Vous êtes sur la page 1sur 17

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

(DHF)
Definisi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian.1
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan
Aedes Albopictus.2

Epidemiologi
Epidemi penyakit yang berhubungan dengan demam dengue pertama kali dilaporkan
dalam literatur atau pustaka kedokteran terjadi pada tahun 1779 di Batavia (sekarang disebut
Jakarta). Dan pada tahun 1780 di Philadelphia. Sejak saat itu epidemik telah dilaporkan di
Calcutta (1824, 1853, 1871, 1905), India Barat (1827), Hongkong (1901), Yunani (19271928), Australia (1925-1926, 1942), Amerika Serikat (1922) dan Jepang (1942-1945).5,6
Dengue sering terdapat di daerah tropis terutama di Asia Tenggara, Afrika dan bagian
selatan Amerika. Epidemik DHF yang terbesar terjadi di Kuba pada tahun 1981 dengan
24.000 kasus DHF dan 10.000 kasus DSS. Pada tahun 1986 dan 1987 angka kejadian
Dengue dilaporkan di Brasil. Pada tahun 1988 epidemik dengue dilaporkan terjadi di
1

Meksiko dan pada tahun 1990 kira-kira seperempat dari 300.000 penduduk yang tinggal di
Iquitos Peru menderita Demam Dengue.6
Data yang terkumpul dari tahun 1968-1993 menunjukkan DHF dilaporkan terbanyak
terjadi pada tahun 1973 sebanyak 10.189 pasien dengan usia pada umumnya di bawah 15
tahun. Penelitian di Pusat Pendidikan Jakarta, Semarang, Yogya dan Surabaya menunjukkan
bahwa DHF dan DSS juga ditemukan pada usia dewasa, dan terdapat kecenderungan
peningkatan jumlah pasiennya.5
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di samping pula Aedes
albapictus. Vektor ini bersarang di bejana-bejana yang berisi air jernih dan tawar seperti bak
mandi, drum penampung air, kaleng bekas dan lain-lainnya3,5,6
Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam
kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang di kenal sebagai genus
Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotype. (3) Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4x106.(1)
Adapun 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-4, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam berdarah dengue. DEN-3 yang terbanyak ditemukan di Indonesia
dan merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan
manifestasi klinis yang berat.(4,6) Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan
Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus. Pada
Artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes
(stegomyia) dan Toxorhynchites.1
Cara penularannya infeksi virus dengue ini ada tiga factor yang memegang peranan,
yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada
saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di
kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation priod) sebelum
dapat menularkan kembali kepada manusia saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh

nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian transmission), namun


peranannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang
biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya
(infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic
incubation priod) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk
hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang viremia, yaitu 2 hari
sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul.3
Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah hingga saat ini masih diperdebatkan. Dua
teori yang banyak dianut pada DHF dan DSS adalah Hipotesis immune enhancement dan
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary hetelogous dengue infection).1,3
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
Imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan
dengue.1
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DHF adalah:
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses netralisasi virus,
sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Sel target
virus ini adalah sel monosit terutama dan sel makrofag sebagai tempat replikasi.
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler
terhadap virus dengue. TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin.
Sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5,IL-6,dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berferan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibody.
Aktifasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a
akibat aktivasi C3 dan C5 yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.
(1,3)

Gambar 1 : imunopatogenesis demam berdarah dengue (sumber: Suhendro, Nainggolan L,


Chien K, Pohan H T, Demam Berdarah Dengue, in Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi l,
Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pusat penerbitan departemen ilmu
penyakit dalam FK-UI, Jakarta, 2006, ed.4 (III) 1710 (1)
Hipotesis the secondary heterologous infection yang di rumuskan oleh
Suvatte,1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang pasien, respon antibody anamnestik yang akan terjadi dalam beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi dengan menghasilkan titer tinggi antibody IgG
anti dengue.(3)

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung


bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang
lebih besar untuk menderita DHF berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali
virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc
reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan
terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.9,10
Manifestasi Klinis.
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa
demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami demam dengan suhu tubuh 39-40
o

C, bersifat bifasik (menyurupai Pelana kuda), fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh

fase kritis pada hari ke-3 selama 2-3 hari.Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.
(1,3)

Sesudah masa tunas / inkubasi selama 3-15 hari orang yang tertular dapat mengalami /
menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini, yaitu :
Bentuk abortif , penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.

Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4-7 hari, nyeri-nyeri pada tulang,
diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan dibawah kulit.

Dengue Haemorrhagic fever (DHF), gejalanya sama dengan dengue klasik ditambah dengan
perdarahan dari hidung, mulut, dubur, dsb.

Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DHF ditambah dengan syok / presyok pada
bentuk ini sering terjadi kematian.
Diagnosis
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan Kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997
terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. 7
Kriteria klinis :

Demam tinggi mendadak,tanpa sebab yang jelas, atau riwayat demam akut, berlangsung
terus-menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik (plana kuda).

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

Uji torniquet positif.

Ptekie, ekimosis, purpura.


6

Perdarahan mukosa ( epitaksis atatu perdarahan gusi )

Hematemesis atau melena.


Pembesaran hati

Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,kaki dan tangan
dingin,kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Kriteria Laboratoris :
Trombositopenia ( jumlah trombosit <100.000/ul ).
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Menurut manifestasi kliniknya DHF sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4
derajat : 7,8,9
Derajat I

: Demam disertai uji tourniquet positif.

Derajat II

: Demam + uji tourniquet positif disertai manifestasi perdarahan


(seperti : Epistaksis, perdarahan gusi )

Derajat III

: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menyempit (<20 mmhg), hipotensi, sianosis,


disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.
Derajat IV

: Syok berat (profound syok), nadi tidak teraba, dan tekanan


darah tidak terukur.

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan
darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.5
Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu :
Uji serologi:deteksi antibodi IgG dan IgM, uji HI
Isolasi virus
Deteksi RNA/DNA dengan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR).
Deteksi antigen (pemeriksaan NS-I) Lebih Spesifisitas 100% dan
sensitivitas 92.3%
Pemeriksaan Dengue NSl Antigen adalah pemeriksaan baru terhadap antigen non
struktural-I dengue (NSl) yang dapat mendeteksi infeksi virus dengue dengan lebih awal
bahkan pada hari pertama onset demam. 5

Pemeriksaan NS-I perlu dilakukan pada pasien yang megalami gejala Demam/klinis lain < 3
hari,

dikarenakanEarly detection sangatlah penting untuk menentukan pengobatan

(terapisupportif) yang tepat (cegah Resistensi antibiotik), serta pemantauanpasien dengan


segera.
-

Tanpa meninggalkan pemeriksaan Dengue serologi karena pemeriksaaan NS1 bersifat


komplementer (saling menunjang), terkhususapabila didapatkan hasil Ns1 (-) dan gejala
infeksi tetap muncul.

Penggunaan Dengue IgG / IgM juga diperlukan bagi dokter penganut paham "infeksi sekunder
dapat menyebabkan infeksi yang lebih berat dan memerlukan penanganan yang berbeda
dengan infeksi primer"
-

Dengan adanya Spesifisitas 100% dan sensitivitas 92.3%. Dengan demikian pomakaian
pemeriksaan ini akan dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis infeksi
dengue.(5)
2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thorak didapati efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi
lateral dekubitus kanan ( pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan ).(1)
Diagnosis Banding
Perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam tipoid,
influenza, idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP), chikungunya dan leptospirosis. 1
1.

Belum / tanpa renjatan :

a. Campak
b. Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari kelompok pnyakit exanthem,
hepatitis, chikungunya)
2.

Dengan renjatan
a.

Demam tipoid
9

b.
3.

4.

Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain


Dengan perdarahan

a.

Leukemia

b.

ITP

c.

Anemia Aplastik
Dengan kejang

a.

Ensefalitis

b.

meningitis
Penatalaksanaan
Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan
terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapicairan, hal
terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari
ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan
berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular.3
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DHF dewasa
mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,
sebagai berikut: 3,8,11
1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
Protokol 1. Penanganan Tersangka DHF dewasa tanpa syok.
10

Seorang yang tersangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan haemoglobin,


hematokrit, dan trombosit, bila :

Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya ( dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, lekosit dan trombosit tiap 24 jam ) atau bila
keadaan penderita memburuk segera kembali ke instalansi gawat darurat.

Hb, Ht normal dengan trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan dirawat.

Gambar 4. Penanganan tersangka DHF tanpa syok

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat.


Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka
diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
1500 + (20 x( BB-20) ml
11

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, HT tiap 24 jam :

Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan
tetap, tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap 12 jam.

Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000, maka Pemberian cairan sesuai
dengan protokol penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20%.

Gambar 5. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat

Protokol 3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20%.

12

Gambar 6. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%5

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DHF dewasa.


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DHF dewasa adalah : perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali, perdarahan saluran cerna (henatemesis dan melena
atau hematokesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan
tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.1,3

13

Protokol 5. Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa.


Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue pada dewasa (SSD) maka hal
pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu
penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian pada
sindrom syok dengue sepilih kali lipat dibandingkan dengan penderita DHF tanpa renjatan,
dan

renjatan

dapat

terjadi

karena

keterlambatan

penderita

DHF

mendapatkan

pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan


terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat. 1,3

14

Gambar 7. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Kriteria memulangkan pasien, apabila memenuhi semua keadaan dibawah ini : 1


15

1. Tampak perbaikan secara klinis


2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distress pernafasan (efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cendrung naik > 50.000/nl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik
Komplikasi
1.

Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan maupun tanpa syok
2.

Kelainan ginjal berupa gagal ginjal akut akibat syok


berkepanjangan
Edema paru, akibat over loading cairan 3

3.
Prognosis

Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS
mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan
Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan dari
pada anak-anak.2

16

DAFTAR PUSTAKA
1.

Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku ajar Ilmu penyakit


dalam, Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-UI, jakarta, 2006, ed.4, (III)
1709-1713

2.

Sumarno S, Soedarmo P,Garna H,Rezeki S,Satari H. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
tropis, IDAI, jakarta 2008,ed.2, 155-179

3.

Rejeki S, Adinegoro S (DHF) Demam Berdarah Dengue, Tatalaksana Demam


Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta.2004

4.

Mansjoer A,Triyanti K, Savitri R,Wardhani W,Setiowulan W, Kapita selekta FKUI,


Jakarta,(I),428-433

5.

Berliandelima,

Info

terbaru

Pemeriksaan

Laboratorium

terhadap

Dengue,

availableat:http://www.mailarchive.com/dokter_umum@yahoogroups.com/msg06092.html
6.

Caribbean Epidemiologi Center (CAREC) Dengue dalam:


http://www.carec.org/publications/DENGUIDE_lab.htm

7.

WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http://


www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/12-23.pdf

8.

Hagop Isnar,MD, Dengue dalam : http://www.emedicine.com

9.

WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http://


www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/1-11.pdf

10.

WHO, Dengue and Dengue Haemorragic Fever dalam:


http://w3.whosect.org/en/section10/section332/section1631.htm

11.

BHJ, Dengue, Dengue Haemorragic Fever, Dengue Shock Syndrome dalam:


http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.html

17

Vous aimerez peut-être aussi