Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
HEMATEMESIS MELENA
Disusun oleh :
Lina Sunayya
G1A014039
Nurfitri Margaretna
G4A014083
G4A014127
Daniel Pramandana
G4A015010
2015
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
HEMATEMESIS MELENA
Disusun oleh :
Lina Sunayya
G1A014039
Nurfitri Margaretna
G4A014083
G4A014127
Daniel Pramandana
G4A015010
November 2015
Dokter Pembimbing :
BAB 1
PENDAHULUAN
Hematemesis (muntah darah) merupakan keadaan yang diakibatkan oleh
perdarahan saluran cerna bagian atas. Sebagian kasus hematemesis adalah keadaan
gawat di rumah sakit yang menimbulkan 8%-14% kematian. Faktor utama yang
berperan dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan diagnostik dalam
menentukan sumber perdarahan sehingga tidak mampu menilai keadaan kegawat
daruratan (Davey , 2006).
Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak
muntah darah
BAB II
STATUS PENDERITA
I.
IDENTITAS PENDERITA
II.
Nama
: Tn. M
Umur
: 65 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Status perkawinan
: Menikah
Suku bangsa
: Jawa
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pensiunan
Alamat
: Wangon
Tanggal masuk
: 2 November 2015
Tanggal Periksa
: 4 November 2015
SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Muntah darah dan BAB darah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Margono Soekarjo dengan keluhan muntah
darah sejak 12 jam sebelum masuk RS. Muntah darah berwarna hitam
dengan frekuensi 2-3x/hari dengan volume yang tidak terlalu banyak dan
tidak ditemukan adanya lendir. Muntah darah menetap. Pasien juga
mengeluhkan mual. BAK baik. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut di
bagian ulu hati yang terasa perih. Pasien cukup lemas namun masih bisa
berjalan dan masih bisa makan. Pasien menyangkal adanya bagian dari
anus yang keluar dan nyeri anus, mudah lelah, gangguan tidur, dan
penurunan berat badan. Setelah 2 hari dirawat di RS, pasien sudah tidak
mengeluhkan muntah darah lagi, namun keluhan lain masih dirasakan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
b. Riwayat mondok
c. Riwayat wasir
: disangkal
d. Riwayat maag
: diakui
: disangkal
: disangkal
g. Riwayat operasi
: disangkal
: disangkal
i. Riwayat hipertensi
: diakui
: disangkal
: disangkal
: disangkal
III. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
BB
TB
Vital sign
- Tekanan Darah
- Nadi
- RR
- Suhu
: sedang
: compos mentis, GCS = 15 E4M6V5
: 50 kg
: 155 cm
: 130/70 mmHg
: 64x/menit
: 20x/menit
: 36.3 oC
d. Status Generalis
a. Kepala
-
Bentuk
: mesochepal, simetris
b. Mata
-
Palpebra
Konjungtiva
: anemis (-/-)
Sclera
: ikterik (-/-)
Pupil
Exopthalmus
: (-/-)
Lapang pandang
Lensa
: keruh (-/-)
Gerak mata
: normal
: nomal
Nistagmus
: (-/-)
c. Telinga
-
otore (-/-)
deformitas (-/-)
d. Hidung
-
deformitas (-/-)
discharge (-/-)
e. Mulut
-
f. Leher
-
Trakhea
Kelenjar lymphoid
Kelenjar thyroid
: tidak membesar
JVP
: 5+2 cm H2O
g. Kulit
- Ikterik : (-)
- Spider nevi : (-)
h. Dada
1) Paru
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
2) Jantung
-
: SIC II LPSD
: SIC II LPSS
: SICIV LPSD
: SIC V 1 jari
medial LMCS
i. Abdomen
-
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
j. Ekstrimitas
-
Superior
Inferior
2. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium tanggal 2 November 2015
Hb
: 8,8 gr/dl
Normal : 14 18 gr/dl
Leukosit
: 9760 /l
Hematokrit: 28 %
Normal : 35 %- 45 %
Eritrosit
Trombosit : 206.0000/l
Normal: 150.000-450.000/l
MCV
: 90,5 fL
Normal : 79 -99fL
MCH
: 28,9 pg
Normal : 27-31 pg
MCHC
: 32,0 gr/dl
Normal : 33 37gr/dl
RDW
: 16,8 %
Normal : 11,5-14.5 %
MPV
: 10,5 fL
: 3,0 juta/l
Hitung Jenis
Eosinofil
: 1,2 %
Normal : 2 4 %
Basofil
: 0,3 %
Normal : 0 1 %
Batang
: 0,6 %
Normal : 2 5 %
Segmen
: 64,4 %
Normal : 40 70%
Limfosit
: 26,4%
Normal : 25-40%
Monosit
: 7,1%
Normal : 2 8%
Kimia klinik
GDS
: 85 mg/dL
Normal : <200
Natrium
: 137 mmol/L
Normal : 136-145
Kalium
: 3,8 mmol/L
Normal : 3,5-5,1
Klorida
: 98 mmol/L
Normal : 98-107
: 7,9 gr/dl
Normal : 14 18 gr/dl
Leukosit
: 8390 /l
Hematokrit: 25 %
Normal : 35 %- 45 %
Eritrosit
Trombosit : 177.0000/l
Normal: 150.000-450.000/l
MCV
: 91,9 fL
Normal : 79 -99fL
MCH
: 28,9 pg
Normal : 27-31 pg
MCHC
: 31,5 gr/dl
Normal : 33 37gr/dl
RDW
: 17,1 %
Normal : 11,5-14.5 %
MPV
: 10,5 fL
: 2,7 juta/l
Hitung Jenis
Eosinofil
: 2,5 %
Normal : 2 4 %
Basofil
: 0,2 %
Normal : 0 1 %
Batang
: 0,5 %
Normal : 2 5 %
Segmen
: 61,1 %
Normal : 40 70%
Limfosit
: 29,7%
Normal : 25-40%
Monosit
: 6,0%
Normal : 2 8%
Kimia klinik
HBSAG
Non Reaktif
Non Reaktif
Non Reaktif
IV.
ASSESSMENT
Diagnosis Klinis:
Hematemesis Melena e.c susp gastritis erosif
V.
PLANNING
1. Diagnosis Kerja
Hematemesis Melena e.c susp gastropati OAINS
2. Terapi
a. Farmakologi
-
Tirah baring
Diet lunak
Pro endoskopi
3. Monitoring
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
c. Pemeliharaan jalan nafas
d. Evaluasi klinis
4. Prognosis
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1
Definisi
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta
dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari
konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Melena dapat disertai
gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea (Laine, L., 2008;
Price, 2006).
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam
bentuk segar (bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena
enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi
(Almi, 2013).
Etiologi
1
Kelainan di esophagus
a
Varises Esofagus
Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif
(Riechter, 1999).
Karsinoma Esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena.
Pasien mengeluh disfagia, badan mengurus, dan anemis. Pada
pemeriksaan endoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang
hampir menutup esofagus dan mudah berdarah yang terletak di
sepertiga bawah esofagus (Hadi, 2002).
timbul
melena.
Tukak
di
esofagus
jarang
sekali
Kelainan di lambung
a
tukak (ulcerogenic
drugs).
Gastritis
erosiva
Tukak Lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri
ulu hati (Hadi, 2002).
Karsinoma Lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong
sangat jarang dan pada umumnya datang berobat sudah dalam
fase lanjut, dan sering mengeluh rasa pedih,nyeri di daerah ulu
hati, sering mengeluh merasa lekas kenyang, dan badan menjadi
lemah (Hadi, 2002).
1. Penegakan Diagnosis
Prinsip-prinsip penegakan diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (Djumhana, 2011).
Anamnesis
Riwayat
penyakit
hati
kronis,
riwayat
dispepsia,
riwayat
Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus dilakukan adalah
penilaian ABC (Airway-Breathing-Circulation) pasien. Khusus untuk
penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi
jumlah perdarahan.
a
Perdarahan < 8%
: hemodinamik stabil
Perdarahan 8%-15%
: hipotensi ortostatik
Perdarahan 15-25%
: renjatan (syok)
Perdarahan 25%-40%
penyakit
paru,
penyakit
jantung,
penyakit
rematik.
Pemeriksaan Penunjang
Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold
standard. Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula
untuk terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur
emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien
masuk dan keadaan hemodinamik stabil. Tidak ada keuntungan yang nyata
bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan
endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan melena dapat
ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.
Ulkus peptikum
Gastritis erosif
Varises esofagus
Ruptur mukosa esofagogastrika
Erosi
Perdarahan di proksimal
Pertahanan mukosa menurun
Kontak darah dengan asam hidroklorida dan bakteri melewati traktus gastrointestina
Konversi
Pembentukan hematin
3. Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien dengan melena meliputi tindakan umum dan tindakan
khusus antara lain (Djumhana, 2011):
Tindakan umum
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC. Terhadap
pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai, pasien dapat
segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi. Untuk
pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:
a
Tindakan Khusus
a
Varises gastroesofageal
1
Otreotid
Somatostatin
Glipressin (Terlipressin)
Terapi endoskopi
a
Skleroterapi
Ligasi
Shunting
Devaskularisasi + splenektomi
Tukak peptik
1
4. Komplikasi
Terapi pembedahan
Terapi medikamentosa
a
PPI
Obat vasoaktif
Terapi endoskopi
a
Terapi bedah
Perdarahan, feses dapat positif akan darah samar atau mungkin hitam dan
seperti ter (melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan hematemesis
(muntah darah), menimbulkan syok dan memerlukan transfusi darah dan
pembedahan darurat.
Perforasi
GASTROPATI OAINS
A. Definisi
Gastropati obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) adalah lesi mukosa gaster
yang berhubungan dengan penggunaan OAINS (Gosal et al., 2012).
B. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis bervariasi dari tanpa gejala, gejala ringan dengan
manifestasi tersering dispepsia, heartburn, abdominal discomfort, dan nausea;
hingga gejala berat seperti tukak peptik, perdarahan, perforasi (Gosal et al., 2012).
C. Faktor Risiko
1. Usia lebih tua dari 60 tahun
2. Beratnya kerusakan
3. Pengobatan lebih dari satu macam OAINS atau penggunaan bersama
dengan kortikosteroid
4. Oains dosis tinggi
5. Riwayat tukak peptik
6. Penggunaan bersama dengan antikoagulan
7. Infeksi helicobacter pylori sebelum terapi
8. Mengidap penyakit sistemik yang berat (Gosal et al., 2012).
D. Patofisiologi
Patofisiologi utama kerusakan gastroduodenal akibat OAINS adalah disrupsi
fisiokimia pertahanan mukosa gaster dan inhibisi sistemik terhadap pelindung
mukosa gaster melalui inhibisi aktivitas COX mukosa gaster. Kerusakan
pertahanan mukosa terjadi akibat efek OAINS secara lokal. Beberapa OAINS
bersifat asam lemah sehingga bila berada dalam lambung yang lumennya bersifat
asam (pH kurang dari 3) akan berbentuk partikel yang tidak terionisasi. Dalam
kondisi tersebut, partikel obat akan mudah berdifusi melalui membran lipid ke
dalam sel epitel mukosa lambung bersama dengan ion H+. Dalam epitel lambung,
suasana menjadi netral sehingga bagian obat yang berdifusi terperangkap dalam
sel epitel dan terjadi penumpukan obat pada epitel mukosa. Akibatnya, epitel
menjadi sembab, pembentukan PG terhambat, dan terjadi proses inflamasi. Selain
faktor risiko dikategorikan sebagai risiko tinggi dan diterapi dengan penghambat
COX-2 selektif disertai PPI atau misoprostol. Penderita yang baru mengalami
ulkus peptik terkomplikasi, misalnya perdarahan, memiliki faktor risiko yang
sangat tinggi dan sebaiknya tidak menggunakan OAINS atau jika harus
menggunakan dapat dipilih penghambat COX-2 selektif disertai PPI atau
misoprostol. Perdarahan gastrointestinal berulang tidak berbeda pada penderita
menggunakan OAINS nonselektif dengan PPI dibanding penghambat COX-2
selektif.
Pada penderita dengan faktor risiko kardiovaskular yang membutuhkan
aspirin dosis rendah dan memiliki risiko rendah toksisitas oleh OAINS dapat
dipertimbangkan penggunaan terapi non-OAINS. Jika tidak ada pilihan, penderita
dapat diberikan pelindung lambung (PPI atau misoprostol) dengan apapun
OAINS yang diberikan. Sebaiknya, pada penderita dipilih OAINS yang kurang
kardiotoksik seperti naproksen. Selain naproksen, ibuprofen dosis kurang dari
1200 mg memiliki toksisitas kardiovaskular rendah. Penderita dengan risiko
kardiovaskular dan risiko tinggi gastrointestinal seharusnya tidak menggunakan
OAINS atau penghambat COX-2.
mekanisme
penghambatan
HCl,
menghambat
pengasaman
fagolisosom dari aktivasi neutrofil, dan melindungi sel epitel serta endotel dari
stres oksidatif melalui induksi haem oxygenase-1 (HO-1). Enzim HO-1 adalah
enzim pelindung jaringan dengan fungsi vasodilatasi, anti inflamasi, dan
antioksidan. Waktu paruh PPIs adalah 18 jam dan dibutuhkan 2-5 hari untuk
menormalkan kembali sekresi asam lambung setelah pemberian obat
dihentikan. Efikasi maksimal didapatkan pada pemberian sebelum makan.
Lansoprazol dan misoprostol dosis penuh secara klinis menunjukkan efek
ekuivalen. Esomeprazole 20 dan 40 mg meredakan gejala gastrointestinal
bagian atas pada penderita yang tetap menggunakan OAINS.
3. Analog Prostaglandin
Misoprostol adalah analog prostaglandin E1 yang digunakan secara
lokal untuk mengganti PG yang dihambat oleh OAINS. Analog PG
meningkatkan sekresi mucus bikarbonat, stimulasi aliran darah mukosa dan
menurunkan pergantian sel mukosa. Namun demikian, misoprostol tidak
mengurangi keluhan dispepsia. Toksisitas paling sering adalah diare (angka
kejadian 10-30%). Toksisitas lainnya dapat berupa kontraksi dan perdarahan
uterus. Dosis terapi standar dengan misoprostol adalah 200 g empat kali
sehari (Gosal et al., 2012).
G. Komplikasi
1. Perdarahan gastrointestinal (hematemesis, melena)
2. Perforasi
3. Striktura
4. Syok hipovolemik
5. Kematian
KESIMPULAN
standard.
Diperlukan penanganan yang baik dan cepat pada setiap kasus melena dan
hematemesis untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti syok hipovolemik,
aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal komahepatikum,
anemia karena perdarahan (Davey, 2006).
DAFTAR PUSTAKA