Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Tiffany
102012368
B1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email: christina.tiffany10@yahoo.com
Pendahuluan
Korioamnionitis adalah peradangan ketuban, biasanya berkaitan dengan pecah
ketuban lama dan persalinan lama. Korioamnionitis tersamar (silent), yang
disebabkan oleh beragam mikroorganisme, baru-baru ini muncul sebagai salah satu
penjelasan kasus-kasus pecah ketuban, persalinan premature, atau keduanya.
Korioamnionitis meningkatkan morbiditas janin dan neonatus secara bermakna.
Secara spesifik, sepsis neonatus, distress pernapasan, perdarahan intraventrikel,
kejang, leukomalasia periventrikel dan palsi serebral lebih sering terjadi pada bayi
yang lahir dari ibu dengan korioamnionitis.1
Korioamniontis secara klinis bermanifestasi sebagai demam pada ibu dengan
suhu 38oC atau lebih, biasanya berkaitan dengan pecah ketuban. Demam pada ibu
selama
persalinan
atau
setelah
ketuban
pecah
biasanya
disebabkan
oleh
korioamnionitis kecuali dibuktikan lain. Demam sering disertai oleh takikardia ibu
dan janin, lokia berbau busuk, dan nyeri tekan fundus. Leukositosis material sematamata tidak dapat diandalkan untuk mendiagnosis korioamnionitis.1
Skenario
Wanita 27 tahun, hamil 30 minggu, datang ke UGD dengan keluhan keluar
cairan dari vagina sejak 2 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapati tekanan
darah 120/70 mmHg, denyut nadi 115x/menit, temperatur 38,5oC, pada palpasi
abdomen terdapat nyeri di fundus. Pada pemeriksaan denyut jantung janin didapati
frekuensi 170-175 x/menit.
Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada pasien sendiri. Tetapi jika keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk dilakukan anamnesis, dapat dilakukan allo-anamnesis pada
orang terdekat yang mengetahui dengan pasti riwayat dan keadaan pasien misalnya
suaminya sendiri.
Pada anamnesis perlu ditanyakan:
-
Identitas Pasien
Berupa nama, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal pemeriksaan.
Corak reproduksi ibu biasanya ditanyakan: Graviditas (G) adalah jumlah total
kehamilan, termasuk kehamilan intrauterin normal dan abnormal, abortus,
kehamilan ektopik, kehamilan multipel dihitung sebagai satu kali kehamilan.
Paritas (P) adalah kelahiran satu atau lebih bayi dengan berat >500 gram, hidup
atau mati. Jika berat bayi tidak diketahui, gunakan usia kehamilan >24 minggu.
Kehamilan multipel sekali lagi dihitung sebagai satu kali kehamilan. Nullipara
adalah wanita yang belum pernah melahirkan keturunan dengan berat >500 gram
atau kehamilan <24 minggu. Abortus (A) adalah kehamilan yang berakhir pada
usia kehamilan <24 minggu atau berat janin <500 gram.
Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 115 kali/menit, suhu badan 38,5 oc, pada
palpasi abdomen terdapat nyeri fundus. Pemeriksaan DJJ (Denyut Jantung Janin)
didapati fetal takikardia 170-175 denyut per menit.
Pada pemeriksaan umum, suhu dan nadi cenderung meningkat. Pada
pemeriksaan abdomen, uterus bisa nyeri tekan dan tegang pada palpasi. Takikardia
janin persisten bisa menunjukkan infeksi amnion atau respon janin terhadap demam
ibu. Pada pemeriksaan pelvis, dilakukan pemeriksaan dengan spekulum yang
memperlihatkan
cairan
amnion
berbau
busuk
atau
purulen
pada
kasus
korioamnionitis.2
Pemeriksaan Penunjang
-
Hitung sel darah lengkap dan apusan darah pada korioamnionitis: hitung leukosit
cenderung meningkat; ada peningkatan jumlah sel-sel tak imatur pada hitung
jenis.2
Amniosentesis untuk deteksi infeksi. Adanya bakteri dan leukosit dalam cairan
amnion membantu memastikan diagnosis infeksi intrauteri.2
Korion
membran lainnya.
Vili korionik
Patofisiologi Korioamnionitis
Berbagai organisme dapat menginfeksi membran, tali pusat dan akhirnya
janin. Jalur infeksi meliputi infeksi asendens dari traktus genitalis bagian bawah,
penyebaran hematogen dari darah ibu, penyebaran langsung dari endometrium atau
tuba uterina, dan kontaminasi iatrogenik selama tindakan invasif. Dari semuanya,
infeksi asendens adalah penyebab yang paling umum dan sering disebabkan oleh
ketuban pecah memanjang dan persalinan yang lama.4
Bakteri vagina umumnya terpisah dari saluran reproduksi bagian atas oleh
ostium servikalis internum yang tertutup dan sumbatan mukus intraservikal. Pintu
masuk organisme dapat menyebabkan infeksi awal pada korion dan desidua yang
berdekatan pada daerah di atas ostium internum. Selanjutnya, perkembangan infeksi
menyebabkan
penebalan
penuh
lapisan
membran
sehingga
menyebabkan
disebabkan
oleh
berbagai
mikroorganisme,
sering
disebut
sebagai
kemungkinan penyebab dari kasus ketuban pecah, persalinan kurang bulan atau
keduanya yang tidak dapat dijelaskan.4
Setelah terjadi invasi mikroorganisme ke dalam cairan ketuban, janin akan
terinfeksi karena janin menelan atau teraspirasi air ketuban, ditandai dengan
terjadinya takikardia pada janin dengan denyut jantung janin > 160 kali per menit.4
Jalur Ascending Infeksi Intrauterin
Mikroorganisme dapat memasuki kantong amnion dan fetus melalui jalur:6
1. Naik dari vagina dan serviks
2. Penyebaran hematogen melalui plasenta (infeksi transplasenta)
3. Retrograde dari rongga peritoneum melalui tuba falopi
4. Accidental pada waktu melakukan prosedur invasif, seperti amniosentesis,
percutaneus fetal blood sampling, chorionic villous sampling, atau shunting.
Manifestasi Klinis
Korioamnionitis tidak selalu menimbulkan gejala. Bila timbul gejala antara
lain demam, nadi cepat, peningkatan denyut jantung ibu dan janin, berkeringat, uterus
pada perabaan lembek, dan cairan berbau keluar dari vagina. Pada kelompok yang
terinfeksi, mengalami peningkatan insidens sepsis, sindrom distres pernapasan, kejang
awitan dini, perdarahan intraventrikular, dan leukomalasia periventrikular.3
Gejala dan tanda penyerta dari korioamnionitis adalah pecah ketuban >6 jam,
nyeri tekan uterus, nyeri abdomen, meteoristik atau bentuk uterus mengikuti contour
tubuh janin, takikardia pada janin.3
Takikardia pada janin didefinisikan sebagai denyut jantung basal yang
melebihi 160 denyut/menit. Penyebab paling umum dari takikardia janin adalah
demam pada ibu yang disebabkan korioamnionitis, meskipun demam dari sumber lain
juga dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung janin basal. Beberapa infeksi
juga telah diamati dapat menyebabkan takikardia janin sebelum demam pada ibu
didiagnosis secara jelas. Takikardia janin yang disebabkan oleh infeksi ibu biasanya
tidak terkait dengan bahaya pada janin, kecuali jika terdapat perubahan denyut
jantung secara periodik atau sepsis janin.3
Diagnosis Korioamnionitis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Selama periode intrapartum diagnosis korioamnionitis
biasanya berdasarkan gejala klinis, selain itu juga dilakukan kultur cairan amnion dan
sekret urogenital untuk mengetahui kuman penyebab. Pemeriksaan cairan amnion
dilakukan dengan cara amniosentesis.6
Diagnosis korioamnionitis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, gejala-gejala
seperti yang disebutkan sebelumnya, kultur darah, dan cairan amnion. Kesejahteraan
janin dapat diperiksa dengan ultrasound dan kardiotokografi.5
Jika korioamnionitis terdiagnosis, upaya segera untuk pelahiran, sebaiknya per
vagina, dimulai. Demam merupakan satu-satunya indikator terpercaya untuk
diagnosis ini dan suhu 38oC (100,4oF) atau lebih yang menyertai pecah ketuban
menyiratkan infeksi. Leukositosis pada ibu saja tidak dapat diandalkan. Selama
penatalaksanaan ekspektansi, dianjurkan pemantauan terhadap takikardia ibu atau
janin terus-menerus, nyeri tekan pada uterus, dan keluarnya sekret vagina yang berbau
busuk.6
chorioamnionitis.
Leukositosis
hanya
terjadi
pada
70-80%
chorioamnionitis.
-
Tes darah lain. Dapat ditemukan peningkatan parameter laboratorium lain, seperti
C-reactive protein (CRP), lipopolisakarida binding protein (LBP), soluble
intercellular adhesion molecule 1 (sICAM1), interleukin 6.
sekret vagina. Secara tipikal, pewarnaan gram sekret vagina pada wanita dengan
vaginosis bakterialis memperlihatkan sedikit sel darah putih bersama dengan flora
campuran bila dibanding dengan predominasi laktobasilus normal.2
Vaginosis bakterialis telah lama dikaitkan dengan kelahiran preterm spontan,
ketuban pecah dini, infeksi korion dan amnion serta infeksi cairan amnion. Vaginosis
bakterialis dapat mencetuskan kelahiran preterm dengan suatu mekanisme yang
serupa dengan jalur jaringan sitokin yang diusulkan untuk bakteri cairan amnion.
Vaginosis bakterialis yang terdiagnosis sebelum minggu 24 tidak berikatan dengan
pecah ketuban sebelum usia gestasi 37 minggu dengan berat badan lahir rendah.
Karena diagnosisnya yang tidak tepat, sulit untuk tingkatan skor pewarnaan gram
dengan hasil akhir kehamilan yang buruk dan secara spesifik dengan kelahiran
preterm spontan atau pecah ketuban. Peningkatan kelahiran preterm spontan yang
signifikan jika pH vagina lebih dari 5,0 dibanding dengan 4,7 atau kurang dan skor
pewarnaan gram adalah 9 atau 10 dibanding dengan 7 atau 8 atau kurang.2
10
Komplikasi
Korioamnionitis berperan sebagai penyebab penting terjadinya palsi serebral.
Sejumlah penelitian memperlihatkan hubungan yang bermakna antara korioamnionitis
dengan palsi serebral pada bayi prematur. Korioamnionitis dapat menyebabkan fetal
inflammatory response, dan inflamasi ini dapat menyebabkan cedera otak pada
neonatus yang dapat mengakibatkan terjadinya palsi serebral.6
Korioamnionitis dapat menyebabkan bakteremia pada ibu, menyebabkan
kelahiran prematur dan infeksi yang serius pada bayi. Komplikasi lain bisa berupa
endometritis, septikemia, syok septik, gagal ginjal, perdarahan adrenal, emboli paru
septik, koagulasi intravaskular diseminata, serta kematian ibu dan perinatal.6
Aspirasi cairan yang terinfeksi oleh fetus dapat menyebabkan pneumonia
kongenital. Otitis, konjungtivitis, dan omphalitis juga dapat terjadi akibat penyebaran
mikroorganisme dari cairan amnion yang terinfeksi. Penyebaran infeksi dari daerah
yang tersebut di atas juga dapat menyebabkan terjadinya fetal bakteremia dan sepsis.6
Sebagian besar pneumonia neonatorum dini atau sepsis neonatorum berasal
dari intrauterin, terutama pada ibu dengan malnutrisi. Sepsis neonatorum dini
menunjukkan tanda-tanda apnea, malas minum dan apatis.3
Neonatus berberat badan lahir rendah sangat rentan terhadap cedera neurologis
akibat korioamnionitis. Infeksi intra-amnion pada neonatus prematur dikaitkan
dengan peningkatan angka cerebral palsy pada usia 3 tahun.3
Penanganan Korioamnionitis
Tegakkan diagnosis dini korioamnionitis. Hal ini berhubungan dengan
prognosis, segera janin dilahirkan. Perlu dinilai kondisi kehamilan atau persalinan,
bila kehamilan prematur, keadaan ini akan memperburuk prognosis janin. Bila janin
telah meninggal upayakan persalinan per vaginam, tindakan perabdominam (seksio
sesarea) cenderung terjadi sepsis. Lakukan induksi persalinan bila belum in partu atau
akselerasi persalinan bila sudah in partu.4
Pemberian antibiotika sesegera mungkin. Dipilih yang berspektrum luas yaitu
kombinasi ampisilin 3 x 1000 mg, gentamisin 5 mg/kgBB/hari, dan metronidazol 3 x
500 mg. 1
Berikan uterotonika supaya kontraksi uterus baik pasca persalinan. Hal ini
akan mencegah/menghambat invasi mikroorganisme melalui sinus-sinus pembuluh
darah pada dinding uterus. Perlu dilakukan kerjasama dengan dokter anak untuk
penanggulangan janin/neonatus.1
11
Pencegahan
Managemen yang tepat pada PPROM dapat mengurangi 70% risiko
chorioamnionitis. Pemberian antibiotik profilaksis seperti ampisilin atau eritromisin
dapat memberikan manfaat yang cukup baik. Pemberian amoksisilin/clauvulanat
harus dihindari karena dapat menyebabkan peningkatan risiko necrotizing
enterocolitis.4
Prognosis
Prognosis dari korioamnionitis tergantung dari organisme penyebab infeksi,
jalannya infeksi, waktu diagnosis, terapi yang diberikan, dan usia kehamilan pada saat
terkenanya infeksi tersebut.6
Prematuritas dan birth defects adalah kofaktor yang harus dipertimbangkan
juga pada saat menentukan prognosis neonatus yang mengalami chorioamnionitis.4
Efek korioamnionitis mungkin tidak terlihat pada masa neonatus oleh karena
itu perlu follow up lebih lanjut untuk menentukan kelainan yang mungkin akan
muncul. Sebagai tambahan pada kemungkinan defek neurologis jangka panjang,
korioamnionitis juga dapat meningkatkan resiko terjadinya asma pada neonatus
tersebut jika sudah mencapai usia anak-anak.1
Kesimpulan
Korioamnionitis adalah infeksi yang paling umum pada kehamilan, sering
terjadi karena prolonged membran ruptured atau persalinan. Dapat didiagnosis secara
klinis melalui demam pada ibu, secara mikrobiologik melalui analisa cairan amnion;
secara histopatologik melalui pemeriksaan jaringan pasien pada umbilical cord.
Tindakan preventif yang paling penting adalah pemberian profilaksis antibiotik,
terutama pada kasus PPROM.
12
Daftar Pustaka
1. Tita AT, Andrews WW. Diagnosis and management of clinical chorioamnionitis.
Philadelphia: Churchill Livingstone; 2010.h.339-54.
2. Taber B. Kedaruratan obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC; 2007.h.132-4.
3. Prawirohardjo S. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: PT Bina
Pustaka; 2009.h.218-23, 257-8.
4. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Dasar patologis penyakit. Ed 7. Jakarta: EGC;
2009.h.492.
5. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka; 2013.h.677-81.
6. Keeling JW, Khong TY. Fetal and neonatal pathology. Ed 4. London: Springer;
2009.h.90-6.
13