Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun oleh:
Rheza Giovanni (1510029012)
Pembimbing:
dr. Sherly Yuniarchan, Sp. A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena hanya
berkat limpahan berkat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan
refleksi kasus dengan judul Atrial Septal Defect & Gagal jantung kongestif.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak
membantu penulis dalam pelaksanaan hingga terselesaikannya tutorial kasus ini,
diantaranya:
1.
2.
dr. Sukartini, Sp. A selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter
dr. Sherly Yuniarchan, Sp.A, selaku dosen Pembimbing Klinik yang dengan
sabar memberikan arahan, motivasi, saran dan solusi yang sangat berharga dalam
penyusunan laporan kasus ini dan juga yang selalu bersedia meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, saran, dan solusi selama penulis menjalani
co.assisten di lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak.
6.
Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan
kepada kami.
7.
Tutorial
Menyetujui,
RESUME KASUS
Pasien masuk RS pada tanggal 11 Desember 2015 dari IGD RSUD A.W.
Sjahranie Samarinda. Anak dirawat di ruang melati pada tanggal yang sama. Anak
masuk dengan keluhan demam 5 hari disertai BAB cair sejak 5 hari yang lalu.
Pasien masuk dengan diagnosis GEA dehidrasi ringan sedang disertai TB paru
dalam terapi. Setelah dirawat 3 hari dengan GEA, pasien dilakukuan pemeriksaan
foto thoraks dan dirujuk ke divisi kardiologi.
A. RESUME RUANGAN
Identitas pasien
- Nama
- Jenis kelamin
: Laki-laki
- Umur
: 1 tahun
- Alamat
- Anak ke
: 2 dari 2 bersaudara
- MRS
- Umur
: 32 tahun
- Alamat
- Pekerjaan
: Pegawai Swasta
- Agama
: Islam
- Suku
: Jawa
- Nama Ibu
: Ny. Ponisri
- Umur
: 32 tahun
- Alamat
- Pekerjaan
- Agama
: Islam
- Suku
: Jawa
Keluhan Utama :
demam (+) mencret (+) 5x
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang bersama orang tuanya dengan keluhan demam serta BAB cair
sekitar 5x yang telah terjadi sejak 5 hari yang lalu. Volume feses tiap BAB sekitar
glas aqua, warna kuning, tidak berlendir dan berdarah. Pasien mengalami
muntah setiap habis minum susu. Pasien sedang menjalani pengobatan TB dan
control di poli anak. Karena keluhan tsb pasien dibawa ke IGD RS AWS
Samarinda. Pasien masuk dengan diagnosis GEA dehidrasi ringan sedang disertai
TB paru dalam terapi. Pasien dirawat selama 7 hari dengan GEA. Selama
perawatan pasien mengalami batuk sesak dan demam, pasien di rawat bersama
dengan divisi respirologi. Pasien kemudian dialih rawat respirologi dengan
diagnosis Bronkopneumoni setelah pengobatan GEA selesai. Dirawat 3 hari
dibagian respirologi. Selama pasien dirawat di bagian respirologi dilakukan
pemmeriksaan foto thoraks dan didapatkan CTR 64%. Kemudian pasien dialih
rawat kembali ke kardiologi dengan diagnosis Atrial septal defect dan decomp
kordis.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah dirawat di RS Aisyah Samarinda pada usia 5 bulan dengan keluhan
batuk, pilek, dan sesak. Pasien kemudian dirujuk ke RS AWS untuk dilakukan
Echo. Setelah dilakukan echocardiography oleh sp. JP pasien didiagnosis ASD
dan diberi captopril. Kemudian pada usia 7 bulan pasien masuk lagi ke RS AWS
dengan keluhan yang sama, dirawat selama 4 hari, diberi furosemide dan
ambroksol kemudian pasien dipulangkan. Pasien diminta control di poli BTKV
dan direncanakan echo ulang. Setelah diecho ulang oleh sp. JP pasien hasilnya
dinyatakan normal dan diminta rawat jalan. Pada usia 9 bulan kembali dirawat di
RS tentara Samarinda dengan keluhan mencret, muntah dan sesak. Pasien
kemudian dirujuk ke RS AWS akibat sesak yang tidak hilang. Di RS AWS masuk
didiagnosis dengan TBC. Setelah dirawat pasien diperbolehkan pulang dengan
Kondisi
Jenis
Usia
Sehat/ti
Umur
Sebab
l ke
saat
persalina
(tahun)
dak
meninggal
meninggal
lahir
Aterm
n
Spontan
25 Juli
Sehat
SC
2008
16
sehat
Aterm
Desember
2015
Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :
Berat badan lahir
: 2500 gram
: 49 cm
: 6700 gram
: 65 cm
Gigi keluar
: 7 bulan
Tersenyum
: 3 bulan
Miring
: 3 bulan
Tengkurap
: 5 bulan
Duduk
: 11 bulan
Merangkak
: -
Berdiri
: -
Berjalan
: -
: -
ASI
Susu sapi
Bubur susu
: -
Tim saring
: -
Buah
: -
: -
Pemeliharaan Prenatal
Periksa di
: Klinik Bidan
Penyakit Kehamilan
: -
Riwayat Kelahiran :
Lahir di
: Rumah Sakit
: Sp. OG
: 9 bulan
Jenis partus
: Sectio Cesar
Lain lain
Pemeliharaan postnatal :
Periksa di
: Puskesmas
Keadaan anak
: Sehat
Keluarga berencana
: Tidak
IMUNISASI
Imunisasi
BCG
Polio
Campak
DPT
Hepatitis B
I
+
+
+
+
II
////////
+
+
+
Booster II
///////
///////
-
PEMERIKSAAN FISIK
Kesan umum
: Komposmentis
Kesadaran
: E4 V5 M6
Tanda Vital
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
: 46 x/menit
Temperatur
Antropometri
Berat badan
: 6,6 kg
Panjang Badan
: 65 cm
Status Gizi
: BB/U
: < - 3 SD
TB/U
: < - 3 SD
Kepala
Rambut
: Hitam
Mata
Mulut
Leher
Pembesaran Kelenjar : Pembesaran KGB submandibular (-/-),
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
10
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Ekstremitas
: Akral hangat (+), oedem (-), capillary refill test < 2 detik,
sianosis (-), pembesaran KGB aksiler (-/-), pembesaran
KGB inguinal (-/-)
Lain lain
Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan darah lengkap (tanggal 11 Desember 2015)
Pemeriksaan
Pemeriksaan
Nilai normal
(11/12/15)
Leukosit : 11500
Hb : 10,8
HCT : 32,8 %
MCV : 74,8
MCH : 24,7
MCHC : 33,0
Platelet : 195.000
(18/12/15)
Leukosit: 7440
Hb: 11,1
HCT: 33,3 %
MCV: 80,0
MCH: 26,7
MCHC: 33,3
Platelet: 286.000
4.000-10.000 /uL
11,0-16,0 gr/dl
37,0 54,0 %
80-100
27-34
32-36
150.000-450.000
Procalcitonin: 0,11
< 0,05
Hasil
104
Nilai normal
50 150
127
3,2
101
135-155
3,6-5,5
95-108
Tanggal 12
Tanggal 14
Nilai normal
11
Natrium
Kalium
Klorida
126
4,8
100
131
4,3
101
135-155
3,6-5,5
95-108
Hasil
1,004
Kuning
Jernih
7,0
0-1
0-1
Nilai normal
1,003 1,30
Jernih
4,8 7,8
10/lpb
0-1/lpb
Porsi
Porsi
(17/12/2015)
(20/12/2015)
Kuning
Lembek
+
Kuning
Lembek
+
0-1
1-3
0-1
0-2
Bronchopneumonia + ASD dd PFO + Decomp
Cordis + TB paru + Post GEA
Penatalaksanaan:
-
12
Pemeriksaan Radiologis:
Tgl. 15 september 2015
13
Hasil Interpretasi:
-
Hasil Interpretasi:
14
Large cordis
Pneumonal knop prominent
Bronchopneumoni parenchymal
Pulmo effusion basis right hemithoraks
CTR 64 %
Pemeriksaan Echocardiography:
Tgl. 16/12/2015
Hasil pemeriksaan:
-
Hari ke-12
23-12-2015
Melati
- Ambroxol 3 x 3 mg PO
- KDT lanjut 1 x 1 tab
S: Batuk (+), pilek (-), sesak (-) A: Bronchopneumonia + ASD
demam (-), BAK dbn
dd PFO + Decomp Cordis +
O: T:37,0 oC Nadi 118x/i kuat
16
(+|+)
subcosta,
(-)
S: Batuk (+), pilek (-), sesak (-) A: Bronchopneumonia + ASD
demam (-), BAK dbn
dd PFO + Decomp Cordis +
O: T:37,7 oC Nadi 123x/i kuat
angkat RR 50 x/i, Ane (-/-),
TB paru + Post GEA
ikt(-/-, Rh (+/+) berkurang,
P: - Tx lanjut
Wh (-/-), retraksi (+|+)
subcosta,
BU(+)N,
hepatomegali
(-),
splenomegali
(-),
akral
hangat (-)
17
TINJAUAN PUSTAKA
I.
2.1
terdapat lubang menetap pada septum atrium akibat kegagalan penyatuan baik
septum sekundum atau septum primum dengan bantalan endocardium. Hal ini
menyebabkan aliran darah dari vena pulmonalis yang mengalir masuk ke atrium
kiri mengalir kembali ke atrium kanan. (1,2)
Pada awal perkembangan janin, jantung mulai terbentuk sebagai tabung
tunggal yang berdiferensiasi secara bertahap menjadi empat ruang. Kelainan dapat
timbul pada berbagai tahap sepanjang proses tersebut, mengakibatkan kelainan
pada dinding otot yang biasanya memisahkan kedua atrium. Sekitar 80% dari
ASD akan menutup pada 18 bulan pertama kehidupan, jika ASD belum menutup
sampai usia 3 tahun, maka ASD akan menetap dan perlu diterapi. Defek ini
mungkin tidak terdeteksi pada masa kanak-kanak, tetapi bila defek ukup besar
biasanya menjadi jelas pada umur 30 tahun. ASD yang kecil mungkin tidak
terdeteksi sampai usia pertengahan atau setelahnya, dan biasanya terdeteksi
karena adanya pembesaran jantung dan suara jantung yang spesifik (suara jantung
kedua terpisah secara menetap). Anak-anak dengan ASD yang bergejala bisa
mempunyai gejala seperti mudah lelah, pernapasan cepat disertai dengan sesak
napas, dan pertumbuhan yang lambat.(3)
2.2 Epidemiologi (2,4)
Defek septum atrium (ASD) meliputi 10% dari semua penyakit jantung
bawaaan dan sebanyak 20-40% penyakit jantung bawaan yang tampak di masa
dewasa.
Terdapat tiga jenis utama dari ASD meliputi:
Ostium secundum: jenis yang paling sering dari ASD meliputi
75 % dari semua kasus ASD, mewakili sekitar 7% dari semua
kelainan defek jantung bawaan dan 30-40% dari semua
penyakit jantung bawaaan pada pasien yang berumur lebih dari
40 tahun.
18
cava inferior
19
Jantung dibagi oleh septa vertical dalam 4 ruang, atrium kanan dan kiri
serta ventrikel kanan dan kiri. Atrium kanan tereak anterior terhadap atrium kiri
dan ventrikel kanan terletak anterior terhadap ventrikel kiri.
Pada atrium kanan bermuara:
- Vena cava superior, bermuara di bagian atas atrium, tidak
mempunyai katup.
-
20
21
SIRKULASI JANIN
Perbedaan utama antara sirkulasi janin dan sirkulasi lahir adalah
penyesuaian terhadap kenyataan bahwa janin tidak bernafas sehnga paru tidak
berfungsi. Janin memperoleh O2 dan mengeluarkan CO2 melalui pertukaran
dengan darah ibu menembus plasenta. Karena darah tidak perlu mengalir ke
paru-paru untuk menyerap O2 dan mengeluarkan CO2, pada sirkulasi janin
terdapat 2 jalan pintas, yaitu foramen ovale (suatu libang di septum antara
atrium kanan dan kiri) dan duktus arteriosus (suatu pembuluh yang
menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta ketika keduanya keluar dari
jantung).
Darah beroksigen tinggi dibawa dari plasenta melalui vena
umbilicalis dan diteruskan ke dalam vena cava inferior. Dengan demikian,
ketika dikembalikan ke atrium kanan dari sirkulasi sitemik, darah adalah
campuran dari darah beroksigenasi tinggi dari vena umbilucalis dan darah
vena yang beroksigenasi rendah yang kembali dari jaringan janin. Selama
masa janin karena tingginya resistensi diakibatkan oleh paru yang kolaps,
tekanan di separuh kanan jantung dan sirkulasi paru lebih tinggi daripada di
separuh kiri jantung dan sirkulasi sistemik. Situasi ini terbalik dibandingkan
dengan setelah lahir. Karena perbedaan tekanan antara atrium kanan dan kiri,
sebagian darah campuran yang beroksigenasi cukup yang kembali ke atrium
kanan segera disalurkan ke atrium kiri melalui forame ovale. Darah ini
kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri dan dipompa keluar ke sirkulasi
sistemik. Selain memperdarahni jaringan, sirkulasi sistemik janin juga
mengalirkan darah melalui arteri umbilicalis agar trejadi pertukaran dengan
darah ibu melalui placenta. Sisa darah di atrium kanan yang tidak segera
dialihkan ke atrium kiri mengalir ke ventrikel kanan, yang memompa darah ke
arteri pulmonalis. Karena tekanan di arteri pulmonalis lebih tinggi daripada
tekanan di aorta, darah dialirkan melalui duktus arteriosus mengikut gradient
tekanan. Dengan demikian, sebagian besar darah yang dipompa ke luar dari
ventrikel kanan yang ditujukan ke sirkulais paru segera dialihkan ke dalam
22
aorta dan disalurkan ke sirkulasi sistemik, yang mengabaikan paru yang non
fungsional.(6)
23
24
dengan
vena
cava
superior.
Biasanya
25
tidak banyak berperan dalam menentukan besaran arah pirau. Darah mengalir
kembali dari atrium kiri ke atrium kanan karena tekann atrium kiri biasanya
sedikit lebih tinggi dari tekanan atrium kanan. Perbedaan ini memaksa sejumlah
besar darah melalui defek pada septum yang menyebabkan volume berlebih pada
jantung kanan, yang melibatkan atrium knan, ventrikel kanan, dan arteri paru
Akibatnya, atrium kanan membesar dan ventrikel kanan berdilatasi sebagai usaha
untuk menampung volume darah yang meningkat. Jika terjadi hipertensi arteri
pulmonalis, maka akan terjadi peningkatan resistensi vaskuler paru dan kemudian
diikuti hipertrofi vetrikel kanan.(11,12)
2.7 Diagnosis
A. Gambaran Klinis
Pada ASD gambaran klinisnya agak berbeda karena defek berada di
septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan
aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan peningkatan beban volume
pada jantung kanan. Defek septum atrium sering tidak terdeteksi pada anak-anak
walaupun pirau cukup besar karena asimtomatik, dan tidak memberi gambaran
diagnostis fisis yang khas. Keluhan baru timbul saat usia dewasa. Lebih sering
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin foto thorax atau
ekokardiografi. (11,13)
Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik
dan gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang
berlebihan. (13)
Sesak napas dan rasa capek paling sering merupakan keluhan awal,
demikian pula infeksi napas yang berulang. Pasien dapat sesak pada saat
beraktivitas, dan berdebar-debar akibat takiaritmia atrium.(11)
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan pulsasi ventrikel kanan pada
daerah sternal kanan, auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang
terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti variasi pernapasan (wide fixed
splitting) walaupun tidak selalu ada, serta bising sistolik tipe ejeksi pada daerah
pulmonal pada garis sternal kiri. Bila aliran piraunya besar mungkin akan
terdengar bising diastolik di parasternal iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup
tricuspid, dapat menyebar ke apeks. Bunyi jantung kedua mengeras di daerah
pulmonal, oleh karena kenaikan tekanan pulmonal, dan pelu diingat bahwa bisingbising yang terjadi pada ASD merupakan bising fungsional akibat adanya beban
26
volume yang besar pada jantung kanan. Sianosis jarang ditemukan, kecuali bila
defek besar atau common atrium, defek sinus koronarius, kelainan vascular paru,
stenosis pulmonal, atau bila disertai anomali Ebstein. Juga dapat ditemukan
Clubbing of nails(11,13,14)
Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia 30-40 tahun
sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler
paru.(13)
B. Gambaran Radiologis
1. Foto Thorax
Gambaran dari kelainan ASD tergantung pada besarnya defek dan
komplikasi yang mungkin timbul pada pembuluh darah paru. (19)
Dalam keadaan sebelum timbulnya hipertensi pulmonal, pada foto
thoraks posisi posteroanterior (PA) tampak jantung membesar ke kiri dengan
apeks di atas diafragma. Hilus melebar, arteri pulmonalis dan cabang-cabang
dalam paru melebar. Pembuluh darah di bagian perifer masih nampak jelas.
Vena pulmonalis tampak melebar di daerah suprahilar dan sekitar hilus,
sehingga corakan pembuluh darah paru bertambah. Konus (segmen) pulmonal
nampak menonjol. Arkus aorta nampak menjadi kecil. (11,15)
Pada foto lateral, daerah retrosternal terisi akibat pembesaran ventrikel
kanan, dilatasi atrium kanan, segmen pulmonal menonjol, serta corakan
vaskuler paru prominen.(11)
Dalam keadaan hipertensi pulmonal, pada foto thoraks posisi
posteroanterior (PA) tampak jantung yang membesar ke kiri dan juga ke
kanan. Hilus sangat melebar di bagian sentral dan menguncup menjadi kecil
ke arah tepi. Segmen arteri pulmonalis menjadi menonjol sekali. Aorta
nampak kecil. Vena-vena sukar dilihat. Paru-paru di bagian tepi menjadi lebih
radiolusen karena pembuluh darah berkurang. Bentuk thoraks emfisematus
(bentuk tong, barrel chest). Sedangkan pada foto thoraks posisi lateral tampak
pembesaran dari ventrikel kanan yang menempel jauh ke atas sternum.
Tampak hilus yang terpotong ortograd dan berukuran besar. Kadang-kadang
jantung belakang bawah berhmpit dengan kolumna vertebralis. Hal ini
disebabkan karena ventrikel kanan begitu besar dan mendorong jantung ke
belakang tanpa ada pembesaran dari ventrikel kiri.(15)
27
Gambar 4.
Gambaran foto
thorax
pasien
pada
dengan
pembesaran
pembesaran
jantung
ventrikel
gambaran
khas
[1]
dan
arteri
28
Gambar 6. ASD. Aliran darah tambahan dari sisi kiri jantung kembali ke sisi
kanan menambah ukuran arteri pulmonalis utama (terlihat jelas pada foto
thoraks PA) (A). Penambahan ukuran ventrikel kanan (terlihat jelas pada foto
lateral (B). karena pengisian jaringan lunak pada bagian bawah dan tengah
ruang retrosternal. (17)
2. USG Jantung (Ekordiografi)
Ekokardiografi menunjukkan dilatasi atrium dan ventrikel kanan, dan
dilatasi arteri pulmonalis dengan gerakan septum ventrikel yang abnormal
(paradox) karena adanya kelebihan beban volume yang signifikan pada
jantung kanan. Defek septum atrium dapat divisualisasikan secara langsung
oleh pencitraan dua-dimensi, USG Doppler atau ekokontras. Dengan
menggunakan ekokardiografi transtorakal (ETT) dan Doppler berwarna dapat
ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan,
keterlibatan katup mitral misalnya prolapse yang memang sering terjadi pada
ASD.(11,18)
Ekokardiografi transesofageal (ETE) diindikasikan jika ETT diragukan,
serta sangat bermanfaat karena dapat dilakukan pengukuran defek secara
presisi, sehingga dapat membantu dalam tindakan penutupan ASD perkutan,
juga kelainan yang menyertai.(11,18)
Gambar
7.
Defek
septum
atrium
ini
ditunjukkan
menggunakan
29
Gambar
8.
Ekokardiogram
4. MRI
30
katup.
MR angiografi
memungkinkan
berresolusi tinggi
pemeriksaan
3D
defek
intraarterial
pada
31
normal.
Kebocoran yang ringan: antung membesar ke kiri karena adanya
pembesaran dari ventrikel kiri, apex jantung tertanam, ventrikel
kanan belum jelas membesar, atrium kiri dilatasi, dan pembuluh
darah paru nampak bertambah.
32
Gambar 13. Foto thorax PA pada kasus VSD dengan moderate left to
right shunt. Tampak penonjoloan conus pulmonalis dan corakan
bronchovaskular meningkat. Pada foto thorax lateral, tampak
pendorongan esophagus ke posterior. Hal ini mengindikasikan adanya
Kebocoran yang sedang-berat: ventrikel kanan dilatasi dan
dilatasi atrium kiri dan pembesaran ventrikel kanan dan kiri. (23)
hipertrofi, atrium kiri dilatasi, arteri pulmonalis dengan cabangcabangnya melebar, atrium kanan tidak nampak kelainan dan
dan kiri.
PDA dengan hipertensi pulmonal: Pembuluh paru bagian sentral melebar,
hilus melebar, pembuluh darah perifer berkurang. Ventrikel kanan makin
besar krena adanya hipertrofi dan dilatasi. Arteri pulmonalis menonjol,
aorta ascendens melebr dengan arkus yang menonjol. Atrium kiri nampak
normal kembali.
Prognosis
Pasien dengan ASD biasanya bertahan hidup sampai dewasa tanpa bedah
atau intervensi perkutan, dan banyak pasien hidup sampai usia lanjut. Namun,
kelangsungan hidup secara alamiah setelah usia 40-50 tahun kurang dari 50%, dan
tingkat kelemahan dari jantung setelah 40 tahun adalah sekitar 6% per tahun.
Hipertensi pulmonal jarang terjadi sebelum dekade ketiga.(2)
G
a
m
b
a
35
jantung,
berbagai
mekanisme
kompensatoir
dibangkitkan
untuk
36
ditentukan oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empat factor, (Sofyani S,
2002)
1) Preload (volume work) yang setara dengan isi diasolik akhir
2) After load (pressure work) yaitu jumlah resistensi total yang harus dilawan
saat ventrikel berkontraksi
3) Kontraktilitas miokardium, yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk
menghasilkan tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload
maupun after load serta
4) Frekuensi denyut jantung
Curah
jantung
Frekuensi
jantung
preload
Isi
sekuncup
afterload
Kontraktili
tas
miokardiu
m
37
38
Fibrilasi atrium
Bradiaritmia
Blokade jantung total congenital
39
Sebab-sebab Sekunder
Hipertensi akibat glomerulonefritis
Tirotoksikosis
Kardiomiopati doksosrubisin (adriamycin)
Anemia sel sabit
Kormulmonale akibat kistik fibrosis
Patofisiologi
Jantung dapat dipandang sebagai pompa dengan curah yang sebanding
dengan volum pengisiannya dan berbanding terbalik dengan tahanan yang
melawan pompanya. Ketika volume akhir diastolic ventrikel naik, jantung sehat
akan menaikkan curah jantung sampai suatu maksimum dicapai dan curah jantung
sampai suatu maksimum dicapai dan curah jantung tidak dapat diperbesar lagi
(prinsip Frank starling). Kenaikan volume sekuncup yang dicapai dengan cara ini
disebabkan oleh regangan serabut-serabut miokardium, tetapi menaikkan
tegangan dinding juga, dan menaikkan konsumsi oksigen miokardium. Jantung
yang bekerja dibawah pengaruh berbagai jenis stess akan berfungsi sepanjang
kurva Frank-Starling yang berbeda. Otot jantung dengan kontraktilitas intrinsic
yang terganggu akan memerlukan derajat dilatasi yang lebih besar untuk
menghasilkan kenaikan volume sekuncup dan tidak akan mencapai curah jantung
yang maksimal sama seperti miokard normal. Jika rongga jantung dilatasi karena
lesi yang menyebabkan kenaikan prabeban (preload) (misal, shunt dari kiri ke
kanan atau insufisiensi katup), hanya akan ada sedikit ruangan untuk dilatasi dan
memperbesar curah jantung selanjutnya. Adanya lesi yang mengakibatkan
kenaikan beban pasca (afterload) terhadap ventrikel (stenosis aorta atau pulmonal,
koartasio aorta) akan mengurangi kinerja jantung, sehingga menyebabkan
hubungan Frank-Sterling tertekan. Kemampuan jantung imatur untuk menaikkan
curah jantung dalam responsnya terhadap kenaikan prabeban agak kurang
daripada kemampuan jantung dewasa (matur). Dengan demikian, bayi premature
akan lebih terganggu oleh shunt setinggi duktus dari kiri ke kanan daripada bayi
yang cukup bulan. (Behrman, 1996)
40
juga.,
termasuk
hipermetabolisme,
kenaikan
beban
pasca,
42
jantung kanan ini tidak dapat dikompensasi lagi, sehingga darah yang masuk
kedalam paru akan berkurang dan ini tentunya akan merangsang paru untuk
bernapas lebih cepat guna mengimbangi kebutuhan oksigen, akibatnya terjadi
takipnea.
Gagal Jantung Kiri
Jika darah dari atrium kiri untuk masuk ke ventrikel kiri pada waktu
diastole mengalami hambatan akan menyebabkan tekanan pada atrium meninggi
sehingga atrium kiri mengalami sedikit dilatasi. Makin lama dilatasi ini semakin
berat sehingga atrium kiri, disamping dilatasi juga mengalami hipertrofi karena
otot atrium ini terus menerus harus mendorong darah yang lebih banyak dengan
hambatan yang makin besar. Oleh karena dinding atrium tipis, dalam waktu yang
43
relatif singkat otot atrium kiri tidak lagi dapat memenuhi kewajibannya untuk
mengosongkan atrium kiri. Menurut pengukuran, tekanan ini mencapai 24-34
mmHg, padahal tekanan normal hanya 6 mmHg atau ketika ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah ke aorta (karena kelemahan ventrikel kiri), darah
tertumpuk di ventrikel kiri, akibatnya darah dari atrium kiri tidak tertampung di
ventrikel kiri, kemudian makin lama makin memenuhi vena pulmonalis dan
akhirnya terjadi udem pulmonum (Wahab, 2003).
Pengosongan atrium kiri yang tidak sempurna ini ditambah meningginya
tekanan didalamnya, menyebabkan aliran di dalamnya, menyebabkan aliran darah
dari paru ke dalam atrium kiri terganggu atau terbendung. Akibatnya tekanan
dalam vv.pulmonales meninggi, dan ini juga akan menjalar ke dalam kapiler di
dalam paru, ke dalam arteri pulmonalis dan akhirnya ke dalam ventrikel kanan.
Akhirnya atrium kiri makin tidak mampu mengosongkan darah,
bendungan dalam paru semakin berat, terjadilah kongesti paru. Akibatnya,
ruangan di dalam paru yang disediakan untuk udara, berkurang dan terjadilah
suatu gejala sesak napas pada waktu bekerja (dyspnoe deffort). Disini, ventrikel
kanan masih kuat sehingga dorongan darah dari ventrikel kanan tetap besar,
sedangkan atrium kiri tetap tidak mampu menyalurkan darah, akibatnya
bendungan paru semakin berat sehingga akan terjadi sesak napas meskipun dalam
keadaan istirahat (orthopnea). Pada anak, adanya kongesti paru ini akan
memudahkan terjadinya bronkitis sehingga anak sering batuk-batuk.
Darah yang banyak tertimbun dalam ventrikel kanan menyebabkan
ventrikel kanan dilatasi, kemudian diikuti dengan hipertrofi, yang akibatnya akan
terjadi kardiomegali. Dalam rangka memperbesar curah jantung, selain jantung
memperkuat sistol karena adanya keregangan otot berlebihan, jantung juga
bekerja lebih cepat, artinya frekuensi naik. Dengan demikian, terjadi takikardi.
Oleh karena yang lemah adalah atrium kiri dan atau ventrikel kiri maka disebut
gagal jantung kiri.
44
Klasifikasi
Tabel 5. Klasifikasi Ross untuk gagal jantung pada bayi sesuai NYHA
Kelas I Asimptomatik
Kelas II Takipneu ringan atau bayi saat minum tampak berkeringat.
Pada anak yang lebih besar tampak sesak bila
beraktivitas.
Kelas III Takipneu tampak jelas atau bayi tampak berkeringat saat
minum.
Sesak
yang
nyata
saat
berkativitas.
dkk
tahun
1922
mempublikasikan
sistem
skor
untuk
mengklasifikasikan gagal jantung secara klinis pada bayi (Tabel 6). Skor Ross ini
disejajarkan dengan klasifikasi New York Heart Association (NYHA) (Tabel 5)
dapat memberikan gambaran yang lebih rinci oleh karena peningkatan derajat
45
beratnya gagal jantung sesuai dengan peningkatan kadar norepinefrin plasma dan
kadar ini akan menurun setelah dilakukan koreksi ataupun setelah pemberian obat
anti gagal jantung (Guyton, 2006).
Tabel 6. Sistem skor Ross untuk gagal jantung pada bayi
Volume
0 poin
sekali >115
1 poin
75-115
2 poin
<25
50-60x/menit
Abnormal
Menurun
Ada
>60x/menit
2-3 cm
>3cm
minum (cc)
Waktu persekali <40 menit
minum (menit)
Laju Nafas
Pola Nafas
Perfusi perifer
S3 atau diastolic
<50/menit
Normal
Normal
Tidak ada
rumble
Jarak tepi hepar <2 cm
dari batas kostae
TOTAL:
Tanpa gagal jantung : 0-2 poin
0
Hanya di kepala
Skor
1
2
Kepala dan badan Kepala dan badan
46
diaphoresis
(berkeringat)
Takipneau
Pemeriksaan Fisik
Pernafasan
Laju Nafas/menit
1-6 th
7-10 th
11-14 th
Laju jantung/menit
1-6 th
7-10 th
11-14 th
Hepatomegali (tepi
hepar
dari
saat beraktivitas
saat istirahat
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Normal
Retraksi
Dispneua
<35
<25
<18
35-45
25-35
18-28
>45
>35
>28
<105
<90
<80
<2 cm
105-115
90-100
80-90
2-3 cm
>115
>100
>90
>3 cm
tepi
kostae kanan)
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis ini tergantung pada tingkat cadangan jantung pada
berbagai keadaan. Bayi yang sakit berat atau anak yang mekanisme
kompensatornya telah sangat lelah pada saat dimana ia tidak mungkin lagi
memperoleh curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
basal tubuh akan bergejala pada saat istirahat. ( Nelson,2007)
1. Manifestasi Klinis Gagal Jantung pada Masa Bayi
Pada bayi, gagal jantung mungkin lebih sukar ditentukan. Manifestasi
klinis yang menonjol adalah takipnea, kesukaran makan, pertambahan berat jelek,
keringat berlebihan, iritabilitas, menangis lemah, dan pernapasan berisik, berat
dengan retraksi interkostal dan subkostal serta cuping hidung mengembang.
Tanda-tanda kongesti kardiopulmonal mungkin tidak dapat dibedakan
dengan tanda-tanda bronkiolitis , termasuk mengi sebagai tanda yang paling
mencolok. Pneumonitis dengan atau tanpa atelektase sering ada, terutama lobus
medius dan bawah kanan, karena kompresi bronkus oleh jantung yang membesar.
Hepatomegali hampir selalu terjadi, dan selalu ada kardiomegali. Walaupun
takikardia mencolok, irama gallop seringkali dapat dikenali. Tanda-tanda
auskultasi lain adalah tanda-tanda yang dihasilkan oleh lesi jantung yang
47
mendasari. Penilaian klinis tekanan vena jugularis pada bayi mungkn sukar
karena leher pendek dan sukar diamati pada keadaan relaks. Edema dapat
menyeluruh, biasanya melibatkan kelopak mata serta sacrum, dan jarang, kaki
maupun telapak kaki. Diagnosis bandingnya tergantung umur (Berstein, 2003)
Kesukaran makan adalah gejala yang paling mencolok pada bayi dengan
gagal jantung. Sementara bayi normal makan dengan penuh semangat, sering
menyelesaikan makan dalam 15 atau 20 menit, bayi dengan gagal jantung makan
lebih sukar. Perawatan diperpanjang dan dihubungkan dengan takipnea yang
nyata dan keringat bertambah. Beberapa bayi berjuang selama 5-10 menit dan
tertidur, hanya bangun satu jam atau lebih lama dengan tidak puas-puasnya lapar
lagi. Yang lain agaknya lelah dan tertidur sesudah makan hanya 1 atau 2 oz.
Agaknya kesukaran makan akibat dari gabungan antara upaya mengisap dan
mempertahankan frekuensi pernapasan cepat, juga akibat dari cadangan jantung
yang terbatas. Masukan kalori total pada keadaan ini dapat turun sampai dibawah
75 kkal/ kg/ hari, ini tidak cukup untuk mempertahankan pertumbuhan (Freed,
1996)
Orangtua sering melihat keringat berlebihan (terutama ketika makan) yang
tidak sebanding dengan suhu sekeliling atau pakaian. Ini disebabkan oleh
bertambahnya aktivitas sistem saraf autonom dalam upaya memperbaiki kinerja
(performance) miokardium.
Pada pemeriksaan fisik anak hampir selalu takikardi dengan frekuensi
jantung anak istirahat lebih dari 160 denyut permenit pada neonatus dan lebih dari
120 pada bayi yang lebih tua. Takikardi juga merupakan akibat bertambahnya
katekolamin yang bersirkulasi yang memperbesar curah jantung dengan
menambah kontraktilitas miokardium dan frekuensi jantung.
Takipnea (frekuensi pernapasan istirahat lebih dari 60 pada neonatus atau
lebih dari 40 pada bayi lebih tua) biasanya ada dan dikaitkan dengan bertambah
kakunya paru-paru akibat bertambahnya cairan interstitial dari tekanan venosa
paru-paru yang naik (udem pulmonal) atau aliran pirau besar dari kiri ke kanan.
Ketika gagal jantung menjadi lebih berat, fungsi ventilasi dapat menjadi lebih
terganggu dan dapat ditemukan kembang kempis cuping hidung (alae nasi),
retraksi interkostal, dan dengkur. distensi vena leher tidak sering ditemukan pada
48
neonatus, tetapi mungkin ditemukan pada bayi yang lebih besar. Tekanan vena
sistemik naik akibat pembesaran hati, tetapi udem perifer tidak sering pada bayi
dan hanya bersama dengan gagal jantung yang amat berat. Ekstrimitas dingin,
nadi teraba lemah, dan tekanan darah arterial rendah dengan tekanan nadi sempit
dapat ditemukan sebagai manifestasi dari curah jantung rendah. Ekstrimitas
berbintik-bintik dan pengisian kembali kapiler lambat merupakan tanda-tanda
gangguan vaskular yang lebih berat (Freed, 1996)
Kadang-kadang, pemeriksaan dada menunjukkan mengi (wheezing)
ringan yang dapat dirancukan dengan bronkiolitis atau pneumonia dan dapat
diperburuk dari penekanan jalan nafas oleh pembuluh darah paru yang
mengembang. Ronki tidak sering kecuali bersama pneumonia, suatu hubungan
yang tidak jarang.
2. Manifestasi Klinis Gagal Jantung pada Masa Anak-anak
Tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada anak yang lebih tua
sangat serupa dengan tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada orang
dewasa. Tanda-tanda ini meliputi kelelahan, tidak tahan kerja fisik, batuk,
anoreksia, dan nyeri abdomen (Berstein, 2003). Kesukaran bernafas merupakan
tanda yang biasa dari dekompensasi ventrikel kiri pada anak akibat kongesti paru.
Ini biasanya tampak sebagai dispneu pada waktu pengerahan tenaga dan respon
kesukaran bernafas yang bertambah berat pada pengerahan tenaga yang berat.
Mula-mula penurunan kemampuan mungkin masih dalam kisaran variasi normal,
tetapi akhirnya, ketika gagal jantung bertambah berat, anak mungkin mendapat
kesukaran dengan tuntutan hidup sehari-hari, termasuk naik tangga di sekolah.
Batuk pendek kronik, akibat kongesti mukosa bronkus dan ronki basal,
dapat juga ada pada beberapa anak. Ketika tekanan atrium kiri bertambah, anak
dapat menderita ortopnea, memerlukan peninggian kepala diatas beberapa bantal
pada malam hari. Kelelahan dan kelemahan merupakan manifestasi yang relative
lambat (Freed, 1996)
Pada pemeriksaan fisik, anak dengan gagal jantung ringan atau sedang
tampak tidak dalam keadaan distres, tetapi mereka yang menderita gagal jantung
berat mungkin dispneu pada waktu istirahat. Jika mulainya gagal jantung relative
49
mendadak, anak mungkin tampak cemas tetapi perkembangan baik dan gizi baik;
mereka yang mengalami proses lebih kronik biasanya tidak tampak cemas tetapi
mungkin kurang gizi dan kurang energi.
Seperti bayi, anak dengan gagal jantung biasanya takikardi karena naiknya
aktifitas simpatis dan takipneu karena bertambahnya air dalam paru-paru . Curah
jantung yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer, berakibat dingin,
pucat dan sianosis jari, dengan pengisian kapiler jelek.
Kenaikan tekanan venosa sistemik dapat diukur dengan penilaian klinis
tekanan vena jugularis dan pembesaran hati. Tekanan vena sistemik yang naik
mungkin dideteksi oleh pelebaran (dilatasi) vena-vena leher dengan pulsasi vena
dapat tampak di atas klavikula sementara penderita duduk. Hati mungkin
membesar pada palpasi atau perkusi, dan jika pembesaran relative akut, mungkin
tepinya lunak karena meregangnya kapsul hati.
Anak-anak dapat juga menderita udem perifer. Mula-mula tanda-tandanya
mungkin tidak kentara, tetapi bila telah ada kenaikan berat badan 10%, muka
terutama kelopak mata, mulai tampak bengkak dan udem terjadi pada bagian
tubuh yang tergantung atau dapat anasarka. Udem yang sudah berjalan lama dapat
menimbulkan kemerahan dan indurasi kulit., biasanya diatas betis dan
pergelangan kaki. Eksudasi cairan ke dalam rongga-rongga tubuh dapat
ditemukan sebagai asites dan kadang-kadang hidrothoraks.
Pada pemeriksaan jantung hampir selalu ada kardiomegali. Sering ada irama
gallop, tanda-tanda auskultasi lain khas untuk lesi jantung spesifik. Impuls
jantung mungkin tenang bila ada penyakit otot jantung primer (misal, miokarditis
atau kardiomiopati), tetapi biasanya hiperaktif bila gagal kongestif disebabkan
oleh beban volume berlebih dari pirau kiri ke kanan atau regurgitasi katup
atrioventrikula. Suara jantung ketiga yang terjadi dalam mid diastol mungkin
merupakan tanda normal pada anak tetapi sering bersama dengan bertambahnya
kekakuan ventrikel pada mereka yang dengan penyakit jantung. Pulsus alternans
ditandai irama teratur dengan pulsasi kuat dan lemah berselang-seling,
kadangkadang dapat dirasakan, tetapi lebih mudah dinilai sementara mengukur
tekanan darah sistemik atau pemantauan tekanan darah. Pulsus alternans diduga
disebabkan oleh perubahan pada volume ventrikel kiri, akibat pemulihan
50
51
frekuensi pernapasan
retraksi subcostal
cuping hidung
2. Pertumbuhan
Biasanya penyakit jantung yang dimulai sejka lahir mempengaruhi berat
badan sebelum mempengaruhi tingginya, menghasilkan bayi yang kurus. Pada
mereka yang menderita lesi bersama gagal jantung kongestif, seperti shunt dari
kiri ke kanan (defek sekat), berat badan lebih dipengaruhi daripada tinggi badan.
Penghentian pertumbuhan sempurna, bahkan kehilangan berat badan, terjadi pada
penderita dengan gagal jantung kongestif berat.
3. Oedema
Bengkak pada palpebra dan muka bulat sering merupakan manifestasi
gagal jantung kongestif sebelah kanan pada anak kecil, sedangkan pitting oedema
pada ekstremitas jarang.
4. Tekanan Venosa
Pada anak yang kooperatif, terutama anak yang lebih tua, inspeksi vena
jugularis penderita ketika ia duduk tegak. Pada anak setinggi anak umur 6 tahun
biasa, distensi vena atau pulsasi seharusnya tidak dapat dilihat di atas klavikula
kecuali kalau tekanan venosa naik.
Pulsasi jugularis interna biasanya dapat dilihat pada penderita telentang
datar, jika tetap ada ketika penderita berada pada posisi duduk atau tegak, pulsus
ini abnormal.
5. Auskultasi
Suara jantung ketiga, dalam hubungannya dengan gallop, terdengar pada
penderita gagal jantung kongestif, terutama mereka dengan penyakit miokardium.
Suara ini terdengar selama diastole pada periode pertama aliran masuk cepat ke
dalam ventrikel. Banyak anak normal kurus mempunyai yang dengan mudah
dapat didengar.
Suara jantung keempat, bunyi jantung lemah dan pendek, jauh sebelum
suara jantung pertama biasanya suara jantung keempat dan jarang merupakan
52
tanda normal pada umur berapa pun. Suara ini terkait dengan kontraksi atrium,
dengan aliran yang berlebihan meleati katup atrioventrikular, dan dengan
hipertensi atrial (misalnya gagal jantung kongestif)
Bising sistolik, bising ini berkaitan dengan lewatnya darah melalui lubang
yang terbatas misalnya (stenosis katup semilunaris, katup atrioventrikular
regurgitan, defek sekat ventrikel, atau obstruksi ringan dalam arteri pulmonalis
atau aorta, seperti pada koarktasio aorta). Bising yang sangat keras dapat
menimbulkan getaran (thrill) (vibrasi yang dapat diraba pada dinding dada).
Bising diastolic, bising diastolic awal regurgitasi aorta bernada tinggi, dan
berkualitas meniup. Bising ini terbaik didengar sepanjang linea parasternal kiri,
dengan penderita dalam posisi duduk, dalam ekspirasi dan condong ke depan,
diafragma digunakan untuk mengesampingkan suara nada rendah. Bising
regurgtasi pulmonal pada penderita dengan tekanan arteri pulmonalis normal
bernada rendah dan didengar terbaik pada daerah pulmonal atau linae
parasternalis kiri bawah.
Bising kontinu, bising yang meluas dari sistol ke diastole, melalui suara
jantung kedua (tanpa sela) dan kadang-kadang bahkan seluruh siklus jantung,
disebut sebagai kontinu. Contoh klasik adalah, duktus arteriousus paten, paling
baik didengar pada sela iga kedua kiri.
6. Paru-paru
Dispnea atau takipnea sering merupakan petunjuk adanya aliran darah
paru-paru berlebihan atau tekanan bantalan kapiler paru-paru naik. Auskultasi
tidak hanya menunjukan wheezing atau rhonki yang khas untuk infeksi atau
bendungan (kongesti), tetapi juga memberikan informasi dasar apakah udara yang
ditukar terlalu sedikit, cukup atau terlalu banyak.
7. Hati (hepar)
Salah satu bukti naiknya tekanan vena sentral adalah hepatomegali. Tepi
hati yang lebih rendah daripada 3 cm di bawah tepi kosta kanan adalah abnormal.
Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan penunjang, meliputi:
1. Roentgenogram dada
53
3. Ekokardiografi
Sangat berguna dalam menilai fungsi ventrikel. Parameter yang paling
sering digunakan adalah pemendekan fraksional, yang ditentukan sebagai
perbedaan antara diameter akhir-sistol dan akhir-diastol. Pemendekan fraksional
awal normal adalah 28% dan 40%, dibandingkan dengan fraksi ejeksi normal
(yang mengukur volume) 55-65 % yang diukur dengan angiografi: rasio periode
pre-ejeksi/ejeksi (PEP/EP), diukur dengan echo M-mode harus kurang daripada
40%. Waktu pre-ejeksi yang lama dengan waktu ejeksi yang amat pendek
biasanya menunjukkan kegagalan miokardium. Pemeriksaan Doppler dapat
digunakan untuk menghitung curah jantung.
4. Gas Darah
Kadar oksigen arteri dapat menurun bila ketidaksamaan ventilasi/perfusi
terjadi akibat edema paru. Bila gagal jantung berat, dapat ada asidosis respiratorik
dan/atau metabolic.
5. Penghitungan sel darah lengkap
Leukositosis sedang mungkin ada pada gagal jantung, endokarditis
bacterial dan demam rematik akut, dengan atau tanpa gagal jantung.
TATALAKSANA
Keberhasilan pengobatan gagal jantung pada anak didasarkan pada
pengertian mengenai sifat dan akibat fisiologis cacat jantung spesifik yang
menyebabkan kegagalan jantung, dan tersedianya cara-cara pengobatan.. Jika ada
lesi anatomik spesifik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk tindakan
pembedahan paliatif atau pembedahan koreksi, upaya farmakologik atau upaya
lain yang memperbaiki tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung mungkin
berlebih, masalah mekanik sering memerlukan penyelesaian mekanik. Namun jika
pembedahan tidak tersedia atau tidak memadai, tersedia bermacam-macam cara
umum dan farmakologis untuk memperbaiki keadaan klinik penderita (Freed,
1996)
Penatalaksanaan Umum:
1. Tirah baring, posisi setengah duduk
55
56
kali dari frekuensi denyut normal. Penyebab pengaruh ini kemungkinan karena
panas meningkatkan permeabilitas membran otot ion yang menghasilkan
peningkatan perangsangan sendiri. Anemia dapat memperburuk gagal jantung,
jika Hb < 7 gr % berikan transfusi PRC. Antibiotika sering diberikan sebagai
upaya pencegahan terhadap miokarditis/endokarditis, mengingat tingginya
frekuensi ISPA (Bronkopneumoni) akibat udem paru pada bayi/anak yg
mengalami gagal jantung kiri.(Berstein, 2003). Pemberian antibiotika tersebut
boleh dihentikan jika udem paru sudah teratasi. Selain itu, antibiotika profilaksis
tersebut juga diberikan jika akan dilakukan tindakan-tindakan khusus misalnya
mencabut gigi dan operasi. Jika seorang anak dengan gagal jantung atau kelainan
jantung akan dilakukan operasi, maka tiga hari sebelumnya diberikan antibiotika
profilaksis dan boleh dihentikan tiga hari setelah operasi.
8. Penatalaksanaan diet pada penderita yang disertai malnutrisi, memberikan
gambaran perbaikan pertumbuhan tanpa memperburuk gagal jantung bila
diberikan makanan pipa yang terus-menerus.
Pendekatan pertama adalah memperbaiki kinerja pompa dengan
menggunakan digitalis, jika gagal jantung tetap tidak terkendali maka digunakan
diuretik (pengurangan prabeban) untuk mengendalikan retensi garam dan air yang
berlebihan. Jika kedua cara tersebut tidak efektif, biasanya dicoba pengurangan
beban kerja jantung dengan vasodilator sistemik (pengurangan beban pasca). Jika
pendekatan ini tidak efektif, upaya lebih lanjut memperbaiki kinerja pompa
jantung dapat dicoba dengan agen simpatomimetik atau agen inotropik positif
lain. Jika tidak ada dari cara-cara tersebut yang efektif, mungkin diperlukan
transplantasi jantung. (Freed, 1996). Untuk menilai hasilnya harus ada pencatatan
yang teliti dan berulangkali terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah,
berat badan, hepar, desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis,
dan kesadaran (Pusponegoro, 2004)
Tabel 8. Dosis Obat-Obat Yang Biasa Digunakan Untuk Pengobatan
Obat
Digoksin
Digitalisasi (PO) (dosis
Dosis
Sediaan
Prematur/Neonatus 0,03-
Tablet 0,25
dibagi 3)
0,04 mg/kg
Mg
57
0,06 mg/kg
Prematur/Neonatus 0,02-
klinis
0,04-0,06 mg/kg
0,04 mg/kg
dari dosis digitalisasi
dibagi setiap 12 jam
Furosemid
IV
PO
1-2 mg/dosis
4 mg/kg/24 qd, bid, atau
Klorotiazid (PO)
Qid
20-25 mg/kg/24 jam dua
Spironolakton (PO)
Kali
2-3mg/kg/24 jam,bid, atau
Tablet 25 mg
Qid
dan 100 mg
0,5-8
IV
0,1-0,5 mg/kg
PO
Kaptopril(PO)
Agonis- (IV)
Isoproterenol
Dopamin
2-20
Dobutamin
Amniron (IV)
2-20 g/kg/menit
,75 mg/kg/bolus selama
g/kg/menit
0,01-0,5 Kg/kg/menit
g/kg/menit
2-3 menit
5-10
/kg/menit
Digitalis merupakan obat anti gagal jantung yang paling banyak dipakai
pada bayi dan anak. Prinsip efek farmakologik digitalis ialah meningkatkan
kontraksi otot jantung (inotropik positif) dan memperlambat frekuensi denyut
58
59
60
pemberian diuretik yang kuat, pada anak dengan muntah-muntah, pada terapi
steroid. Oleh karena itu, bila pada anak diberi digitalis kombinasi dengan diuretik,
jangan lupa memberi preparat kalium (Wahab, 2003).
Kadar kalsium yang tinggi juga dianggap menambah sensitivitas
miokardium terhadap digitalis. Oleh karena itu, pada waktu pemberian digitalis
jangan sekali-kali diberi kalsium secara intravena, pemberian ini dapat
menyebabkan henti jantung mendadak. Gejala klinik keracunan digitalis antara
lain:
- Mual muntah
- Takiaritmia, blokade atrioventrikular
Penanganan intoksikasi digitalis antara lain:
1. Hentikan pemberian digitalis
2. Hentikan pemberian diuretik
3. Lakukan pemantauan EKG terus menerus
4. Obati segala aritmia yang timbul, bradikardia bila ada dapat diatasi
denganatropin 0,01 mg/kg/dosis im. Jika tidak ada perbaikan, dapat diberikan
dilantin 1 mg/kg iv perlahan-lahan dalam 12 menit yang dapat diulangi tiap
5 menit sampai ada perbaikan atau telah mencapai 10 dosis.
5. Periksa kadar elektrolit dan beri kalium seperlunya sampai kadar kalium
mencapai harga normal, kalium diberikan per os 12 gr/hari. Pada keracunan
berat dapat diberikan infus yang mengandung kalium, jangan melebihi 80
mEq/kg/jam.
6. Pikirkan untuk melakukan transfusi tukar
Sampai kapan digitalis harus diberikan, belum ada persesuaian pendapat.
Pada bayi setelah gagal jantung teratasi, digitalis dilanjutkan kadang -kadang
sampai 2 tahun. Keadaan klinik dan penyakit primer sangat penting sebagai
patokan pemberhentian pengobatan. Penderita yang tidak sakit berat dapat
didigitalisasi pada mulanya dengan secara oral, dan pada kebanyakan
digitalisasi diselesaikan dalam 24 jam. Bila diinginkan digitalisasi lambat,
misalnya pada masa segera pasca bedah, skema memulai rumat digoksin tanpa
61
dosis inisial sebelumnya, akan mencapai digitalisasi dalam 7-10 hari. Hal ini
sering dapat dilakukan pada penderita rawat jalan (Beirstein, 2003).
Jika bayi membaik dengan memuaskan dengan digitalis selama beberapa
bulan dan kebutuhan obat tampak mengurang (misal, VSD yang menjadi semakin
kecil), dosis tidak ditambah meskipun berat anak bertambah. Jika keadaan klinis
menguatkan, obat akhirnya dihentikan.
Pengukuran kadar digoksin serum berguna pada beberapa keadaan:
1. Bila dosis baku digoksin tidak mempunyai pengaruh terapeutik yang
bermanfaat
2. Bila jumlah digoksin yang diberikan tidak diketahui atau tertelan secara tidak
sengaja
3. Bla fungsi ginjal terganggu atau jika ada kemungkinan interaksi obat (misal
quinidin)
4. Bila ada masalah berkenaan dengan kepatuhan
5. Bila dicurigai ada keracunan.
Darah biasanya diambil segera sebelum satu dosis tetapi minimum 4 jam
sesudah dosis terakhir sehingga telah terjadi keseimbangan jaringan/ plasma.
Kadar darah normal pada bayi sekitar 2-4 ng/ml dan pada anak yang lebih tua 1-2
ng/ml melebihi kadar ini biasanya tidak aka nada tambahan yang berarti pada
manjemen gagal jantung dan hanya akan menambah risiko keracunan. Pada
kecurigaan adanya keracunan, kadar digoksin serum yang tinggi tidak dengan
sendirinya didiagnosis keracunan tetapi harus diartikan sebagai pelengkap
terhadap tanda-tanda klinis dan EKG lain (gambaran irama dan hantaran). Nausea
dan muntah agak kurang sering pada penderita pediatri. Hipokalemia,
hipomagnesia,
hiperkalsemia,
radang
jantung
karena
miokarditis,
dan
primernya bukannya akibat obat. Namun setiap bentuk aritmia pasca pemberian
terapi digitalis harus dianggap obat sampai terbukti lain. Dosis berikutnya harus
dihentikan sampai masalahnya teratasi (Beirtein, 2003).
62
63
64
.2
dipergunakan
untuk
mengurangi
prabeban.
Obat
ini
harus diberikan furosemid intravena atau intramuskuler pada dosis awal 1-2
mg/kg. Hal ini biasanya menyebabkan dieresis cepat dan perbaikan segera
status klinis, terutama jika ada gejala kongestif paru. Terapi furosemid lama
diresepkan pada dosis 1-4 mg/kg/ 24 jam diberikan antara 1 dan 4 kali sehari.
Pemantauan elektrolit yang teliti perlu pada terapi furosemid jangka lama
karena mungkin ada kehilangan kalium yang berarti. Penambahan kalium
klorida biasanya diperlukan, kecuali kalau diuretik penghemat kalium
spironolakton diberikan bersama-sama. Bila furosemid diberikan setiap selang
sehari, penambahan kalium dalam diet mungkin cukup untuk mempertahankan
kadar kalium serum normal. Pemberian furosemid lama dapat menyebabkan
kontraksi ruangan cairan ekstraseluler, menimbulkan alkalosis kontraksi.
Pada keadaan ini asetazolamid, inhibitor karbonik anhidrase mungkin berguna
(Beristein, 2003)
2. Spironolakton
Spironolakton merupakan inhibitor aldosteron dan memperbesar retensi
kalium. Biasanya diberikan secara oral 2-3 mg/kgBB/24 jam dalam 2-3 dosis
terbagi, merupakan diuretik hemat kalium. Kombinasi spirnolakton dan
klorotiazid
biasanya
digunakan
untuk
kenyamanan
karena
mereka
66
67
68
arteri pulmonalis ini meliputi mortalitas dini post operasi, gagal jantung kongestif
persisten, tehnik debanding yang sulit pada saat operasi koreksi, dan
kemungkinan terjadi stenosis subaortik. Terapi koreksi pada bayi dilakukan
dengan tujuan untuk menanggulangi gagal jantung yang tidak dapat diatasi
dengan medikamentosa, termasuk didalamnya saluran nafas bagian bawah
berulang dan gagal tumbuh (supriyatno, 2009).
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita gagal jantung antara lain:
1. Gangguan pertumbuhan,; pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung
yang lama biasanya mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih
terhambat daripada tinggi badan.
2. Dispneu; pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel
kiri dapat mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan
ventrikel kanan berkompensasi dengan mengalami hipertrofi dan menimbulkan
dispnea dan gangguan pada sistem pernapasan lainnya.
3. Gagal ginjal; gagal jantung dapat mengurangi aliran darah pada ginjal,
sehingga akan dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani.
4. Hepatomegali, ascites, bendungan pada vena perifer dan gangguan
gastrointestinal pada gagal jantung kanan.
5. Serangan jantung dan stroke; disebabkan karea aliran darah pada jantung
rendah, sehingga menimbulkan terjadinya jendalan darah yang dapat
meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke.
6. Syok kardiogenik; akibat ketidak mampuan jantung mengalirkan cukup darah
ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolism. Biasanya terjadi pada
gagal jantung refrakter
7. Infeksi Saluran pernafasan.
69
Prognosis
Prognosis gagal jantung tergantung:
1.
Umur
Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/
dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan
sambil menunggu saat yang bik untuk koreksi bedah. Pada pasien penyakit
jantung rematik yang berat yang disertai gagal jantung, obat-obat gagal jantung
terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan
dengan profilaksis sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung.
3. Cepatnya pertolongan pertama
4. Hasil terapi digitalis
5. Seringnya kambuh akibat etiologi yang tidak dikoreksi.
PEMBAHASAN
Anamnesis
Teori
Atrial Septal Defect (ASD)
-
Kasus
-
Sesak nafas
70
Rasa lelah
Palpitasi
Takikardia
aktifitas berkurang
Infeksi saluran nafas
berulang (riwayat
Tidak sianosis
Berat
bronchopneumonia
badan
yang
bertambah
atau
bahkan berkurang
Gagal Jantung (Decomp Cordis)
-
Mempunyai
penyakit
jantung
ASD
Sesak nafas
Kesulitan makan dan
riwayat menghabiskan
fisik
lama
Berkeringat berlebihan
Irritable
Menangis lemah
Riwayat
berkeringat
banyak
(merintih)
(sering)
-
Ortopnea
Iritable
Menangis lemah
Pemeriksaan Fisik
Teori
Kasus
71
daerah
parasternal
kanan
Kontraksi
ventrikel
kanan
Kontraksi Ventrikel kanan yang
meningkat di daerah parasternal
kanan
Suara jantung 2 di katup
pulmonal meningkat
Bising sistolik di parasternal
line dekstra ICS 2, Parasternal
(tergantung
derajat ASD)
Clubbing nails
Inspeksi
ditemukan
di
cordis
atau sinistra
Suara jantung
di
meningkat
Bising ejeksi sistolik di daerah
pulmonal
Bising diastolik
parasternal
pada
sinistra
sisi
bagian
x/menit
Kardiomegali pada pemeriksaan
line dekstra
Batas kiri: ICS 5 midclavicula
dekstra
Batas atas: ICS parasternal line
sinistra
Batas bawah: iktus kordis
- Berkeringat banyak tidak sesuai
Takipneu
Sesak nafas,
terutama
saat
aktifitas
Ortopnea
Mengi atau rhonki
Batuk
Rhonki (+/+)
Hepatomegali 1 jari dibawah
arcus kosta
Hepatomegali
(teraba
batas
vena
juguler
Edem perifer
Edem palpebra
Pemeriksaan Penunjang
Teori
Atrial Septal Defect (ASD)
- EKG:
Deviasi sumbu QRS ke kanan (+90
sampai +180), hipertrofi ventrikel
kanan, BBB
- Foto thoraks:
Kardiomegali dengan pembesaran
atrium kanan dan ventrikel kanan.
Arteri pulmonalis tampak menonjol
dan disertai peningkatan vascular
paru
- Echocardiography:
Terdapat defek pada dinding atrium
Kasus
- EKG:
Deviasi sumbu QRS kea rah Right
superior, hipertrofi ventrikel kanan
- Foto thoraks:
Large cordis
Pneumonal knop prominent
Bronchopneumoni parenchymal
Pulmo effusion basis right
hemithoraks
CTR 64 %
- Echocardiography:
Atrial sinus solitus
AV-VA Concordance
Normal systemic and pulmonal
venous drainage
Balance 4 chambers
No PDA, VSD
ASD dd PFO Left to right shunt
Mild PH 23 mmHg, Mild TR
Well contracted ventricle
73
Penatalaksanaan
Teori
Atrial Septal Defect (ASD)
-
Kasus
- D5 NS 400 cc / 24 jam pakai
tidak
soloset/ poset
- Minum maksimal 240 cc/ hari (8 x
30 cc atau 6 x 40 cc)
- Inj. Ceftriaxone 3 x 200 mg (hari ke
-
2)
Inj. Furosemide 2 x 6 mg IV
Spironolakton 1 x 6 mg PO
Captopril 3 x 2 mg PO
Inj. Deksametason loading dose 3
mg IV lanjut maintenance 3 x 1 mg
IV
- Inj. Paracetamol 4 x 80 mg IV
- Inj. Gentamisin 1 x 30 mg IV
- Nebul ventolin 1 cc + PZ 1,5 cc 3x/
hari
- Ambroxol 3 x 3 mg PO KDT lanjut 1
x 1 tab
74
Inotropik
Diuretik
Vasdodilator
Pembedahan
Suportif
- Diuretik
(spironolakton
dan
furosemide)
- Vasodilator : Kaptopril
- Suportif (nebul, AB, ambroksol, Pct,
Deksa)
75
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Ed. Ke-29.
Jakarta: ECG;2002.
2. Markham L.W. Atrial Septal Defect [online]. Updated on Sep 20,
2012. (diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/162914
(diakses Minggu, 17 Maret 2013).
3. Grech E.D. ABC of Interventional Cardiology. London: BMJ
Publishing Group;2004. P.31.
4. Singh V.N.. Imaging in Atrial Septal Defect [online]. Updated on
May
25
2011.
(diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/348121-overview
diakses
http://www.yalemedicalgroup.org/stw/Page.asp?
PageID=STW026200
9. Sadler, Thomas W. Cardiovascular System in Langmans Medical
Embryology
9th
Edition.
USA:
Lippincott
Williams
&
Wilkins;2003.
10. Kumar, Vinay,dkk. Penyakit Jantung Kongenital dalam Robbins
Patologi Edisi 7. Jakarta: ECG;2007.
11. Ghanie, Ali. Penyakit Jantung Kongenital pada Dewasa dalam Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2006
12. Conroy m.L. et.al. Atlas of Pathophysiology 3nd Edition.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins;2010. P.46-47.
13. Roebiono,P.S. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung
Bawaan
[online].
(diunduh
dari
76
S.S.
Pemeriksaan
Kelainan-Kelainan
Heart
Disease
[online].
(diunduh
http://www.bcm.edu/radiology/cases/pediatric/start.htm
dari
diakses
77
78