Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
polen)
Obat ( glukokortikoid, thiopental,
suksiinilkolin )
Enzim ( kemopapain, tripsin )
Serum heterolog ( antitoksin
manitol )
Obat lain ( dekstran, fluoresens )
Aktivasi komplemen :
Protein manusia ( immunoglobulin, dan
5. Patofisiologi
Jika seseorang sensitive terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi
terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas pada kontak awal
yang diproduksi adalah IgE yang kemudian beredar ke seluruh tubuh dan
terfiksasi ke permukaan sel mast dan basofil. Saat tubuh kembali berkontak
dengan imunogen yang sama, interaksi antara imunogen dengan antibody yang
sudah melekat ke sel mast menyebabkan pelepasan secara mendadak dan besarbesaran zat-zat proinflamasi, seperti histamine, yang terkandung didalam sel-sel
tersebut. Apabila jumlah imunogen yang masuk sedikit dan didaerah yang
terbatas, maka pelepasan mediatornya juga local. Pada situasi ini, akibatnya
adalah terjadinya vasodilatasi local disertai peningkatan permeabilitas dan
pembengkakan. Namun apabila imunogen masuk dalam jumlah lebih besar dan
secara intravena kedalam orang yang sudah peka, maka pelepasan mediatormediator dapat sangat banyak dan meluas dan menimbulkan reaksi anafilaktik.
(Smeltzer, 2001: 102-103)
2. Edema laring,
3. Mual, muntah, biasanya terjadi dalam 2 jam setelah terpapar antigen.
c. Berat :
Terjadi langsung setelah terpapar dengan alergen, gejala seperti reaksi
tersebut di atas hanya lebih berat yaitu
1. Bronkospasme,
2. Edema laring,
3. Stridor, nafas sesak,
4. Sianosis, henti jantung,
5. Disfagia,
6. Nyeri perut, diare,
7. Muntah-muntah,
8. Kejang,
9. Hipotensi
dapat
terjadi
karena
adanya
kebocoran
cairan
Pernafasan
Hidung
Laring
Lidah
Edema
Bronkus
Kardiovaskuler
Gastrointestinal
Kulit
usus meninggi.
Urtikaria, angioedema dibibir, muka, atau
ekstremitas.
Mata
Susunan Saraf Pusat
(Bambang Setiyohadi, 2006: 190)
Gatal, lakrimasi
Gelisah, kejang
Pemeriksaan fisik
a)
Perubahan status mental : cemas, kelelahan yang mengarah pada letargi dan
b)
koma
Perubahan membrane mukosa dan lapisan kutaneus: urtikaria, pruritus,
c)
d)
e)
Gbr. 4 Gejala yang timbul dari reaksi alergen (mis. gigitan serangga)
Gbr. 4a. Edema pada mukosa mulut, 4b. Ultikaria, 4c. Edema palpebra
8. Pemeriksaan Diagnostik
Anafilaksis didiagnosis berdasarkan kriteria klinis. Kriteria tersebut terpenuhi
bila salah satu dari tiga berikut ini benar :
1. Gejala awal dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah terpajanan
alergen dengan keterlibatan kulit atau jaringan mukosa dan hal-hal berikut :
gatal-gatal atau pembengkakan pada saluran napas; ditambah kesulitan
bernapas baik atau tekanan darah.rendah
2. Setiap dua atau lebih dari gejala berikut ini dalam beberapa menit sampai
beberapa jam pemaparan alergen: a. Keterlibatan kulit atau mukosa b.
Kesulitan pernafasan c. Tekanan darah rendah d. Gejala gastrointestinal
3. Tekanan darah rendah dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah
terkena alergi.
Terlepas dari fitur klinis, tes darah untuk tryptase (dilepaskan dari sel mast)
mungkin akan berguna dalam mendiagnosis anafilaksis.
Allergy testing Tes alergi dapat membantu dalam menentukan apa yang memicu
anafilaksis. Dalam pengaturan ini, tes alergi kulit (dengan atau tanpa pengujian
patch)
atau
tes
darah
RAST
kadang-kadang
dapat
mengidentifikasi
penyebabnya.
(Wikipedia.2010.Anafilaksys,online,(http//Wikipedia.org//wiki/anaphylaksis).
Di akses tanggal 23 maret 2010
Pemeriksaan diagnose
a) Hasil laboratorium: analisa gas darah (AGD); elektrolit, kadar glukosa
darah, BUN dan kreatinin,serum laktat, urinalisis
b) Torak foto
c) EKG 12 Lead
d) Gunakan alat-alat untuk mengukur hemodinamik sesuai indikasi: CVP,
Pulmonary Artery Catheter, Artery catheter (umumnya jarang diperlukan)
e) Pulse oximeter atau alat sejenis.
f) Alat untuk memonitoring fetus (jika tersedia), cara lain yang dapat
dilakukan adalah auskultasi bunyi jantung janin dengan pengkajian tanda
vital ibunya.
(ENA, 2000:616-617)
riwayat
penyakit
jantung
koroner,
hipertensi,
dan
takidisritmia.
c) Dosis dapat diberikan berulang sampai kondisi pasien membaik.
2) Antihistamin
a) Diphenhidramine (benadril)
b) Cimetidine (Tagamet)
3) Bronkodilator (jika terjadi bronkokonstriksi)
a) Theophylline (aminophylline)
b) Aerosolized albuterol (proventile)
4) Kortikosteroid (untuk mencegah urtikaria atau memperlambat fase
respon peradangan)
5) Glukaggon (untuk mengalihkan respon anafilaksis pada pasien yang
menerima terapi beta blocker)
i) CVC (sesuai indikasi)
j) Baringkan pasien dengan kondisi hamil, kemudian miringkan ke samping
kiri.
k) Penambahan volume cairan tidak selalu dibutuhkan setelah pemberian
vasopressor kecuali jika volume intravaskuler jika dicurigai terjadi
penurunan volume cairan pada intavaskuler, berikan dengan cairan yang
tepat atau kombinasinya:
Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan terhadap pasien dibagi menjadi dua bagian yaitu:
Pengkajian primer (Primer
assessment). Data dapat diperoleh secara primer (klien) dan secara skunder
(keluarga, saksi kejadian/pengirim, tim kesehatan lain).
a. Primer assessment/primer survey:
1) Data subyektif:
Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama,
umur,jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, dan hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).
Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat,
apakah pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang
lain?
Riwayat penyakit, meliputi waktu mengalami penyakit (hari, tanggal,
jam)
Riwayat penyakit saat ini
a) Permulaan: hubungan antara paparan antigen dan reaksi (awal
terpapar sampai hari ini)
b) Riwayat paparan
c) Perasaan tidak nyaman yang tidak bisa diungkapkan
d) Urtikaria dan kemerahan
e) Sakit kepala mendadak
f) Nyeri perut, mual dan diare
g) Dispnea
h) Nafas pendek
Riwayat pengobatan
a) Alergi: makanan, obat-obatan, hay fever, asma
b) Riwayat ada tidaknya alergi pada keluarga
c) Pengobatan yang sedang dijalani (yang diresepkan dan tidak
diresepkan dokter); obat-obatan khusus yang dapat merubah
keefektifan atau respon perawatan seperti: obat-obatan beta blocker,
tricyclic antidepressant, hormone tiroid, beberapa antihistamin.
d) Waktu makan terakhir
Last Oral Intake (makan terakhir) : Kapan waktu makan terakhir
sebelum syok anafilaksis? Hal ini untuk memonitor muntahan.
2) Data obyektif:
Airway/C-spine : edema laring, batuk, stridor, mengi, hidung tersumbat,
Breathing/pernafasan : nafas sesak (dipsnea), takipnea, penggunaan
otot-otot bantu pernafasan,
Circulation/sirkulasi : hipotensi sampai syok, takikardi, disritmia,
Sianosis, henti jantung, kulit teraba hangat dan kemerahan, teraba
dingin; palpasi nadi perifer teraba lemah atau tidak teraba sama sekali ;
kapilari reffil melambat.
Disability : lesu, lemah, rasa tidak enak yang sukar dilukiskan, pingsan,
gelisah, kejang.
b. Secondary assessment
Exposure: angiodema dibibir, muka, atau ekstremitas
Five Intervention:
- Monitor EKG : gelombang T datar, terbalik atau tanda-tanda infark
miocard
- Pruduksi urine : Terjadinya oliguria yang mengarah pada anuria
- NGT : muntah, mual, disfagia,
- Hasil laboratorium : Hasil laboratorium: analisa gas darah (AGD);
elektrolit, kadar glukosa darah, BUN dan kreatinin,serum laktat,
urinalisis, torak foto
Give Comfort: Nyeri perut
Head to toe :
Kulit : urtikaria, pruritus, angioedema (Orbital, mulut, faring,
uvula, leher, trakea dan laring)
Dada dan paru : takipnea, stridor dan wheezing, penggunaan
otot-otot
bantu
pernafasan,
Terjadinya
oliguria
yang
mengarah pada
Abdomen :Nyeri perut (diare)
II.
Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas :
spasme jalan nafas ditandai dengan edema laring, batuk tidak efektif, suara
nafas tambahan : stridor, mengi, dispneu, sianosis, takipnea
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan
nafas sesak (dipsnea), nafas pendek, penggunaan otot-otot bantu pernafasan,
takipnea
c. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi
oksigen melewati membran oksigen atau alveolar ditandai ada oliguri-anuri,
perubahan status mental, disfagia, takipnea, penggunaan otot bantu nafas,
capirali refil melambat, AGD abnormal, bronkospasme, dispneu, nyeri
abdomen, nausea, lemah, sianosis.
d. PK: Gagal Nafas
e. Hipertermia berhubungan dengan penyakit : pengaktifan termoregulasi dan
ditandai dengan kulit teraba hangat dan kemerahan, takikardia, takipnea,
kejang
f. PK: Hipovolemia
g. PK: Hipotensi
h. PK: Distritmia
Intervensi
1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi jalan napas: spasme
jalan napas ditandai dengan dispnea, adanya suara napas tambahan (stridor, mengi),
sianosis ,takipneu, batuk tidak efektif/tidak dapat batuk
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x Jalan nafas efektif
Kriteria Hasil :
a. Pasien melaporkan sesak nafas (dispneu) berkurang
b. Frekuensi pernafasan dalam batas normal klien / tidak ada takipneu
c. Sianosis tidak ada
d. Batuk efektif
e. Suara nafas abnormal tidak ada ( ronchi,striodor)
Intervensi :
Mandiri :
a. Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
R/: mengetahui adanya suara nafas tambahan
b. Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
R/: membantu melapangkan jalan nafas
c. Ajarkan klien nafas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan sadar
R/: batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret sehingga jalan nafas
klien kembali efektif
d. Awasi adanya sianosis
R/: sianosis menandakan jumlah O2 ke jaringan yang di transportasikan tidak
sesuai kebutuhan karena masukan O2 yang kurang dari proses pernafasan.
e. Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi
R/: orofaringel membantu melapangkan jalan napas.
Kolaborasi :
a. Berikan O2 sesuai indikasi
R/: pemenuhan O2 adekuat
b. Berikan obat sesuai indikasi misalnya ; bronkodilator, mukolitik, antibiotic atau
steroid.
R/: kepatena jalan nafas karena adanya mucus berlebih ataupun edema dapat
diberikan obat yang sesuai.
RR : 12-20 x/mnt
DAFTAR PUSTAKA
2000.
Emergency
Nursing
Core