Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
dapat memberikan sebuah makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Leukemia. Tidak lupa pula shalawat beriring salam penulis ucapkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan menuju alam
yang penuh teknologi yang telah kita rasakan sampai pada saat ini.
Pada kesempatan kali ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada ibu Yesi Hasneli, N, S.Kp., MNS selaku dosen pembimbing pada mata kuliah
Keperawatan Klinik VI yang telah memberikan dukungan serta motivasi. Semoga motivasi
serta dukungan yang Ibu berikan dapat menjadi pahala di sisi Allah SWT.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan. Namun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan
kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu, penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih bermanfaat bagi para pembaca.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................
1.3 Tujuan..........................................................................................
2.2 Etiologi.........................................................................................
10
11
12
14
23
23
24
27
29
30
31
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sel darah manusia. Untuk mengetahui
tentang leukemia, kita harus mengenal dahulu sel-sel darah yang normal serta apa yang
terjadi jika terkena leukemia. Darah manusia terdiri dari cairan yang disebut sebagai plasma
darah, dan tiga kelompok sel darah. Kelompok sel darah itu dibedakan menjadi sel darah
merah, sel darah putih, dan keping-keping darah. Sel-sel darah tersebut dibuat di sumsum
tulang, di ruang medula tulang. Proses pembentukan sel-sel darah disebut dengan
hematopoiesis.
Orang dewasa memiliki sumsum yang digunakan untuk pembentukan sel berupa
sumsum tulang merah yang terbatas pada tulang anggota tubuh dan tengkorak. Meskipun
disebut sumsum tulang merah, tempat tersebut membuat sel darah merah maupun sel darah
putih. Sumsum di tulang anggota badan, tulang-tulang panjang dari tubuh, adalah dalam
bentuk sumsum lemak kuning, yang merupakan cadangan dan tidak aktif berhubungan
dengan pembuatan sel-sel darah. Akan tetapi, dapat berubah menjadi sumsum tulang merah
bilamana terdapat kekurangan darah (Green, 2009).
Sumsum tulang mengandung sel stem primitif yang memiliki kemampuan untuk
bereplikasi, berproliferasi, dan berdiferensiasi. Pembelahan garis keturunan yang pertama
dari sel ini yaitu sel myeloid dan sel limfoid. Sel myeloid menghasilkan eritrosit, myeloblast,
dan platelet melalui prekursor. Myeloblast pada sel myeloid kembali menghasilkan neutrofil,
basofil, dan eosinofil yang bergranula, serta monosit yang tidak bergranula. Sedangkan sel
limfoid menghasilkan limfoblas yang memproduksi limfosit T, limfosit B, dan Natural Killer.
Sel darah putih, terdiri dari myeloblast dan limfoblas sebagai pertahanan tubuh terhadap
serangan benda asing (Goldsmith, 2012).
Sel darah putih atau leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi atau
serangan penyakit lainnya. Sel darah merah atau eritrosit berfungsi untuk mengangkut
oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh, dan membawa karbondioksida dari jaringan
tubuh kembali ke paru-paru. Keping-keping darah atau trombosit sangat berperan dalam
proses pembekuan darah. Ketika terjadi leukemia, tubuh akan memproduksi sel-sel darah
yang abnormal dan dalam jumlah yang besar. Pada leukemia, sel darah yang abnormal
tersebut adalah kelompok sel darah putih. Sel-sel darah yang terkena leukemia akan sangat
berbeda dengan sel darah normal, dan tidak mampu berfungsi seperti layaknya sel darah
normal.
4
Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, belum ada angka pasti
mengenai insiden leukemia di Indonesia. Leukemia terbagi menjadi dua tipe yaitu leukemia
akut dan leukemia kronik. Leukemia akut terbagi lagi menjadi Leukemia Mieloblastik Akut
(LMA) dan Leukemia Limfositik Akut (LLA). Di Negara maju seperti Amerika Serikat,
LMA merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada
dewasa (85%) dari pada anak (15%). Insiden LMA pada orang yang berusia 30 tahun adalah
0,8%, pada orang yang berusia 50 tahun 2,7%, sedangkan pada orang yang berusia di atas 65
tahun adalah sebesar 13,7%.
LLA lebih banyak menyerang pada anak-anak dengan puncak usia 3-5 tahun. Insiden
LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15 tahun.
Leukemia kronik terbagi menjadi dua yaitu Leukemia Myeloid Kronik (LMK) dan Leukemia
Limfositik Kronik (LLK). Kejadian LMK mencapai 20% dari semua leukemia pada dewasa.
Pada umumnya, LMK menyerang usia 40-50 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia
muda dan biasanya lebih progresif. Di Jepang, kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom
atom di Nagasaki dan Hiroshima, demikian juga di Rusia setelah reaktor atom Chernobil
meledak. LLK di Negara Barat memiliki angka kejadian 3/100.000. Usia rerata pasien saat
diagnosis 65 tahun, hanya 10-15% kurang dari 50 tahun (Sudoyo dkk, 2009)
Penyebab leukemia sejauh ini belum diketahui, namun banyak penelitian yang
dilakukan untuk memecahkan masalah ini. Beberapa
leukemia lebih sering menyerang kaum pria dibandingkan kaum wanita, dan juga pada
kelompok orang kulit putih dibandingkan dengan orang kulit hitam. Namun sampai saat ini
belum diketahui mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan dan kode etik
dalam menangani pasien dengan diagnosa leukemia sesuai dengan ilmu yang telah dipelajari.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan leukemia?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan leukemia
berdasarkan patofisiologi terjadinya leukemia.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Jumlah sel darah putih/leukosit normal pada tubuh kita bekisar antara 4500 11.000/L
(Cui, 2011). Menurut Mescher pada tahun (2011), jumlah leukosit yang terdapat di dalam
tubuh dewasa normal berada pada rentang 6000 11.000/L. Jumlah leukosit bervariasi
sesuai umur (Bloom & Fawcett, 2002). Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan proliferasi dini yang berlebihan dari sel darah putih.
Leukemia juga bisa didefinisikan sebagai keganasan hematologis akibat proses
neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan si induk
hematopoietik (Handayani & Haribowo, 2008). Menurut Wong dkk pada tahun (2009),
leukemia adalah sekelompok penyakit ganas pada sumsum tulang belakang dan sistem
limfatik yang ditandai dengan proliferasi tanpa batas sel darah putih yang abnormal dan
imatur (Dona & Wong, 2009).
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa leukemia merupakan suatu penyakit
dimana produksi sel darah putih sangat berlebihan melebihi jumlah leukosit normal di dalam
tubuh yang bersifat abnormal dan imatur. Sel-sel ini menghambat semua sel lain di sumsum
tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang.
Karena hal tersebut, leukemia disebut suatu gangguan akumulatif sekaligus gangguan klonal.
Akhirnya sel-sel leukemik mengambil alih sumsum tulang dan ini menyebabkan kadar sel-sel
nonleukemik di dalam darah menurun. Adapun klasifikasi leukemia dapat dijelaskan sebagai
berikut:
A. Leukemia Akut
Leukemia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan, serta dapat
menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Handayani &
Haribowo, 2008). Menurut Mefta & Hoffbrand pada tahun (2008), leukemia akut adalah
suatu gangguan maligna dimana sel blast hemopoetik terdapat sebanyak lebih dari 20%
dari sel sumsum tulang. Sel primitif biasanya juga berakumulasi dalam darah,
menginfiltrasi jaringan lain, dan menyebabkan gagal sumsum tulang. Leukemia akut
menurut klasifikasi FAB (French-American-British) dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu:
1. Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloid Leukemia (LMA/AML)
6
iii.
ALL merupakan penyakit yang sangat jarang, dengan morfologi L3 yang sering
berperilaku sebagai limfoma agresif (Sudoyo dkk, 2009).
B. Leukemia Kronik
Leukemia kronik memiliki sel darah yang abnormal masih dapat berfungsi, dan orang
dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan gejala. Perlahan-lahan, leukemia
kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel leukemia bertambah banyak
dan produksi sel normal berkurang. Pada stadium dini leukemia kronik, sel leukemia
dapat berfungsi hampir seperti sel normal.
1. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)
Leukemia myeloid kronik merupakan leukemia yang pertama ditemukan serta
diketahui patogenesisnya. Pada tahun 1960 Nowell dan Hungerford menemukan
kelainan kromosom yang selalu sama pada pasien LMK, yaitu 22q atau hilangnya
sebagian lengan panjang dari kromosom 22, yang saat ini kita kenal sebagai
kromosom Philadelphia (Ph). Selanjutnya di tahun 1973 Rowle menemukan bahwa
kromosom Ph terbentuk akibat adanya translokasi resiprokal antara lengan panjang
kromosom 9 dan 22. Dengan kemajuan di bidang biologi molekular, pada tahun 1980
diketahui bahwa pada kromosom 22 yang mengalami pemendekan tadi, ternyata
didapatkan adanya gabungan antara gen yang ada di lengan panjang kromosom 9
yakni ABL (Abelson) dengan gen BCR (Break Cluster Region) yang terletak di lengan
panjang kromosom 22. Gabungan kedua gen ini sering ditulis sebagai BCR-ABL
diduga kuat sebagai penyebab utama terjadinya kelainan proliferasi dari seri
granulosit tanpa gangguan diferensiasi sehingga pada apusan darah tepi kita dapat
dengan mudah melihat tingkatan diferensiasi seri granulosit pada pasien LMK
(Sudoyo dkk, 2009).
2. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
Leukemia limfositik kronik adalah suatu keganasan hematologik yang ditandai
oleh proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B neoplastik dalam darah, sumsum
tulang, limfonodi, limpa, hati, dan organ-organ lainnya. LLK ini masuk dalam
kelainan limfoproliferatif. Tanda-tandanya meliputi limfositosis, limfadenopati, dan
splenomegali. Kebanyakan LLK (95%) adalah neoplasma sel B, sisanya neoplasma
sel T (Sudoyo dkk, 2009).
Menurut RAI, LLK terbagi menjadi 5 stadium yaitu: O (Limfositosis darah tepi
dan sumsum tulang), I (Limfositosis + pembesaran limfonodi), II (Limfositosis +
8
2.2 Etiologi
Sebagian besar penderita leukemia memiliki faktor-faktor penyebab yang tidak dapat
diidentifikasi, tetapi ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan leukemia sesuai
dengan klasifikasinya.
A. Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloid Leukemia (LMA/AML)
Etiologi dari LMA sebagian besar tidak diketahui. Meskipun demikian ada beberapa
faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor predisposisi
LMA pada populasi tertentu. Benzene suatu senyawa kimia yang banyak digunakan pada
9
industri penyamakan kulit di negara yang sedang berkembang, diketahui merupakan zat
leukomogenik untuk LMA. Selain itu radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan
LMA. Ini diketahui dari penelitian tingginya insidiensi kasus leukemia, termasuk LMA,
pada orang orang yang selamat dari serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada
tahun 1945. Efek dari leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak
1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6 sampai 7 tahun.
B. Leukemia Limfoblastik Akut/Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA/ALL)
Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak diketahui. Faktor keturunan dan
sindroma predisposisi genetik lebih berhubungan dengan LLA yang terjadi pada anakanak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungan dengan LLA,
yaitu:
1. Radiasi ionik. Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki mempunyai risiko relatif keseluruhan untuk berkembang menjadi LLA;
2. Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan kerusakan sumsum
tulang, kerusakan kromosom;
3. Merokok sedikit meningkatkan risiko LLA pada usia diatas 60 tahun.
pada ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi, dan retina. Infeksi sering
terjadi di tenggorokan, paru-paru, kulit, dan daerah peri rekta, sehingga organ-organ
tersebut harus diperiksa secara teliti pada pasien LMA dengan demam (Sudoyo dkk,
2009). Hal ini dapat disebabkan diferensiasi sel ke bagian myeloid khususnya monosit.
Monosit berperan dalam sistem retikuloendotelial (RES) yang meliputi makrofag alveolar
dalam paru, kulit, dan makrofag pada usus (Mehta & Hoffbrand, 2008).
Pasien dengan angka leukosit yang sengat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3), sering
terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh
darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis sangat bervariasi, tergantung lokasi
sumbatannya. Gejala yang sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri
dada, dan priapismus. Angka leukosit yang sangat tinggi juga sering menimbulkan
gangguan metabolisme berupa hiperurisemia. Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel leukosit
yang berproliferasi secara cepat dalam jumlah yang besar.
Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi tergantung
organ yang di infiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan leukemia kutis
yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit, sedang infiltrasi di selsel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi
sel-sel blast di dalam tulang akan menyebabkan nyeri tulang yang spontan atau dengan
stimulasi ringan. Pembengkakan gusi sering dijumpai sebagai manifestasi infiltrasi sel-sel
blast ke dalam gusi.
B. Leukemia Limfoblastik Akut/Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA/ALL)
Presentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya gejala klinis menggambarkan
kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi
sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di
darah perifer dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan
(Sudoyo dkk, 2009). Anemia pada pasien LLA menyebabkan kelemahan, dyspnea,
bahkan gagal jantung kongestif. Sedangkan perdarahan yang terjadi merupakan akibat
dari trombositopenia (Burke, 2012). Demam atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada
separuh pasien LLA, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga pasien yang baru
didiagnosis LLA. Perdarahan yang berat jarang terjadi.
C. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)
11
LMK dibagi menjadi 3 fase berdasarkan perjalanan penyakitnya, yakni fase kronik,
fase akselerasi, dan fase krisis blast. Pada umumnya saat pertama diagnosis ditegakkan,
pasien masih dalam fase kronis, bahkan sering kali diagnosis LMK ditemukan secara
kebetulan, misalnya pada persiapan pra operasi, dimana ditemukan leukositosis hebat
tanpa gejala gejala infeksi. Pada fase kronis, pasien sering mengeluh merasa cepat
kenyang. Hal ini disebabkan karena pembesaran limpa dimana limpa mendesak lambung.
Keluhan lain sering tidak spesifik, misalnya: rasa cepat lelah, lemah, demam yang tidak
terlalu tinggi, keringat malam.
Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua keluhan
tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia.
Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi lebih progresif atau mengalami
akselerasi. Bila saat diagnosa ditegakkan, pasien berada pada fase kronis, maka
kelangsungan hidup berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Ciri khas fase akselerasi adalah
leukositosis yang sulit dikontrol oleh obat-obat mielosupresif, mieloblas di perifer
mencapai 15-30%, promielosit lebih dari 30%, dan trombosit kurang dari 100.000/mm 3.
Secara klinis, fase ini dapat diduga bila limpa yang tadinya sudah mengecil dengan terapi,
kembali membesar, keluhan anemia bertambah berat, timbul petekie, ekimosis. Bila
disertai demam, biasanya terdapat infeksi. Pada sekitar 1/3 penderita, perubahan terjadi
secara mendadak tanpa didahului masa prodromal, keadaan ini disebut krisis blast.
D. Leukemia Limfoid Kronik (LLK)
Awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak menunjukkan gejala (asimptomatik).
Pada pasien dengan gejala, paling sering ditemukan limfadenopati, penurunan berat
badan, dan kelelahan. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan
kemampuan latihan/olahraga. Demam, keringat malam, dan infeksi jarang terjadi pada
awalnya, tetapi semakin menyolok sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
Akibat
penumpukan sel B neoplastik, pasien yang asimptomatik pada saat diagnosis pada
akhirnya mengalami limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali.
12
13
Infiltrasi
Ekstramedular
Pembesaran limpa
(splenomegali) dan
pembesaran hati
(hepatomegali)
Eritrosit
menurun
Trombosit
menurun
Anemia
Trombositopenia,
ptekie, epistaksis
Sel kekurangan
oksigen dan nutrisi
BB
menurun
Perdarahan
Kelemahan
Mk:
Gangguan
rasa
nyaman
nyeri
Mendesak lambung
Anoreksia, mual,
dan muntah
Mk: Aktual/Risiko
tinggi penurunan
volume cairan
Mk: Intoleransi
aktivitas
Mk: Gangguan
kebutuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
14
Induksi remisi
Tujuan dari terapi induksi remisi adalah mencapai remisi komplit hematologik
sehingga hematopoiesis dapat kembali normal.
a. Obat yang digunakan terdiri atas:
1) Vincristine (VCR) = 1,5 mg/m2/minggu secara IV;
2) Prednison (Pred) = 6 mg/m2/hari secara oral;
3) L.Asparaginase (L.asp) = 10.000 U/m2;
4) Daunorubicin (DNR) = 25 mg/m2/minggu-4 minggu.
b. Regimen yang digunakan untuk LLA dengan risiko standar terdiri atas:
1) Prednison + VCR;
2) Prednison + VCR + L. Asparaginase.
c. Regimen untuk ALL dengan risiko tinggi atau ALL pada orang dewasa antara
lain :
1) Prednison + VCR + DNR dengan atau tanpa L.Asparaginase;
2) DNR + VCR + Prednison + L.Asparaginase dengan atau tanpa
siklofosfamid.
II.
Terapi post-remisi
a. Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia yang bersembunyi
dalam SSP dan testis);
b. Terapi intensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen non-cross resistant
terhadap regimen induksi remisi yang bertujuan untuk mencegah relaps dan
juga timbulnya sel yang resisten obat;
15
16
2. Gambaran klinis akan beragam dengan tipe leukemia yang terjadi yaitu kelemahan
dan keletihan, kecenderungan perdarahan, petekia dan ekimosis, nyeri, sakit
kepala, muntah, demam, dan infeksi;
3. Pemeriksaan darah mungkin menunjukkan perubahan sel-sel darah putih dan
trombositopenia.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data dasar pengkajian, diagnosis keperawatan yang muncul adalah
sebagai berikut:
1. Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik;
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia, dan efek toksik obat kemoterapi;
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia;
4. Risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan perdarahan;
5. Gangguan integritas kulit: alopesia yang berhubungan dengan efek toksik
kemoterapi;
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan dalam
fungsi dan peran;
7. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan kemungkinan terjadi karena
perubahan peran dan fungsi diri.
C. Intervensi Keperawatan
Berikut adalah penjelasan mengenai intervensi dari masing-masing diagnosa
keperawatan yang telah diambil:
a. Diagnosa keperawatan 1
Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan berkurang.
Kriteria Hasil: 1. Melaporkan penurunan tingkat nyeri;
2. Menjelaskan bagaimana keletihan dan ketakutan memengaruhi nyeri;
3. Menerima medikasi nyeri sesuai dengan resep yang diresepkan;
4. Menunjukkan penurunan tanda-tanda fisik dan perilaku tentang nyeri;
5. Mengambil peran aktif dalam pemberian analgetik;
6. Mengidentifikasi strategi peredaan nyeri;
7. Menggunakan strategi peredaan nyeri dengan tepat.
Intervensi
Rasional
Kaji karakteristik nyeri: lokasi, kualitas, Memberikan dasar untuk mengkaji
frekuensi, dan durasi.
perubahan pada tingkat nyeri dan
mengevaluasi intervensi.
Tenangkan klien bahwa anda mengetahui Rasa takut bahwa nyerinya tidak dianggap
nyeri yang dirasakannya adalah nyata dan nyata dapat meningkatkan ansietas dan
bahwa anda akan membantu klien dalam mengurangi toleransi nyeri.
17
Kriteria hasil pada klien dengan masalah nyeri adalah bila didapatkan adanya hal-hal
berikut ini:
1. Melaporkan penurunan tingkat keletihan;
2. Meningkatnya keikutsertaan dalam aktivitas secara bertahap;
3. Istirahat ketika mengalami keletihan;
4. Melaporkan dapat tidur lebih baik;
5. Melaporkan energi yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas;
6. Mengonsumsi diet dengan masukan protein dan kalori yang dianjurkan;
Intervensi
Rasional
Berikan dorongan untuk istirahat Selama istirahat, energi dihemat dan
beberapa periode selama siang hari, tingkat energi diperbarui. Beberapa kali
terutama sebelum dan sesudah latihan periode istirahat singkat mungkin lebih
fisik.
bermanfaat dibandingkan satu kali periode
istirahat yang panjang.
Tingkatkan jam tidur total pada malam Tidur membantu untuk memulihkan
hari.
tingkat energi.
Atur kembali jadwal setiap hari dan atur Pengaturan kembali aktivitas dapat
aktivitas untuk menghemat pemakaian mengurangi kehilangan energy dan
energi.
mengurangi stressor.
Berikan masukan protein dan kalori Penipisan kalori dan protein menurunkan
yang adekuat.
toleransi aktivitas.
Berikan dorongan untuk teknik Peningkatan relaksasi dan istirahat
relaksasi.
psikologis dapat menurunkan keletihan
fisik.
Kolaborasi pemberian produk darah Penurunan hemoglobin akan mencetuskan
sesuai yang diresepkan.
klien pada keletihan akibat penurunan
ketersediaan oksigen.
19
d. Diagnosa keperawatan 4
Aktual/risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
berlebihan seperti muntah dan perdarahan
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam gangguan volume cairan dapat teratasi
Kriteria Hasil: klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit
normal, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Laboratorium: nilai hematokrit
meningkat.
Intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
Intervensi
Rasional
Pantau status cairan (turgor kulit, membran Jumlah dan tipe cairan pengganti
mukosa)
ditentukan dari keadaan status cairan
Kaji sumber-sumber kehilangan
Perdarahan harus dikendalikan, muntah
dapat diatasi dengan obat-obat antiemetik
Auskultasi TD
Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi
yang memberikan manifestasi sudah
terlibatnya sistem kardiovaskular untuk
melakukan kompensasi mempertahankan
tekanan darah
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, dan nadi Mengetahui adanya pengaruh adanya
perifer
peningkatan tahanan perifer
Kolaborasi:
Pertahankan pemberian cairan secara Jalur yang paten penting untuk pemberian
intravena, jika memungkinkan berikan cairan cepat dan memudahkan perawat
produk darah sesuai yang diresepkan
dalam melakukan control intake dan output
cairan
Monitor hasil pemeriksaan diagnostik: Bila platelet <20.000/mm3 klien cenderung
platelet, Hb/Hct, dan bekuan darah
mengalami perdarahan. Penurunan Hb/Hct
berindikasi terhadap perdarahan
e. Diagnosa keperawatan 5
Berduka yang berhubungan dengan kehilangan, kemungkinan terjadi karena
perubahan peran fungsi.
Tujuan: klien mampu melewati proses berduka dengan sesuai.
Kriteria Hasil:
1. Klien dan keluarga akan berkembang melalui fase-fase terbuka;
2. Klien dan keluarga mengidentifikasi sumber sumber yang tersedia untuk
membantu strategi koping selama berduka;
3. Klien dan keluarga menggunakan sumber - sumber dan dukungan secara sesuai;
4. Klien dan keluarga mendiskusikan kekhawatiran dan perasaan secara terbuka satu
sama lain;
5. Klien dan keluarga menggunakan ekspresi nonverbal tentang kekhawatiran mereka
terhadap satu sama lain.
20
Intervensi keperawatan pada klien ini bertujuan agar klien mampu menggunakan koping
yang efektif untuk mengatasi perasaan duka yang dihadapinya.
Intervensi
Bantu
klien
untuk
mengungkapkan
ketakutan, kekhawatiran, dan pertanyaan
tentang
penyakit,
pengobatan,
serta
implikasinya di masa yang akan datang.
Berikan dukungan partisipasi aktif dari klien
dan keluarganya dalam keputusan perawatan
dan pengobatan.
Berikan dukungan agar klien dapat
membuang perasaan negatif.
Rasional
Dasar pengetahuan yang akurat dan
meningkat akan mengurangi ansietas dan
melurusskan miskonsepsinya.
Partisipasi aktif akan mempertahankan
kemandirian dan control emosi klien.
Hal
ini
memungkinkan
untuk
mengekspresikan
emosional
tanpa
kehilangan harga diri.
Berikan waktu untuk klien menangis dan Perasaan ini di perlukan untuk terjadinya
mengekspresikan kesedihannya.
perpisahann dan kerenggangan .
Libatkan petugas sesuai dengan yang Guna memfasilitasi proses berduka dan
diinginkan oleh klien dan keluarga.
perawatan spiritual.
Sarankan konseling professional sesuai yang Hal ini memfasilitasi proses berduka
diindikasikan bagi klien dan keluarganya
untuk menghilangkan proses berduka yang
patologis.
Ciptakan situasi yang memungkinkan untuk Proses berduka beragam. Oleh karena itu
beralih melewati proses berduka.
untuk menyelesaikan proses berduka,
keberagaman ini harus di biarkan terjadi.
f. Diagnosa keperawatan 6
Gangguan integritas kulit: alopesia yang berhubungan dengan efek toksik kemoterapi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka gangguan integritas kulit tidak
terjadi.
Kriteria Hasil:
Tindakan keperawatan yang dilakukan dikatakan berhasil jika dapat memenuhi kriteria
berikut ini.
1.Mengidentifikasi alopesia sebagai potensial efek samping dan pengobatan;
2.Mengidentifikasi perasaan negative dan positif serta ancaman terhadap citra diri;
3.Mengungkapkan mengenai adanya kemungkinan kerontokan rambut yang dimiliki;
4.Menyebutkan rasional untuk modifikasi dalam perawatan rambut dan pengobatan;
5.Melakukan langkah-langkah untuk mengatasi kemungkinan kerontokan rambut.
21
Intervensi keperawatan pada klien dengan masalah gangguan integritas kulit adalah agar
masalah gangguan integritas kulit pada klien dapat teratasi.
Intervensi
Rasional
Diskusikan potensial kerontokan rambut Memberikan informasi, sehingga klien
dan pertumbuhan kembali rambut dan keluarganya dapat mulai untuk
bersama klien dan keluarga.
bersiap diri secara kognitif dan emosional
terhadap kerontokan.
Cegah
atau
minimalkan
dampak Meminimalkan kerontokan rambut akibat
kerontokan rambut melalui langkah- beban berat dan tarikan pada rambut.
langkah berikut ini.
a. Potong rambut yang panjang
sebelum pengobatan.
b. Hindari pemakaian shampoo yang
berlebihan.
c. Menggunakan shampoo ringan
dan conditioner.
d. Hindari penggunaan pengeriting
listrik,
pemanas,
pengering
rambut, dan penjepit.
e. Hindari menyisir berlebihan,
gunakan sisir yang bergerigi
lebar.
Cegah trauma pada kulit kepala.
Membantu
dalam
mempertahankan
pertumbuhan rambut.
Sarankan cara untuk membantu dalam Menyamarkan kerontokan rambut.
mengatasi kerontokan rambut seperti
mengenakan wik atau memakai topi.
Jelaskan bahwa pertumbuhan rambut Menenangkan klien bahwa kerontokan
biasanya
mulai
kembali
ketika rambut biasanya bersifat sementara.
pengobatan telah selesai.
g. Diagnosa keperawatan 7
Gangguan gambaran diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan, fungsi,
dan peran.
Tujuan: setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan,maka citra tubuh dan harga
diri klien dapat diperbaiki.
Kriteria Hasil:
Kriteria hasil pada klien ini adalah:
1. Mengidentifikasi hal hal yang penting;
2. Mengambil peran aktif dalam aktivitas;
3. Mempertahankan peran sebelumnya dalam pembuatan keputusan;
22
Suatu
penyakit
dimana
5.
6.
7.
8.
9.
darah, salah satu kelainan mieloproliferatif dengan eritroblas atipik dalam darah tepi.
Hematopoietik:
Kegagalan
dari
pembentukan darah.
10.
11.
12.
infeksi ini ditandai oleh ruam vesikuler di daerah distribusi saraf sensorik.
Hipertrofi
gusi:
Pembesaran
atau
pertumbuhan berlebihan dari gusi akibat peningkatan ukuran sel sel pembentuknya.
13.
Hiperurisemia: Kelebihan asam urat dalam
darah.
14.
15.
Imunofenotipe:
Fenotip
sel
neoplasma
18.
19.
20.
Neoplastik:
Berhubungan
dengan
21.
tertentu, atau dapat pula terbatas pada suatu daerah, khususnya daerah anus dan vulva.
Purpura: Suatu keadaan yang ditandai oleh
ekstravasasi darah ke dalam kulit dan membran mukosa yang menyebabkan bintik-
27.
28.
29.
kadar
Pertanyaan:
1.
2.
3.
4.
25
BAB III
TINJAUAN KASUS
Leukosit:
24000/mm3
(6000-11000/mm3),
Trombosit:
100.000
(150.000-
400.000/mm3).
3.2 Pengkajian
A. Data Subjektif:
1. Klien mengatakan badannya terasa lemah
2. Klien mengatakan tidak nafsu makan
3. Klien mengatakan mual dan muntah
4. Kilen mengatakan pusing
5. Klien mengatakan berkunang saat berdiri
B. Data Objektif:
1. Klien terlihat pucat, konjungtiva anemis, lemah, pusing, berkunang saat berdiri, dan
nafsu makan menurun
2. Pada palpasi abdomen terdapat hepatomegali dan splenomegali, turgor kulit buruk
3. Tanda-tanda vital dan laboratorium didapatkan , TD: 110/70 mmHg, N: 108x/I, S:
38,50 C, RR: 18x/i, Hb: 9,3 g/dL (N : 13,5-17,5 g/dL), Leukosit: 24000/mm3 (600011000/mm3), Trombosit: 100.000 (150.000-400.000/mm3).
26
No
.
1.
Data
DS: - Klien mengatakan badannya
terasa lemah.
- Klien mengatakan tidak
nafsu makan.
- Klien mengatakan mual dan
muntah.
DO: - Klien tampak gelisah.
- Klien tampak pucat dan
lemah.
- Turgor kulit jelek.
- Mukosa bibir kering.
- BB awal 55 kg.
- BB sekarang 49 kg.
- TB 160 cm.
-Hepatomegali
-Splenomegali
- S: 38,50 C
- Hb: 9,3 g/dL
- Leukosit: 24000/mm3
Etiologi
Proliferasi sel kanker
Masalah
Keperawatan
Gangguan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
Infiltrasi
2.
Intoleransi
aktivitas
Infiltrasi
Akumulasi
Infiltrasi
sel darah
sel
Sel kanker bersaing
Seldengan
normal sel
diganti
normal
dengan
sel
kanker
untuk mendapatkan
Proliferasi
sel kanker
sumsum
tulang
27
30
Infiltrasi
Sel normal diganti
dengan sel kanker
Akumulasi sel
darah putih
sumsum tulang
Infiltrasi
Extramedular
Anemia
Trombositopenia
Pembesaran limpa
dan hati
Sel kekurangan
oksigen dan
nutrisi
Risiko
perdarahan
Mendesak lambung
Anoreksia, mual,
dan muntah
Intoleransi
Aktivitas
Aktual/risiko
tinggi penurunan
volume cairan
Gangguan
pemenuhan
kebutuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
31
33
DAFTAR PUSTAKA
Bloom & Fawcett, D.W. 2002. Buku ajar histology. Jakarta: EGC
Burke, J.M. 2012. Dx/Rx leukemia. Mississauga: Jones & Bartlett Learning
Cui, D. 2011. Atlas of histology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Goldsmith, C. 2012. Leukemia. Minneapolis: USA Today
Green, J.H. 2009. Fisiologi kedokteran. Tangerang: Binarupa Aksara
Handayani,W. & Haribowo, A.S. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Mehta, A. & Hoffbrand, V. 2008. At a glance hematologi. Jakarta: Erlangga
Mescher, A.L. 2011. Histologi dasar Junqueira. Jakarta: EGC
Muttaqin, A. 2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan
Sudoyo, A.W dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing
Wong, D.L dkk. 2009.Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC
34