Vous êtes sur la page 1sur 26

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Tujuan Percobaan
a. Memahami prinsip analisa dengan menggunakan AAS
b. Mampu mengoperasikan alat AAS
c. Membuat kurva standar
d. Menentukan konsentrasi sampel

1.2

Dasar Teori
1.2.1

Definisi Spektormetri Serapan Atom


Spektrometri adalah s uatu metode analisa

kimia yang berdasarkan

prinsip spektroskopi. Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari interaksi


antara radiasi

gelombang

elektromagnetik

dengan

materi.

Materi

bisa

berbentuk molekul atau atom. Dalam mempelajari spektroskopi, diperlukan


suatu alat yang
(molekul

dapat

men ginteraksikan

antara

cahaya

dengan

materi

atau atom), AAS adalah salah satunya. AAS merupakan alat yang

digunakan untuk menentukan unsur -unsur suatu senyawa dengan kepekaan,


ketelitian, dan selektivitas yang tinggi berdasarkan proses penyerapan cahaya
oleh atom- atom yang berada pada ti ngkat energi dasar ( ground state). Atomatom yang tereksitasi akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu.
Absorbsi terjadi oleh penyerapan caha ya pada sekumpulan atom yang di
eksitasi. Bila sampel berupa laru tan, sampel harus diuapkan terlebih dahulu
dan diikuti dengan dissosiasi molekul agar tercipta atom bebas. AAS ( Atomic
Absorbtion Spectrometry ) dapat digunakan untuk analisa logam -logam dalam
sampel. AAS tidak dapat menganalisa unsur nonlogam karena atom-atom logam
cenderung menjadi ion ketika unsur tersebut dibakar, sehingga absorbsi oleh
cahaya terhadap atom tidak dapat terjadi.

1.2.2

Prinsip Dasar AAS ( Atomic Absorbtion Spectrometry )


Berdasarkan Hukum Lambert Beer
1

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

Bila seberkas sinar radiasi dengan intensitas Io dilewatkan


melalui medium yang panjangnya b dan
mengandung atom atom pada tingkat energi
dasar dengan konsentrasi C, maka radiasi akan
diserap sebagian dan intensitas radiasi akan berkurang menjadi
I. Perbandingan cahaya yang diteruskan (I) dengan cahaya yang masuk (I o)
dinamakan Transmitansi di mana dapat dirumuskan sebagai berikut:
Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama
dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi
ini mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus dengan
panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala.
Kedua variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat
konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi
analit dalam larutan sampel.
Aspek kuantitatif dari metode spektrofotometri diterangkan oleh
hukum Lambert-Beer, yaitu:
A = . b . c atau A = a . b . c
Dimana :
A = Absorbansi
= Absorptivitas molar (ppm-1.cm-1)
a = Absorptivitas (cm-1)
b = Tebal nyala (cm)
c = Konsentrasi (ppm)
Absorpsivitas molar () dan absorpsivitas (a) adalah suatu konstanta
dan nilainya spesifik untuk jenis zat dan panjang gelombang tertentu,
sedangkan tebal media (sel) dalam prakteknya tetap.

Dengan demikian

absorbansi suatu spesies akan merupakan fungsi linier dari konsentrasi,


sehingga dengan mengukur absorbansi suatu spesies konsentrasinya dapat
2

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

ditentukan dengan membandingkannya dengan konsentrasi larutan standar.


Dari persamaan ini dapat diketahui bahwa absorbansi berbanding lurus
dengan konsentrasi atom pada tingkat energi dasar dalam nyala. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa absorbansi (A) barbanding lurus dengan
absorptivitas molar (), semakin besar absorbansi maka semakin besar pula
nilai absorptivitas molar.(Day R.A, 2002)
1.2.3

Energi Level (Tingkat Energi) Elektron Pada Atom


Atom terdiri dari elektron yang mengorbit disekitar inti atom. Orbit
elektron pada atom lebih sesuai dinyatakan dengsn tingkat energi. Tingkatan
energi ini tergantung pada bilangan kuantum magnetik, bilangan kuantum
spin, azimuth utama dan momen anguler magnetik yang dimiliki atom. Setiap
atom memiliki nilai bilangan kuantum yang berebeda juga. Energi level tiap
atom dapat dilihat dari diagram energi levelnya, seperti diagram energi level
untuk Na dan Mg+ berikut :

Gambar 1.1 Energi level atom Na dan Mg+


Pada diagram energi level atom, dapat dilihat jumlah energi yang
harus dimiliki elektron pada suatu atom agar dapat berpindah dari tingkat
energi yang satu ketingkat energi yang lain. Diagram ini terdiri dari angka
3

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

yang tersusun vertikal. Angka ini menunjukkan energi dalam elektron volt.
Angka yang berada pada garis miring yang menunjukkan panjang gelombang
cahaya yang diserap atom. Nilai 0 eV merupakan energi yang dimiliki atom
pada keadaan ground state. Letak ground state tiap atom berbeda-beda. Hal ini
dapat diketahui dari konfigurasi elektron pada ground state. Misalkan ion Mg +
yang memiliki nomor atom 12, elektronnya II, sehingga konfigurasi
elektronnya menjadi 1s2, 2s2, 2p6, 3s1. Sama seperti konfigurasi pada atom Na.
Dari konfigurasi ini, dapat diketahui bahwa ground state pada atom Mg yaitu
terletak pada subkulit 3s karena elektron yang dapat tereksitasi hanya elektron
pada subkulit 3s saja. Untuk sub kulit 3 p, energi levelnya terpecah menjadi 2,
karena momen anguler momentumnya yang berbeda yaitu 2P1/2 dan 2P3/2. Jika
dilihat dari diagram energi levelnya dimulai dari 3s, kerena 3s merupakan
ground state dari Na dan Mg+..
Berpindahnya elektron ke excited state yaitu contohnya 3p. Mg+ dan
Na memiliki selisih tingkat energi yang berbeda. Untuk Na, berpindahnya
elektron dari 3s ke 3p, selisih tingkat energinya adalah sebesar 2 eV.
Sedangkan untuk Mg+, berpindahnya elektron dari 3s ke 3p selisih tingkat
energinya adalah sebesar 4 eV, sehingga panjang gelombangnya juga berbeda.
Perbedaan inilah yang menyebabkan suatu unsur dapat dianalisa dengan
spektrometri serapan atom (Mc Qurne, D.A., 1983).
1.2.4

Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom


Alat spektrofotometer serapan atom terdiri dari rangkaian dalam
diagram skematik berikut:

Tabung katoda cekung

Choper

Signal Processor
Nyala Monokromator Detektor
Display

Atomizer

Motor
Sumber tenaga

4
Bahan bakar sampel

Oksigen

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

Gambar 1.2 Komponen-komponen AAS


1. Sumber Cahaya
Sebagai sumber radiasi resonansi untuk AAS adalah Hollow Cathode Lamp
(lampu katoda berongga). Lampu ini terdiri dari katoda cekung yang silindris yang
terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianal isa dam anoda yang
terbuat dari tungsten. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam akan
mulai memijar dan atom -atom logam katodanya akan teruapakan. Atom yang
tereksitasi

kemudian

memancarkan

radiasi

pada panjang gelombang tertentu

(Khopkar. 1990). Gambar 1.2 di bawah ini merupakan gambar dari lampu katoda
berongga.

Ga
mbar 1.3 Lampu Katoda Berongga
Gas-gas pengisi tabung yang biasa digunakan adalah Ne (neon), Ar (argon) dan He
(helium). Contoh unsur dari katoda adalah Cu (tembaga), Mg (magnesium),

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

Na (natrium) dan lain-lain. Jenis lampu logam dengan panjang gelombang tertentu
dibedakan berdasarkan logam yang dipasang pada lubang katoda yang berfungsi
sebagai pengatur frekuensi radiasi yang dipancarkan dari lampu, sehingga energi
ini ole h photomultiplier diubah menjadi energi listrik.
Dalam rangkaian alat

terdapat chopper yang berfungsi sebagai pengatur

frekuensi radiasi yang dipancarkan dari lampu, sehingga energi ini oleh
photomultiplier dubah menjadi energi listrik.

2. Pemilah (Chopper)
Dimuka lampu katoda rongga terdapat komponen yang disebut baling
baling (chopper), yang berfungsi mengatur frekuensi radiasi resonansi yang
dipancarkan dari lampu, sehingga energi radiasi ini oleh diubah menjadi arus
listrik. Karena chopper berpulsa maka arus listrik tidak sepenuhnya terbaca.
Kemudian arus listrik yang tidak terbaca akan difilter. Sehingga setelah difilter
arus listrik yang tidak terbaca akan menjadi terbaca.
3. Atomizer
Atomizer adalah alat yang digunakan untuk mengatomkan senyawa yang
akan dianalisa (sampel). Atomizer terdiri dari sistem pengabut (nebulizer) dan
sistem pembakar (burner), sehingga sistem atomizer ini juga disebut burner
nebulizer system/sistem pengabut pembakar. macam-macam atomizer :
Flame bekerja pada temperature atomisasi 1700-3150C dengan jeniscontinue
Inductively coopled argon plasma, bekerja pada temperatur atomisasi 4000

5000C dengan kontinyu.


Direct current argon plasma, bekerja pada temperature 4000-6000oC, dengan

jenis kontinyu.
Electric thermal, bekerja pada temperature 1200-1300oC, dengan jenis diskrit.
Electric arc, bekerja pada temperature 4000-5000 oC, baik untuk jenis diskrit

dan kontinyu.
Electric spark, bekerja pada temperature 40000oC dengan jenis kontinyu.

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

Atomizer yang biasa digunakan pada spektrofotometer adalah jenis sistem


flame. Pada umumnya menggunakan energi panas yang dihasilkan baik dengan
listrik ataupun nyala api. Pada umumnya pengagtoman terjadi pada tempat
pembakaran sampel, udara, dan gas asetilene yaitu di burner head.
a) Nebulizer system
Sistem ini berfungsi untuk mengubah larutan menjadi butir butir kabut yang
berukuran 15-20 m, dengan cara menarik larutan melalui kapiler dengan
penghisapan pancaran gas bahan bakar dan gas oksidan disemprotkan ke ruang
pengabut . Partikel-partikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran gas
bahan bakar masuk ke dalam nyala ,sedang partikel kabut yang besar dialirkan
melalui saluran pembuangan.
b) Burner system
Sistem burner/pembakaran ialah suatu system di mana nyala api mengatomkan
sampel yang telah dirubah menjadi kabut/uap garam unsur menjadi atom-atom
normal. Berikut merupakan gamabar dari atomizer nyala:
Nyala

zbAHASSSSS
Bahan
bakar dan oksidan
Sampel analit

Gambar 1.4 atomizer nyala

Saluran
penampung

Dari gambar dapat dijelaskan bahwa, bahan bakar, udara dan sampel diumpankan
ke tempat campuran melalui sederet buffle kemudian menuju ke tempat pembakaran.
Pemasangan buffle dimaksudkan untuk pencampuran bahan bakar, oksidan dan
sampel agar terjadi dengan sempurna. Sampel yang masuk pada alat ini menghasilkan
7

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

cairan bermacam-macam. Tetesan yang besar akan menumbuk buffle sehingga


sampai pada nyala api dengan ukuran yang seragam.

4. Monokromator
Monokromator merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan radiasi
yang tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan oleh Hallow
Cathode Lamp . Atau dengan istilah lain melakukan pemilihan radiasi yang
ditemukan.

Monokromator

terdiri

dari

dua

jenis

yaitu

Czerny-Turner

monochromator (Grating Monochromator) dan Monokromator Prisma.

a.

Czerny-Turner monochromator (Grating Monochromator)


Dijelaskan pada gambar 1.6 bahwa cahaya polikromatis masuk melalui
entrance slit menuju collimating mirror dipantulkan sejajar kea rah
grating. Ketikaberada di grating, sinar diuraikan sesuai panjang
gelombang kemudian diteruskan oleh focusing mirror. Sinar kemudian
keluar sebagai cahaya monokromatis melalui exit slit.

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

G
Gambar 1.6 Grating Monochromator

5. Detektor

Gambar 1.7 Phototube Detector

Dalam

sebuah

detektor

untuk

suatu

spektrofotometer,

kita

menginginkan kepekaan yang tinggi dalam daerah spektral yang diinginkan,


respon yang linear terhadap daya radiasi, waktu respon yang cepat, dapat
digandakan dan kesetabilan tinggi atau tingkat bising yang rendah, meskipun
dalam praktik perlu mengkompromikan faktor-faktor tersebut di atas.
Detektor berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan yang
telah diubah menjadi energi oleh photomultiplier. Hasil pengukuran detektor
dilakukan penguatan dan dicatat oleh alat pencatat yang berupa printer dan
pengamat angka. Gambar Phototube Detector dapat dilihat pada Gambar 1.7 .
(Day R.A, 1986)
Syarat-syarat ideal sebuah detektor :
9

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

Kepekan yang tinggi

Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi

Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.

Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.

Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi.

6. Sistem pengolah / Amplifier (pengganda)


Sistem pengolah berfungsi untuk mengolah kuat arus dari detektor menjadi
besaran daya serap atom transmisi yang selanjutnya diubah menjadi data
dalam sistem pembacaan.
7. Sistem pembacaan (Meter atau Recorder)
Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau
gambar yang dapat dibaca oleh mata.
1.2.5

Teknik Pengukuran AAS


Ada tiga macam pengukuran yang biasa digunakan pada analisis
sampel dengan menggunakan AAS, yaitu :
1. Metode Satu Standar
Metode ini sangat praktis, karena hanyya menggunakan satu larutan
standar yang telah diketahui konsentrasinya (Cx). Selanjutnya absorbansi
larutan standar (Ax) dan absorbansi larutan sampel (As) diukur dengan
AAS. Kelemahan sistem ini, jika standar salah, maka hasil analisa yang
dilakukan semua akan salah.

10

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

As = bCs
As = bCx
Cx =

Ax
As

. Cs

dengan, Cx = konsentrasi sampel


As = absorbansi larutan standar
Ax = absorbansi sampel
Cs = konsentrasi larutan standar
2. Metode Kurva Kalibrasi
Metode kurva kalibrasi / standar yaitu dengan membuat kurva
antara konsentrasi larutan standar (sebagi absis) melawan absorbansi
(sebagai ordinat) dimana kurva tersebut berupa garis lurus. Kemudian
dengan cara menginterpolasikan absorbansi larutan sampel ke dalam
kurva standar tersebut dan akan diperoleh konsentrasi larutan sampel.
Absorbansi sampel

Y= a+bx Y=absorbansi x= konsentrasi a= intersep b=slope

Absorbansi

Gambar 1.8
Kurva
Konsentrasi
sampel

Kalibrasi

3. Metode Penambahan Standar


Pada metode ini, dibuat sederetan larutan cuplikan dengan
Konsentrasi

konsentrasi yang sama dan masing-masing ditambahkan larutan


standar dengan konsentrasi sama tetapi volumenya divariasikan.
Kemudian unsur yang dianalisa dengan volume sama. Absorbsi
masing-masing larutan diukur dan dibuat kurva absorbansi terhadap
volume larutan standar yang ditambahkan (Skoog dan Leary, 1992).
dimana,

11

y
y
x
a

= a + bx
= absorbansi
= volume standar
= intersep
= ( K . Cx . Vx ) / V

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

B = slope
= tan = ( K . Cs ) / V
A = Ax + As
= b . C +
x

b . Cs

Cx . Vx

Cx

Vlabu
Cx
Cs

Cx .V x b. Cs
b
.
+
.Vs
A=
V labu V labu

= (Cx . Vx) / Vlabu


= (Cs . Vs) / Vlabu

= K1 + K2 . Vs

K 1 b . C x. V x /V labu
=
K2
b .C s / V labu
K 1 Cx. V x
=
K2
Cs
C x=

1.2.6

K 1. Cs
K2. V x

Gangguan-Gangguan yang Mungkin Terjadi dan Cara Mengatasinya


Gangguan-gangguan yang mungkin terjadi pada metode AAS
adalah gangguan karena serapan latar, gangguan matriks, gangguan akibat
pembentukan senyawa refaktori, gangguan ionisasi, gangguan spektra,
gangguan serapan emisi dan gangguan fisik alat.
1. Gangguan karena serapan latar, kadang-kadang sinar yang diberikan
dari lampu katoda berongga diserap oleh senyawa lain yang
terkandung dalam sampel. Adanya serapan ini akan mengganggu
pengukuran serapan atom dari unsur yang dianalisis. Gangguan
serapan ini disebut serapan latar (background Absorbtion). Serapan
latar disebabkan oleh :
a. Serapan molekuler yang disebabkan oleh senyawa-senyawa yang
tidak teratomisasi dalam atomizer.

12

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

b. Hamburan sinar yang disebabkan oleh partikel-partikel padat yang


harus melintang pada berkas sinar.
c. Serapan nyala bahan bakar yang digunakan serapan latar pada
umumnya mengganggu pada daerah panjang gelombang dibawah
2.500

(daerah ultraviolet)

Gangguan serapan latar dapat dikoreksi dengan cara koreksi dengan


garis yang berdekatan dan panjang gelombang sinar kontinyu pada
cara ini, serapan latar diukur pada panjang gelombang + 5

dari

garis serapan atom yang dianalisis. Metode ini mempunyai


kekurangan, sebab lampu katoda berongga yang memancarkan sinar
kuat pada + 5

dari garis analisis unsur yang ditentukan tidak

selalu tersedia dan juga serapan atom dan serapan latar tidak diukur
pada panjang gelombang yang sama. Sinar yang intensitasnya hampir
merata pada daerah 1900-4300

, dapat digunakan secara

efektifuntuk koreksi serapan latar, yaitu dapat digunakan lampu H 2/D2


seperti pada gambar grafik absorbansi melawan panjang gelombang
berikut.

Gambar 6. Absorbansi Melawan Panjang Gelombang


Data yang diketahui hanya RP. Sehingga untuk mengetahui RO = RP
OP. Dimana OP diperoleh dari penambahan sumber cahaya kontinyu
dari lampu H2/D2, sehingga monokromator diatur pada panjang

13

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

gelombang garis analisis dan sinar dari lampu D 2 diatur selebar


beberapa

disekitar panjang gelombang garis analisis dari unsur

yang dianalisa, maka serapan latar dapat diukur pada panjang


gelombang + 5

. Dengan pengurangan serapan latar, maka

serapan atom dapat ditentukan dengan mudah.


2. Gangguan matriks, yaitu gangguan yang disebabkan oleh unsur-unsur
atau senyawa lain yang terkandung di dalam cuplikan. Adanya matriks
ini menyebabkan perbedaan pada proses atomisasinya dan proses
penyerrapan energi radiasi oleh atom yang dianalisa dengan standar
murni. Gangguan matriks ini dapat diatasi dengan metode penambahan
standar.
3. Gangguan akibat pembentukan senyawa refaktori, gangguan ini dapat
diakibatkan oleh reaksi antara analit dengan anion yang ada pada
larutan sampel, sehingga terbentuk senyawa tahan panas (refraktori).
Contohnya pospat akan bereaksi dengan kalsium dalam nyala yang
menghasilkan pirofosfat (Ca2P2O7). Hal ini menyebabkan absorbsi
atom kalsium dalam nyala akan berkurang. Gangguan ini dapat diatasi
dengan menambahkan releasing agent berupa kation, yaitu stronsium
klorida dan lantanium nitrat ke dalam larutan.
4. Gangguan ionisasi, gangguan ini terjadi pada penggunaan suhu yang
tinggi sehingga atom-atom yang dianalisa tidak hanya teratomisasikan
pada keadaan tingkat energi dasar. Tetapi atom-atom dapat tereksitasi
secara termal karena panas attau dapat terionisasi sehingga
menghasilkan elektron dengan jumlah yang besar dan menekan proses
ionisasi unsur yang akan dianalisis. Biasanya dengan menambah
logam Na atau K untuk menekan gangguan ionisasi ini.
5. Gangguan emisi pada konsentrasi tinggi dari unsur yang dianalisis
yang mempunyai emisi tinggi sering diperoleh hasil analisis yang

14

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

kurang tepat (bila signal berbeda dalam pita spektrum dari sinar yang
digunakan). Gangguan dapat diatasi dengan melakukan beberapa cara,
yaitu mempersempit lebar celah, menaikan arus lampu, mengencerkan
larutan atau menggunakan nyala yang lebih rendah.
6. Gangguan fisik alat, yaitu semua parameter yang dapat mempengaruhi
kecepatan sampel sampai ke nyala dan sempurnanya atomisasi.
Parameter-parameter tersebut adalah kecepatan aliran gas, berubahnya
viskositas sampel akibat suhu nyala. Gangguan ini dapat diatasi
dengan lebih sering membuat kalibrasi atau standarisasi.

BAB II
METODOLOGI

15

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

2.1 Alat
- AAS Spectra AA-220
- Botol sampel
2.2 Bahan
- Larutan sampel (X1, X2,dan X3)
- Larutan standar ( 1 ppm, 6 ppm, 10 ppm, 16 ppm, 20 ppm, 30 ppm)
- Aquadest
2.3 Prosedur Kerja
A. Pengoperasian AAS Spectra AA-220
1.

12.

Membuka gas tabung asetylen berlawanan arah jarum jam dan

memastikan tekan gas asetylen 11 psig.


2.
Mengecek aliran udara dengan melihat tekanan 50 psig pada kompresor.
3.
Memasang lampu element Cu kedalam tempatnya.
4.
Menghidupkan aliran listrik ke komputer, blower dan spektrometer
5.
Memastikan blower sudah nyala
6.
Menyalakan komputer
7.
Menyalakan alat spectra AA-220
8.
Mengklik logo / program spektra AA pada layar komputer
9.
Mengklik worksheet
10. Mengklik new
11. Mengklik worksheet details dan mengisi data berikut ini :
Name
: Kelompok 4A
Analyst : AnceBadrun
Sample
: 3
Mengklik ok
13. Mengklik add metode dan memilih elemen Cu (elemen yang akan
dianalisa)
14. Mengklik edit metode dan mengisi form berikut ini :
- Type mode
Sampling mode
: Manual
Instrumen mode
: Absorbance
Flame type & gas flow : Air/Acetylene
Air flow
: 13,5 ml/menit
Acetylene flow
: 2,00 ml/menit

16

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

- Measurement
Measurement mode
Measurement time
Read delay time
Calibration mode
Replicate standar
Replicate sample
- Optical
Lamp position

: Integration
: 3s
: 5s
: concentration
:3
:3
: 4 (sesuai denmgan posisi lampu)

Lamp current

: 4,0

Wavelength

: 324,8 nm

Slit width

: 0,5 nm

Background correction : off


-

Standard
Mengisi nilai larutan standar Cu
Standar 1
: 1 ppm
Standar 2
: 6 ppm
Standar 3
: 10 ppm
Standar 4
: 16 ppm
Standar 5
: 20 ppm
Standar 6
: 30 ppm
15. Mengklik ok
16. Mengklik label dan mengisi nama sampel berikut ini :
Pada baris 1 : sampel X1
Pada baris 2 : sampel X2
Pada baris 3 : sampel X3
17. Mengklik analysis
Akan muncul kotak dialog confirm W5127 : please up date the worksheet
18.

to use the available instrumen. Mengklik ok pada kotak dialog tersebut.


Mengklik optimize, akan muncul beberapa kotak yaitu :
- Kotak unsur pilihan Cu yang diuji, klik ok
- Kotak dialog W5127 , klik ok
- Kolom analysis checklist , mengklik ok
19. Mengklik optimize lamp
- mencari % gain hingga berkisar 35-36% dengan cara memutar kedua
tombol putaran yang bterdapat dibagian belakang lampu.

17

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

- mengklik rescale, setiap indikator cahaya pada monitor mencapai puncak


atau maksimum sehingga % gainnya turun, hal ini dilakuklan berulangulang hingga mendapat % gain terendah.
20. Mengklik optimize signal
21. Menyalakan flame dengan menekan tombol hitam/ignate hingga nyala api
sempurna.
22. Mengklik instrumen zero saat selang terhubung dengan aquadest
23. Memindahkan selang ke salah satu standar (standar dengan konsentrasi
yang berada ditengah-tengah , pada praktikum kali ini yaitu 10 ppm).
Menggeser burner head sampai diperoleh nilai absorbansi tertinggi.
24. Mengembalikan selang ke aquades lalu menunggu sinyal absorbansinya
turun, lalu mengklik ok
25. Kemudian muncul kolom uji Cu, mengklik ok
26. Mengklik start dan muncul beberapa kotak , yaitu :
- kotak confirm W5127

: mengklik ok

- kotak analysis

: mengklik ok

- kotak confirm

: mengklik ok

27. Mengikuti perintah yang muncul di monitor untuk dianalisa.


- present instrumen zero (selang terhubung dengan aquades), klil ok
- present cal zero (selang bterhubung dengan blanko), klik read
- present standard 1 (selang terhubung dengan standar 1 yaitu 1 ppm) ,
klik read.
- melakukan hal yang sama untuk standar 2 standar 6 yaitu larutan
dengan konsentrasi 6 ppm, 10 ppm, 16 ppm, 20 ppm, 30 ppm.
- present sample X1 (selang terhubung dengan X1), klik read.
- melakukan hal yang sama untuk sampel X2 dan X3 .
- setelah proses analisa selesai, akan muncul out hon complete, klik ok
- apabila kurva standar tidak muncul pada monitor cek standar yang salah
pada log analysis, double klik.
18

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

- setelah standar yang salah diketahui mengklik kanan pada standar


tersebut, memilih edit replicate, maks, mengklik apply.
28. Untuk mengeprint hasil yang diperoleh, mengklik kanan pada hasil yang
diperoleh, kemudian mengklik print.
29. Mematikan alat AAS
- mengklik exit pada menu awal
- mengklik start pada monitor kemudian shutdown
- mematikan alat AAS dan melepaskan lampu Cu
- menutup kran tabung gas
- mematikan sumber arus listrik

BAB III
DATA PENGAMATAN

3.1 Data Pengamatan


Tabel 1. Data pengamatan
Larutan
Cal zero
Standar 1
Standar 2
Standar 3
Standar 4
Standar 5
Standar 6
Sampel X1
Sampel X2
Sampel X3

Absorbansi

(mg/L)
0
1
6
10
16
20
30
5,220
16,031
2,278

X1
0,0072
0,3368
0,5536
0,8364
1,0027
1,3660
0,2935
0,8448
0,1283

X2
0,0048
0,3459
0,5550
0,8364
0,9993
1,3717
0,2967
0,8451
0,1300

3.2 Data Perhitungan

19

X3
0,0035
0,3404
0,5588
0,8377
1,0115
1,3498
0,2960
0,8382
0,1314

SD ()

% RSD

0,0052
0,3410
0,5558
0,8368
1,0025
1,3625
0,2954
0,8427
0,1299

0,0019
0,0046
0,0027
0,0008
0,0091
0,0114
0,0017
0,0039
0,0016

36,33
1,34
0,48
0,09
0,91
0,83
0,57
0,46
1,20

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

Perhitungan rata-rata absorbansi ( X )


Rumus ,

X 1+ X 2+ X 3+ ..+ Xn
X =
n

Perhitungan untuk larutan blanko


0,0072+0,0048+ 0,0035
X =
3
X = 0,0052
Dengan cara yang sama untuk menghitung

X pada larutan standar dan

sampel.
Perhitungan standar deviasi (SD)
X 3x

Xn x

Rumus ,
2
( X 1x )2+ ( X 2x )2+

=
Perhitungan SD untuk larutan blanko
0,00350,0052

2
2
( 0,00720,0052 ) +( 0,00480,0052)2+

=
= 0,0019
Dengan cara yang sama untuk mengukur standar deviasi pada larutan
standar dan sampel.
Perhitungan % RSD

20

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

Rumus ,

% RSD =

x 100 %

Perhitungan % RSD pada larutan blanko


0,0019
% RSD = 0,0052 x 100%
% RSD = 36,33%
Dengan cara yang sama untuk menghitung % RSD pada larutan standar
dan sampel.
Hasil perhitungan dari grafik
Dari grafik atau kurva standar yang telah dibuat, diperoleh konsentrasi
sampel yang sama dengan hasil interverensi langsung dari alat AAS, yaitu :
Sampel X1 = 5,220 mg/L
Sampel X2 = 16,031 mg/L
Sampel X3 = 2,278 mg/L

BAB IV
PEMBAHASAN

Praktikum instrumentasi dengan alat analitiknya berupa AAS, memiliki


beberapa tujuan yang harus dicapai yaitu memahami prinsip analisa dengan
menggunakan AAS, mampu mengoperasikan alat AAS, membuat kurva standar, dan
menentukan konsentrasi sampel.
Memahami primsip analisa dengan menggunakan AAS merupakan tujuan
pertama dalam praktikum ini. Prinsip AAS adalah penyerapan radiasi cahaya oleh
atom. Oleh karena itu, sampel / larutaan yang mulanya berbentuk cairan harus
diatomkan terlebih dahulu dengan menggunakan suatu atomizer atau alat pengatoman
(pembuatan atom) unsur pada sampel. Dalam hal ini digunakan nyala api dari
pembakaran acetylen dan udara. Penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang
berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan energi tersebut
menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih

21

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

tinggi (excited state). Pengurangan intensitas radiasi yang diberikan sebanding


dengan jumlah atom pada tingkat energi dasar yang menyerap energi radiasi tersebut.
Dengan mengukur intensitas radiasi yang diteruskan (transmisi) atau mengukur
intensitas radiasi yang diserap (absorbansi) maka konsentrasi unsur didalam cuplikan
dapat ditentukan, dalam hal ini adalah unsur Cu.
Sebagai sumber radiasi digunakan lampu katoda berongga (hollow catode
lamp). Dalam hal ini lampu yang digunakan harus sesuai dengan unsur yang akan
dianalisis dalam sampel yaitu Cu. Penggunaan hollow catode lamp harus disesuaikan
karena radiasi resonansi ini mempunyai panjang gelombang atau frekuensi yang
karakteristik untuk setiap unsur. Sebelum hollow catode lamp digunakan untuk proses
serapan maka harus disesuaikan terlebih dahulu atau cahaya atau sinar dari hollow
catode lamp, dengan menggunakan kertas untuk ketetapan datangnya cahaya agar
dalam berlangsungnya penyerapan lebih baik.
Tujuan kedua adalah mampu mengoperasikan alat AAS, hal ini dapat
dibuktikan pada bab 2 pada prosedur kerja pengoperasian spectra AA-220. Pada
tujuan praktikum berikutnya adalah membuat kurva standar melawan absorbansi
(penyerapan cahaya oleh atom-atom dari larutan standar yang diatomkan).
Kemudian tujuan praktikum yang terakhir adalah menentukan konsentrrasi
sampel. Terdapat tiga sampel yang harus diketahui konsentrasinya. Masing-masing
sampel memiliki konsentrasi yang berbeda. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk
mengetahui konsentrasi larutan standar, yaitu pertama melalui interverensi langsung
dari alat AAS, hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :
-

Sampel X1 = 5,220 ppm


Sampel X2 = 16,031 ppm
Sampel X3 = 2,278 ppm
Sedangkan metode kedua adalah dengan melihat absorbansi sampel di grafik

yang dibuat secara manual dan menentukan konsentrasi sampel melalui grafik . Hasil
yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan hasil konsentrasi yang langsung ada dari
alat AAS, yaitu :

22

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

Sampel X1 = 5,2 ppm


Sampel X2 = 16,0 ppm
Sampel X3 = 2,2 ppm

BAB V
PENUTUP

5.1

Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

Prinsip alat AAS adalah berdasarkan pada banyaknya cahaya yang diserap
oleh atom-atom yang ada dalam sampel, dimana banyaknya cahaya yang
diserap sebanding dengan banyaknya konsentrasi logam tersebut dalam

sampel.
Dari percobaan diperoleh konsentrasi Cu dengan dua metode, yaitu metode
pertama nilai konsentrasi sampel diperoleh dari pembacaan langsung oleh
alat, yaitu :
Sampel X1 = 5,220 ppm
Sampel X2 = 16,031 ppm
Sampel X3 = 2,278 ppm
Dan metode kedua dari interpolasi pada grafik manual, yaitu :
Sampel X1 = 5,2 ppm
Sampel X2 = 16,0 ppm
Sampel X3 = 2,2 ppm

23

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

Tujuan kedua tercapai yaitu mampu mengoperasikan alat AAS, hal ini
dapatdibuktikan pada bab 2 pada prosedur percobaanpengoperasian spectra

AA-220.
Tujuan ketiga telah tercapai yaitu dapat mebuat kurva standar berdasarkan
pada konsentrasi larutan standar vs absorbansi larutan standar.

DAFTAR PUSTAKA

Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta : UI Press

Mulja, Muhammad., 1995, Analisis Instrumental, Surabay : Airlangga


Unibersity Press

Underwood., AL., Day., RA., Jr., 2002, Analisa Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam, Jakarta : Erlangga

Widiastuti, Endang, dkk, 1996 , Petunjuk Praktikum Kimia Analitik


Instrumen, Bandung : Pusat Pengembangan Pendididkan Politeknik

24

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

25

AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)

LAMPIRAN

26

Vous aimerez peut-être aussi