Vous êtes sur la page 1sur 25

LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK

LIMFADENITIS TUBERCULOSIS
Trainer : dr. Arum

Oleh :
1. Wendhi Haryo Suwarno
2. Alifia Assyifa
3. Anita Mayasari
4. Devi Yanuar
5. Eka Budhiarti
6. Fitria Wijayanti
7. Hera Dwi Priharti
8. Iqbal Donarika
9. Oktavia Candra Utami
10. Syarifah Alfi Azzulfa A.

H2A008044
H2A010002
H2A010006
H2A010011
H2A010014
H2A010019
H2A010023
H2A010026
H2A010038
H2A010048

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014
LATAR BELAKANG
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, sebagian besar akan menyerang organ paru disebut
dengan TB paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh yang lain disebut dengan
1

TB ekstraparu, seperti pleura, kelenjar getah bening (mediastinum dan/atau hilus),


abdomen, traktus genito urinarius, kulit, sendi, dan selaput otak. 1
Tuberkulosis (TB) masih merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak di dunia, namun kurang mendapat prioritas dalam
penanggulangannya. Data surveilans dan epidemiologi TB pada anak jarang
didapat. Hal ini disebabkan berbagai faktor antara lain sulitnya diagnosis TB anak,
meningkatnya TB ekstra paru pada anak, tidak adanya standar baku definisi kasus,
dan prioritas yang kurang diberikan pada TB anak di banding TB dewasa.
Berbagai penelitian menunjukkan prevalensi TB anak tinggi, namun umumnya
tanpa konfirmasi pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA) positif. Salah satu
indikator untuk menilai situasi TB di komunitas adalah dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yang merupakan indeks epidemiologi yang dipakai
untuk evaluasi dan monitor keadaan tuberkulosis di suatu komunitas atau negara.
Perbedaan angka morbiditas dan mortalitas TB di berbagai negara dipengaruhi
oleh beberapa faktor risiko, dibedakan antara risiko infeksi TB dan sakit TB.1,2
Tuberkulosis (TB) adalah penyebab kematian ke-2 di Indonesia setelah
penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya. Setiap tahun, terdapat 583.000
kasus baru TB di Indonesia, dan setiap tahun ada 1,3 juta anak berumur kurang
dari 15 tahun yang terinfeksi kuman TB dan setiap tahun ada 450 ribu kematian
anak akibat penyakit ini.2
Usia anak merupakan usia yang sangat rawan terhadap penularan penyakit
Tuberkulosis. Angka penularan dan bahaya penularan yang tinggi terdapat pada
golongan umur 0-6 tahun dan golongan umur 7-14 tahun. Bila terinfeksi mereka
mudah terkena penyakit tuberkulosis dan cenderung menderita tuberkulosis berat
seperti tuberkulosis meningitis, tuberkulosis milier atau penyakit paru berat.
Selain itu dari seluruh kasus tuberkulosis, didapatkan data bahwa 74,23% terdapat
pada golongan anak.1,2

KASUS
I.

IDENTITAS
Nama anak
: An. Anisa
Umur
: 1 tahun 7 bulan
Tanggal lahir
: 5 September 2012
Agama
: Islam
Nama bapak
: Tn. Iqbal
Umur
: 34 th
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: SMA
Nama ibu
:Ny. Atik
Umur
: 32 th
Agama
: Islam
Pekerjaan
:Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Jl. Wonodri Sendang Raya no 2A
No. RM
: 1134576
Tanggal masuk RS : Selasa, 01 April 2014

II.

ANAMNESIS

Anamnesa dilakukan secara Alloanamnesis dari Ibu pada


tanggal 1 April 2014 Jam 08.00 WIB
A. Keluhan utama : Benjolan di leher kanan dan kiri sebesar kelereng,
semakin lama semakin membesar.
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien anak berusia 1 tahun 7 bulan terdapat benjolan di
leher kanan dan kiri berjumlah >3 buah sebesar kelereng. Benjolan
semakin lama semakin membesar (awal mula seperti biji kacang,
sekarang sebesar kelereng), berwarna seperti kulit sekitar, kenyal,
tidak ada nyeri tekan dan dalam perabaan tidak panas. Benjolan
tersebut terjadi sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh
demam subfebril dan keluar keringat dingin pada malam hari.
Sejak 4 hari pasien mengalami batuk dahak dan sulit untuk
mengeluarkan dahak, tidak ada sesak nafas. Pasien mengalami
penurunan nafsu makan dan dalam 1,5 bulan terakhir berat badan
tidak naik.
RPD
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat mondok
: disangkal
Riwayat batuk
: diakui, hanya batuk biasa
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
riwayat batuk lama
: disangkal
RPK
Keluarga ada yang mengalami keluhan serupa : Nenek (batuk lama)
namun belum diobati
Riwayat darah tinggi
: disangkal
Riwayat sakit gula
: disangkal
Riwayat sakit jantung
: disangkal
Riwayat batuk lama
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat alergi obat atau makanan : disangkal
RIWAYAT LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI
Pasien tinggal di lingkungan perkampungan. Rumah berukuran 5x6 m2
berdinding tembok, dengan lantai polyster. Rumah memiliki jendela

yang cukup dan selalu dibuka setiap pagi. Pencahayaan di rumah


pasien juga cukup, sehingga sinar matahari dapat masuk. Pasien
tinggal bersama dengan ayah, ibu dan neneknya.

Pasien tidak

memelihara hewan. Penghasilan Rp 600.000,- / bulan.


DATA KHUSUS
Riwayat kehamilan
Pasien merupakan anak pertama. Ibu pasien selalu memeriksakan
kehamilan dengan teratur ke bidan.
Riwayat persalinan atau natal
Pasien lahir dengan bantuan bidan, spontan, tidak menggunakan alat,
langsung menangis, dan segera dilakukan inisiasi menyusui dini. Berat
badan saat lahir sekitar 3,2kg, panjang badan - .
Riwayat imunisasi
Pasien melakukan imunisasi dasar lengkap dan tepat waktu.
BCG : 0 bulan
Polio : bulan ke 1,2,3,4
Campak : bulan ke 9
Hepatitis B : 3 kali- bulan ke 2,3, dan 4
DPT : 3 kali -bulan ke 2,3, dan 4
Riwayat makan dan minum
Umur

Makanan dan

0 bulan
2 bulan
4 bulan

minuman
ASI
Bubur susu + ASI
Susu formula + ASI

1 sendok
Setengah

7 bulan

Nasi tim + ASI

botol kecil
1 mangkok

Dua kali sehari

kecil
1 botol kecil

Semau anak

1 mangkok

3x sehari

9 bulan -

sekarang

ASI + Susu
Formula
Makanan

Jumlah

Frekuensi
Semau anak
Dua kali sehari

Rumah
Kesan : Kualitas makanan kurang, kuantitas cukup
Riwayat perkembangan dan pertumbuhan anak

Umur
3 bulan
3 bulan
3 bulan
7 bulan
9 bulan
10 bulan
11 bulan
12 bulan

Motorik kasar

Perkembangan
Miring
Tengkurap
Mengangkat kepala
Duduk
Merangkak
Berdiri
Merambat

Motorik halus

9 bulan

Bicara
Sosial

13 bulan
15 bulan
3 bulan

Berjalan
Mengambil benda benda kecil
Menyusun balok
Tersenyum

8 bulan
Ciluk ba
Kesan : perkembangan dan pertumbuhan sesuai umur
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggaltanggal 1April 2014 Jam 08.30
WIB
o Keadaan umum : tampak lemas
Kesadaran
:compos mentis
Status Gizi
: perawakan tampak normal
o Vital sign
Tekanan darah
:Nadi
: 110 x/menit isi dan tegangan cukup, irama
Respiratory rate

Suhu
Status interna
Kepala

reguler
: 30 x/menit tipe napas thoracoabdominal,
irama reguler
: 37,5C axiler
:

mesocephal

(46

cm),

UUB

sudah

menutup, rambut hitam, tidak mudah


Mata

dicabut.
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-) , pupil bulat, central, reguler dan
isokor 3 mm, reflek pupil, konjungtivitis
fliktenularis (-/-) xerosis konjungtiva (-/-).

Hidung
Telinga

: napas cuping (-), deformitas (-), secret (-)


: serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri

Mulut

tekan mastoid (-/-)


: lembab (-),sianosis (-), bibir kering (-),bibir
sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah

Leher

(-), tonsil (T1/T1), faring hiperemis (-)


: pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar
limfe colli superfisial (+/+) jumlah >3,
ukuran > 1 cm, konsistensi kenyal, suhu
perabaan sama seperti sekitar, warna sama
seperti kulit sekitar, batas tegas, susunan
saling menyatu deviasi trakea (-), JVP
N/N+

THORAKS
Cor
Inspeksi
Palpasi

:ictus cordis tidak tampak


: ictus cordis teraba pada ICS IV 1-2 cm ke
arah medial

midclavikula sinistra tidak

kuat angkat, tidak melebar, thrill (-),


pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal
Perkusi

(-), sternal lift (-)


: konfigurasi jantung dalam batas normal

(batas bawah kanan, kiri, batas atas, pinggang)


Auskultasi
: Suara jantung murni: SI,SII (normal)
reguler M1 > M2, P2 > P1, A2>A1.
Suara jantung tambahan gallop (-),
murmur (-)
SIII (-), SIV (-),
Pulmo
Inspeksi
o Statis
arcus costa
normal
o Dinamis

: Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-), sudut


dalam batas normal, ICS dalam batas
: Tidak ada gerakan nafas yang tertinggal

Palpasi

: Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-), ICS tidak melebar,

taktil fremitus dalam batas normal


Perkusi :
o Kanan : Sonor seluruh lapang paru.
o Kiri : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi: Suara dasar vesicular, Ronki basah halus nyaring (+/+),
Wheezing (-/-) stridor (-/-), pleural friction rub (-/-)
Sonor semua
lapang paru

Trache
al
Bronki
al

Bronkovesicu
ler

AbdomenVesicule
Inspeksi r : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar,
ikterik (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal 5x/ menit, bruit (-)
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, Pekak sisi (+) normal,
pekak alih (-), Area traub sonor, liver span (N) 4 cm, tidak terdapat
nyeri ketok ginjal dextra/sinistra, fenomena papan catur (-)
Palpasi : Nyeri tekan seluruh regio abdomen (-), pembesaran hepar
(1/4 bh), konsistensi, permukaan, tepi, dan lien (suffner 0),
ballotment ginjal (-) defance muscular (-)
Genital : tidak ditemukan tanda tanda peradangan, tidak ditemukan
Anus

kelainan bentuk.
: tidak ditemukan tanda tanda peradangan, tidak

ditemukan kelainan bentuk


Vertebra : tidak ditemukan deformitas
Ekstremitas
Akral hangat
Oedem
Sianosis
Gerak
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Persendian
- Coxae

Superior
(+)
(-)
(-)
simetris
dilakukan
dilakukan

Inferior
(+)
(-)
(-)
simetris
dilakukan

dbn
8

Genue

dbn

dilakukan
dbn
dbn

Status lokalis
Tampak pembesaran kelenjar getah bening di leher kanan dan kiri
dengan diameter >1 cm, jumlah >3, berderet, konsistensi kenyal,
mobile, permukaan kulit sama dengan kulit sekitar, suhu perabaan

IV.

V.

sama dengan kulit sekitar.


Pemeriksaan tambahan : t.d.l
Skoring TB : 5
1. Kontak positif 2
2. Uji Tuberkulin (belum dilakukan)
3. Berat Badan (normal)
4. Demam tanpa sebab jelas 1
5. Batuk 1
6. Pembersaran kelenjar limfe colli, axila, inguinal 1
7. Pembengkakan tulang / sendi panggul , lutut, falang 0
8. Foto rotgent (belum dilakukan)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- X Foto Thorax AP
- Uji Tuberkulin
- Darah Rutin
PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI
- Anak laki-laki umur 1 tahun 7 bulan (19 bulan), BB : 9.5 kg, TB :
-

VI.

81.5 cm
Z score
BB/U
TB/U
BB/TB
Kesan gizi

:
: -1,25 SD berat badan normal (gizi normal )
: - 0,12 SD (normal)
: - 1,55 SD (normal)
: kesan gizi baik

RESUME / KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis didapatkan : Limfadenopati colli multiple,
diameter >1 cm berderat sejak 2 bulan terakhir, ukuran semakin
membesar (sebesar biji kacang hingga sebesar kelereng), batuk
berdahak namun dahak tidak bisa keluar selama 4 hari, tidak ada sesak,
panas subfebris terus menerus selama 2 bulan, keringat pada malam

hari selama 2 bulan, nafsu makan menurun, berat badan tidak naik
selama 1,5 bulan terakhir. Riwayat kontak TB kemungkinan positif
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan : kedaan umum tampak
lemah, compos mentis, Vital sign (dalam batas normal), status
generalis dalam batas normal, status lokalis : Limfadenopati colli
multiple, diameter >1 cm berderat, warna sama seperti kulit sekitar,
mudah digerakkan, konsistensi kenyal, tidak ada nyeri tekan sejak 2
bulan terakhir.
Berdasarkan skor didapatkan nilai 5, sehingga akan dilakukan
pemerikasaan penunjang X foto thorax, Uji tuberkulin dan
pemeriksaan darah rutin.
DD yang mungkin Limfadenopati (infeksi, TB ...
VII.

non infeksi

neoplasma)
DAFTAR MASALAH
a. Anamnesis
1. Benjolan di leher kanan dan kiri sejak 2 bulan yang lalu
semakin besar, jumlah banyak, sebesar kelereng, warna sama
dengan kulit sekitar, konsistensi kenyal, mudah digerakkan,
2.
3.
4.
5.

nyeri tekan
Panas sub febril terus menerus selama 2 bulan.
Keluar keringat tiap malam sejak 2 bulan yang lalu
Batuk berdahak sejak 4 hari yang lalu, dahak tidak bisa keluar
Nafsu makan turun dan berat badan tidak naik selama 2 bulan

terakhir.
6. Riwayat kontak TB kemungkinan positif
7. Sosial ekonomi kurang.
8. Riwayat makan minum kualitas kurang sedangkan kuantitas
cukup.
b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum tampak lemah
2. Benjolan di leher kanan dan kiri > 3, diameter >1 cm,
VIII.

berderet, batas tegas


ASSESMENT (DIAGNOSIS KERJA)
N
O
1.
2.

Masalah Aktif
TB Paru

Masalah Pasif
Sosial ekonomi
Riwayat makan minum

10

IX.

INNISIAL PLAN
1. Dx Kerja : TB Paru
2. Dx
a. S : Sesak nafas ?
b. O : X foto thorax, Uji tuberkulin
3. Tx
a. Medika mentosa : Fase intensif

diberikan

KDT

(Rifampisin, INH, Pirazinamide) selama 2 bulan dan


dilanjutkan dengan fase lanjutan selama 4 bulan KDT
(Rifampisin, INH)
b. Non Medika Mentosa : Diet dengan
4. Mx
: Kepatuhan / keteraturan minum obat, status gizi, efek
samping, tes fungsi hati, perbaikan klinis (batuk, demam, keringat
malam hari), tanda tanda perburukan / komplikasi.
5. Ex
: Rutin kontrol, menjelaskan kepatuhan minum obat, efek
samping, komplikasi apabila tidak patuh minum obat, cara minum
obat, perilaku, periksakan keluarga dengan keluhan yang sama,
6. Prognosis :
a. Ad Sanam (berhubungan dengan sakitnya) : Dubia Ad
Bonam
b. Ad Vitam (berhubungan dengan kelangsungan hidup) : Ad
Bonam
c. Ad Fungsionam (berhubungan dengan fungsi sehari
hari) : Ad Bonam
PEMBAHASAN
Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosa, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di
berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang
tinggi.3
Patogenesis

11

Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup,
dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman
TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi,
pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan
kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembangbiak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi
pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus primer,
kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu
kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran
ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar
limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,
sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah

12

kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer,


kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang
meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB.
Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu
waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit.
Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang
waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya
kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut
ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji
tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer
tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system
imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam
granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke
dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, focus
primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk
fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi.
Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru.
Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar
ini. Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di
paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika
terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar

13

melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).


Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat
menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis
perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolapskonsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan
pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang
paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar
(occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara
sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis.
Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang
biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak,
tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di
berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni
kuman

sebelum

terbentuk

imunitas

seluler

yang

akan

membatasi

pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi


pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai
Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu
menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di
organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. Bentuk penyebaran
hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute

14

generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB


masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut
TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi
infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB
yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata
terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi
infeksi TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread
dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara
ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari
Gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet
seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,
yang secara histologi merupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar
kesaluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan
beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak
dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat
terjadi secara berulang.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya
sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada
anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik.
Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau
meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.
Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran
kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).
Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya
infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam
lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada
anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda. Tuberkulosis ekstrapulmonal

15

dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi
pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi
dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah
infeksi primer.4
Gejala Klinis
Gejala sistemik/umum:

Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)


Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam

seperti influenza dan bersifat hilang timbul.


Penurunan nafsu makan dan berat badan
Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi,

suara nafas melemah yang disertai sesak.


Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai

dengan keluhan sakit dada.


Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di

atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.


Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi Kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin
positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita
TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan
pemeriksaan serologi/darah.

16

Faktor Risiko Kejadian TB

DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
* Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
* Pemeriksaan fisik.
* Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
* Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
* Rontgen dada (thorax photo).
* Uji tuberkulin.
Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada Kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai
dengan indikasi sebagai berikut:

17

Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB
paru BTA positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
Diagnosis TB Ekstra Paru
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada
metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik,
misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat
untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan
sering digunakan dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan infeksi
TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang
dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 12
tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari
persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik.

18

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada
bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam
kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan
diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
1) Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2) Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium
atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
3) Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.4
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis anak memerlukan
suatu definisi kasus yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
3. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk
pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
B. Klasifikasi berdasarkan tingkat kePARAHan penyakit.
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan

19

umum pasien buruk.


2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b)TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin.
C. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi
beberapa
tipe pasien, yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain

20

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam


kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.5
Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan
penunjang TB pada anak

Catatan :

Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.


Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik

lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.


Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat

langsung didiagnosis tuberkulosis.


Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel
badan badan.

21

Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak


Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah

penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.


Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
Pasien usia balita yang mendapat skor 5,

TATALAKSANA
Beberapa hal penting dalam Tatalaksana TB Anak adalah :

Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai

monoterapi
Pemberian gizi yang adekuat
Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan

Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan


profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB,
sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis
primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB ( profilaksis sekunder).
Alur tatalaksana pasien TB anak dapat dilihat pada skema di bawah ini.

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat.
Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan
penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk
menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata
walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT
tetap dihentikan.

22

Panduan obat TB pada anak


Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan pertama)
dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal
3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan
dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat).
OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap
lanjutan.
Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam
bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan.
Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid
(H), Pirazinamid (Z); sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan
Isoniasid (H).
Dosis

INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari

Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari

Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari

Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari

Streptomisin: 1540 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari

Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif


lama dengan jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk
Kombinasi Dosis Tetap = KDT (Fixed Dose Combination = FDC). Tablet KDT
untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:

Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H


(Isoniazid) dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.

Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H


(Isoniazid) yang digunakan pada tahap lanjutan.

Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan
komposisi dari tablet KDT tersebut.

23

Tabel berikut ini adalah contoh dari dosis KDT yang komposisi tablet RHZ adalah
R = 75 mg, H = 50 mg, Z = 150 mg dan komposisi tablet RH adalah R = 75 mg
dan H = 50 mg,
Tabel 14. Dosis KDT (R75/H50/Z150 dan R75/H50) pada anak
BERAT BADAN (KG)

2 BULAN TIAP HARI 4 BULAN TIAP HARI


RHZ (75/50/150)

RH (75/50)

5-9

1 tablet

1 tablet

10-14

2 tablet

2 tablet

15-19

3 tablet

3 tablet

20-32

4 tablet

4 tablet

Keterangan:

Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit

Anak dengan BB 33 kg , disesuaikan dengan dosis dewasa

Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau

digerus sesaat sebelum diminum.


Bila paket KDT belum tersedia, dapat digunakan paket OAT Kombipak Anak.
Dosisnya seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 15a. Dosis OAT Kombipak-fase-awal/intensif pada anak
BB

10-20

KG

JENIS OBAT

BB<10 KG

Isoniazid

50 mg

100 mg

200 mg

Rifampisin

75 mg

150 mg

300 mg

(KOMBIPAK)

BB 20-32 KG

Pirazinamid
150 mg
300 mg
600 mg
Tabel 15b. Dosis OAT Kombipak-fase-lanjutan pada anak
JENIS OBAT

BB<10 KG

Isoniazid

50 mg

BB

10-20

(KOMBIPAK)
100 mg

KG

BB 20-32 KG
200 mg

Rifampisin
75 mg
150 mg
300 mg
Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier,
meningitis TB, TB sendi dan tulang, dan lain-lain:

24

Pada tahap intensif diberikan minimal 4 macam obat (INH, Rifampisin,


Pirazinamid, Etambutol atau Streptomisin).

Pada tahap lanjutan diberikan INH dan Rifampisin selama 10 bulan.

Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB,
TB

endobronkial,

meningitis

TB

dan

peritonitis

TB

diberikan

kortikosteroid (prednison) dengan dosis 12 mg/kg BB/hari, dibagi dalam


3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 24 minggu dengan dosis
penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu 26 minggu. Tujuan
pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah
terjadi perlekatan jaringan.
Perhatian: Hindarkan pemakaian streptomisin pada anak bila memungkinkan,
karena penyuntikan terasa sakit, dapat terjadi kerusakan permanen syaraf
pendengaran, dan terdapat risiko penularan HIV akibat perlakuan yang tidak benar
terhadap alat suntikan.6

DAFTAR PUSTAKA
1. Sari Pediatri 2009;11(2):124-9
2. Syartika martha.2012.Skripsi. Padang:Universitas Andalas
3. Rab HT. Tuberkulosis paru dalam: Ilmu penyakit paru. Trans info media.
Jakarta; 2010. p157
4. Rahajoe NN, Bambang S, Darmawan B. Buku ajar respirologi.
IDAI.Jakarta.
5. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan
pertama.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007
6. International Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment,

Public Health. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA).


2006.

25

Vous aimerez peut-être aussi