Vous êtes sur la page 1sur 13

Kasus Infeksi Korioamnionitis dan Penatalaksanaannya

Tiffany
102012368
B1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email: christina.tiffany10@yahoo.com
Pendahuluan
Korioamnionitis adalah peradangan ketuban, biasanya berkaitan dengan pecah
ketuban lama dan persalinan lama. Korioamnionitis tersamar (silent), yang
disebabkan oleh beragam mikroorganisme, baru-baru ini muncul sebagai salah satu
penjelasan kasus-kasus pecah ketuban, persalinan premature, atau keduanya.
Korioamnionitis meningkatkan morbiditas janin dan neonatus secara bermakna.
Secara spesifik, sepsis neonatus, distress pernapasan, perdarahan intraventrikel,
kejang, leukomalasia periventrikel dan palsi serebral lebih sering terjadi pada bayi
yang lahir dari ibu dengan korioamnionitis.1
Korioamniontis secara klinis bermanifestasi sebagai demam pada ibu dengan
suhu 38oC atau lebih, biasanya berkaitan dengan pecah ketuban. Demam pada ibu
selama

persalinan

atau

setelah

ketuban

pecah

biasanya

disebabkan

oleh

korioamnionitis kecuali dibuktikan lain. Demam sering disertai oleh takikardia ibu
dan janin, lokia berbau busuk, dan nyeri tekan fundus. Leukositosis material sematamata tidak dapat diandalkan untuk mendiagnosis korioamnionitis.1
Skenario
Wanita 27 tahun, hamil 30 minggu, datang ke UGD dengan keluhan keluar
cairan dari vagina sejak 2 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapati tekanan
darah 120/70 mmHg, denyut nadi 115x/menit, temperatur 38,5oC, pada palpasi
abdomen terdapat nyeri di fundus. Pada pemeriksaan denyut jantung janin didapati
frekuensi 170-175 x/menit.

Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada pasien sendiri. Tetapi jika keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk dilakukan anamnesis, dapat dilakukan allo-anamnesis pada
orang terdekat yang mengetahui dengan pasti riwayat dan keadaan pasien misalnya
suaminya sendiri.
Pada anamnesis perlu ditanyakan:
-

Identitas Pasien
Berupa nama, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal pemeriksaan.

Usia kehamilan juga perlu ditanyakan

Tanyakan keluhan utama pasien


Apa yang pasien rasakan sekarang ini serta deskripsikan secara lengkap keluhan
utama tersebut.

Riwayat penyakit sekarang juga perlu di tanyakan

Riwayat penyakit sebelumnya serta riwayat kehamilan (kesehatan ibu saat


kehamilan, pernah sakit atau tidak, minum obat-obatan, atau tetanus toxoid) juga
perlu ditanyakan. Penting ditanyakan riwayat kebersihan atau penyakit pada
saluran genital bawah.

Riwayat imunisasi atau antenatal care yang telah ibu jalani

Riwayat makanan/asupan gizi

Riwayat penyakit yang pernah diderita

Riwayat penyakit keluarga

Corak reproduksi ibu biasanya ditanyakan: Graviditas (G) adalah jumlah total
kehamilan, termasuk kehamilan intrauterin normal dan abnormal, abortus,
kehamilan ektopik, kehamilan multipel dihitung sebagai satu kali kehamilan.
Paritas (P) adalah kelahiran satu atau lebih bayi dengan berat >500 gram, hidup
atau mati. Jika berat bayi tidak diketahui, gunakan usia kehamilan >24 minggu.
Kehamilan multipel sekali lagi dihitung sebagai satu kali kehamilan. Nullipara
adalah wanita yang belum pernah melahirkan keturunan dengan berat >500 gram
atau kehamilan <24 minggu. Abortus (A) adalah kehamilan yang berakhir pada
usia kehamilan <24 minggu atau berat janin <500 gram.

Riwayat sosial-ekonomi dan kesehatan

Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 115 kali/menit, suhu badan 38,5 oc, pada
palpasi abdomen terdapat nyeri fundus. Pemeriksaan DJJ (Denyut Jantung Janin)
didapati fetal takikardia 170-175 denyut per menit.
Pada pemeriksaan umum, suhu dan nadi cenderung meningkat. Pada
pemeriksaan abdomen, uterus bisa nyeri tekan dan tegang pada palpasi. Takikardia
janin persisten bisa menunjukkan infeksi amnion atau respon janin terhadap demam
ibu. Pada pemeriksaan pelvis, dilakukan pemeriksaan dengan spekulum yang
memperlihatkan

cairan

amnion

berbau

busuk

atau

purulen

pada

kasus

korioamnionitis.2
Pemeriksaan Penunjang
-

Hitung sel darah lengkap dan apusan darah pada korioamnionitis: hitung leukosit
cenderung meningkat; ada peningkatan jumlah sel-sel tak imatur pada hitung
jenis.2

Amniosentesis untuk deteksi infeksi. Adanya bakteri dan leukosit dalam cairan
amnion membantu memastikan diagnosis infeksi intrauteri.2

Pemeriksaan bakteriologi meliputi pewarnaan gram, biakan serviks aerob, dan


biakan darah dan cairan amnion aerob dan anaerob. Biakan juga harus diambil
dari plasenta pada saat kelahiran.2

Infeksi dalam Kehamilan


Infeksi dalam kehamilan adalah masuknya mikroorganisme patogen ke dalam
tubuh wanita hamil, yang kemudian menyebabkan timbulnya tanda atau gejala-gejala
penyakit. Bila virulensi mikroorganisme tergolong rendah, umumnya terjadi reaksi
imunologik, yang direfleksikan dengan terbentuknya antibodi spesifik. Pada infeksi
yang berat, dapat terjadi demam dan gangguan fungsi organ vital. Infeksi dapat terjadi
selama kehamilan, persalinan dan masa nifas. Mikroorganisme penyebab infeksi dapat
berupa bakteri, protozoa, jamur dan virus.3
Penyebab tersering infeksi intrauterin adalah bakteri yang ascending dari
saluran kemih ataupun genital bagian bawah atau vaginitis.3
Infeksi intrauterin adalah penyebab utama persalinan prematur. Gambaran
histologi infeksi intrauterin adalah peradangan membran plasenta (korioamnionitis)
dan peradangan tali pusat janin (funisitis). Mikroorganisme yang paling sering diduga
berperan dalam infeksi intrauterin adalah Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma
hominis, Gardnerella vaginalis, Trichomonas, gonore dan Chlamydia.4
3

Infeksi intrauterin seperti korioamnionitis merupakan infeksi akut pada cairan


ketuban, janin dan selaput korioamnion yang disebabkan oleh bakteri. Sekitar 25%
infeksi intrauterin disebabkan oleh ketuban pecah dini. Makin lama jarak antara
ketuban pecah dengan persalinan, makin tinggi pula risiko morbiditas dan mortalitas
ibu dan janin. Vagina merupakan medium kultur yang sangat baik bagi flora vagina,
perubahan suasana vagina selama kehamilan, menyebabkan turunnya pertahanan
alamiah terhadap infeksi.3
Definisi Korion dan Amnion
Korion adalah salah satu membran yang ada selama kehamilan antara janin
dan ibu. Korion ini dibentuk oleh mesoderm ekstraembrionik dan dua lapisan
trofoblas.

Korion

mengelilingi embrio dan

membran lainnya.

Vili korionik

muncul dari korion, menyelusup ke dalam endometrium, dan memungkinkan transfer


nutrisi dari darah ibu ke darah janin.5
Amnion adalah membran pembentuk kantung ketuban yang mengelilingi dan
melindungi embrio. Peran utamanya adalah melindungi perkembangan embrio.
Amnion berasal dari mesoderm somatik ekstraembrionik pada sisi luarnya dan
ektoderm ekstraembrionik pada sisi dalamnya.5
Korioamnionitis
Korioamnionitis merupakan infeksi yang terjadi pada membran (korion) dan
cairan amnion. Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana
korion, amnion, dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis
merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut
menjadi septikemia atau sepsis. Korioamnionitis dapat terjadi jauh sebelum persalinan
memasuki fase aktif atau malahan sebelum trimester ketiga. Terapi antibiotika bukan
merupakan jaminan bagi keselamatan ibu dan janin.3
Etiologi Korioamnionitis
Penyebab korioamnionitis adalah infeksi bakteri yang terutama berasal dari
traktus urogenitalis ibu. Secara spesifik permulaan infeksi berasal dari vagina, anus,
atau rektum dan menjalar ke uterus. Angka kejadian korioamnionitis 1-2%.5
Korioamnionitis dapat terjadi akibat invasi mikroba ke cairan amnion dimana
bakteri yang mencapai rongga amnion menyebabkan terjadinya infeksi serta inflamasi
di membran plasenta dan umbilical cord.5

Organisme penyebab terjadinya korioamnionitis adalah organisme normal di


vagina, termasuk Eschericia coli, selain itu Streptokokus grup B juga sering berperan
sebagai penyebab infeksi. Chlamydia trachomatis sebagai salah satu bakteri penyebab
cervicitis juga berperan sebagai bakteri penyebab infeksi intrauterin dan berhasil
diisolasi dari cairan amnion. Peran virus sebagai penyebab korioamnionitis sampai
dengan saat ini belum jelas diketahui.5
Infeksi amnion dapat terjadi baik pada membran yang masih utuh maupun
pada membran yang telah ruptur dan lamanya ruptur dari membran secara langsung
berhubungan dengan perkembangan korioamnionitis.
Epidemiologi Korioamnionitis
Secara keseluruhan di Amerika Serikat, komplikasi korioamnionitis mengenai
1-4% dari total seluruh kehamilan setiap tahunnya. Korioamnionitis mengenai 4070% pada kelahiran prematur yang berhubungan ruptur membran prematur atau lahir
spontan dan 1-13% pada kelahiran aterm. 12% dari kasus korioamnionitis, menjadi
indikasi untuk dilakukannya sectio cesarean.5
Beberapa buku obstetri memperlihatkan insidens berkisar 1% dari seluruh
persalinan. Di negara berkembang dimana asuhan prenatal dan nutrisi ibu yang buruk
selama kehamilan mempunyai insidens yang lebih tinggi dalam hal terjadinya
korioamnionitis.5
Faktor risiko terjadinya korioamnionitis adalah kelahiran prematur atau
ketuban pecah lama. Dengan adanya korioamnionitis, morbiditas janin dan neonatus
akan meningkat. Selama persalinan, 1,6% wanita mengalami demam; ini merupakan
prediktor kuat kematian terkait infeksi pada neonatus aterm dan kurang bulan.5
Terdapat hubungan yang kuat antara grup B Streptococcus di traktus genital
bawah yang tidak diobati dengan prevalensi korioamnionitis.5
Berbeda dengan kasus obstetrik lainnya, korioamnionitis pada kehamilan
sebelumnya tidak akan meningkatkan risiko korioamnionitis kehamilan berikutnya.
Preterm premature rupture of membran (PPROM) merupakan faktor risiko yang
paling besar pada korioamnionitis dan sering menyebabkan kelahiran prematur, tapi
terkadang PPROM juga merupakan komplikasi dari subklinikal korioamnionitis.5

Patofisiologi Korioamnionitis
Berbagai organisme dapat menginfeksi membran, tali pusat dan akhirnya
janin. Jalur infeksi meliputi infeksi asendens dari traktus genitalis bagian bawah,
penyebaran hematogen dari darah ibu, penyebaran langsung dari endometrium atau
tuba uterina, dan kontaminasi iatrogenik selama tindakan invasif. Dari semuanya,
infeksi asendens adalah penyebab yang paling umum dan sering disebabkan oleh
ketuban pecah memanjang dan persalinan yang lama.4
Bakteri vagina umumnya terpisah dari saluran reproduksi bagian atas oleh
ostium servikalis internum yang tertutup dan sumbatan mukus intraservikal. Pintu
masuk organisme dapat menyebabkan infeksi awal pada korion dan desidua yang
berdekatan pada daerah di atas ostium internum. Selanjutnya, perkembangan infeksi
menyebabkan

penebalan

penuh

lapisan

membran

sehingga

menyebabkan

korioamnionitis. Kemudian organisme dapat menyebar di sepanjang permukaan


korioamnionik dan menginfeksi cairan ketuban. Selanjutnya dapat terjadi peradangan
pada cakram korionik dan tali pusat yang dikenal dengan istilah funisitis. Infeksi janin
dapat disebabkan oleh jalur hematogen, aspirasi, menelan, atau kontak langsung
dengan cairan amnion yang terinfeksi.4
Infeksi biasanya ditandai oleh kesuraman membran. Mungkin juga terdapat
bau busuk, tergantung pada spesies dan konsentrasi bakterinya. Korioamnionitis yang
samar,

disebabkan

oleh

berbagai

mikroorganisme,

sering

disebut

sebagai

kemungkinan penyebab dari kasus ketuban pecah, persalinan kurang bulan atau
keduanya yang tidak dapat dijelaskan.4
Setelah terjadi invasi mikroorganisme ke dalam cairan ketuban, janin akan
terinfeksi karena janin menelan atau teraspirasi air ketuban, ditandai dengan
terjadinya takikardia pada janin dengan denyut jantung janin > 160 kali per menit.4
Jalur Ascending Infeksi Intrauterin
Mikroorganisme dapat memasuki kantong amnion dan fetus melalui jalur:6
1. Naik dari vagina dan serviks
2. Penyebaran hematogen melalui plasenta (infeksi transplasenta)
3. Retrograde dari rongga peritoneum melalui tuba falopi
4. Accidental pada waktu melakukan prosedur invasif, seperti amniosentesis,
percutaneus fetal blood sampling, chorionic villous sampling, atau shunting.

Penyebab tersering infeksi intrauterin adalah melalui jalur pertama yaitu


bakteri naik dari vagina dan serviks. Korioamnionitis secara histologi didapati lebih
sering dan lebih berat pada daerah dimana terjadi ruptur membran dibandingkan
dengan daerah lainnya, seperti placental chorionic plate atau umbilical cord.
Identifikasi bakteri pada kasus ini mirip dengan bakteri yang terdapat di saluran
genital bagian bawah. Bila terjadi infeksi kantong amnion selalu terlibat.6
Stadium Ascending Infeksi Intrauterin
Infeksi intrauterin secara ascending dibagi atas 4 stadium:6
1. Terjadi perubahan flora normal di vagina/serviks atau adanya organisme patologis
(cth: Neisseria gonorrhoea) di serviks. Beberapa bentuk bacterial vaginosis juga
dapat dijumpai pada manifestasi awal stadium 1.
2. Organisme sudah masuk ke rongga intrauterin dan berada di desidua, terjadi reaksi
inflamasi lokal yang menyebabkan desiduitis.
3. Mikroorganisme selanjutnya masuk ke korion dan amnion. Infeksi selanjutnya
menyebar ke pembuluh darah fetus (koriovaskulitis) atau melalui amnion
(amnionitis) ke dalam ruang amnion, menyebabkan invasi mikroba pada ruang
amnion atau infeksi intra amnion. Ruptur membran bukan menjadi syarat untuk
bisa terjadi infeksi intra amnion oleh karena mikroorganisme mampu melewati
membran yang utuh.
4. Setelah masuk ke kantong amnion, bakteri dapat masuk ke fetus melalui berbagai
jalur.

Gambar 1. Stadium Ascending Infeksi Intrauterin.

Manifestasi Klinis
Korioamnionitis tidak selalu menimbulkan gejala. Bila timbul gejala antara
lain demam, nadi cepat, peningkatan denyut jantung ibu dan janin, berkeringat, uterus
pada perabaan lembek, dan cairan berbau keluar dari vagina. Pada kelompok yang
terinfeksi, mengalami peningkatan insidens sepsis, sindrom distres pernapasan, kejang
awitan dini, perdarahan intraventrikular, dan leukomalasia periventrikular.3
Gejala dan tanda penyerta dari korioamnionitis adalah pecah ketuban >6 jam,
nyeri tekan uterus, nyeri abdomen, meteoristik atau bentuk uterus mengikuti contour
tubuh janin, takikardia pada janin.3
Takikardia pada janin didefinisikan sebagai denyut jantung basal yang
melebihi 160 denyut/menit. Penyebab paling umum dari takikardia janin adalah
demam pada ibu yang disebabkan korioamnionitis, meskipun demam dari sumber lain
juga dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung janin basal. Beberapa infeksi
juga telah diamati dapat menyebabkan takikardia janin sebelum demam pada ibu
didiagnosis secara jelas. Takikardia janin yang disebabkan oleh infeksi ibu biasanya
tidak terkait dengan bahaya pada janin, kecuali jika terdapat perubahan denyut
jantung secara periodik atau sepsis janin.3
Diagnosis Korioamnionitis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Selama periode intrapartum diagnosis korioamnionitis
biasanya berdasarkan gejala klinis, selain itu juga dilakukan kultur cairan amnion dan
sekret urogenital untuk mengetahui kuman penyebab. Pemeriksaan cairan amnion
dilakukan dengan cara amniosentesis.6
Diagnosis korioamnionitis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, gejala-gejala
seperti yang disebutkan sebelumnya, kultur darah, dan cairan amnion. Kesejahteraan
janin dapat diperiksa dengan ultrasound dan kardiotokografi.5
Jika korioamnionitis terdiagnosis, upaya segera untuk pelahiran, sebaiknya per
vagina, dimulai. Demam merupakan satu-satunya indikator terpercaya untuk
diagnosis ini dan suhu 38oC (100,4oF) atau lebih yang menyertai pecah ketuban
menyiratkan infeksi. Leukositosis pada ibu saja tidak dapat diandalkan. Selama
penatalaksanaan ekspektansi, dianjurkan pemantauan terhadap takikardia ibu atau
janin terus-menerus, nyeri tekan pada uterus, dan keluarnya sekret vagina yang berbau
busuk.6

Temuan pada laboratorium biasanya digunakan untuk mendukung gejala klinis,


antara lain:4
-

CBC (Complete Blood Count). Maternal leukositosis biasanya 12.000/mm3 atau


>15.000/mm3 atau ditemukannya left to the shift (> 9%) cukup mendukung
diagnosis

chorioamnionitis.

Leukositosis

hanya

terjadi

pada

70-80%

chorioamnionitis.
-

Tes darah lain. Dapat ditemukan peningkatan parameter laboratorium lain, seperti
C-reactive protein (CRP), lipopolisakarida binding protein (LBP), soluble
intercellular adhesion molecule 1 (sICAM1), interleukin 6.

Tes cairan amnion. Pemeriksaan cairan amnion dilakukan dengan metode


amnionsintesis. Kultur dari cairan amnion merupakan gold standart dari diagnosis
chorioamnionitis. Tetapi metode ini jarang digunakan karena bersifat invasive
terhadap pasien.

Umumnya digunakan ultrasonografi untuk melihat adanya penurunan cairan amnion


dan juga dapat digunakan untuk menentukan usia gestasi.
Diagnosis Banding
1. Infeksi Traktus Urinarius pada Kehamilan
Kehamilan menyebabkan banyak perubahan pada tubuh wanita. Perubahan
hormonal dan mekanik meningkatkan resiko stasisnya saluran kemih dan refluks
vesikoureteral. Perubahan ini (ditambah saluran uretra yang pendek pada wanita serta
kesulitan membersihkan genital eksterna karena dinding abdomen yang membesar)
menyebabkan resiko infeksi traktus urinarius meningkat pada wanita hamil.2
Diagnosis UTI (Urinary Tract Infection) dapat ditegakkan bila ditemukan
minimal 100.000 kuman setiap mililiter urine pada pasien asimtomatis atau lebih dari
100 kuman/mL ditambah pyuria (> 7 WBCs/mL) pada pasien yang bergejala.2
Pada umumnya, wanita hamil juga mengalami penurunan sistem imun tubuh.
Jadi hal ini juga dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius baik yang bergejala
maupun yang tidak pada wanita hamil yang keadaan umumnya cukup baik.2
Gejala infeksi traktus urinarius tergantung bagian traktus mana yang terkena
infeksi. Dysuria merupakan gejala yang paling sering terjadi. Gejala lain dapat terjadi
seperti urgency, frequency, nyeri suprapubik dan hematuria juga bisa terjadi.2
Terapi dapat berupa perubahan pola hidup dan penggunaan antibiotik seperti
ampisilin atau cephalexin.2

2. Sepsis pada Janin


Sepsis pada janin biasanya jarang berdiri sendiri. Sering bersamaan dengan
sepsis juga pada maternal. Bisa merupakan komplikasi dari korioamnionitis.
Penyebaran infeksi dapat terjadi secara hematogen dari maternal melalui plasenta.
Penanganan dilakukan dengan pemberian antibiotik serta menjaga fungsi-fungsi vital
lainnya.2
3. Vaginosis Bakterialis
Vaginosis bakterialis adalah sebuah kondisi ketika flora normal vagina
predominan laktobacillus yang menghasilkan hidrogen peroksida digantikan oleh
bakteri anaerob Gardnella vaginalis, spesies Mobiluncus dan Mycoplasma hominis.10
Gambaran diagnostik klinik yang dideskripsikan antara lain:2
-

pH vagina lebih dari 4,5

Bau amin bila sekresi vagina dicampur dengan kalium hidroksida

Sel epitel vagina terlapis tebal oleh basil clue cell


Vaginosis bakterialis dapat juga didiagnosis dengan pewarnaan gram pada

sekret vagina. Secara tipikal, pewarnaan gram sekret vagina pada wanita dengan
vaginosis bakterialis memperlihatkan sedikit sel darah putih bersama dengan flora
campuran bila dibanding dengan predominasi laktobasilus normal.2
Vaginosis bakterialis telah lama dikaitkan dengan kelahiran preterm spontan,
ketuban pecah dini, infeksi korion dan amnion serta infeksi cairan amnion. Vaginosis
bakterialis dapat mencetuskan kelahiran preterm dengan suatu mekanisme yang
serupa dengan jalur jaringan sitokin yang diusulkan untuk bakteri cairan amnion.
Vaginosis bakterialis yang terdiagnosis sebelum minggu 24 tidak berikatan dengan
pecah ketuban sebelum usia gestasi 37 minggu dengan berat badan lahir rendah.
Karena diagnosisnya yang tidak tepat, sulit untuk tingkatan skor pewarnaan gram
dengan hasil akhir kehamilan yang buruk dan secara spesifik dengan kelahiran
preterm spontan atau pecah ketuban. Peningkatan kelahiran preterm spontan yang
signifikan jika pH vagina lebih dari 5,0 dibanding dengan 4,7 atau kurang dan skor
pewarnaan gram adalah 9 atau 10 dibanding dengan 7 atau 8 atau kurang.2

10

Komplikasi
Korioamnionitis berperan sebagai penyebab penting terjadinya palsi serebral.
Sejumlah penelitian memperlihatkan hubungan yang bermakna antara korioamnionitis
dengan palsi serebral pada bayi prematur. Korioamnionitis dapat menyebabkan fetal
inflammatory response, dan inflamasi ini dapat menyebabkan cedera otak pada
neonatus yang dapat mengakibatkan terjadinya palsi serebral.6
Korioamnionitis dapat menyebabkan bakteremia pada ibu, menyebabkan
kelahiran prematur dan infeksi yang serius pada bayi. Komplikasi lain bisa berupa
endometritis, septikemia, syok septik, gagal ginjal, perdarahan adrenal, emboli paru
septik, koagulasi intravaskular diseminata, serta kematian ibu dan perinatal.6
Aspirasi cairan yang terinfeksi oleh fetus dapat menyebabkan pneumonia
kongenital. Otitis, konjungtivitis, dan omphalitis juga dapat terjadi akibat penyebaran
mikroorganisme dari cairan amnion yang terinfeksi. Penyebaran infeksi dari daerah
yang tersebut di atas juga dapat menyebabkan terjadinya fetal bakteremia dan sepsis.6
Sebagian besar pneumonia neonatorum dini atau sepsis neonatorum berasal
dari intrauterin, terutama pada ibu dengan malnutrisi. Sepsis neonatorum dini
menunjukkan tanda-tanda apnea, malas minum dan apatis.3
Neonatus berberat badan lahir rendah sangat rentan terhadap cedera neurologis
akibat korioamnionitis. Infeksi intra-amnion pada neonatus prematur dikaitkan
dengan peningkatan angka cerebral palsy pada usia 3 tahun.3
Penanganan Korioamnionitis
Tegakkan diagnosis dini korioamnionitis. Hal ini berhubungan dengan
prognosis, segera janin dilahirkan. Perlu dinilai kondisi kehamilan atau persalinan,
bila kehamilan prematur, keadaan ini akan memperburuk prognosis janin. Bila janin
telah meninggal upayakan persalinan per vaginam, tindakan perabdominam (seksio
sesarea) cenderung terjadi sepsis. Lakukan induksi persalinan bila belum in partu atau
akselerasi persalinan bila sudah in partu.4
Pemberian antibiotika sesegera mungkin. Dipilih yang berspektrum luas yaitu
kombinasi ampisilin 3 x 1000 mg, gentamisin 5 mg/kgBB/hari, dan metronidazol 3 x
500 mg. 1
Berikan uterotonika supaya kontraksi uterus baik pasca persalinan. Hal ini
akan mencegah/menghambat invasi mikroorganisme melalui sinus-sinus pembuluh
darah pada dinding uterus. Perlu dilakukan kerjasama dengan dokter anak untuk
penanggulangan janin/neonatus.1
11

Pencegahan
Managemen yang tepat pada PPROM dapat mengurangi 70% risiko
chorioamnionitis. Pemberian antibiotik profilaksis seperti ampisilin atau eritromisin
dapat memberikan manfaat yang cukup baik. Pemberian amoksisilin/clauvulanat
harus dihindari karena dapat menyebabkan peningkatan risiko necrotizing
enterocolitis.4
Prognosis
Prognosis dari korioamnionitis tergantung dari organisme penyebab infeksi,
jalannya infeksi, waktu diagnosis, terapi yang diberikan, dan usia kehamilan pada saat
terkenanya infeksi tersebut.6
Prematuritas dan birth defects adalah kofaktor yang harus dipertimbangkan
juga pada saat menentukan prognosis neonatus yang mengalami chorioamnionitis.4
Efek korioamnionitis mungkin tidak terlihat pada masa neonatus oleh karena
itu perlu follow up lebih lanjut untuk menentukan kelainan yang mungkin akan
muncul. Sebagai tambahan pada kemungkinan defek neurologis jangka panjang,
korioamnionitis juga dapat meningkatkan resiko terjadinya asma pada neonatus
tersebut jika sudah mencapai usia anak-anak.1
Kesimpulan
Korioamnionitis adalah infeksi yang paling umum pada kehamilan, sering
terjadi karena prolonged membran ruptured atau persalinan. Dapat didiagnosis secara
klinis melalui demam pada ibu, secara mikrobiologik melalui analisa cairan amnion;
secara histopatologik melalui pemeriksaan jaringan pasien pada umbilical cord.
Tindakan preventif yang paling penting adalah pemberian profilaksis antibiotik,
terutama pada kasus PPROM.

12

Daftar Pustaka
1. Tita AT, Andrews WW. Diagnosis and management of clinical chorioamnionitis.
Philadelphia: Churchill Livingstone; 2010.h.339-54.
2. Taber B. Kedaruratan obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC; 2007.h.132-4.
3. Prawirohardjo S. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: PT Bina
Pustaka; 2009.h.218-23, 257-8.
4. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Dasar patologis penyakit. Ed 7. Jakarta: EGC;
2009.h.492.
5. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka; 2013.h.677-81.
6. Keeling JW, Khong TY. Fetal and neonatal pathology. Ed 4. London: Springer;
2009.h.90-6.

13

Vous aimerez peut-être aussi