Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
anoda katoda
Edi Permadi
edipermadi@gmail.com
President University, Electrical Engineering
2005
tulisan ini tidak akan menjelaskan LED secara detail, hanya untuk menggambarkan karakteristik LED secara
umum dan bagaimana LED difungsikan. Jika ditemukan kesalahan dalam tulisan ini,mohon dikoreksi
Sekilas Tentang LED
LED merupakan singkatan dari Light Emitting Diode. Dari sisi penggolongan, LED merupakan komponen
aktif bipolar semikonduktor, karena itu hanya mampu mengalirkan arus dalam satu arah saja. Untuk
menyalakan LED, cukup dengan mengalirkan arus dari anoda ke katoda (forward biass) dengan beda potensial
minimum berkisar antara 1,5 hingga 2 volt dan arusnya berkisar di 20mA. Perlu diperhatikan juga bahwa LED
juga memiliki tegangan nyala maksimum, jika tegangan tersebut terlewati maka LED akan rusak.
Di Pasaran umumnya LED dikemas berkaki dua (katoda dan anoda) dengan bermacam‐macam warna
nyala. Untuk membedakan kedua kaki tersebut, kaki anoda biasanya dibuat lebih panjang daripada katoda.
Harganya sangat terjangkau, berkisar dari 250 rupiah hingga beberapa ribu rupiah.
LED banyak digunakan untuk indikator dan transmisi sinyal atau bahkan untuk penerangan. LED banyak
digunakan karena hemat daya, tahan lama dan ekonomis, maka wajar jika popularitas LED mengalahkan
tabung nixie maupun lampu pijar.
Antarmuka LED
LED dapat menyala pada arus searah (DC) maupun arus bolak‐balik (AC), yang membedakan adalah
kontinyuitas. Pada arus DC LED menyala secara kontinyu. Sedangkan pada arus AC, LED akan menyala secara
tidak kontinyu (nyala‐padam secara periodik), menyala pada setengah gelombang pertama dan padam pada
setengah gelombang berikutnya, hal ini terjadi secara periodik pada frekwensi senilai denga frekwensi AC yang
diterapkan. Hal ini terjadi karena LED hanya mengalirkan arus satu arah saja, sebagai akibatnya LED hanya akan
menyala pada fasa dimana LED mendapatkan forward biass (hanya setengah gelombang). Mata manusia
terkadang terlalu lambat untuk merespon aktifitas nyala‐padam tersebut, pada frekwensi tertentu (biasanya
85Hz atau lebih) LED akan terlihat tetap menyala meskipun faktanya berkedip‐kedip. Prinsip ini lebih lanjut
digunakan untuk memultipleks LED maupun untuk penghematan daya.
1
Pada umumnya rangkaian digital menggunakan tegangan operasi 5 s.d 12 volt DC. Karena LED memiliki
tegangan maksimum dan tegangan minimum maka arus dan dan tegangan LED harus diatur sedemikian rupa
sehingga berada dalam wilayah yang dapat diterima oleh LED. Tugas ini umumnya dapat diimplementasikan
dengan pemasangan resistor dan LED secara seri. Goalnya adalah bagaimana memilih nilai resistor supaya LED
dapat menyala pada tegangan diatas level minimum dan dibawah level maksimum pada tingkatan kecerahan
yang dapat diterima. Pada aplikasinya nilai resistor tidaklah se‐kritis teorinya, penyimpangan beberapa puluh
ohm masih dapat diterima.
Nilai resistor tersebut dapat dihitung dengan rumus berikut.
VDD − VD
R =
ID
Keterangan :
Sebagai pijakan, aplikasi dengan tegangan operasi 5 volt biasanya menggunakan resistor 330Ω hingga 470Ω.
Pada aplikasinya, LED dapat dikendalikan dengan 2 cara. Yaitu dengan menyambungkan anoda ke catu
positif dan katoda ke keluaran rangkaian, atau dengan menyambungkan katoda ke ground dan anoda ke
keluaran rangkaian.
Pada cara pertama, LED akan menyala jika keluaran rangkaian berlogika 0 (terhubung ke ground).
Sedangkan pada cara kedua LED akan menyala jika keluaran berlogika 1 (terhubung dengan catu positif). Jika
rangkaian keluaran yang disambungkan ke LED berupa keluaran mikrokontroler, port, TTL atau CMOS, maka
cara pertama lebih menguntungkan karena rangkaian keluaran hanya difungsikan untuk menerima arus dan
menyambungkan ke ground. Pada kenyataannya pun, cara ini memang lebih sering digunakan.
Array LED dan Seven Segment
Array LED adalah sejumlah LED yang salah satu kaki dari setiap LED (baik anoda atau katodanya)
terhubung ke suatu titik yang sama secara seragam. Dari sini dapat diketahui dua macam array LED, yaitu array
LED Common Anode (CA) dan Array LED Common Cathode (CC). Seven Segment adalah 8 buah LED yang
2
disusun dalam array yang dibentuk sedemikian rupa hingga membentuk 7 segmen dan 1 titik yang dapat
digunakan untuk menampilkan pola angka dan beberapa huruf.
Berikut ini adalah ilustrasi 8 buah LED yang dikemas sebagai array LED CA maupun array LED CC.
common common
c1 c2 c3 c4 c5 c6 c7 c8 a1 a2 a3 a4 a5 a6 a7 a8
Common Anode (CA) Common Cathode (CC)
Berikut ini adalah tata letak dan penamaan setiap ruas seven segment.
Antarmuka pengendali dengan seven segemen dapat dilakukan secara langsung, atau melalui
driver/generator pola seperti 74LS47 untuk seven segment CA dan 74LS48 untuk seven segment CC.
Penghematan Daya
Jika konsumsi daya merupakan hal yang penting dipertimbangkan, sebaiknya LED dinyakan secara tidak
kontinyu pada frekwensi sekitar 85Hz hingga 100Hz. Cara ini dapat diterapkan dengan memfungsikan keluaran
rangkaian pengendali sebagai generator arus AC, baik itu sinus, persegi, trapesium ataupun segitiga. Tetapi
pada umumya pada rangkaian digital lebih sering menggunakan arus AC dengan bentuk gelombang persegi, hal
ini karena rangkaian digital hanya mempunyai 2 jenis kondisi (logika 0 dan logika 1) dan proses menirukan
gelombang persegi dapat dengan mudah dilakukan, yaitu dengan menukarkan keluaran dari logika 1 ke logika 0
secara periodik pada frekwensi tertentu.
Multipleks LED
Jika aplikasi menggunakan banyak LED dan jumlah pin pengendali (mikrokontroler) terbatas maka salah satu
solusi yang dapat digunakan adalah dengan multipleks LED. Supaya semua LED terlihat tetap menyala, semua
LED dinyalakan secara bertahap satu per satu secara periodik, cara ini juga dikenal sebagai proses scanning.
Yang perlu diperhatikan adalah kecepatan scanning yang digunakan harus cukup tinggi sehingga mata manusia
menangkap seolah‐olah semua LED menyala.
Untuk lebih jelasnya mari amati beberapa contoh‐contoh multipleks berikut:
3
1. Multipleks LED secara seri.
Prinsip cara ini adalah dengan mengubah antarmuka paralel menjadi antarmuka seri secara total
dengan bantuan shift register.
Pada rangkaian aslinya, pengantarmukaan LED memerlukan 8 buah pin pengendali dan dalam
beberapa kasus hal ini sangat menyita jumlah pin pengendali yang terbatas. Setelah dimodifikasi,
antarmuka LED hanya menyita 2 pin pengendali saja dan rangkaian pengendali cukup mengirimkan sinyal
serial ke shift register untuk mengendalikan LED.
Cara ini efektif jika LED dipasang secara berderet (misalnya indikator berbagai fungsi yang dipasang
berderet) dan jumlahnya tidak terlalu banyak. Jika LED yang digunakan melebihi kapasitas shift register,
maka keluaran shift register pertama dapat disambungkan dengan masukan shift register kedua.
Jumlah shift register yang digunakan merupakan pembulatan k atas kelipatan delapan terdekat dari
jumlah LED yang digunakan, misalnya jika aplikasi yang akan dirancang akan menggunakan 20 buah LED
maka diperlukan 3 buah shift register, hal ini karena 24 merupakan kelipatan 8 terdekat dari 20.
Berikut ini adalah ilustrasinya
Keuntungan yang didapatkan adalah, mengurangi konsumsi pin pengendali, mengurangi kerumitan
rangkaian antarmuka dan rangkaian LED dapat dikemas portabel (karena menggunakan lebih sedikit kabel).
Kerugian yang didapatkan adalah penambahan tingkat kerumitan software pengendali (memindahkan
pengendalian paralel menjadi seri) dan penambahan biaya produksi (karena harus membeli shift register).
Jika kegunaan, portabilitas dan kerumuitan software dapat dikompromikan dengan biaya produksi, maka
cara ini dapat diterapkan.
2. Multipleks LED secara seri & paralel
Cara ini disebut semi seri (kombinasi seri paralel) karena data dikirimkan secara paralel dan
pengendalian dilakukan secara seri. Prinsipnya adalah deretan LED sebanyak n buah dikemas menjadi paket
paralel selebar m bit sebanyak r buah.
Jika diketahui harga sebuah shift register 8 bit lebih mahal dari decoder/demultiplekser 3 ke 8,
maka cara ini tepat digunakan untuk mengganti cara dupleks LED sebelumnya. Kekurangan cara ini
dibandingkan cara sebelumnya adalah peningkatan jumlah konsumsi pin bus kendali.
4
Analoginya adalah sebagai berikut ini (n=32, m=8 dan r=4).
n = jumlah LED
m = lebar bus data
r = jumlah pemetaan yang diperlukan
Berikut ini adalah ilustrasinya.
Pengendali
Array LED Array LED Array LED Array LED Array LED Array LED Array LED Array LED
pengendali
Bus Data
3. Multipleks LED secara encoded paralel & paralel
Cara berikut diimplementasikan dengan memodifikasi cara multipleks nomor 3. Modifikasi yang
dilakukan adalah dengan mengganti shift register menjadi dekoder atau demultiplekser. Dikatakan
encoded paralel & paralel karena bus data diencode menjadi n bit yang selanjutnya dipetakan menjadi 2n
bit (dengan menggunakan dekoder/demultiplekser) sementara bus data dikendalikan secara paralel murni
tanpa encode.
Sebagai contoh, pada cara ketiga menggunakan 2 buah shift register 8 bit, maka cara ini
menggunakan dekoder/demultiplekser yang memetakan masukan 4 bit menjadi 16 bit. Namun kerugian
5
yang didapatkan ketika mengganti shift register dengan dekoder/demultiplekser adalah penambahan
konsumsi pin untuk bus kendali. Lagi‐lagi, semua ini harus dikompromikan dengan biaya produksi. Mana
yang lebih menguntungkan, itulah yang dipakai, semuanya memerlukan kaji ulang.
Berikut ini adalah ilustrasinya.
demultiplekser
Dekoder/
Bus kendali
pengendali
4. Multipleks LED dengan matriks
Jika dalam suatu aplikasi diperlukan 64 buah LED, multipleks LED dapat juga diimplementasikan dengan
matriks 8x8 (8 kolom, 8 baris). Setiap pertemuan kolom dan baris digunakan untuk mengaktifkan sebuah
LED.
Berikut Ini adalah contoh konfigurasi matriks 8x8:
LED 1 katoda ke C1 Anoda ke R1 LED 2 katoda ke C1 Anoda ke R2
LED 3 katoda ke C1 Anoda ke R3 LED 4 katoda ke C1 Anoda ke R4
LED 5 katoda ke C1 Anoda ke R5 LED 6 katoda ke C1 Anoda ke R6
LED 7 katoda ke C1 Anoda ke R7 LED 8 katoda ke C1 Anoda ke R8
LED 9 katoda ke C2 Anoda ke R1 LED 10 kadoda keC2 Anoda ke R2
LED 63 katoda ke C8 Anoda ke R7 LED 64 katoda ke C8 Anoda ke R8
6
Ilustrasinya sebagai berikut:
Dalam kasus‐kasus tertentu, multipleks dengan
menggunakan matriks dapat menjadi solusi yang paling hemat,
karena cara ini dapat mengeliminasi penggunaan shift register
ataupun dekoder/demultiplekser, tetapi program untuk
mengendalikan LED menjadi lebih rumit, karena proses scanning
menjadi 2, yaitu scanning vertikal dan scanning horisontal. Sebagai
contoh, Untuk menyalakan LED ke 10, C3 harus berlogika 0 dan dan
R2 berlogika 1.
5. Multipleks dengan cara penggeseran beberapa bit secara serempak
Prinsip cara ini yaitu dengan menggeser beberapa bit secara bersamaan, jadi yang diperlukan
hanyalah bus data dan clock synchronizer. Setiap bit dari sebuah port dimasukkan ke dalam shift register
(SIPO) Serial In Paralel Out yang penggeserannya disinkronkan sebuah clock saja.
Satu sisi cara ini meminimalkan penggunaan bus kendali dari beberapa bit menjadi satu bit saja,
tapi pada sisi lain alat ini menambah biaya produksi, karena memerlukan banyak shift register atau flip‐flop
D. Ilustrasi lebih jelas digambarkan dengan rangkaian berikut ini.
Data
Shift Register
Clock
Data
Shift Register
Clock
Data
Shift Register
Clock
Data
Shift Register
pengendali
Clock
Data
Shift Register
Clock
Data
Shift Register
Clock
Data
Shift Register
Clock
Data
Shift Register
Clock
7
6. Multipleks LED dengan secara komplementer.
Multipleks LED secara komplementer hanya dapat digunakan pada mikrokontroler yang setiap pin
portnya dapat didefinisikan sebagai masukan/keluaran secara independen dan bukan jenis open collector
(OC). Sebagai contoh, multipleks dengan cara komplementer dapat diterapkan pada mikrokontroler seri PIC
yang diproduksi oleh microchip.
Multipleks LED secara komplementer juga memanfaatkan sifat polarisasi LED yang hanya akan
menyala bila arus mengalir dari anoda ke katoda. Pada sisi lain, ketika suatu pin dikonfigurasikan sebagai
masukan maka nilai impedansinya tinggi (beberapa MΩ), sebaliknya jika dikonfigurasikan sebagai keluaran
maka impedansinya akan rendah dan dapat difungsikan untuk menyerap maupun memberikan arus hingga
sekitar 25mA. Dari dua karakter ini dapat diambil simpulan bahwa pin‐pin dalam setiap port mikrokontroler
dapat digunakan sekaligus untuk mengendalikan sejumlah LED secara komplementer, hanya saja pin yang
terhubung dengan LED yang akan diaktifkan harus dikonfigurasikan sebagai keluaran dan pin lain yang
terhbung dengan LED yang dinonaktifkan harus dikonfigurasikan sebagai masukan.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah contoh multipleks LED secara komplementer
Berikut ini adalah table konfigurasi untuk menyalakan setiap LED
[ END OF FILE ]
Sept 20 2007
8