Vous êtes sur la page 1sur 4

Udara selalu mengandung uap air.

Apabila uap air ini berkumpul menjadi titik-titik air, maka terbentuklah
awan. Jika titik-titik air dalam awan semakin besar dan awan semakin berat, gravitasi akan menarik titik-
titik air tersebut hingga turun sbg hujan. Namun jika titik-titik air tersebut bertemu udara panas, titik-titik
itu akan menguap sebelum jatuh ke tanah dan hilanglah awan itu. Hujan pun tidak jadi turun.

Inilah yang dihindari dalam hujan buatan. Bahan penyemai hujan tidak memberi kesempatan bagi titik-
titik air pada awan untuk menguap kembali. Ada sejenis katalis yang ditambahkan, agar awan lebih cepat
mengumpul. Zat ini disebut bahan semai.

Bahan semai terdiri atas 2 jenis, yakni bahan semai higroskopis yang dapat menarik uap air dari
sekelilingnya, dan bahan semai glasiogenik yang dapat menghasilkan es.

Bahan semai higroskopis akan membentuk tetes-tetes air yang berperan dalam proses pembentukan butir-
butir hujan di dalam awan. Awan semakin cepat matang, volumenya akan menjadi lebih besar, dan hujan
yang dihasilkan akan semakin banyak.

Bahan semai glasiogenik diterbarkan di atmosfer pada ketinggian di atas freezing level, dimana lapisan
ini mengandung banyak uap air lewat dingin (super cooled moisture). Uap air ini dapat membeku secara
alami. Penambahan bahan glasiogenik akan mempercepat pembekuan uap air. Es yang turun ke lapisan
lebih rendah perlahan-lahan mencair dan menambah jumlah air hujan yang turun ke permukaan bumi.

Dalam membuat hujan buatan, banyak faktor yang harus dipenuhi, seperti jumlah awan yg sudah ada,
arah angin biar jatuhnya hujan nggak nyasar, suhu, dll.

Hujan buatan di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan menebar NaCl (garam dapur) atau
kombinasinya dengan senyawa organic (urea), yang kemudian akan berperan sebagai inti kondensasi air.

Sering kali kebutuhan air tidak dapat dipenuhi dari hujan alami. Maka orang menciptakan suatu teknik
untuk menambah curah hujan dengan memberikan perlakuan pada awan. Perlakuan ini dinamakan hujan
buatan (rain-making), atau sering pula dinamakan penyemaian awan (cloud-seeding).

Hujan buatan adalah usaha manusia untuk meningkatkan curah hujan yang turun secara alami dengan
mengubah proses fisika yang terjadi di dalam awan. Proses fisika yang dapat diubah meliputi proses
tumbukan dan penggabungan (collision dan coalescense), proses pembentukan es (ice nucleation). Jadi
jelas bahwa hujan buatan sebenarnya tidak menciptakan sesuatu dari yang tidak ada. Untuk menerapkan
usaha hujan buatan diperlukan tersedianya awan yang mempunyai kandungan air yang cukup, sehingga
dapat terjadi hujan yang sampai ke tanah.

Bahan yang dipakai dalam hujan buatan dinamakan bahan semai.

hujan buatan adalah hujan buatan yang di buat dengan struktur zat asam yang menimbulkan tekanan suhu
yang berbeda. Hujan adalah peristiwa turunnya air dari langit ke bumi. Awalnya air hujan berasal dari air
dari bumi seperti air laut, air sungai, air danau, air waduk, air rumpon, air sawah, air comberan, air susu,
air jamban, air kolam, air ludah, dan lain sebagainya. Selain air yang berbentuk fisik, air yang menguap
ke udara juga bisa berasal dari tubuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, serta benda-benda lain yang
mengandung air.

Air-air tersebut umumnya mengalami proses penguapan atau evaporasi akibat adanya bantuan panas
matahari. Air yang menguap / menjadi uap melayang ke udara dan akhirnya terus bergerak menuju langit
yang tinggi bersama uap-uap air yang lain. Di langit yang tinggi uap tersebut mengalami proses
pemadatan atau kondensasi sehingga membentuk awan. Dengan bantuan angin awan-awan tersebut dapat
bergerak kesana-kemari baik vertikal, horizontal dan diagonal.

Akibat angin atau udara yang bergerak pula awan-awah saling bertemu dan membesar menuju langit /
atmosfir bumi yang suhunya rendah atau dingin dan akhirnya membentuk butiran es dan air. Karena berat
dan tidak mampu ditopang angin akhirnya butiran-butiran air atau es tersebut jatuh ke permukaan bumi
(proses presipitasi). Karena semakin rendah suhu udara semakin tinggi maka es atau salju yang terbentuk
mencair menjadi air, namun jika suhunya sangat rendah maka akan turun tetap sebagai salju.

Hujan tidak hanya turun berbentuk air dan es saja, namun juga bisa berbentuk embun dan kabut. Hujan
yang jatuh ke permukaan bumi jika bertemu dengan udara yang kering, sebagian ujan dapat menguap
kembali ke udara. Bentuk air hujan kecil adalah hampir bulat, sedangkan yang besar lebih ceper seperti
burger, dan yang lebih besar lagi berbentuk payung terjun. Hujan besar memiliki kecepatan jatuhnya air
yang tinggi sehingga terkadang terasa sakit jika mengenai anggota badan kita.

Hujan buatan adalah hujan yang dibuat oleh campur tangan manusia dengan membuat hujan dari bibit-
bibit awan yang memiliki kandungan air yang cukup, memiliki kecepatan angin rendah yaitu sekitar di
bawah 20 knot, serta syarat lainnya. Ujan buatan dibuat dengan menaburkan banyak garam khusus yang
halus dan dicampur bibit / seeding ke awan agar mempercepat terbentuknya awan jenuh. Untuk
menyemai / membentuk hujan deras, biasanya dibutuhkan garam sebanyak 3 ton yang disemai ke awan
potensial selama 30 hari. Hujan buatan saja bisa gagal dibuat atau jatuh di tempat yang salah serta
memakan biaya yang besar dalam pembuatannya.

Juhan buatan umumnya diciptakan dengan tujuan untuk membantu daerah yang sangat kering akibat
sudah lama tidak turun hujan sehingga dapat mengganggu kehidupan di darat mulai dari sawah kering,
gagal panen, sumur kering, sungai / danau kering, tanah retak-retak, kesulitan air bersih, hewan dan
tumbuhan pada mati dan lain sebagainya. Dengan adanya hujan buatan diharapkan mampu menyuplai
kebutuhan air makhluk hidup di bawahnya dan membuat masyarakat hidup bahagia dan sejahtera.

Hujan yang berlebih pada suatu lokasi dapat menimbulkan bencana pada kehidupan di bawahnya. Banjir
dan tanah longsor adalah salah satu akibat dari hujan yang berlebihan. Perubahan iklim di bumi akhir-
akhir ini juga mendukung persebaran hujan yang tidak merata sehingga menimbulkan berbagai masalah
di bumi. Untuk itu kita sudah semestinya membantu menormalkan iklim yang berubah akibat ulah
manusia agar anak cucu kita kelak tidak menderita dan terbunuh akibat kesalahan yang kita lakukan saat
ini.

Selain pakan, yang perlu diperhatikan kualitas air. Bibit belut menyukai pH 5-7. Selama pembesaran,
perubahan air menjadi basa sering terjadi di kolam. Air basa akan tampak merah kecokelatan.
Penyebabnya antara lain tingginya kadar amonia seiring bertumpuknya sisa-sisa pakan dan dekomposisi
hasil metabolisme. Belut yang hidup dalam kondisi itu akan cepat mati. Untuk mengatasinya, pH air perlu
rutin diukur. Jika terjadi perubahan, segera beri penetralisir.

Kehadiran hama seperti burung belibis, bebek, dan berang-berang perlu diwaspadai. Mereka biasanya
spontan masuk jika kondisi kolam dibiarkan tak terawat. Kehadiran mereka sedikit-banyak turut
mendongkrak naiknya pH karena kotoran yang dibuangnya. Hama bisa dihilangkan dengan membuat
kondisi kolam rapi dan pengontrolan rutin sehari sekali. Suhu air pun perlu dijaga agar tetap pada kisaran
26-28oC. Peternak di daerah panas bersuhu 29-32oC, seperti Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi,
perlu hujan buatan untuk mendapatkan suhu yang ideal. Dengan menggunakan shading net dan hujan
buatan untuk bisa mendapat suhu 26oC. Bila terpenuhi pertumbuhan belut dapat maksimal.

Shading net dipasang di atas kolam agar intensitas cahaya matahari yang masuk berkurang. Selanjutnya
tiga saluran selang dipasang di tepi kolam untuk menciptakan hujan buatan. Perlakuan itu dapat
menyeimbangkan suhu kolam sekaligus menambah ketersediaan oksigen terlarut. Ketidakseimbangan
suhu menyebabkan bibit cepat mati.

Jika tidak bisa membuat hujan buatan, dapat diganti dengan menanam eceng gondok di seluruh
permukaan kolam. Dengan cara itu bibit belut tumbuh cepat, hanya dalam tempo 4 bulan sudah siap
panen. 
OLEH:
KELOMPOK
 MUH.IKWANUUR
 AGUS TINUS SP
 MULIADI
 YUSRAN
 FATHUL RAHMAN

Vous aimerez peut-être aussi