Vous êtes sur la page 1sur 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SYOK ANAFILAKTIK


A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pendahuluan
Perkembangan yang pesat dalam penemuan, penelitian dan produksi obat
untuk diagnosis, pengobatan dan pencegahan telah pula menimbulkan reaksi
obat yang tidak dikehendaki yang disebut sebagai efek samping.
Reaksi tersebut tidak saja menimbulkan persoalan baru di samping penyakit
dasarnya, tetapi kadang-kadang dapat membawa maut juga. Hipokalemia,
intoksikasi digitalis, keracunan aminofilin dan reaksi anafilaktik merupakan
contoh-contoh efek samping yang potensial berbahaya. Gatal-gatal karena alergi
obat, mengantuk karena pemakaian antihistamin merupakan contoh lain reaksi
efek samping terjadi pada 6 sampai 15 % pasien yang dirawat di rumah sakit,
sedangkan alergi obat berkisar antara 6-10 % dari efek samping.
Anafilaksis merupakan bentuk terberat dari reaksi alergi obat. Meskipun
terdapat berbagai definisi mengenai anafilaksis, tetapi umumnya para pakar
sepakat bahwa anafilaksis merupakan keadaan darurat yang potensial dapat
mengancam nyawa. Gejala anafilaksis timbul segera setelah pasien terpajan oleh
alergen atau factor pencetus lainnya. Gejala yang timbul melalui reaksi alergen
dan antibody disebut sebagai reaksi anafilaktik. Sedangkan yang tidak melalui
reaksi imunologik dinamakan reaksi anafilaktoid tetapi karena baik gejala
yang timbul maupun pengobatannya tidak dapat dibedakan, maka kedua macam
reaksi di atas disebut sebagai anafilaksis. Perbedaan tersebut diperlukan
manakala mencari penyebab anafilaksis dan merencanakan penatalaksanaan
lanjutan.
Anafilaksis memang jarang terjadi, tetapi bila yang terjadi pada umumnya
tiba-tiba, tidak terduga, dan potensial berbahaya. Oleh karena itu kewaspadaan
dan kesiapan menghadapi keadaan tersebut sangat diperlukan. Tulisan ini akan
membahas beberapa pengertian yang berkaitan dengan anafilaksis, diagnosam,
terapi dan pencegahan.
(Bambang Setiyohadi, 2006: 190)

Gbr 1. Reaksi Anafilaktik Yang Dapat Terjadi Karena Reaksi Antigen


2. Definisi
Anafilaktis terdiri dari (ana-, melawan, -phylaxis, proteksi) mencerminkan
hasil paradoksal ini. Reaksi-reaksi yang serupa pada manusia sudah
ditemukan pada awal abad ini dan tetap merupakan bentuk respon alergi
yang timbul paling cepat dan berbahaya. (Price Sylvia A.2005:165)
Syok Anafilaksis merupakan keadaan darurat yang potensial dapat
mengancam nyawa. Gejala anafilaksis timbul segera setelah pasien terpajan
oleh allergen atau factor pencetus lainnya. Gejala yang timbul melalui reaksi
allergen dan antibiotic disebut sebagai reaksi anafilaktik. Sedangkan yang
tidak melalui reaksi imunologik dinamakan reaksi anafilaktoid. Tetapi
karena baik gejala yang timbul maupun pengobatannya tidak dapat
dibedakan, maka kedua macam reaksi di atas disebut sebagi anafilaksis.
(Bambang Setiyohadi, 2006:190)
Syok anafilaksis merupakan kondisi alergi dimana curah jantung dan
tekanan arteri sering kali menurun dengan hebat. Anafilaksis terutama
disebabkan oleh suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera stelah
suatu antigen yang sangat sensitif untuk seseorang telah masuk kedalam
sirkulas, satu efek utamanya adalah menyebabkan basofil dalam darah dan
sel mast dalam jaringan prekapiler melepaskan histamin kemudian
menyebabkan :
Kenaikan kapasitas vaskuler akibat dilatasi vena
Dilatasi arteriol yang mengakibatkan tekanan arteri menjadi sangat menurun
Kenaikan luar biasa pada permeabilitas kapiler dengan hilangnya cairan dan
protein ke dalam ruang jaringan secara cepat.
Hasil akhir dari semuanya tersebut merupakan suatu penurunan yang
luarbiasa pada alir balik vena dan seringkali menimbulkan syok serius
sehingga pasien meninggal dunia

(Guyton, Arthur C.1997: 386)


3. Epidemiologi
Anafilaksis memang jarang dijumpai, tetapi paling tidak dilaporkan lebih
dari 500 kematian terjadi setiap tahunnya karena antibiotic golongan beta
laktam, khususnya penisilin. Penisilin menyebabkan reaksi fatal pada 0,002 %
pemakaian.
Selanjutnya penyebab reaksi anafilaktoid yang tersering adalah pemakaian
media kontras untuk pemeriksaan radiologic. Media kontras menyebabkan
reaksi yang mengancam nyawa pada 0,1% dan reaksi yang fatal terjadi antara 1 :
10.000 dan 1 : 50.000 prosedur intravena. Kasus kematian berkurang setelah
dipakainya media kontras yang hipoomolar. Kematian karena uji kulit dan
imonoterapi juga pernah dilaporkan. Enam kasus kematian karena uji kulit dan
24 kasus imunoterapi terjadi selama tahun 1959 sampai tahun 1984. Penelitian
lain melaporkan 17 kematian imunoterapi selama periode 1985 sampai 1989.
(Bambang Setiyohadi, 2006: 190)
4. Etiologi
Berbagai mekanisme terjadinya anafilaksis, baik melalui mekanisme IgE
maupun melalui non-IgE. Selain obat ada juga penyebab anafilaksis yang lain
seperti makanan (makan telor, vitamin, susu, cokelat, kacang, ikan laut, mangga,
kentang), kegiatan jasmani, sengatan tawon/ serangga yang dapat menyebabkan
syok anafilaksis pada orang-orang yang memiliki alergi/rentan terhadap hal itu,
factor fisik seperti udara yang panas, air yang dingin pada kolam renang dan
bahkan sebagian anafilaksis penyebabnya tidak diketahui.

Mekanisme dan Obat Pencetus Anafilaksis


Anafilaksis ( melalui IgE )
Antibiotik ( penisilin, sefalosporin )
Ekstrak allergen ( bisa tawon,

polen)
Obat ( glukokortikoid, thiopental,

suksiinilkolin )
Enzim ( kemopapain, tripsin )
Serum heterolog ( antitoksin

tetanus, globulin antilimfosit )


Protein manusia
( insulin,vasopressin, serum )

(Bambang Setiyohadi, 2006: 190)

Anafilaktoid ( tidak melalui IgE )


Zat penglepas histamine secara langsung:
Obat ( opiate, vankomisin, kurare )
Cairan hipertonik ( media radiokontras,

manitol )
Obat lain ( dekstran, fluoresens )
Aktivasi komplemen :
Protein manusia ( immunoglobulin, dan

produk darah lainnya )


Bahan Dialisis
Modulasi metabolism asam arakidonat
Asam asetilsalisilat
Antiinflamasi nonsteroid

Gbr. 2 Beberapa Bahan Penyebab Reaksi Anafiaktik

5. Patofisiologi
Jika seseorang sensitive terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi
terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas pada kontak awal
yang diproduksi adalah IgE yang kemudian beredar ke seluruh tubuh dan
terfiksasi ke permukaan sel mast dan basofil. Saat tubuh kembali berkontak
dengan imunogen yang sama, interaksi antara imunogen dengan antibody yang
sudah melekat ke sel mast menyebabkan pelepasan secara mendadak dan besarbesaran zat-zat proinflamasi, seperti histamine, yang terkandung didalam sel-sel
tersebut. Apabila jumlah imunogen yang masuk sedikit dan didaerah yang
terbatas, maka pelepasan mediatornya juga local. Pada situasi ini, akibatnya
adalah terjadinya vasodilatasi local disertai peningkatan permeabilitas dan
pembengkakan. Namun apabila imunogen masuk dalam jumlah lebih besar dan
secara intravena kedalam orang yang sudah peka, maka pelepasan mediatormediator dapat sangat banyak dan meluas dan menimbulkan reaksi anafilaktik.
(Smeltzer, 2001: 102-103)

Gbr. 3 Masuknya Alergen Dan Reaksi yang Timbul


6. Klasifikasi
Reaksi local: biasanya hanya urtikaria dan edema setempat, tidak fatal
Reaksi sistemik: biasanya mengenai saluran nafas bagian atas, system
kardiovaskular, gastrointestinal, dan kulit. Reaksi tersebut timbul segera
atau 30 menit setelah terpapar antigen.
(Arif Mansjoer,2001:622)
7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari Syok Anafilaktik adalah :
a. Ringan :
1. Mata bengkak
2. Hidung tersumbat
3. Gatal-gatal di kulit dan mukosa, bersin-bersin, biasanya timbul 2
jam setelah terpapar alergen.
b. Sedang :
Gejalanya lebih berat selain gejala di atas didapatkan
1. Bronkospasme,

2. Edema laring,
3. Mual, muntah, biasanya terjadi dalam 2 jam setelah terpapar antigen.
c. Berat :
Terjadi langsung setelah terpapar dengan alergen, gejala seperti reaksi
tersebut di atas hanya lebih berat yaitu
1. Bronkospasme,
2. Edema laring,
3. Stridor, nafas sesak,
4. Sianosis, henti jantung,
5. Disfagia,
6. Nyeri perut, diare,
7. Muntah-muntah,
8. Kejang,
9. Hipotensi

dapat

terjadi

karena

adanya

kebocoran

cairan

intravaskuler pada pembuluh darah.


10. Aritmia jantung, syok, dan koma. Kematian disebabkan oleh edema
laring dan aritmia.
(Arif Mansjoer,2001:622)
Gejala dan Tanda Anafilaksis Berdasarkan Organ Sasaran
Sistem
Gejala dan Tanda
Umum
Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar
Prodromal

dilukiskan, rasa tak enak di dada dan perut,


rasa gatal di hidung dan palatum

Pernafasan
Hidung

Hidung gatal, bersin dan tersumbat

Laring

Rasa tercekik, suara serak, sesak nafas,


stridor, edema, spasme.

Lidah

Edema

Bronkus
Kardiovaskuler

Batuk, sesak, mengi, spasme.


Pingsan, Sinkop, Palpitasi, Takikardia,
Hipotensi, sampai syok, aritmia. Kelainan
EKG : gelombang T data, terbalik, atau

Gastrointestinal

tanda-tanda infark miokard.


Disfagia, mual, muntah, kolik, diare yang
kadang-kadang disertai darah, peristaltic

Kulit

usus meninggi.
Urtikaria, angioedema dibibir, muka, atau
ekstremitas.

Mata
Susunan Saraf Pusat
(Bambang Setiyohadi, 2006: 190)

Gatal, lakrimasi
Gelisah, kejang

Pemeriksaan fisik
a)
Perubahan status mental : cemas, kelelahan yang mengarah pada letargi dan
b)

koma
Perubahan membrane mukosa dan lapisan kutaneus: urtikaria, pruritus,

c)

angioedema (Orbital, mulut, faring, uvula, leher, trakea dan laring)


Perfusi jaringan perifer : kulit teraba hangat dan kemerahan, teraba dingin
dan berkeringat dingin; palpasi nadi perifer, teraba lemah atau tidak teraba

d)

sama sekali; kapilari reffil melambat.


Perubahan parameter hemodinamik dan fungsi jantung: takikardi, disritmia,

e)

angina, hipotensi, sampai kardiak arrest.


Perubahan fungsi pernafasan: takipnea, perubahan suara nafas mendadak,
stridor dan wheezing, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, perasaan

terbakar pada hidung; kemungkinan terjadi henti nafas secara mendadak.


f)
Terjadinya oliguria yang mengarah pada anuria.
(ENA,2000:616)

Gbr. 4 Gejala yang timbul dari reaksi alergen (mis. gigitan serangga)

Gbr. 4a. Edema pada mukosa mulut, 4b. Ultikaria, 4c. Edema palpebra
8. Pemeriksaan Diagnostik
Anafilaksis didiagnosis berdasarkan kriteria klinis. Kriteria tersebut terpenuhi
bila salah satu dari tiga berikut ini benar :
1. Gejala awal dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah terpajanan
alergen dengan keterlibatan kulit atau jaringan mukosa dan hal-hal berikut :
gatal-gatal atau pembengkakan pada saluran napas; ditambah kesulitan
bernapas baik atau tekanan darah.rendah
2. Setiap dua atau lebih dari gejala berikut ini dalam beberapa menit sampai
beberapa jam pemaparan alergen: a. Keterlibatan kulit atau mukosa b.
Kesulitan pernafasan c. Tekanan darah rendah d. Gejala gastrointestinal
3. Tekanan darah rendah dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah
terkena alergi.
Terlepas dari fitur klinis, tes darah untuk tryptase (dilepaskan dari sel mast)
mungkin akan berguna dalam mendiagnosis anafilaksis.
Allergy testing Tes alergi dapat membantu dalam menentukan apa yang memicu
anafilaksis. Dalam pengaturan ini, tes alergi kulit (dengan atau tanpa pengujian
patch)

atau

tes

darah

RAST

kadang-kadang

dapat

mengidentifikasi

penyebabnya.
(Wikipedia.2010.Anafilaksys,online,(http//Wikipedia.org//wiki/anaphylaksis).
Di akses tanggal 23 maret 2010
Pemeriksaan diagnose
a) Hasil laboratorium: analisa gas darah (AGD); elektrolit, kadar glukosa
darah, BUN dan kreatinin,serum laktat, urinalisis
b) Torak foto
c) EKG 12 Lead
d) Gunakan alat-alat untuk mengukur hemodinamik sesuai indikasi: CVP,
Pulmonary Artery Catheter, Artery catheter (umumnya jarang diperlukan)
e) Pulse oximeter atau alat sejenis.

f) Alat untuk memonitoring fetus (jika tersedia), cara lain yang dapat
dilakukan adalah auskultasi bunyi jantung janin dengan pengkajian tanda
vital ibunya.
(ENA, 2000:616-617)

9. Diagnosis / Kriteria Diagnosis


Beberapa keadaan yang dapat menyerupai reaksi anafilaksis yaitu reaksi
vasovagal, infark miokard akut, rekasi hipoglikemik, reaksi histerik, atau
angioedema herediter.
a) Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mendapat suntikan.
Pasien tampak mau pingsan, pucat dan berkeringat. Dibandingkan
dengan reaksi anafilaki, pada reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak
terjadi sianosis. Meskipun tekanan darahnya turun, tetapi masih mudah
iukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti pada anafilaksis.
b) Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri
dada,dengan atau tanpa penjalaran. Gejala tersebu sering diikuti rasa
sesak, tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi saluran nafas, maupun
kelainan kulit. Pemeriksaan eektrokariografi dan enzimatik akan
membantu diagnosis infark miokard.
c) Reaksi hipoglikemik dapat disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes
atau oleh sebab lain. Pasien tampak lemah, pucat berkeringat sampai tak
sadar. Tekanan darah kadang-kadang menurun, tetapi tidak dijumpai
tanda-tanda obstruksi saluran nafas atau kelainan kulit. Pemeriksaan
kadar gula darah dan pemberian terapi glukosa menyokong diagnosis
reaksi hipoglikemik.
d) Pada reaksi histerik tidak dijumpai adanya tanda-tnd ggal nafas,
hipotensi atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya
sementara. Penilaian tanda-tanda vital dan status neurologic dengan
cepat membedakan keadaan ini dengan reaksi anafilaktik. Sering pasien
mengeluh parestesia.
(Bambang Setiyohadi, 2006:191)
10. Penatalaksanaan
a)

Pertahankan kepatenan jalan nafas

b) Antisipasi penurunan secara cepat. Persiapkan jalan nafas tambahan atau


jalan nafas buatan
c) Antisipasi dengan menggunaan alat bantu ventilasi manual jika usaha
pernafasan secara mandiri pasien tidak adekuat.(metode ini mungkin tidak
efektif jika terjadi oedem dan spasme pada pernafasan atas dan bawah.)
d) Persiapkan mesin ventilator (dengan atau tanpa PEEP) setelah pemasangan
jalan nafas buatan.
e) Jika nadi tidak teraba, lakukan BLS ( Basic and Advance Life Support)
seperti RJP (Resusitasi Jantung Paru).
f) Berikan High-flow oksigen jika pernapasan pasien tidak adekuat.
g) Pasang jalur IV (Intra Vena) :
a) Satu atau dua Perkutaneus kateter : mengabil sampel darah untuk uji
laboratorium.
b) Lakukan intraosseus canul jika rute per kutaneus tidak berhasil
(umur<6tahun)
h) Berikan satu atau kombinasi obat-obatan:
1) Epineprine ( terapi awal)
a) Dapat diberikan lewat subkutan bila pasien mengalami hipotensi
ringan atau dapat juga diberikan sevara inhalasi (dengan konsentrasi
1:1000)
b) Berikan secara intravena jika nyawa pasien terancam dan terjadi
penyumbatan pada jalan nafas dan atau pasien mengalami hipotensi
berat (dengan konsentrasi 1:10000); berikan dalam jumlah kecil,
control dosis untuk pencegahan iskemia dan disritmia pada jantung,
khususnya dalam masa kehamilan atau pasien geriatric dan pasien
dengan

riwayat

penyakit

jantung

koroner,

hipertensi,

dan

takidisritmia.
c) Dosis dapat diberikan berulang sampai kondisi pasien membaik.
2) Antihistamin
a) Diphenhidramine (benadril)
b) Cimetidine (Tagamet)
3) Bronkodilator (jika terjadi bronkokonstriksi)
a) Theophylline (aminophylline)
b) Aerosolized albuterol (proventile)
4) Kortikosteroid (untuk mencegah urtikaria atau memperlambat fase
respon peradangan)
5) Glukaggon (untuk mengalihkan respon anafilaksis pada pasien yang
menerima terapi beta blocker)
i) CVC (sesuai indikasi)
j) Baringkan pasien dengan kondisi hamil, kemudian miringkan ke samping
kiri.
k) Penambahan volume cairan tidak selalu dibutuhkan setelah pemberian
vasopressor kecuali jika volume intravaskuler jika dicurigai terjadi
penurunan volume cairan pada intavaskuler, berikan dengan cairan yang
tepat atau kombinasinya:

1) Larutan garam: RL atau NACL


2) Koloid: plasma, albumin, dan hetastarch (hydroxyethyl starch [Hespan])
(ENA,2000:617-618)
11. Pencegahan

Pasien yang pernah mengalami reaksi anafilaksis mempunyai resiko


untuk memperoleh reaksi yang sama bila terpajan oleh pencetus yang
sama. Pasien ini harus dikenali, diberikan peringatan dan bila perlu
diberi tanda peringatan pada ikat pinggang atau dompetnya. Kadangkadang pada pasien diberikan bekal suntikan adrenalin yang harus
dibawa kemanapun pergi. Suntikan adrenalin diberikan bila pencetus
tersebut sering timbul tidak terduga seperti pada sengatan tawon, atau
anafilaksis idiopatik. Pasien asma dan penyakit jantung bila mendapat
serangan anafilaksis bisa jauh lebih berat oleh karena itu untuk pasien
asma dan jantung harus memperoleh pengobatan yang optimal.

Untuk seseorang yang mengalami syok anafilaksis terutama obat-obatan,


petunjuk dibawah ini dapat mencegah terjadinya anafilaksis
Sebelum memberikan obat
a. Adakah indikasi memberikan obat
b. Adakah riwayat alergi sebelumnya
c. Apakah pasien memiliki resiko alergi obat
d. Apakah obat tersebut perlu diuji kulit terlebih dahulu
e. Adakah pengobatan pencegahan untuk mengurangi reaksi alergi
Sewaktu minum obat
a. Kalau mungkin obat diberikan secara oral
b. Hindari pemakaian intermiten
c. Sesudah memberikan suntikan pasien harus selalu diobservasi
d. Beritahu pasien kemungkinan reaksi yang terjadi
e. Sediakan obat atau alat untuk mengatasi keadaan darurat
f. Uji desensitisasi
Sesudah minum obat
a. Kenali tanda dini reaksi alergi obat
b. Hentikan obat jika ada reksi
c. Tindakan imunisasi dianjurkan
d. Berikan penjelasan dasar apabila terjadi reaksi agar kejadian tersebut
tidak terulang kembali

(Bambang Setiyohadi, 2006:192)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


I.

Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan terhadap pasien dibagi menjadi dua bagian yaitu:
Pengkajian primer (Primer

assessment) dan pengkajian skunder (secondary

assessment). Data dapat diperoleh secara primer (klien) dan secara skunder
(keluarga, saksi kejadian/pengirim, tim kesehatan lain).
a. Primer assessment/primer survey:
1) Data subyektif:
Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama,
umur,jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, dan hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).
Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat,
apakah pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang
lain?
Riwayat penyakit, meliputi waktu mengalami penyakit (hari, tanggal,
jam)
Riwayat penyakit saat ini
a) Permulaan: hubungan antara paparan antigen dan reaksi (awal
terpapar sampai hari ini)
b) Riwayat paparan
c) Perasaan tidak nyaman yang tidak bisa diungkapkan
d) Urtikaria dan kemerahan
e) Sakit kepala mendadak
f) Nyeri perut, mual dan diare
g) Dispnea
h) Nafas pendek
Riwayat pengobatan
a) Alergi: makanan, obat-obatan, hay fever, asma
b) Riwayat ada tidaknya alergi pada keluarga
c) Pengobatan yang sedang dijalani (yang diresepkan dan tidak
diresepkan dokter); obat-obatan khusus yang dapat merubah
keefektifan atau respon perawatan seperti: obat-obatan beta blocker,
tricyclic antidepressant, hormone tiroid, beberapa antihistamin.
d) Waktu makan terakhir
Last Oral Intake (makan terakhir) : Kapan waktu makan terakhir
sebelum syok anafilaksis? Hal ini untuk memonitor muntahan.
2) Data obyektif:
Airway/C-spine : edema laring, batuk, stridor, mengi, hidung tersumbat,
Breathing/pernafasan : nafas sesak (dipsnea), takipnea, penggunaan
otot-otot bantu pernafasan,
Circulation/sirkulasi : hipotensi sampai syok, takikardi, disritmia,
Sianosis, henti jantung, kulit teraba hangat dan kemerahan, teraba
dingin; palpasi nadi perifer teraba lemah atau tidak teraba sama sekali ;
kapilari reffil melambat.

Disability : lesu, lemah, rasa tidak enak yang sukar dilukiskan, pingsan,
gelisah, kejang.
b. Secondary assessment
Exposure: angiodema dibibir, muka, atau ekstremitas
Five Intervention:
- Monitor EKG : gelombang T datar, terbalik atau tanda-tanda infark
miocard
- Pruduksi urine : Terjadinya oliguria yang mengarah pada anuria
- NGT : muntah, mual, disfagia,
- Hasil laboratorium : Hasil laboratorium: analisa gas darah (AGD);
elektrolit, kadar glukosa darah, BUN dan kreatinin,serum laktat,
urinalisis, torak foto
Give Comfort: Nyeri perut
Head to toe :
Kulit : urtikaria, pruritus, angioedema (Orbital, mulut, faring,
uvula, leher, trakea dan laring)
Dada dan paru : takipnea, stridor dan wheezing, penggunaan
otot-otot

bantu

pernafasan,

Terjadinya

oliguria

yang

mengarah pada
Abdomen :Nyeri perut (diare)
II.

Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas :
spasme jalan nafas ditandai dengan edema laring, batuk tidak efektif, suara
nafas tambahan : stridor, mengi, dispneu, sianosis, takipnea
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan
nafas sesak (dipsnea), nafas pendek, penggunaan otot-otot bantu pernafasan,
takipnea
c. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi
oksigen melewati membran oksigen atau alveolar ditandai ada oliguri-anuri,
perubahan status mental, disfagia, takipnea, penggunaan otot bantu nafas,
capirali refil melambat, AGD abnormal, bronkospasme, dispneu, nyeri
abdomen, nausea, lemah, sianosis.
d. PK: Gagal Nafas
e. Hipertermia berhubungan dengan penyakit : pengaktifan termoregulasi dan
ditandai dengan kulit teraba hangat dan kemerahan, takikardia, takipnea,
kejang
f. PK: Hipovolemia
g. PK: Hipotensi
h. PK: Distritmia

i. Diare berhubungan dengan proses infeksi dan inflamasi jaringan ditandai


dengan nyeri abdomen, feses lunak/cair, peningkatan frekuensi defekasi
j. Nausea berhubungan dengan iritasi gastrik karena inflamasi mukosa
lambung ditandai dengan melaporkan mual, muntah.
k. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan dan
suplai energi ditandai dengan melaporkan verbal adanya kelemahan dan
kelelahan, dispneu, takikardia.
l. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi ditandai
dengan kerusakan lapisan dermis : urtikaria, pruritus, kemerahan.
III.

Intervensi

1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi jalan napas: spasme
jalan napas ditandai dengan dispnea, adanya suara napas tambahan (stridor, mengi),
sianosis ,takipneu, batuk tidak efektif/tidak dapat batuk
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x Jalan nafas efektif
Kriteria Hasil :
a. Pasien melaporkan sesak nafas (dispneu) berkurang
b. Frekuensi pernafasan dalam batas normal klien / tidak ada takipneu
c. Sianosis tidak ada
d. Batuk efektif
e. Suara nafas abnormal tidak ada ( ronchi,striodor)
Intervensi :
Mandiri :
a. Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
R/: mengetahui adanya suara nafas tambahan
b. Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
R/: membantu melapangkan jalan nafas
c. Ajarkan klien nafas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan sadar
R/: batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret sehingga jalan nafas
klien kembali efektif
d. Awasi adanya sianosis
R/: sianosis menandakan jumlah O2 ke jaringan yang di transportasikan tidak
sesuai kebutuhan karena masukan O2 yang kurang dari proses pernafasan.
e. Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi
R/: orofaringel membantu melapangkan jalan napas.
Kolaborasi :
a. Berikan O2 sesuai indikasi
R/: pemenuhan O2 adekuat
b. Berikan obat sesuai indikasi misalnya ; bronkodilator, mukolitik, antibiotic atau
steroid.
R/: kepatena jalan nafas karena adanya mucus berlebih ataupun edema dapat
diberikan obat yang sesuai.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan


penggunaan otot bantu pernapsan, dispneu, napas pendek,takipneu
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pola nafas efektif
Kriteria Evaluasi :
a. Pasien melaporkan sesak nafas/ dispneu berkurang
b. Takipnea atau bradipnea tidak ada
c. Tanda vital dalam batas normal (RR : 12-20 x/mnt)
d. Penggunaan otot bantu pernafasan tidak ada
Intervensi :
Mandiri
a. Pantau ketat tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan
R/: memberikan informasi tentang keadaan umum pasien, khususnya dalam hal
pernafasan agar dapat diketahui bagaimana frekuensi nafas, suara nafas,dll
untuk nantinya mempermudah dalam pemberian intervensi keperawatan
b. Monitor keteraturan pernafasan dan penggunaan otot bantu pernafasan
R/: mengetahui adanya pola pernafasan abnormal
c. Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
R/: membantu melapangkan jalan nafas
Kolaborasi
a. Berikan O2 sesuai indikasi
R/: pemenuhan O2 adekuat
b. Berikan obat sesuai indikasi
R/: obat seperti bronkospasme ataupun kortikosteroid dapat meringankan gejala
anafilaktik.
c. Bantu intubasi jika pernafasan semakin memburuk dan siapkan pemasangan
ventilator sesuai indikasi.
R/: melapangkan jalan nafas sehinggga pemenuhan O2 adekuat.
3. Diagnosa : perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi
oksigen melewati membrane kapiler dan atau alveolar ditandai dengan oliguri-anuri,
perubahan status mental, kesulitan menelan, takipneu, penggunaan otot bantu napas,
capillary refill melambat, AGD abnormal, bronkospasme, dispneu, nyeri abdomen,
nausea, lemah, perubahan temperature kulit, sianosis
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 20 menit diharapkan perfusi jaringan
kembali efektif
kriteria hasil :
a. Kapilari refill kembali normal (kembali dalam 2 detik)
b. warna kulit merah muda
c. suhu normal (36,5 37,50 C)
d. hasil AGD dalam batas normal.
e. Tidak ada oliguri-anuri
f. Status kesadaran normal (komposmentis)

g. Tidak ada kesulitan menelan


h. Tidak ada dispneu, takipneu, penggunaan otot bantu napas, bronkospasme
i. Tidak ada nyeri abdomen,nausea,sianosis,
Intervensi :
a. Kaji penyebab gangguan perfusi
R/: Untuk memudahlan dalam proses penangan dan pemberian tindakan
keperawatan
b. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit atau membran mukosa,
warna kuku,status kesadaran,oliguri-anuri, kesulitan menelan, dispnue, takipneu,
penggunaan oto bantu napas, bronkospasme, nyri abdomen, nausea, sianosis
R/: Untuk mengetahui sejau mana gangguan yang terjadi
c. Awasi pemenuhan O2 perifer.
R/: Mengetahui pemebuhan O2 ke jaringan
d. Kolaborasi Pemeriksaan AGD
R/: Membantu menganalisis pemenuhan O2 keseluruh organ tubuh
4. Diagnosa : PK hipotensi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 30 menit diharapkan
hipotensi teratasi atau tidak terjadi
Criteria hasil :
a. pasien melaporkan tidak pusing
b. tidak lemas
c. tanda vita stabil

Suhu tubuh normal 36,5-37,5 0C.

TD : 100/60 140/90 mmHg

Nadi : 60-100 x/mnt

RR : 12-20 x/mnt

d. status mental composmentis


e. tidak pucat.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital dan laporkan jika tekanan sistolik dibawah 90
R/ : adanya hipoensi akibat dari peningkatan kapasitas vaskuler
b. Kaji dan laporkan konjungtiva dan membrane mukosa yang pucat
R/:penurunan tekanan darah akan menurunkan sirkulasi perifer sehingga
membrane mukosa pucat
c. Kaji dan laporkan keluhan pasien tentang adanya keluhan pusing, lemas,
R/ : hipotensi merupakan penurunan aliran darah ke organ dan perifer sehingga
menimbulkan gejala pusing, lemas
d. Kaji dan laporkan adanya status kesadaran menurun

R/ : tekanan darah yang menurun menyebabkan suplai darah ke otak menurun


yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran
e. Berikan posisi trendeleburg
R/:meningkatkan aliran darah ke otak
f. Kolaborasi pemberian NS atau RL 100-500 ml
R/: meningkatkan volume sirkulasi dan natrium dapat meretensi air sehingga
meningkatkan volume darah
5. Implementasi
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah dibuat dalam
rencana perawatan
6. Evaluasi
Evaluasi yang dibuat bisa dalam bentuk formatif dan sumatif ( SOAP ). Evaluasi
yang dilakukan berdasarkan pencapaian yang didapatkan sesuai dengan criteria
hasil/ kriteria evaluasi yang dibuat dalam rencana perawatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer,Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth: edisi 8. Jakarta: EGC
2. Sudoyo,Aru W.dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: jilid 3 edisi 4. Jakarta:
PPFKUI
3. Mansjoer,Arif dkk. 2000.Kapita Selekta Kedokteran: edisi ketiga cetakan
pertama.Jakarta: Media Aesculapius
4. Sanders Jordan,Kathleen et all.

2000.

Emergency

Nursing

Curriculum/Emergency Nurse Association: edisi 5. USA.


5. http//Wikipedia.org//wiki/anaphylaksis di akses tanggal 23 maret 2010

Core

Vous aimerez peut-être aussi