Vous êtes sur la page 1sur 7

PENGARUH PEMAKAIAN KURSI ERGONOMIS TERHADAP GANGGUAN

MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA WANITA BATIK TULIS DI


KABUPATEN SRAGEN
Sumardiyono1*, Ari Probandari1, Diffah Hanim1, Selfi Handayani2, Indri Hapsari Susilowati3
1

Bagian IlmuKesehatanMasyarakat, FakultasKedokteran, UniversitasSebelasMaret, Jl. Ir. Sutami 36 A, Surakarta,


57126, Indonesia
2
Bagian Anatomi, FakultasKedokteran, UniversitasSebelasMaret, Jl. Ir. Sutami 36 A, Surakarta, 57126, Indonesia
3
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Kampus UI
Depok 16424
*E-mail: Sumardiyono99@yahoo.com

Abstrak
Sebagian besar posisi kerja pekerja batik tulis di Sragen tidak ergonomis, sehingga berisiko terjadi gangguan
muskuloskeletal. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain kursi ergonomis dan menilai efektifitas disain kursi terhadap
gangguan muskuloskeletal pekerja wanita batik tulis. Jenis penelitian adalah eksperimental quasi dengan pendekatan
one group pre and posttest design. Populasi adalah seluruh pekerja industri Batik Sragen. Teknik sampling quota
random sampling. Sampel sebanyak 50 orang diukur tingkat risiko keparahan gangguan muskuloskeletalnya sebelum
dan sesudah menggunakan kursi ergonomis. Selanjutnya, dilakukan uji Wilcoxon test, McNemar test, dan Chi Square
test. Perbedaan tingkat risiko keparahan muskuloskeletal sebelum dan sesudah menggunakan kursi ergonomis
(p=0,000). Terdapat perbedaan keluhan muskuloskeletal sebelum dan sesudah menggunakan kursi ergonomis
(p=0,035). Indeks massa tubuh teridentifikasi sebagai confounding factor karena terdapat hubungan yang signifikan
terhadap gangguan muskuloskeletal, baik sebelum maupun sesudah menggunakan kursi ergonomis (masing-masing
p=0.033 dan p=0.015). Melalui uji Ancova, confounding factor dikendalikan, diperoleh hasil uji yang tetap signifikan
(p=0,033). Kursi kerja ergonomis menurunkan risiko keparahan gangguan muskuloskeletal.

Abstract
Effectiveness of Ergonomic Chair to Musculosceletal Disorders among Female Batik Workers in Sragen.
Majority of female batik workers uses non-ergonomic chairs (dingklik), therefore having risks of
sufferingmusculoskeletal disorders. This study aims to design an ergonomic chair and to evaluate effectiveness of the
designed chair to the reduction of musculoskeletal disorders among female batik workers. This study used a quasiexperimental study, one group pre and post-test design). By quota sampling, 50 female batik workers were selected.
Musculoskeletal disorders were measured among the sample before and after using the designed ergonomic chair. The
workers were asked to use the chair for two months. T-test, ANCOVA, Wilcoxon test, McNemar test, and Chi Square
test were used for analyses. The study found a statistical significant difference of risk factor to musculoskeletal
disorders among female batik workers before and after the use of the designed ergonomic chairs (p=0,000). There was a
statistical significant difference of musculoskeletal disorders before and after using the ergonomic chair (p= 0,035). We
identified body mass index as a confounding factor. We found a statistical significant difference of musculoskeletal
disorders among the workers with body mass index <25 and >25 even before and after using ergonomic chair (p=0.033
and p=0.015 respectively). By ANCOVA statistical test, after controlling body mass index we identified a statistical
difference of musculoskeletal disorders before and after using the ergonomic chair (p=0.033). The designed ergonomic
chair is effective to reduce the risk of musculoskeletal disorders.
Keyword: Ergonomic chair, Musculosceletal disorders

Pendahuluan
Batik Indonesia telah dikategorikan sebagai
warisan budaya tak benda (intangible cultural
heritage) oleh UNESCO, dan telah diratifikasi melalui
Keputusan Presiden Nomor 78 tahun 2007 tentang
ratifikasi Konvensi UNESCO.Salah satu sentra industri
batik di Jawa Tengah terletak di Sragen yang menyerap
ribuan pekerja tersebar di berbagai kecamatan.
Produksi batik Sragen berupa: batik cap, batik tulis,
batik printing, dan cabut batik (kombinasi batik tulis
dan batik cetak) (Pemda Sragen, 2010).
Risiko bahaya kesehatan pada pekerja batik tulis
adalah sikap kerja duduk yang monoton dengan ukuran
tinggi tempat duduk terlalu rendah, sehingga pekerja
harus membungkuk saat bekerja. Hal tersebut
menunjukkan
ketidaksesuaian
ukuran
dimensi
antropometri pekerja dengan sarana kerjayang berisiko
timbulnya gangguan muskuloskeletal. Menurut
Helander (1995), posisi membungkuk dalam waktu
lama akan menyebabkan keluhan pada joint angle,
yang berkaitan dengan gangguan muskoluskeletal.
Untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja
batik tulis tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan
ergonomi dan kesehatan kerjaberupa penyesuaian
ukuran sarana kerja kerja dengan dimensi tubuh agar
muskuloskeletal tidak terganggu. Penelitian ini
bertujuan untuk mendesain kursi ergonomis dan
menilai efektifitas disain kursi terhadap gangguan
muskuloskeletal pekerja wanita batik tulis.

Metode Penelitian
Jenis penelitian eksperimental quasi dengan
pendekatan intervensi preventif. Desain penelitian
menggunakan rancangan perlakuan ulang (one group
pre and posttest design), dengan skema rancangan
penelitian tersaji pada Gambar 1.
Populasi penelitian adalah seluruh pekerja wanita
bagian batik tulis industri Batik di Kabupaten Sragen
berjumlah 300 hingga 600 orang. Teknik sampling
menggunakan quota random sampling, dengan terlebih
dulu ditentukan kriteria inklusi. Adapun kriteria
inklusinya adalah jenis kelamin wanita, pekerjaan
membatik, dan posisi kerja duduk menggunakan
dingklik dengan ukuran tinggi dibawah tinggi lutut
duduk. Dari populasi yang ada terlebih dahulu
ditentukan jumlah sampelnya selanjutnya dilakukan
random sampling pada populasi yang memenuhi syarat
yang diperoleh sampel sebanyak 50 orang. Penilaian
tingkat gangguan muskuloskeletal dilakukan sebelum
dan sesudah menggunakan kursi ergonomis (kursi kerja
hasil rancangan). Lama waktu pemakaian kursi
ergonomis selama 2 bulan (September-Oktober 2012).
Untuk
menguji
perbedaan
gangguan
muskuloskeletal sebelum dan sesudah menggunakan
kursi ergonomis digunakan analisis statistik Wilcoxon
test. Untuk menguji ada atau tidaknya perbedaan

gangguan muskuloskeletal sebelum dan sesudah


perlakuan digunakan uji McNemar, sedangkan untuk
mengetahui faktor-faktor risiko yang mempengaruhi
gangguan muskuloskeletal digunakan uji Chi square
test.

O1

(X)

O2

Gambar 1. Bagan rancangan penelitian


Keterangan :
O1 : Kelompok sampel sebelum diberi perlakuan
( X ) : Perlakuan
O2 : Kelompok sampel sesudah diberi perlakuan
Untuk menilai gangguan muskuloskeletal pada
pekerja digunakan kuesioner Nordic Body Map yang
penilaiannya berdasarkan skoring 4 skala Likert. Setiap
skor atau nilai mempunyai definisi operasional sebagai
berikut :
a. Skor 1, berarti tidak ada gangguan/kenyerian atau
tidak ada rasa sakit sama sekali yang dirasakan oleh
pekerja (tidak sakit).
b. Skor 2, berarti dirasakan sedikit adanya gangguan/
kenyerian pada otot skeletal (agak sakit).
c. Skor 3, berarti responden merasakan adanya
gangguan/kenyerian atau sakit pada otot skeletal
(sakit).
d. Skor 4, berarti responden merasakan adanya
gangguan sangat sakit atau sangat nyeri pada otot
skeletal (sangat sakit)(Tarwaka, 2010).
Selanjutnya dihitung total skor individu dari
seluruh skor gangguanotot skeletal dari 28 bagian otot
skeletal yang diobservasi. Pada desain 4 skala Likert
ini, skor individu terendah 28 dan skor tertinggi 112.
Pedoman sederhana untuk menentukan kualifikasi
subjektivitas tingkat risiko otot skeletal, sebagai
berikut:
a. Tingkat aksi: 1; Total skor individu: 28-49; Tingkat
risiko: Rendah;Tindakan perbaikan: Belum
diperlukan adanya tindakan perbaikan.
b. Tingkat aksi: 2; Total skor individu: 50-70; Tingkat
risiko: Sedang; Tindakan perbaikan: Mungkin
diperlukan tindakan perbaikan di kemudian hari.
c. Tingkat aksi: 3; Total skor individu: 71-91; Tingkat
risiko: Tinggi; Tindakan perbaikan: Diperlukan
tindakan segera.
d. Tingkat aksi: 4; Total skor individu: 92-112;
Tingkat risiko: Sangat tinggi; Tindakan perbaikan:
Diperlukan tindakan menyeluruh sesegera mungkin
(Tarwaka, 2010).

Hasil dan Pembahasan

Statistik

Perancangan
Kursi
Ergonomis.
Dilakukan
pengukuran antropometri pada 50 orang sampel,
meliputi tinggi lutut duduk, jarak lekuk lutut sampai
garis punggung, lebar pinggul, dan tinggi punggung.
Selanjutnya diukur tingkat gangguan muskuloskeletal
pekerja dengan panduan Nordic Body Map.
Pemeriksaan gangguan muskuloskeletal dilakukan
sebelum dan sesudah menggunakan kursi ergonomis
hasil rancangan penelitian berdasarkan data ukuran
antropometri tenaga kerja.
Dasar perancangan menggunakandimensi tinggi
lutut duduk (persentil 5%), jarak lekuk lutut sampai
garis punggung (persentil 5%), lebar pinggul (persentil
95%), dan tinggi punggung (persentil 95%), serta
dihitung kelonggarannya.
Deskripsi Ruang Kerja. Jarak antar pekerja kurang
dari 1 meter, dengan alasan menghemat biaya untuk
penyediaan kompor dan wajan. Kompor dan wajan
berisi wax, satu kompor dan wajan digunakan 57orang, sehingga membatasi gerak tenaga kerja.
Pekerja melakukan gerakan monoton dengan posisi
kerja tidak ergonomis yaitu duduk sambil
membungkuk dalam waktu 7 jam sehari dan keadaan
tersebut telah berlangsung selamabertahun-tahun sesuai
dengan masa kerja masing-masing pekerja.
Deskripsi Kursi untuk Membatik (Dingklik).
Dingklikdigunakan oleh pekerja batik tulis (pembatik),
untuk duduk dalam bekerja. Disain dingklik yang
terlalu rendah menyebabkan posisi pekerja tidak
ergonomis (membungkuk) dan monoton. Dimensi ratarata ukuran dingklik, panjang 32,1 cm, lebar25,5 cm,
tinggi 14,4 cm, tanpa sandaran (Gambar 2).

Lutut lutut - Garis Pinggul


Duduk Punggung
(cm)
(cm)
(cm)
Minimal
31,00
30,60
29,10
Maksimal
40,90
51,20
40,80
Rata-rata
35,98
42,85
35,00
Persentil 5% 33,39
38,74
30,85
Persentil 95% 39,49
48,27
39,73

Berdasar Tabel 1 tersebut dibuat rancangan kursi


ergonomis untuk wanita pekerja batik. Dimensi ukuran
kursi tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Dimensi Kursi Kerja Hasil Rancangan
No Ukuran Kursi
1.

2.

3.

4.

Tinggi Kursi,
ditentukan
berdasarkan data
Tinggi Lutut Duduk
Panjang kursi,
ditentukan
berdasarkan data
Jarak Lekuk-lutut
s/d Garis Punggung
Lebar Kursi,
ditentukan
berdasarkan data
Lebar Pinggul
Tinggi Sandaran,
ditentukan
berdasarkan data
Tinggi Punggung

Persent
il
5%

Ukur
an
(mm)
33,39

5%

38,74

95
%

39,73

95
%

42,46

Kursi Hasil Rancangan. Kursi ergonomis untuk


pekerja batik dirancang berdasarkan data ukuran
antropometri pekerja yang meliputi tinggi lutut duduk,
jarak lekuk lutut ke garis punggung, lebar pinggul, dan
tinggi punggung. Deskripsi data hasil pengukuran
antropometri wanita pekerja batik, secara statistik
tersaji pada tabel 1.
Tabel 1. Data Ukuran Antropometri Tenaga Kerja
Tinggi Jarak Lekuk- Lebar

Kelonggaran
Kebutuha
n
melurusk
an kaki
sebagai
penopang
kain pola
(Data
Tinggi
Lutut
Duduk 5.0 cm)

Dengan menggunakan data Tabel 2, dibuat


ukuran/dimensi kursiergonomissebagai berikut :
1. Tinggi kursi kerja = (33,39 5,0) = 28,39cm
2. Panjang kursi kerja = 39,74 cm
3. Lebar kursi kerja = 39,73cm
4. Sandaran
= 42,46cm

Gambar 2. Kursi Dingklik

Deskripsi

Punggung
(cm)
30,10
44,60
39,46
35,73
42,46

Tinggi

Gambar 3. Kursi Hasil Rancangan

Deskripsi Perbandingan ukuranDingklikdan Kursi


Hasil Rancangan. Perbandingan ukuran antara
dingklik dengan kursi ergonomis hasil rancangan tersaji
pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan ukuran dingklik dan kursi
hasil rancangan
No. Dimensi
Ukuran

Dingkli
k (mm)

Kursi
Kerja
(mm)

Tinggi

14,4

28,39

2
3

Panjang
Lebar

32,1
25,5

39,74
38,73

Sandaran

42,46

Bantalan

Tidak
ada
Tidak
ada

Seli
sih
(mm
)
13,9
9
7,64
13,2
3
-

Sepon

Deskripsi Perbandingan Posisi Duduk Sebelum dan


Sesudah Memakai Desain Kursi Ergonomis Hasil
Rancangan. Deskripsi posisi duduk pekerja sebelum
dan sesudah memakai desain kursi ergonomis hasil
rancangan sebagai berikut:
1. Posisi duduk pekerja sebelum menggunakan desain
kursi hasil rancangan (masih menggunakan
dingklik)
a. Dingklik terlalu pendek, kaki tidak bisa
relaksasi.
b. Panjang dingklik terlalu pendek, sehingga
tungkai atas (paha) tertekan, sehingga
menghambat peredaran darah.
c. Lebar dingklik terlalu sempit, sehingga pantat
tidak bisa tercover di dingklik.
d. Dingklik tanpa sandaran, sehingga melelahkan.
e. Alas duduk dari bahan keras, menyebabkan
penekanan aliran darah pada paha.
2. Posisi duduk pekerja sesudah menggunakan desain
kursi hasil rancangan
a. Tinggi kursi sesuai tinggi lekuk lutut, sehingga
posisi kaki lebih rileks.
b. Pangjang kursi sesuai panjang tungkai atas dan
alas duduk empuk, sehingga paha tidak tertekan.
c. Lebar kursi sesuai dengan lebar pinggul,
sehingga lebih nyaman.
d. Kursi dengan sandaran sehingga pungung bisa
istirahat dan mengurangi kelelahan.
e. Alas duduk dilapisi spons sehingga mengurangi
penekanan aliran darah pada paha.
Deskripsi
Tingkat
Keparahan
Gangguan
Muskuloskeletal Sebelum dan sesudah Memakai

Desain Kursi Ergonomis Hasil Rancangan.


Deskripsi
Tingkat
Keparahan
Gangguan
Muskuloskeletal Sebelum dan sesudah Memakai
Desain Kursi Ergonomis Hasil Rancangan Gambar 4.
Risiko gangguan muskuloskeletal menunjukkan
penurunan kasus tingkat risiko tinggi dari 33 kasus
(66%) menjadi 6 kasus (12%), sebaliknya pada kasus
gangguan muskuloskeletal tingkat risiko rendah terjadi
kenaikan dari 2 kasus (4%) tingkat risiko rendah
menjadi 23 kasus (46%).

Gambar 4. Grafik Tingkat Keparahan Gangguan


Muskuloskeletal
Uji statistik perbedaan tingkat keparahan risiko
gangguan muskuloskeletal sebelum dan sesudah
menggunakan kursi ergonomis.
Tabel 4. Hasil Uji Wilcoxon
Tingkat Risiko
Tingg Sedan Rendah
i
g
Sebelum 33
15
2
Sesudah
6
21
23

4,990

0,00
0

Hasil uji perbedaan tingkat keparahan terhadap


pemakaian kursi ergonomis menunjukkan hasil yang
signifikan pada p=0,000 (p<0,05). Dengan demikian
kasus gangguan muskuloskeletal pada pekerja yang
menggunakan dingklik lebih tinggi dibanding sesudah
memakai kursi hasil rancangan.
Uji statistik perbedaan gangguanmuskuloske-letal
sebelum dan sesudah menggunakan kursi
ergonomis
Tabel 5. Hasil Uji McNemar

Sebelum
Sesudah

Gangguan Muskuloskeletal
Ada
Tidak Ada
Ganggua
Gangguan
n
33
17
6
44

Kesimpul
an

0,03
5

Signifika
n

Hasil uji McNemar menunjukkan hasil signifikan


pada p=0,035 (p<0,05).Hal ini menunjukkan adanya
perbedaan gangguan muskuloskeletal pekerja sebelum
dan sesudah menggunakan kursi ergonomis hasil
rancangan.
Hubungan antara umur, masa kerja, dan indeks
massa tubuh dengan gangguan muskuloskeletal
sebelum menggunakan kursi ergonomis
Tabel 6. Hasil
Chi
Square Test
Gangguan
Muskuloskeletal Sebelum Memakai Kursi
Ergonomis

Umur > 40 th
Umur < 40 th
Masa kerja > 8 th
Masa kerja < 8 th
IMT > 25 kg/m2
IMT < 25 kg/m2

Gangguan
Sebelum
Memakai Kursi
p
Kesimpulan
ergonomis
Ada
Tidak
Ada
9
9
0,073
Tidak
Signifikan
24
8
17
9
0,924
Tidak
Signifikan
16
8
16
3
0,033 Signifikan
17
14

Hasil uji pada tabel 6 menunjukan faktor risiko


yang berpengaruh terhadap gangguan muskuloskeletal
selain penggunaan kursi adalah IMT pada p=0,033
(p<0,05), sedangkan umur dan masa kerja tidak
berpengaruh.
Perbedaan Gangguan Muskuloske-letal Sebelum
dan Sesudah Menggunakan Kursi Ergonomis
dengan Mengendalikan Variabel Confounding.
Ternyata ada satu variabel confounding, yaitu IMT
yang masih memepngaruhi hasil uji bivariat; oleh
karena itu dilanjutkan dengan uji Repeated Ancova,
untuk mengetahui perbedaan gangguan muskuloskeletal Sebelum dan Sesudah pekerja memakai kursi
yang ergonomis dengan mengendalikan variabel IMT.
Hasil uji Repeated Ancova tersaji pada tabel 7.
Tabel

7. Hasil uji perbedaan gangguan


muskuloskeletal sebelum dan sesudah
menggunakan kursi ergonomis setelah
mengendalikan variabel IMT

Gangguan
Muskuloskeletal
Sebelum
Sesudah

Rerata
70,36
52,54

SD
6,394
8,888

F
4,806

p
0,033

Setelah variabel IMT dikendalikan, hasil uji tetap


signifikan dengan nilai p=0,033 (p<0,05).
Semua sampel penelitianadalah tenaga kerja
wanita di bagian batik tulis yang duduk dengan
menggunakan dingklik; posisi duduk pekerjatidak
ergonomis. Ukuran dingklik sangat rendah, sehingga
posisi kaki harus lurus ke depan atau harus ditekuk,
seharusnya secara ergonomis posisi kaki harus ditekuk
secara alamiah. Tinggi kursi sesuai dengan panjang
lekuk lutut sampai alas kaki. Panjang dingklik juga
terlalu pendek, seharusnya panjang kursi harus
menyesuaikan dengan jarak lekuk lutut sampai garis
punggung. Lebar dingklik juga terlalu sempit, sehingga
tenaga kerja kurang mendapat kebebasan bergerak
selama
bekerja,
seharusnya
lebardingklik
menyesuaikan dengan lebar pinggul. Secara umum,
desain dingklik tidak ergonomis. Ketidakergonomisan
dalam bekerjadapat menimbulkan risiko timbulnya
gangguan muskuloskeletal berupa nyeri punggung,
nyeri leher, nyeri pada pergelangan tangan, siku dan
kaki.
Gambaran risiko tingkat keparahan gangguan
muskuloskeletal 50 orang tenaga kerja sebelum
menggunakan kursi ergonomis menunjukkan kategori
risiko tinggi 33 orang (66%), risiko sedang 15 orang
(15%), dan risiko rendah 2 orang (40%). Untuk tingkat
risiko tinggi diperlukan tindakan perbaikan segera.
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa perbaikan
dingklik yang tidak ergonomis perlu mendapat
perhatian khusus karena sebagian besar (66%) tingkat
risikonya tinggi.
Gambaran tingkat risikogangguanmuskuloskeletal tenaga kerja sesudah 2 bulan menggunakan kursi
ergonomis menunjukkan kategori risiko tinggi 6 orang
(6%), risiko sedang 21 orang (42%) dan risiko rendah
23 orang (46%). Gambaran tersebut menunjukkan
sebagian besar berisiko rendah (46%) dan risiko
sedang (42%).Tindakan perbaikan yang dianjurkan
untuk risiko sedang adalah mungkin diperlukan
tindakan perbaikan di kemudian hari, sedangkan
tindakan untuk risiko rendah belum diperlukan adanya
tindakan perbaikan.
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa setelah
menggunakan kursi ergonomis sudah baik, karena
risiko tingkat keparahan gangguan muskuloskeletal
terjadi penurunan, yang semula tingkat risiko sebagian
besar tinggi dan sedang, menjadi sedang dan rendah.
Pemberian perbaikan kursi kerja dengan desain
sesuai ukuran antropometri tenaga kerja dan dilengkapi
dengan busa pada alas kursinya sudah merupakan kursi
yang ergonomis karena mampu mengurangi risiko
penekanan langsung pada jaringan otot yang lunak di
paha, selain itu dengan menggunakan kursi ergonomis
akan mampu memberikan sikap kerja yang alamiah
sehingga gangguan otot skeletal dapat dikurangi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
sejenis oleh Purwanti (2008), membuktikan
adahubungan ergonomi kerja dengan timbulnya

gangguan kesehatan akibat kerja pada pekerjadi PG


Krembong Sidoarjo, menggunakan uji korelasi
Pearson Product Moment diperoleh hasil yang
signifikan (r=0,608).Dalam penelitian Purwanti (2008)
tersebut disampaikan bahwa sebagian besar gangguan
muskuloskeletal pada pekerja di PG Krembong
Sidoarjo meliputi nyeri pinggang dan nyeri lutut.
Penelitian lain dilakukan oleh Pratomo (2006),
menemukan adahubungan antara kursi kerja dengan
timbulnya keluhan nyeri pinggang pada pekerja tenun
kain sarung di Java ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin)
Desa Kebunan Kecamatan Taman Kabupaten
Pemalang.
Hasil analisis uji statistik menunjukkan signifikan
(p=0,02). Hasil penelitian ini juga mendukung
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Subagyo
(2010) tentang pengaruh ergonomis stasiun kerja
terhadap keluhan otot-otot skeletalpekerja laki-laki
kantor administrasi dokumen buildingdi PT Krakatau
SteelCilegon;melalui uji statistik t-testhasil uji statistik
menunjukkan nilai p=0,000 (p0,05), yang berarti
signifikan; berarti ada beda rata-rata antara skor
keluhan muskuloskeletal sebelum bekerja dengan
setelah bekerja.
Faktor-faktor risiko yang dihitung secara statistik
dalam penelitian ini meliputi umur, masa kerja, dan
indeks massa tubuh. Hasil uji statistik menunjukkan
umur di atas 40 tahun dan di bawah 40 tahun tidak
berbeda
secara
statistik
terhadap
gangguan
muskuloskeletal baik sebelum (2=3,209; p=0,073),
maupun menggunakan kursi ergonomis (p=0,075).
Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Woro Riyadina, dkk (2008), yang
menyatakan bahwa umur lebih dari 40 tahun dibanding
kurang dari 40 tahun tidak berbeda (OR=1,24; 95%CI:
0,94-1,64). Pendapat yang sama juga disampaikan oleh
Mayrika Pratiwi H, dkk., (2009), yang juga
menyatakan bahwa umur lebih dari 40 tahun dibanding
kurang dari 40 tahun tidak berbeda secara statistik
(p=0,355).
Hasil uji statistik menunjukkan masa kerja di atas
8 tahun dan di bawah 8 tahun tidak berbeda secara
statistik terhadap gangguan muskuloskeletal baik
sebelum (2=0,009; p=0,924), maupun menggunakan
kursi ergonomis (2=0,952; p=0,329). Hasil ini
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Mayrika
Pratiwi H, dkk., (2009), yang juga menyatakan bahwa
masa kerja tidak berpengaruh terhadap gangguan
muskuloskeletal. Namun dalam penelitian ini
dikategorikan umur lebih dari 5 tahun dan kurang dari
5 tahun (p=1,000).
Hasil uji statistik terhadap faktor risiko lain, yaitu
indeks massa tubuh (IMT) menunjukkan bahwa IMT
lebih dari 25 kg/m2 dan dibawah 25 kg/m2
menunjukkan hasil yang berbeda secara statistik
terhadap gangguan muskuloskeletal baik sebelum
(2=4,529; p=0,033), maupun menggunakan kursi
ergonomis (2=5,947; p = 0,015). Hasil ini mendukung

penelitian yang dilakukan oleh Warih Sri Widodo dan


Wahyuni (2008), yang menyatakan bahwa ada korelasi
yang cukup berarti antarakegemukan dengan
peningkatan kurvalumbal dan nilai t=3,016 (t>t5%) yang
berarti
ada
hubungan
antara
kegemukan
denganpeningkatan kurva lumbal, sertakoefisien
penentu 38,07% yang berartikontribusi kegemukan
terhadappeningkatan kurva lumba sebesar 38,07%.
Hasil ini mendukung pernyataan Siswono (2003), yang
menyatakan semakin gemuk seseorang akan semakin
jelas gangguan-gangguanfungsional gerak tubuh dan
kerentaanakan penyakit.

Simpulan
Hasil rancangan kursi ergonomis untuk pekerja
wanita batik tulis di industri batik di kabupaten Sragen
berukuran tinggi 28.39cm, panjang 39.74 cm, lebar
38.73 mm, dan tinggi sandaran 42,46cm dengan spon
pada permukaan alas duduk. Kategori tingkat risiko
gangguan muskuloskeletal
pada pekerja yang
menggunakan dingklik menunjukkan kategori tinggi
66%, risiko sedang 15%, dan risiko rendah 40%.
Kategori tingkat risiko gangguan muskuloskeletal
pada pekerja sesudah memakai kursi ergonomis selama
2 bulan menunjukkan kategori risiko tinggi 6%, risiko
sedang 42% dan risiko rendah 46%. Ada perbedaan
tingkat keparahan risiko gangguan muskuloskeletal
sebelum dan sesudah menggunakan kursi ergonomis (p
< 0,05). Ada perbedaan gangguan muskuloskeletal
sebelum dan sesudah menggunakan kursi ergonomis (p
< 0,05). Faktor risiko yang bepengaruh terhadap
gangguan muskuloskeletal adalah indeks massa tubuh
(p < 0,05).
Untuk mengurangi gangguan muskuloskeletal
sebaiknya pekerja batik tulis menggunakan kursi kerja
yang ergonomis. Disamping itu, diharapkan adanya
program pengidealan berat badan, misalnya berolah
raga secara teratur, diet, dan sebagainya, serta
pembinaan kesehatan kerja dari Dinas Pemerintah
terkait.

Daftar Acuan
1. Pemda Sragen. Batik Sragen Berobsesi Tembus
Pasar Mancanegara. (internet) [diakses 1 Oktober
2012].
Dari:
http://info-sragen.blogspot.
com/2010/06/batik-sragen-berobsesi-tembus-pasar.
html.
2. Helander M, A guide to the ergonomics of
manufacturing. London: Taylor and Francis Ltd;
1995.
3. Tarwaka,
Ergonomi
Industri,
Dasar-dasar
Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat
Kerja. Surakarta: Harapan Press Solo; 2010.

4. Purwanti D, Hubungan Antara Ergonomi Kerja


Terhadap Timbulnya Gangguan Kesehatan Akibat
Kerja pada Pekerja di PG KREMBOONG Sidoarjo
[Thesis]. Malang: UMM; 2008.
5. Pratomo A.W, Hubungan antara Kursi Kerja
dengan timbulnya Keluhan Nyeri Pinggang Pada
Pekerja Tenun Kain Sarung Di ATBM (Alat Tenun
Bukan Mesin) Desa Beji Kecamatan Taman
Kabupaten Pemalang Tahun 2006 Semarang
[Skripsi]. Semarang: FIK UNNES; 2007.
6. Subagyo S, Pengaruh Ergonomis Stasiun
kerjaterhadap Keluhan otot-otot skeletal Pekerja
laki-laki Kantor Adminitrasi Dokumen Building
PT Krakatau Steel Cilegon [Skripsi]. Surakarta :
FK UNS; 2010.
7. Woro Riyadina, Frans X Suharyanto, Lusianawaty
Tana. Keluhan Nyeri Muskuloskeletal pada Pekerja
Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta.
Majalah Kedokteran Indonesia. 2008; 58 (1)
8. Mayrika Pratiwi H, Yuliani Setyaningsih,Bina
Kurniawan, dan Martini. Beberapa Faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Keluhan Nyeri Punggung
Bawah Pada Penjual Jamu Gendong, Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia. 2009; 4 (1) :61-67.
9. Warih Sri Widodo, Wahyuni. Korelasi Antara
Kegemukan Dengan Peningkatan Kurva Lumbal
Bidang Sagital. Jurnal Kesehatan ISSN 19797621. 2008; 1 (2) :155-164.
10. Siswono. Pola Hidup Modern itu Potensi Obese.
(internet) [diakses: 1 Oktober 2012]. Dari:
http://gizi.depkes.go.id/arsip/arc10-2003.html

Vous aimerez peut-être aussi