serta
derajat kerusakan jaringan saraf yang ditimbulkan oleh lesi. Nyeri kepala hebat,
kemungkinan akibat peregangan durameter dan muntah-muntah akibat tekanan pada
batang otak merupakan keluhan yang umum.Suatu pungsi lumbal tidak boleh dilakukan
pada pasien yang diduga tumor intracranial. Pengeluaran cairan serebrospinal akan
mengarah pada timbulnya pergeseran mendadak hemispherium cerebri melalui takik
tentorium kedalam fossa cranii posterior atau herniasi medulla oblongata dan serebellum
melalui foramen magnum. Pada saat ini CT-scan dan MRI digunakan untuk menegakkan
diagnose.

B.

ETIOLOGI
1.

Riwayat trauma kepala

2.

Faktor genetik

3.

Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik

4.

Virus tertentu

5.

Defisiensi imunologi

6.

Congenital

C.

PATOFISIOLOGI
1.

Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan edema serebral

2.

Aktivitas kejang dan tanda tanda neurologis fokal

3.

Hidrosefalus

4.

Gangguan fungsi hipofisis

Pada fase awal, abses otak ditandai dengan edema local, hyperemia, infiltrasi leukosit /
melunaknya parenkim trombosis sepsis dan edema, beberapa hari atau minggu dari fase
awal terjadi proses uque fraction atau dinding kista berisi pus. Kemudian rupture maka
infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis (long, 1996 : 193).
Terjadi proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada daerah central
nervus ( CNS ). Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat
disekitarnya mengakibatkan terjadi gangguan neurologis (Gangguan Fokal Akibat Tumor
Dan Peningkatan TIK).
Tumor tumor otak primer menunjukkan kira kira 20 % dari penyebab semua kematian
kanker. Tumor tumor otak jarang bermetastase ke otak, biasanya dari paru paru,
payudara, cairan glastrointestinal bagian bawah, pankreas, ginjal, dan kulit ( melanoma ).
Insiden tertinggi pada tumor otak dewasa terjadi pada dekade ke 5, 6, 7 dengan tingginya
insiden pada pria usia dewasa tumor otak banyak dimulai dari sel gelia ( sel untuk mebuat
struktur dan mendukung sistem otak dan medula spinalis ) dan merupakan supratentorial
( Terletak Diatas Penutup Cerebellum ) jelasnya neoplastik dalam palastik menyebabkan
kematian yang mengganggu fungsi vital, seperti pernafasan atau adanya peningkatan TIK.

D.

MANIFESTASI KLINIS
Peningkatan tekanan intracranial
a.

Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus menerus, tumpul dan kadang kadang bersifat hebat
sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas yang
menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkuk dan mengejan.

b.

Nausea dan muntah


Akibat rangsangan pada meduala oblongata

c.

Papil edema
Statis vena menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus.

E.

KLASIFIKASI
1.

Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi :


a.

Jinak

Acoustic neuroma

Meningioma

Pituitary adenoma

Astrocytoma (grade 1)

b.

Malignant

Astrocytoma ( grade 2,3,4 )

Oligodendroglioma

Apendymoma

2.

Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :


a.

b.

Tumor intradural

Ekstramedular

Cleurofibroma

Meningioma intramedural

Apendimoma

Astrocytoma

Oligodendroglioma

Hemangioblastoma
Tumor ekstradural

Merupakan metastase dari lesi primer.


F.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan,


jejas tumor, dan meluasnya edema serebralsekunder serta member informasi tentang
sistem vaskuler

2.

MRI :Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang
otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangudalam gambaran yang
menggunakan CT Scan

3.

Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan


untuk memberi dasar pengobatan seta informasi prognosisi

4.

Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor

5.

Elektroensefalografi ( EEG )
Mendeteksi gelombang otak abnormal.

G.

KOMPLIKASI
1.

Gangguan fungsi neurologis

2.

Gangguan kognitif

3.

Gangguan tidur dan mood

4.

Disfungsi seksual

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SOL

A.

Pengkajian
1.

Anamnesis
a.

Identitas klien : usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat,


pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl MRS, askes, dst.

b.

Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.

c.

Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise


peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal.

d.

Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi


telinga (otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru paru (bronkiektaksis, abses
paru, empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).

2.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Pola fungsi kesehatan
1.

Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.

2.

Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda :
TD : meningkat
N : menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada
vasomotor).

3.

Eliminasi
Gejala : Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.

4.

Nutrisi
Gejala : kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.

5.

Hygiene
Gejala : -

Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada periode


akut).
6.

Neurosensori
Gejala : sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda : penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit dalam
keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus, kejang
umum lokal.

7.

Nyeri / kenyamanan
Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher / pungung
kaku.
Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.

8.

Pernapasan
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi
sampai koma) dan gelisah

9.

Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga tengah,
sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan,
fraktur pada tengkorak / cedera kepala.

B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.

Gangguan perfusi jaringan berhubungn dengan obstruksi ventrikel

2.

Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK

3.

Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi

4.

Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak


kecil)

5.
C.

Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan


INTERVENSI

1.

Gangguan perfusi jaringan berhubungn dengan obstruksi ventrikel


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan kembali
normal dengan KH :

TTV normal

Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit

Gelisah hilang

Ingatanya kembali seperti sebelum sakit

Intervensi :
1.

Pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan


keadaan normalnya seperti GCS

2.

Pantau frekuensi dan irama jantung

3.

Pantau suhu juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi


penggunaan selimut dan lakukan kompres hangat jika terjadi demam

4.

Pantau masukan dan pengeluaran, catat karakteristik urin, tugor kulit


dan keadaan membrane mukosa

5.

Gunakan selimut hipotermia

6.

Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti steroid,


klorpomasin, asetaminofen

2.

Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam nyeri hilang dengan KH :

Nyeri hilang

Pasien tenang

Tidak terjadi mual muntah

Pasien dapat beristirahat dengan tenang

Intervensi :
1.

Berikan lingkungan yang tenang

2.

Tingkatkan tirah baring, bantu perawatan diri pasien

3.

Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata

4.

Dukung pasien untuk menemukan posisi yang nyaman

5.

Berikan ROM aktif/pasif

6.

Gunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri leher/punggung yang tidak
ada demam

7.

Kolaborasi pemberian obat analgetik seperti asetaminofen, kodein sesuai


indikasi

3.

Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan pasien menjadi
adekuat dengan KH :

Mual muntah hilang

Napsu makan meningkat

BB kembali seperti sebelum sakit

Intervensi :
1.

Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan

2.

Beri makanan dalam jumlah kecil dan sering

3.

Timbang berat badan

4.

Kolaborasi dengan ahli gizi

4.

Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak


kecil)
Tujuan :
klien dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimal dengan KH :

Klien dapat mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit,
mempertahankan integritas kulit dan kandung kemih dan fungsi usus.

Intervensi :
1.

Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan


yang terjadi.

2.

Kaji derajat imobilitas pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0


4)

3.

Letakkan pasien pada posisi tertentu, ubah posisi pasien secara teratur dan buat
sedikit perubahan posisi antara waktu

5.

Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan penglihatan pasien
kembali normal dengan KH :

Pasien dapat melihat dengan jelas

Intervensi :
1.

Pastikan atau validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik, orientasikan
kembali pasien secara teratur pada lingkungan, dan tindakan yang akan dilakukan
terutama jika penglihatannya terganggu

2.

Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan

3.

Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dam melakikan


aktivitas

4.

Rujuk pada ahli fisioterapi

DAFTAR PUSTAKA

Doenges.EM.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.


http://astrosit.blogspot.com/2010/06/01/lesi-desak-ruang-(space-occupying-lesion).html
http://perfecttonarcissmo.blogspot.com/2010/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-space.html
http://supersuga.wordpress.com/2008/03/06/anatomi-otak.html
Price, Sylvia A.2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Edisi 6 Vol.2.
Jakarta:EGC

Vous aimerez peut-être aussi