Vous êtes sur la page 1sur 47

BAB I

TINJAUAN TEORITIS
A.

KONSEP DASAR
1. Pengertian
Sinusitis

akhiran umum dalam kedokteran itis berarti peradangan

karena itu sinusitis adalah suatu peradangan sinus paranasal. Sinusitis adalah
penyakit yang terjadi di daerah sinus. Sinusitis adalah merupakan penyakit
infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus. Sinus itu sendiri adalah
rogga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung.
Fungsi dari rongga sinus sendiri adalah untuk menjaga kelembapan
hidung dan menjaga pertukaran udara di daeranh hidung. Rongga sinus
sendiri terdiri dari 4 jenis yaitu :
1. Sinus Frontal, terletak dibagian tengah dari masing-masing alis
2. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat di sampig hidung
3. Sinus Ethmooid, terletak di antara mata, tepat dibelakang tulang hidung
4. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid dan di belakang mata
Didalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu
halus yang disebut dengan cilia. Fungsi cilia ini adalah untuk mendorong
lender yang diproduksi didalam sinus menuju kesaluran parnafasan. Gerakan
cilia mendorong lender ini berguna untuk membersihkan saluran nafas dari
kotoran ataupun organism yang mungkin ada. Ketika lapisan rongga sinus
yang menyebabkan lender terperangkap di rongga sinus dan menjadi tempat
tumbuhnya bakteri. Jadi sinusitis terjadi apabila terjadi peradangan didaerah
lapisan rongga sinus yang menyebabkan lender terperangkap dirongga sinus
dan menadi tempat tumbuhya bekteri.
Sinusitas sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

a. Sinusitas Akut : gejala dirasakan selama 2-8 minggu


b. Sinusitas Kronis : biasanya gejala dirasakan lebih dari 8 minggu.
2. Anatomi Fisiologi
Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan
hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam
tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa
rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan,
kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah
ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari dari sinus etmoid
anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus
sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior
rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18
tahun.
3. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM).
Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat
yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem,
sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan
silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini

menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan


terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang
ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis
non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka
sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk
tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen
yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik.
Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia
dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan
polip dan kista.
4.

Pathway

5.

Etiologi

Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang)


maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun).
a. Penyebab sinusitis akut:

Infeksi virus.
Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada
saluran pernafasan bagian atas (misalnya pilek).

Infeksi Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang
dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem
pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat
pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak
berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus,
sehingga terjadi infeksi sinus akut.

Infeksi jamur
Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut,
Aspergillus merupakan jamur yang bisa menyebabkan sinusitis pada
penderita gangguan sistem kekebalan. Pada orang-orang tertentu,
sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur.
Peradangan menahun pada saluran hidung. Pada penderita rinitis
alergika bisa terjadi sinusitis akut. Demikian pula halnya pada
penderita rinitis vasomotor. Sinusitis akut lebih sering terjadi pada

penderita gangguan sistem kekebalan dan penderita kelainan sekresi


lendir (misalnya fibrosis kistik).
b. Penyebab sinusitis kronis :

Asma

Penyakit alergi (misalnya rinitis alergika)

Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun


pembuangan lendir.

6.

Manifestasi Klinik
Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang
dirasakan ketika penderita bangun pada pagi hari. Sinusitis akut dan kronis
memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada
sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus
yang terkena:
Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit
gigi dan sakit kepala.
Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi.
Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata
serta sakit kepala di dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa
menyebabkan nyeri bila pinggiran hidung di tekan, berkurangnya indera
penciuman dan hidung tersumbat.

Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat


dipastikan dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun
belakang, atau kadang menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.
Gejala lainnya adalah:

7.

Tidak enak badan

Demam

letih, lesu

batuk, yang mungkin semakin memburuk pada malam hari

hidung meler atau hidung tersumbat.

Pemeriksaan Penunjang
a.

Rinoskopi anterior :

Mukosa merah

Mukosa bengkak

Mukopus di meatus medius

b.

Rinoskopi postorior

8.

Mukopus nasofaring

Penatalaksanaan
a. Drainage
6

Medical :
Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) %(anak)
Dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg

Surgikal : irigasi sinus maksilaris.

b. Antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untk akut) yaitu :

Ampisilin 4 x 500 mg

Amoksilin 3 x 500 mg

Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet

Diksisiklin 100 mg/hari

c. Simtomatik

Prasetamol, metampiron 3 x 500 mg.

d. Untuk kronis adalah :

Cabut geraham atas bila penyebab dentogen

Irigasi 1 x setiap minggu (10-20)

Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)

Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah untuk mengontrol infeksi,


memulihkan kondisi mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri.Sinusitis akut
dapat sembuh spontan atau dapat sembuh hanya dengan pemberian
obat.Sinusitis akut perlu dilakukan operasi jika penderita sakit berat atau telah
terjadi komplikasi atau terjadi akibat kelainan anatomi.
Sinusitis kronik perlu dilakukan operasi disamping dengan pemberian
obat.Prinsip penanganan sinusitis adalah disamping penanganan sinusitisnya
juga harus dilakukan penanganan terhadap penyebabnya.Cara operasi paling
mutakhir terhadap sinusitis adalah dengan metode FESS (Functional
Endoscopic Sius Surgery) atau BSEF (Bedah Sinus Endoskopik Fungsional)
(Budisantoso, 2009).

B.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.

Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan,


pekerjaan.

b.

Riwayat Penyakit sekarang : bernafas melalui mulut, kapan, onset,


frekwensinya, riwayat pembedahan hidung atau trauma.

c.

Keluhan utama : penderita mengeluh nyeri kepala sinus, malaise, dan


nyeri tenggorokan.

d.

Riwayat penyakit dahulu :Pasien pernah menderita penyakit akut dan


perdarahan hidung atau trauma, Pernah mempunyai riwayat penyakit
THT, Pernah menderita sakit gigi geraham

e.

Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota


keluarga klien yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien
sekarang.

f.

Riwayat Psikososial : Intrapersonal yaitu perasaan yang dirasakan


klien (cemas/sedih), interpersonal : hubungan klien dengan orang lain
sangat baik.

g.

Pola fungsi kesehatan

Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat : Untuk mengurangi


flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
samping.

Pola nutrisi dan metabolisme : biasanya nafsumakan klien


berkurang karena terjadi gangguan pada hidung

Pola istirahat dan tidur : selama di rumah sakit klien merasa tidak
dapat istirahat karena klien sering pilek

Pola Persepsi dan konsep diri : klien sering pilek terus menerus
dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun

Pola sensorik : daya penciuman klien terganggu karena hidung


buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen, serous,
mukopurulen).

2.

Pemeriksaan Fisik
a.

Status kesehatan umum : keadaan umum ,


tanda vital, kesadaran.

b.

Pemeriksaan fisik data fokus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinoskopi
(mukosa merah dan bengkak).

3.

Diagnosa Keperawatan
a.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

b.

Nyeri

c.

Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

d.

Gangguan istirahat tidur

e.

Cemas

4. Rencana Keperawatan
a.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil : Jalan napas kembali normal terutama hidung dan
klien bernapas tidak lagi melalui mulut.
Intervensi :
-

Kaji penumpukkan sekret yang ada.


Rasional : Mengetahui tingkat keparahan dan

tindakan

selanjutnya.
-

Kaji pasien untuk posisi semi fowler, misalnya :

Peninggian

kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.


10

Rasional :Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi


pernapasan dengan menggunakan gravitasi.
- Pertahankan posisi lingkungan minimum, misalnya debu, asap
dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional :Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat
mentriger episode akut.
-

Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.


Rasional :Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi
dan mengontrol pernapasan.

11

12

13

1.

14

Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit


pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen
dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan
ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah
lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan
kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa
kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk
keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau
persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir
dengan asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat
dan maksimal pada saat lahir.
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah:
a.

Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala

akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat


pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.Gangguan aliran
darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang
menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal
ini sering ditemukan pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus,
misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau
obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada
penyakit eklamsi dan lain-lain.
b.

Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan

kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan


mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan
plasenta, dan lain-lain.
c.

Faktor fetus
15

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran


darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan
pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat
antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
d.

Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ;

pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara


langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, traoma
yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan intra cranial,
kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia diafragmatika, atresia
atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.
3. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan
dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan
mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin
tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi
didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi.
Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan
setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol
dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati
Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi.
Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada
didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan
dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam
paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan
16

mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen


dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya
melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran
darah yang
mengembang

cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai


DA

akan

tetap

tertutup

sehingga bentuk sirkulasi

extrauterin akan dipertahankan.


Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari
vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan
asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal,
otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti
jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi
gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi
penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai
terjadi suatu Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan
memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan
kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara
cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan
tepat (Aliyah Anna, 1997).
4. Gejala Klinis
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan
yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut,
gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun,
sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur
dan memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia
neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat,
pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
a. Pernafasan megap-magap dalam

17

b. Denyut jantung terus menurun


c.

Tekanan darah mulai menurun

d.

Bayi terlihat lemas (flaccid)

e.

Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)

f.

Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)

g.

Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)

h.

Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob

i.

Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular

j.

Pernafasan terganggu

k.

Detik jantung berkurang

l.

Reflek / respon bayi melemah

m.

Tonus otot menurun

n.

Warna kulit biru atau pucat


5. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a.

Edema otak & Perdarahan otak


Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang

telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah


ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia
dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga
dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat
terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini
curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium
dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh

darah

mesentrium

pengeluaran urine sedikit.


18

dan

ginjal

yang

menyebabkan

c.

Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan

pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan


persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a.

Laboratorium AGD
Untuk mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu untuk

memberikan oksigen yang adekuat dan membuang karbondioksida


serta tingkat dimana ginjal mampu untuk menyerap kembali atau
mengekresi ion-ion bikarbonat untuk mempertahankan PH darah yang
normal.
b.
c.

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik


Foto rontgen dada (baby gram)
Jaringan pulmonal normal adalah radiolusent karenanya

ketebalan atau densitas yang dihasilkan oleh cairan, tumor, benda


asing dan kondisi patologis lain dapat dideteksi dengan cara
pemeriksaan rontgen.
d.

Elektrolit darah

e.

Gula darah

f.

Pulse Oximetry
Adalah metode pemantauan non invasif secara kontinue

terhadap saturasi Oksigen Hemoglobin. Jadi pulse oximetry merupakan


19

suatu cara efektif untuk memantau pasien terhadap perubahahn


saturasi oksigen yang kecil / mendadak.
7. Penatalaksanaan
a.

Resusitasi

1)

Tahapan resusitasi tidak melihat nilai APGAR.

2)

Terapi medikamentosa
b. Epinefrin
Indikasi :

1)

Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik

dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.


2)

Asistolik.
Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03

mg/kg BB). Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit
bila perlu.
c.

Volume ekspander
Indikasi :

1)

Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia

dan tidak ada respon dengan resusitasi.


2)

Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok.

Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada
resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
jenis cairan :
1)

Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)

2)

Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan

darah banyak. Dosis : dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10
menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
d.

Bikarbonat

Indikasi :

20

1)

Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan

resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.


2)

Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan

hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah


dan kimiawi.
Dosis: 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kgBB
(8,4%). Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama
banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2
dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
e.

Nalokson
Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak

menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson


ventilasi harus adekuat dan stabil.
Indikasi :
1)

Depresi

pernafasan

pada

bayi

baru

lahir

yang

ibunya

menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.


2)

Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai

sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with


drawltiba-tiba pada sebagian bayi. Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml
atau 1 mg/ml). Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik
diberikan I.M atau S.C.
f.

Suportif

1)

Jaga kehangatan.

2)

Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.

3)

Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan

elektrolit)
9. ASUHAN KEPERAWATAN
1.

Pengkajian
21

a. Identitas orang tua


b. Identitas bayi baru lahir
c. Riwayat Persalinan
d. Pemeriksaan fisik:
1)

Keadaan umum tampak lemah

2)

Kepala : bentuk mesocephal, ubun-ubun besar sudah

menutup.
3)

Mata : sklera tak ikterik, konjungtifa tak anemis

4)

Hidung : bentuk simetris, ada cuping hidung, nampak

megap-megap, belum napas


5)

Telinga : bentuk simetris, tak ada kotoran

6)

Mulut : bibir sianosis, membran mukosa tak kering

7)

Leher : tak ada pembesaran kelenjar tiroid

8)

Dada : bentuk simetris, ada retraksi dada

9)

Frekuensi nafas < 30 kali/menit, atau apena (henti napas

> 20 detik)
10) Jantung : denyut jantung < 100 kali/menit
11) Paru-paru : masih terdengar suara nafas tambahan
( ronkhi basah +)
12) Abdomen : meteorismus + tali pusat berwarna putih dan
masih basah
13) Kulit : warna kulit sianosi
14) Extremitas : tak ada tonus otot, tonus otot sedikit/lemah
15) Refleks : tak ada reflek moro
2.

Diagnosa keperawatan
a.

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi

b.

Hipotermi berhubungan dengan terpapar lingkungan dingin

c.

Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasif.

d.

Pola makan bayi tidak efektif b.d kegagalan neurologik


22

3. Rencana Keperawatan
Dianogsa Keperawatan
Pola napas tidak efektif . Setelah

Tujuan
dilakukan

intervensi
tindakan Manajemen Jalan Napas

Batasan karakteristik :

keperawatan selamaX 24 jam, 1. Buka jalan napas

diharapkan

Bernapas

pola

napas

bayi 2. Posisikan

bayi

untuk

menggunakan otot

efektif dengan kriteria:

memaksimalkan

napas tambahan.

Status Respirasi : Ventilasi:

dan mengurangi dispnea

Dispnea

- Pernapasan

pasien

30- 3. Auskultasi

Napas pendek

Frekwensi napas < 25 - Pengembangan dada simetris.

60X/menit.

catat

kali / menit atau > 60

- Irama pernapasan teratur

kali / menit

- Tidak ada retraksi dada saat


bernapas
- Inspirasi

ventilasi

suara

napas,

adanya

suara

tambahan
4. Identifikasi

bayi

pemasangan

perlunya

alat

jalan

napas buatan
dalam

ditemukan

tidak 5. Keluarkan sekret dengan


suctin

- Saat bernapas tidak memakai 6. Monitor respirasi dan ststus


otot napas tambahan

oksigen bila memungkinkan

- Bernapas mudah tidak ada Monitor Respirasi:


suara napas tambahan

1. Monitor kecepatan, irama,


kedalaman dan upaya
bernapas
2. Monitor pergerakan,
kesimetrisan dada, retraksi
dada dan alat bantu
pernapasan
3. Monitor adanya cuping
hidung

23

4. Monitor pada pernapasan:


bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, respirasi
kusmaul, cheyne stokes,
apnea
5. Monitor adanya
penggunaan otot diafragma
6. Auskultasi suara napas,
catat area penurunan dan
ketidakadanya ventilasi dan
bunyi napas.
Hipotermi.

Setelah

Batasan karakteristik :

keperawatan selamaX 24 jam 1 Pindahkan

- Pucat

bayi diharapkan terhin-dar dari

lingkungan yang dingin ke

- Kulit dingin

tanda dan gejala infeksi dengan

tempat

dilakukan

tindakan Pengobatan Hipotermi :


bayi

yang

dari

hangat

(di

Suhu tubuh di bawah indicator :

dalam incubator atau di

rentang normal

Status Imun:

bawah lampu sorot)

Menggigil

RR : 30-60X/menit

Kuku sianosis

Irama napas teratur

pakaian bayi dengan yang

Pengisian

Suhu 36-370 C

hangat dan

Integritas kulit baik

selimut

Integritas nukosa baik

Monitor suhu bayi

Leukosit dalam batas normal

Monitor gejala hipotermi :

lambat

kapiler -

2 Bila basah segera ganti

fatigue,

kering, beri

lemah,

apatis,

perubahan warna kulit.

24

Monitor status pernapasan

Monitor intake/output

Resiko infeksi

Setelah

dilakukan

tindakan Mengontrol Infeksi :

Faktor Resiko :

keperawatan selamaX 24 jam 1. Bersihkan box / incubator

1. Prosedur invasif

bayi diharapkan terhin-dar dari

setelah dipakai bayi lain

2. Ketidak adanya pera- tanda dan gejala infeksi dengan 2. Pertahankan teknik isolasi
watan imun buatan
3. Malnutrisi

indicator :

bagi

bayi

Status Imun :

menular

ber-penyakit

RR : 30-60X/menit

3. Batasi pengunjung

Irama napas teratur

4. Instruksikan pada

Suhu 36-370 C

pengunjung untuk cuci

Integritas kulit baik

tangan sebelum dan

Integritas nukosa baik

sesudah berkunjung

Leukosit dalam batas normal

5. Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci
tangan
6. Cuci tangan sebelum dan
sesudah mela-kukan
tindakan keperawatan
7. Pakai sarung tangan dan
baju sebagai pelindung
8. Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan
line kontrol dan dressing
sesuai ketentuan
10. Tingkatkan intake nutrisi
11. Beri antibiotik bila perlu.
Mencegah Infeksi

25

1. Monitor tanda dan gejala


infeksi sistemik dan lokal
2. Batasi pengunjung
3. Skrining pengunjung
terhadap penyakit menular
4. Pertahankan teknik aseptik
pada bayi beresiko
5. Bila perlu pertahankan
teknik isolasi
6. Beri perawatan kulit pada
area eritema

7. Inspeksi kulit dan membran


mukosa terhadap
kemerahan, panas,
dan drainase
8. Dorong masukan
nutrisi yang cukup
9. Berikan antibiotik sesuai
program

26

BAB II
TINJAUAN KASUS
BIODATA
A.

IDENTITAS KLIEN

1. Nama

: By. Ny. M

2. Tempat tgl lahir/usia

: Lhokseumawe, 22 Februari 2016

3. Jenis kelamin

: Perempuan

4. A g a m a

: Islam

5. Pendidikan

:-

6. Alamat
7. Tgl masuk

: Panton Labu
: 22 Februari 2016

8. Tgl pengkajian

: 22 Februari 2016 s/d 24 Februari 2016

9. Diagnosa medik

: Asfiksia neonatorum

B.

IDENTITAS ORANG TUA

1. Ayah
a. N a m a

: Tn. AB

b. U s i a

: 35 tahun

c. Pendidikan

: SMA

27

d. Pekerjaan/Jumlah penghasilan : Wiraswasta


e. A g a m a

: Islam

f. Alamat

: Panton Labu

2. Ibu
a. N a m a

: Ny. M

b. U s i a

: 26 tahun

c. Pendidikan

: SMA

d. Pekerjaan/Sumber penghasilan: Ibu Rumah Tangga


e. Agama

: Islam

f. Alamat

: Panton Labu

10. KELUHAN UTAMA


Bayi baru lahir menangis lemah, sesak, kebiruan, tali pusat layu,
caput, gerakan ekstermitas dan reflex sedikit
11. RIWAYAT KEHAMILAN & KELAHIRAN
Ibu hamil selama 37 minngu, tempat melahirkan di Rumah Sakit
Kesrem Lhokseumawe secara SC, kondisi bayi BB : 3600 gr, PB : 50
cm, bayi mengalami nafas lambat, bayi tampak pucat dan kebiruan,
gerakan reflex sedikit dan tonus otot menurun, APGAR score 5/6/7
12. RIWAYAT MASA LALU
Ibu mengatakan ini kehamilan pertamanya, selama kehamilan ibu
hanya mengalami mual dan muntah di trimester pertama, dan
melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 3 kali.
13. RIWAYAT KELUARGA
Keluarga mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang
mempunyai penyakit keturunan dan penyakit infeksi lainnya.
28

ANALISA DATA
Symptom
DS :

Etiologi
ASFIKSIA
Bayi kekurangan O2

Problem
POLA NAFAS
INEFEKTIF

DO:
Bayi mengalami
bradipneu : 25x/m

Takipnea
POLA NAFAS INEFEKTIF

Suara nafas
melemah
Ekspansi dada
berkurang
DS:

ASFIKSIA
Bayi kekurangan O2

DO:
Bayi mengalami
sianosis
CRT: > 3 detik

PERTUKARAN
GAS

Takipnea
Apneu primer
Denyut jantung dan tonus

Bayi mengalami
bradipneu : 25x/m

GG

menurun
Nafas megap-megap dan
dalam
Paru-paru terendam cairan

29

Alveoli tidak mengembang


Transport O2 dan CO2
terganggu
DS:

G3 PERTUKARAN GAS
ASFIKSIA
Bayi kekurangan O2

DO:
Bayi nampak
lemas dan lemah
Terjadi

INTOLERANSI
AKTIFITAS

Takipnea
Apneu primer
Denyut jantung dan tonus

penurunan kekuatan
otot
Gerakan
ekstremitas fleksi

menurun
Nafas megap-megap dan
dalam

sedikit
Gerakan reflex
sedikit

Bradikardi, TD menurun
Flaccid
Bayi nampak lemah dan
lemas

DS:
-

Orang tua

INTOLERANSI AKTIFITAS
ASFIKSIA
Bayi kekurangan O2

mengatakan merasa
cemas dan kawatir
mengenai keadaan
bayinya
-

Takipnea
Apneu primer
Denyut jantung dan tonus

Orang tua selalu

30

KECEMASAN
ORANG TUA

menanyakan apakah
sakit bayinya dapat

menurun
Nafas megap-megap dan

sembuh
-

dalam

Orang tua berharap


agar anaknya cepat

Bradikardi, TD menurun

sembuh.

Flaccid

DO:
-

Apneu sekunder

Orang tua bayi


nampak gelisah,

Bayi tidak bereaksi

cemas dan khawatir

terhadap rangsangan dan

akan kondisi
anaknya

tidak ada usaha bernafas


secara spontan
resusitasi pada BBL
Stress psikologis pada
orang tua
Perasaan takut dan
khawatir akan kondisi
bayinya
KECEMASAN ORANG
TUA

INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN

Pola Nafas

TUJUAN &
KRITERIA
HASIL
Klien

INTERVENSI
Kaji

31

RASIONAL
Kecepatan

inefektif

memperlihatkan

frekwensi,

biasanya

berhubungan

pola nafas yang

kedalaman

meningkat

dengan hipoksia

efektif, dengan

pernafasan

apabila terjadi

bayi ditandai

criteria:

dan ekspansi

peningkatan

dada.

kerja nafas

dengan:
DS:
o DO:
o bayi mengalami
bradipneu :

o Frekwensi dan
kedalaman

Penggunaan otot

pernafasan

Catat upaya

bantu

dalam rentang

pernafasan,

pernafasan

normal

termasuk

sebagai akibat

penggunaan

dari penigkatan

otot bantu

kerja nafas

o Bayi aktif

25x/m,
o suara nafas

pernafasan

melemah,

Bunyi nafas
menurun/tak ada

o ekspansi dada

Auskulatasi

berkurang.

bila jalan nafas

bunyi nafas

obstruksi dan

dan catat

adanya bunyi

adanya bunyi

nafas ronki dan

nafas seperti

mengi

mengi,

menandakan

krekels,dll

adanya
kegagalan
pernafasan
Untuk

Tinggikan

32

memungkinkan

kepala bayi

ekspansi paru

dan bantu

dan

mengubah

memudahkan

posisi

pernafasan.

Memaksimalkan

Gangguan

Berikan

bernafas dan

oksigen

menurunkan

tambahan
Kaji tanda

Klien

kerja nafas
Sebagai indicator

pertukaran gas

memperlihatkan

vital

adanya

berhubungan

perbaikan

pernafasan,

gangguan dlm

dengan paru-

ventilasi,

nadi, tekanan

system

paru bayi

pertukaran gas

darah.

pernafasan

terendam cairan

secara optimal

ditandai dengan:

dan oksigenasi

DS:

jaringan secara

o DO:

adekuat,

Berguna dalam
Kaji

dengan kriteria :

evaluasi derajat

frekwensi,

distress

kedalaman

pernafasan

pernafasan

adan/atau

o CRT: > 3 detik, o Bayi aktif.

dan tanda-

kronisnya proses

o bayi mengalami o Pada

tanda sianosis penyakit.

o bayi mengalami o Nafas Bayi


sianosis,

kembali normal

bradipneu :

pemeriksaan

setiap 2 jam.

Sianosis

25x/m.

auskultasi tidak

mungkin perifer

ditemukan lagi

(terlihat pada

bunyi tambahan

kuku) atau

pernafasan

sentral (terlihat
sekitar bibir dan
atau telinga).
Keabu-abuan
dan sianosis
sentral
Dorong
33

mengindikasikan

pengeluaran

beratnya

sputum,

hipoksemia.

pengisapan
(suction) bila Kental, tebal dan
diindikasikan.

banyaknya
sekresi adalah
sumber utama
gangguan
pertukaran gas

Lakukan

pada jalan nafas

palpasi fokal

kecil,

fremitus

pengisapan
dibutuhkan bila
batuk tidak

Observasi
tingkat

efektif.
Penurunan

kesadaran,

getaran vibrasi

selidiki

diduga ada

adanya

pengumpulan

perubahan

cairan atau
udara terjebak.
Gelisah dan
ansietas adalah
manifestasi
umum pada

Kolaborasi

34

hipoksia, GDA

dengan tim

memburuk

medis

disertai

pemberian O2

bingung/somnole

sesuai

n menunjukkan

dengan

disfungsi

indikasi

serebral yang
berhubungan
dengan
hipoksemia.
Dapat
memperbaiki
/mencegah
memburuknya
hipoksia.

Intoleransi

Klien dapat

Kaji tanda-

aktifitas

menunjukkan

tanda vital,

sebagai dasar/

berhubungan

toleransi

misalnya: TD,

petunjuk

dengan bayi

aktifitas/penuru

nadi,

terjadinya

kekurangan O2

nan kelemahan

pernafasan.

intoleransi

ditandai dengan:

dengan criteria:

DS:

o Tanda-tanda

o DO:
o bayi nampak

Biasanya
Kaji
presipitator/

terjadi akibat

rentang normal

penyebab

ketidakseimbang

terjadinya

an antara suplai

kelemahan

oksigen dengan

o Peningkatan

o terjadi penurunano Gerakan reflexs


kekuatan otot,

kelemahan

vital dalam

lemas dan lemah, tonus otot bayi

Dapat digunakan

kebutuhan

meningkat

Untuk
Berikan posisi

gerakan

yang nyaman

ekstremitas fleksi

bagi bayi

sedikit,
35

meningkatkan
sirkulasi pada
bayi

o gerakan reflex

Untuk

sedikit.

meningkatkan
Berikan

suplai oksigen

tambahan

dan menurunkan

oksigen

kerja nafas.

sesuai

indikasi
Orang tua klien Beri

Kecemasan

Ungkapan

orang tua

tidak

kesempatan

perasaan dapat

berhubungan

mencemaskan

orang tua

membantu

dengan stress

keadaan

klien untuk

mengurangi

psikologis orang

anaknya

mengungkapk

beban pikiran,

tua ditandai

dengan criteria:

an

juga agar

perasaannya.

perawat dapat

dengan:

o Orang tua klien

DS:

tampak tenang
o Orang tua klien

o orang tua
mengatakan
merasa cemas
dan kawatir
mengenai

keadaan bayinya,

mengidentifikasi
kecemasan

menerima

orang tua klien

keadaan dan

sehingga dapat

mengerti akan

melakukan

penyakit yang

intervensi

dialami anaknya
Jelaskan

selanjutnya.

o orang tua selalu

pada orang

menanyakan

tua tentang

dapat

apakah sakit

keadaan

mengetahui dan

bayinya dapat

anak-nya saat

memahami

sembuh,

ini.

keadaan

o orang tua

Agar orang tua

anaknya.

berharap agar

HE pada

anaknya cepat

orang tua
36

Agar orang tua


klien mengerti

sembuh,

klien tentang

tentang penyakit

DO:

penyakit

asfiksia dan

asfiksia

dapat melakukan

o orang tua
nampak gelisah,

tindakan

o cemas dan

antisipasi/ pen-

khawatir akan

cegahan

kondisi bayinya

terhadap
penyakit asfiksia
khususnya pada
saat kehamilan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

37

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan


asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan
kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi
organ vital lainnya.Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan
PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
Asfiksia di bagi menjadi 3 jenis, yaitu Nilai 0-3 : Asfiksia berat Nilai 46 : Asfiksia sedang Nilai 7-10 : Normal
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat
timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. karena itu
penilaian janin selama kehamilan dan persalinan. memegang peran penting
untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa
gejala sisa.
Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya
pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara
baik dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur
posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan
sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang
menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk
menjaga agar tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang
tepat, penghisapan lendir secara benar, memberikan rangsangan taktil dan
melakukan pernapasan buatan (bila perlu).
Diagnosa keperawatan yang dapat diangakat secara teoritis adalah :
Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukan mukus.
Pola napas tidak efektif
Gangguan pertukaran gas
Intolernasi aktifitas
Ansietas

38

B. SARAN
1. Mahasiswa
Mahasiswa keperawatan hendaknya dapat menerapkan asuhan
keperawatan yang telah didapatkan secara teoritis yang telah disajikan dalam
penulisan kasus ini dan mampu memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai penyakit asfiksia dengan mengadakan suatu penyuluhan atau
pendidikan kesehatan.
2. Institusi
Semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan tambahan
informasi dan bahan pustaka Seolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
mengenai asuhan keperawatan dengan asfiksia.

39

DAFTAR PUSTAKA
Cecily L.Betz & Linda A. Sowden, 2001, Buku saku Keperawatan Pediatri,
EGC, Jakarta.
Carpenito,LJ, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, EGC, Jakarta.
Markum,AH, 1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, FK UI, Jakarta,
Indonesia
Markum, AH., 1991, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK UI, Jakarta
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions
Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork

Classifications,

NANDA, 2005-2006, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,


Philadelphia, USA
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome
Classifications, Philadelphia, USA

40

41

1. Kesimpulan

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai


daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang
terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala.
Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks
serebri biasanya akan mempengaruhi kemampuan berfikir,
emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada
korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku
tertentu,

lokasi

yang

pasti

dan

beratnya

cedera

menentukan jenis kelainan yang terjadi.


Manifestasi Klinis yang ditemukan adalah gangguan
kesadaran, konfusi, perubahan TTV, sakit kepala, vertigo,
kejang, pucat, mual dan muntah, pusing kepala, terdapat
hematoma, dan lain-lain.
Berdasarkan kajian teoritis yang telah dipaparkan
sebelumnya,

maka

dapat

ditegakkan

diagnosa

keperawatan pada klien dengan cedera kepala, sebagai


berikut:
1.

Perubahan perfusi jaringan serebral

42

2.

Perubahan persepsi sensori

3.

Bersihan jalan nafas tidak efektif

4.

Resti infeksi b.d trauma jaringan, kerusakan kulit,

prosedur invasif.
Dianosa tersebut tidak selalu semuanya dapat ditegakkan,
hal ini sesuai dengan kondisi klien saat itu.

2. Saran
Penanganan pada klien dengan cedera kepala sangat ditekankan
agar tidak terjadi kerusakan otak sekunder. Dalam hal ini perawat
harus bertindak dengan cepat dan tepat sesuai dengan standar
asuhan keperawatan.

43

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Volume 3. Jakarta:EGC
Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.(1996). Nursing Interventions
Classification (NIC). St. Louis :Mosby Year-Book.
Elizabeth J. Corwin. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Hudak & Gallo. 1994. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC
Johnson,Marion, dkk. (2000). Nursing Outcome Classifications (NOC). St.
Louis :Mosby Year-Book
Juall,Lynda,Carpenito Moyet. (2003).Buku Saku Diagnosis Keperawatan
edisi 10.Jakarta:EGC

44

1.

NANDA
NOC
Kekurangan volume cairan Keseimbangan cairan
Indicator
b.d kehilangan volume
- Fungsi eliminasi
cairan aktif
normal
- Keseimbangan
intake dan output

NIC
Manajemen cairan
Aktivitas
- Monitor
keseimbangan
cairan
- Mencegah

cairan
- TTV normal
Hidrasi
- Tidak ada tanda-

tanda dehidrasi
Keseimbangan

komplikasi akibat
kadar cairan
yang abnormal
- Monitor TTV
Terapi Intravena
- Jelaskan

intake dan output


prosedur
-

cairan
TTV normal
-

kepada pasien
Pilih dan
siapkan
intravena
infusion sesuai
indikasi

2.

Ketidakseimbangan nutrisi:

Status nutrisi : asupan

kurang dari bkebutuhan

makanan dan cairan


tubuh b.d ketidakmampuan Indicator
- Mampu makan
mengabsorbsi makanan
secara normal
-

(oral)
Mampu minum
secara normal

Monitoring cairan
Aktivitas
- Monitor intake
dan output
cairan
- Monitor berat
badan
- Kaji tentang

45

Tidak terjadi

riwayat jumlah

penurunan berat

dan tipe intake

badan yang berarti

cairan dan pola


eliminasi
- Monitot TTV

DAFTAR ISI
BAB I TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR......................................................................
1. Pengertian...........................................................................
2. Tanda dan Gejala................................................................
3. Etiologi................................................................................
4. Patofisiologi.......................................................................
5. Manifestasi Klinis...............................................................
6. Pemeriksaan Diagnostik....................................................
7. Penatalaksanaan................................................................
8. Komplikasi..........................................................................
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian.........................................................................
2. Diagnosa Keperawatan.....................................................
3. Intervensi Keperawatan....................................................
4. Implementasi Keperawatan..............................................
5. Evaluasi.............................................................................
BAB II TINJAUAN KASUS
1. Pengakajian......................................................................
2. Diagnosa Keperawatan....................................................
3. Intervensi Keperawatan...................................................
4. Implementasi Keperawatan.............................................
5. Evaluasi.............................................................................
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan......................................................................
2. Saran.................................................................................

46

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

Vous aimerez peut-être aussi