Vous êtes sur la page 1sur 38

BAB I

PENDAHULUAN

Necrotizing enterocolitis (NEC) merupakan penyebab tertinggi dari angka


kematian dan angka kecacatan di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di sepenjuru
dunia. Kemajuan dalam perawatan perinatal dan neonatal telah memberikan
kontribusi dalam pertumbuhan populasi bayi prematur yang berisiko NEC.1
Neonatal Necrotizing Enterocolitis (NEC) merupakan keadaan darurat yang
mengancam kehidupan di traktus gastrointestinal pada periode bayi

baru lahir.

Penyakit ini di gambarkan dengan nekrosis pada mukosa saluran cerna. Penyebab
dari NEC masih belum jelas, namun diduga penyebabnya multi faktoral. Angka
kejadian dan angka kematian meningkat pada bayi yang lahir dengan berat badan
rendah atau prematur. Penyakit ini jarang ditemukan pada bayi yang cukup bulan.1
Insidens pasti dari NEC tidak diketahui. Hal ini signifikan sangat bervariasi di
berbagai Negara. Angka NEC sekitar 1%-7% dari semua NICU di Amerika Serikat,
atau 1 sampai 3 kasus dari 1000 angka kelahiran. Pada bayi yang lahir dengan berat
badan lahir rendah (BBLR, <1500 gr), NEC terjadi sekitar 10-12%. Di berbagai
Negara, angka kejadian NEC dengan bayi BBLR bervariasi antara 1%-2% di Jepang,
7% di Austria, 10% di Yunani, 14% di Argentina, dan 28% di Hong Kong. 2 NEC
merupakan penyebab kematian neonatal ketiga terbesar dengan angka mortalitas
keseluruhan sebanyak 10-15 persen.2
Laporan terbaru banyak menyebutkan adanya hubungan yang kuat antara
NEC dan prematuritas, dimana bayi preterm dari usia kehamilan yang pendek dan
1

berat badan lahir rendah menjadi faktor utama. Hanya sekitar 7%-13% dari semua
kasus NEC terjadi pada bayi yang cukup bulan. Kemajuan yang terbaru dari terapi
surfaktan dan peningkatan metode ventilasi telah memberikan hasil yang signifikan
terhadap kelangsungan hidup dari bayi berat badan lahir rendah. Meningkatnya angka
kelahiran bayi dengan berat badan rendah merupakan faktor risiko berkembangnya
NEC. Dimasa yang akan datang, NEC mungkin akan melampaui respiratory distress
syndrome sebagai penyebab kematian utama pada bayi prematur.2

1.1 Batasan Masalah


Case ini membahas mengenai patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan NEC pada
bayi baru lahir.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan case ini bertujuan untuk mengetahui patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan NEC pada bayi baru lahir.
1.3 Metode Penulisan
Case ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari
berbagai literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
NEC adalah penyakit gastrointestinal yang didapat yang paling sering terjadi
di antara bayi baru lahir yang sakit dan merupakan kedaruratan yang paling sering
terjadi di antara bayi baru lahir. Terjadi Inflamasi dan nekrosis menyebar atau dalam
satu bidang pada lapisan mukosa dan submukosa usus.1

Gambar 2.1 Necrotizing enterocolitis


2.2 Anatomi, Fisiologi, dan Histologi
Usus halus
Di sepanjang sekitar 5 meter usus halus, terdapat tiga regio yang berbeda.
Sfingter pilorus menandai awal duodenum, yang sebagian besar terletak
retroperitonium dan terfiksasi dilokasinya. Di duodenum isi lambung bercampur
dengan produk sekresi ductus biliaris communis dan ductus pancreaticus. Setelah
duodenum, usus halus dapat bergerak dan menggantung melalui mesenterium pada
rongga peritonium. Dua perlima proksimal dinamai jejunum. Tiga perlima distal
dinamai ileum berakhir dikatup ileosaekum dipermulaan usus besar.6
3

Gambaran mikroskopik yang paling mencolok pada usus halus adalah adanya
vilus (tonjolan mukosa dengan tinggi sekitar 1 mm) dalam jumlah besar. Setiap vilus
mengandung satu cabang terminal dari sistem arteri, vena, dan limfe. Hal ini
memungkinkan zat-zat yang diserap dari lumen usus oleh enterosit (sel epitel
permukaan) mudah dipindahkan ke sistem sirkulasi. Dengan mikroskop elektron,
setiap enterosit memperlihatkan banyak mikrovilus, yaitu evaginasi membran plasma
yang semakin meningkatkan luas permukaan penyerapan. Mikrovilus membentuk
brush border yang menghadap kelumen usus.6
Usus halus adalah tempat utama untuk penyerapan nutrien. Antara lain
karbohidrat yang terutama terdapat dalam diet sebagai polisakarida dan disakarida,
harus dicerna menjadi monosakarida untuk diserap. Protein yang masuk ke dalam
usus berasal dari diet dan juga dari sel yang terlepas dari mukosa. Sebagian besar
pencernaan protein terjadi di lumen duodenum dan jejenum oleh kerja sebagai
protease pankreas yang menghasilkan oligopeptida kecil dan asam amino bebas.
Adapun lapisan usus halus adalah otot longitudinal muskularis externa, otot sirkular
muscularis externa, submukosa, muscularis mukosa, kriptus liberkhun, lamina
propria, Kriptus terdiri atas sel adbsorbtif, sel goblet, sel endokrin enterik, sel punca,
dan sel paneth.6
Usus besar
Kolon berperan dalam penyerapan air dan elektrolit, sekresi mukus,
pembentukan, pengeluaran, dan penyimpanan zat yang tidak diserap (tinja). Kolon
juga rumah bagi flora mikroba usus.Permukaan kolon terdiri atas epitel kolumnar
tanpa vilus dan hanya sedikit lipatan kecuali direktim distal. Epitel memiliki
4

mikrovilus yang pendek dan ireguler. Terdapat banyak kelenjar yang mengandung sel
goblet, sel endokrin, dan sel adbsorbtif. Pencernaan dikolon terjadi akibat
konsekuensi kerja mikroflora kolon. Penyerapan cairan dan elektrolit telah banyak
diteliti dan merupakan fungsi utama kolon. Produk sekresi kolon adalah musin. Suatu
konjugat glikoprotein yang kompleks berfungsi melumasi dan melindungi kolon.6

2.3 Etiologi
Etiologi NEC hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun diyakini erat
kaitannya dengan terjadinya iskemik intestinal, faktor koloni bakteri dan faktor
makanan. Iskemik menyebabkan rusaknya dinding saluran cerna, sehingga rentan
pada invasi bakteri. NEC jarang terjadi sebelum tindakan pemberian makanan dan
sedikit terjadi pada bayi yang mendapat ASI. Bagaimananapun sekali pemberian
makanan dimulai, hal itu cukup untuk menyebabkan proliferasi bakteri yang dapat
menembus dinding saluran cerna yang rusak dan menghasilkan gas hidrogen. Gas
tersebut bisa berkumpul dalam dinding saluran cerna (pneumotosis intestinalis) atau
memasuki vena portal.1
NEC sering dihubungkan dengan dengan faktor resiko spesifik, antara lain:
pemberian susu formula, asfiksia, Intrauterine Growth Restriction (IUGR),
polisitemia / hiperviskositas, pemasangan kateter umbilikal, gastroskisis, penyakit
jantung bawaan, dan mielomeningokel. NEC bisa timbul sebagai kumpulan penyakit
atau penyakit dominan di NICU. Beberapa kumpulan tampaknya berhubungan
dengan organisme spesifik (misalnya Klebsiella, Escherichia coli, Staphylococcus
koagulase-negatif), tetapi sering kuman patogen spesifik tidak diketahui.7
5

1. Usia dan maturitas


NEC merupakan penyakit yang dominan terdapat pada bayi prematur dengan
berat badan lahir rendah dan bayi yang kecil usia kehamilan. Kliegman dan Fanaroff
melaporkan rata-rata usia kehamilan dari 123 pasien dengan NEC yaitu 31 minggu
(berat badan lahir rata-rata 1460 gr). Bayi dengan berat badan sangat rendah (<1000
gr) dan usia kehamilan 28 minggu merupakan faktor terbesar terjadinya NEC.
Lemons dkk menunjukkan suatu hubungan terbalik antara angka kejadian NEC dan
berat badan lahir. Angka kejadian NEC terbesar terjadi pada bayi dengan berat badan
lahir antara 501-750gr (14%) dan kemudian angka kejadian menurun dengan
bertambahnya

berat

badan:

751-1000gr

(9%),

1001-1250gr

(5%),

1251-

1500gr(3%).2,3
Wilson dkk menghitung jumlah berat badan lahir spesifik dengan angka
serangan pada pasien NEC. Periode risiko bagi NEC menurun dengan meningkat
angka berat badan lahir. Wilson menduga bahwa kematangan fungsi gastrointestinal
memainkan peranan penting dalam menentukan risiko NEC.2,3
2. Makanan
NEC terjadi pada sekitar 90% bayi yang telah mendapatkan asupan makanan,
sebaliknya hanya sekitar 10% bayi dengan NEC yang terjadi sebelum mendapatkan
asupan makanan. Brown dan Sweet mengusulkan bahwa protocol pemberian
makanan yang agresif merupakan pathogenesis dari NEC. Mereka menemukan
bahwa sebelum mereka merubah protocol pemberian makanan secara lambat pada
July 1974, 14 kasus NEC terjadi pada 1745 bayi dengan berat badan lahir rendah.
Dari Juli 1974 sampai Juni 1978, ketika pendekatan secara hati-hati dalam pemberian
6

makanan dipraktekkan, hanya 1 kasus terjadi pada 932 bayi dengan berat badan lahir
rendah. 2,3
3. Hiperosmolar
Hiperosmolar

dan

komposisi

makanan

juga

berhubungan

dengan

meningkatnya angka kejadian NEC. Susu Formula dengan osmolaritas yang tinggi
menunjukkan tingginya angka kejadian NEC dimana menyebabkan cedera pada
mukosa saluran pencernaan pada binatang percobaan.

2,3

Banyak obat oral, seperti

preparat vitamin, memiliki hiperosmolar yang potensial menyebabkan cedera pada


mukosa intestinal. Willis dkk melaporkan secara signifikan angka kejadian NEC yang
tinggi pada bayi yang di beri kalsium laktat murni dibandingkan bayi yang tidak di
beri kalsium atau kalsium laktat yang dicampur air maupun susu formula.(2)

2.4 Patogenesis
Walaupun etiologi NEC masih kontroversi, analisis epidemiologi penyakit ini
telah mengidentifikasi beberapa faktor resiko utama, yaitu prematuritas, makanan
enteral, iskemik ataupun asfiksia intestinal, dan kolonisasi bakteri. Studi terakhir
menunjukkan hubungan faktor resiko ini dengan terjadinya nekrosis usus. Studi ini
menggambarkan

bagaimana

kerusakan

mukosa

juga

berhubungan

dengan

terganggunya sistem imun yang mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi, yang


pada akhirnya menimbulkan sindrom respon inflamasi sistemik7.
Prematuritas7
Lebih dari 90 % kasus NEC terjadi pada bayi prematur, berat badan lahir
rendah, dan telah menjadi faktor resiko utama. Walaupun banyak perbedaan antara
7

bayi prematur dengan bayi cukup bulan, mekanisme yang bertanggung jawab
terhadap predileksi NEC pada kondisi NEC masih belum dipahami sepenuhnya.
Penelitian yang dilakukan pada manusia dan hewan telah mengidentifikasi perubahan
dalam komponen komponen sistem pertahanan usus, motilitas, kolonisasi bakteri,
regulasi aliran darah, dan reaksi inflamasi yang berperan dalam terjadinya kerusakan
pada usus.
Iskemik intestinal atau asfiksia7
Hasil suatu studi pada hewan baru lahir menunjukkan perbedaan sirkulasi
saluran cerna yang menjadi predisposisi terjadinya NEC. Resistensi pembuluh darah
basal saluran cerna meningkat pada fetus, dan menurun dengan signifikan segera
setelah lahir, menimbulkan peningkatan kecepatan aliran darah saluran cerna yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan saluran cerna dan somatik yang kuat. Perubahan pada
resistensi vaskular tergantung pada keseimbangan antara molekul dilator (nitrat
oksida) dan konstriktor (endotelin), dan juga respon miogenik. Studi menunjukkan
bahwa bayi baru lahir memiliki penyimpangan respon terhadap stres sirkulasi, yang
menyebabkan penurunan aliran saluran cerna atau resistensi vaskuler. Dalam respon
terhadap hipotensi, hewan baru lahir menunjukkan defek tekanan-autoregulasi aliran
darah, menyebabkan penurunan penyediaan oksigen saluran cerna dan oksigenasi
jaringan. Sebagai tambahan, pada hipoksemia arteri, sirkulasi saluran cerna bayi baru
lahir memiliki respon yang berbeda dari hewan yang lebih tua. Walapun setelah
hipoksemia, terjadi vasodilatasi dan peningkatan perfusi saluran cerna, hipoksemia
berat akan menyebabkan vasokonstriksi dan iskemia atau hipoksia saluran cerna,
dimediasi oleh tidak adanya produksi nitrat oksida. Kebanyakan mediator kimia
8

(nitrat oksida, endotelin, substansi P, norepinefrin, dan angiotensin) berdampak pada


vasomotor , regulasi

abnormal menghasilkan penekanan autoregulasi sirkulasi,

mengarah pada iskemia saluran cerna dan nekrosis jaringan7.


Nekrosis dimulai di mukosa dan dapat berkembang mengenai seluruh lapisan
dinding saluran cerna, menyebabkan perforasi yang berikutnya menyebabkan
peritonitis dan udara bebas intra-abdomen. Perforasi umumnya terjadi di ileum
terminal, kolon dan lebih jarang terjadi di usus kecil bagian proksimal. Sepsis terjadi
pada 33% bayi dan kematian dapat terjadi4.
Pemberian makanan secara enteral7
Kebanyakan kasus NEC terjadi setelah pemberian makanan secara enteral
yang diberikan kepada bayi prematur. Pada beberapa kasus yang pernah dilaporkan
pada beberapa dekade yang lalu, NEC terjadi beberapa hari setelah pemberian
makanan yang pertama, tapi pada laporan kasus yang terjadi pada 1990-an NEC yang
terjadi pada BBLSR, terdiagnosis setelah beberapa minggu. Adanya perbedaan kasus
diatas telah memberikan pemahaman baru bagaimana perawatan terhadap neonatus,
seperti pemberian makanan hipokalori dengan jumlah sedikit, dan ditingkatkan secara
perlahan, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya NEC. Walaupun hubungan
antara makanan enteral dan NEC masih belum dipahami sepenuhnya, tapi beberapa
studi membuktikan pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI), yang memang berbeda
dengan susu formula, baik dari segi jumlah, komposisi, dan osmolalitas.
Pada penelitian secara prospektif yang pernah dilaporkan, didapatkan
penurunan 50% angka kejadian NEC dengan pemberian ASI, terutama pada bayi
BBLR. ASI mengandung berbagai faktor bioaktif yang mempengaruhi imunitas,
9

inflamasi, dan proteksi mukosa, termasuk sekresi Immunoglobulin A (IgA), leukosit,


laktoferin, lisozim,musin, sitokin, faktor pertumbuhan, enzim, oligosakarida, dan
asam lemak tak jenuh rantai ganda, yang mana sebagaian besar tidak terkandung pada
susu formula. Sistem pertahanan mukosa saluran cerna didapatkan dari ASI, seperti
faktor pertumbuhan epidermal, asam lemak tak jenuh rantai ganda, platelet activating
factor-acetylhydrolase, IgA dan makrofag yang efektif dalam menurunkan penyakit
ini pada hewan, walaupun belum sepenuhnya terbukti efektif pada percobaan
manusia.
Kolonisasi Bakteri2,7
In Utero, usus janin terus dibasahi dalam cairan amnion yang steril, diperkaya
dengan

nutrisi,

hormon,

dan

faktor-faktor

pertumbuhan

yang

membantu

perkembangan dari traktus intestinal. Saat lahir, bayi akan meninggalkan lingkungan
yang steril tersebut. Pemberian ASI pada bayi akan membentuk kolonisasi beberapa
jenis organisme pada minggu pertama kehidupan, termasuk spesies anaerob seperti
Bifidobacteria dan Lactobacill. Dibandingkan dengan bayi yang dirawat Rumah
Sakit, saluran cerna pada bayi yang prematur memiliki spesies bakteri yang sedikit,
dan bakteri anaerob yang lebih sedikit atau mungkin sama sekali tidak ada.
Kolonisasi oleh bakteri komensal membuat sebuah flora usus yang stabil dan sangat
penting

bagi

perkembangan

struktur

intestinal.

Bakteri

komensal

mampu

meningkatkan dan menjaga kesatuan sebagai mukoprotektor dengan menurunkan


produksi mukus, memperkuat Intestinal Tight Junction, memproduksi zat-zat racun
yang melawan bakteri aerobik, dan menurunkan pH intralumen.

10

Ketidakseimbangan kolonisasi bakteri, dimana terdapat ketidakseimbangan


antara bakteri patogen dan komensal menyebabkan dominasi dan proliferasi patologis
yang dilakukan oleh bakteri patogen. Bukti terakhir menunjukkan bahwa kontaminasi
dan kolonisasi bakteri pada pemberian makanan formula melalui Nasogastric tube
(NGT) pada bayi prematur merupakan predisposisi pada beberapa bayi untuk
terjadinya NEC. Mekanisme spesifik bagaimana inisiasi bakteri dalam kejadian NEC
belum sepenuhnya dimengerti, namun pada kebanyakan kasus ditemukan bahwa
dinding sel bakteri patogen menghasilkan endotoksin, dan beberapa komponen aktif
menyerupai reseptor di epitel usus, dan mengaktivasi mediator inflamasi yang
memicu kerusakan usus.

Gambar 2.2 Hipotesis patofisiologi NEC 7

11

2.5 Diagnosis
NEC umumnya datang dengan gejala klinik yang nonspesifik yaitu berupa
ketidakstabilan fisiologi. Gejala-gejala umum yang tampak berupa lemah, demam,
apneu, bradikardi, hipoglikemi dan syok. Gejala yang lebih spesifik tampak pada
sistem gastrointestinal, seperti distensi abdomen (70-98%), hematokezia (79-86%),
muntah (>70%) dan diare (4-26%). Darah segar pada feses sekitar 25-63% kasus dan
berak darah sekitar 22-59%. Perdarahan rectal biasanya masif.2,4
Karena derajat keganasan penyakit bervariasi, pemeriksaan fisik biasanya
ditemukan adanya distensi abdomen dengan sedikit pembengkakan. Sejalan dengan
perjalanan penyakit, palpasi abdomen mungkin teraba pembengkakan, dan terdapat
loops usus, massa abdomen yang mobile atau terfiksir. Edema dan eritema dinding
perut merupakan hasil dari peritonitis. Pada bayi laki-laki, tampak perbedaan warna
pada scrotum, yang mengindikasikan terjadinya perforasi. Pada sebagian pasien,
penyakit dapat berkembang sangat cepat/ progresif dan umumnya pasien meninggal
dalam waktu 24 jam.2,4
Kriteria Bells menurut Gomella:
Stadium 1 (suspek NEC)
a. kelainan sistemik

: tandanya tidak spesifik, termasuk apnu, bradikardia,


letargi dan suhu tidak stabil.

b. kelainan abdominal

: termasuk intoleransi makanan, rekuren residual


lambung, dan distensi abdominal.

c. kelainan radiologic

: gambaran radiologi bisa normal atau tidak spesifik.

12

Stadium 2 (terbukti NEC)


a. kelainan sistemik

: seperti stadium 1 ditambah dengan nyeri tekan


abdominal dan trombositopenia.

b. kelainan abdominal

: distensi abdominal yang menetap, nyeri tekan,


edema dinding usus, bising usus hilang dan
perdarahan per rektal.

c. kelainan radiologik

: gambaran radiologi yang sering adalah pneumatosis


intestinal dengan atau tanpa udara vena porta atau
asites.

Stadium 3 (NEC lanjut)


a. kelainan sistemik

termasuk

asidosis

respiratorik

dan

asidosis

metabolik, gagal nafas, hipotensi, penurunan jumlah


urin, neutropenia dan

disseminated intravascular

coagulation (DIC).
b. kelainan abdominal

: distensi abdomen dengan edema, indurasi dan


diskolorasi.

c. kelainan radiologik

gambaran

yang

sering

dijumpai

adalah

pneumoperitoneum.

13

Tabel 2.1 Kriteria Bells


Stadium

Kelainan sistemik

Kelainan abdominal

IA. Tersangka
NEC

Suhu tidak stabil


Apnu
Bradikardia
SDA

Residu lambung meningkat


Distensi abdomen ringan
Darah samar di dalam feses
SDA
+ Darah segar per rektal
SDA
+ Peristaltik (-)
+ Nyeri tekan
SDA
+ Peristaltik (-)
+ Nyeri tekan
+ Selulitis
+ Benjolan kuadran kanan
bawah
SDA
+ Peritonitis generalisata
+ Nyeri tekan
+ Distensi abdomen

IB. Tersangka
NEC
IIA.
NEC
definitif ringan

SDA

IIB.
NEC
definitif sedang

SDA
+ Asidosis metabolik
ringan
+ Trombositopenia
ringan

IIIA.
NEC
lanjut,
sakit
berat, usus utuh

SDA
+ Hipotensi
+ Bradikardia
+ Asidosis respirasi
+ Asidosis metabolik
+ DIC
+ Neutropenia
SDA

IIIB.
NEC
lanjut,
sakit
berat, perforasi

Kelainan
radiologik
Normal
Ileus ringan
SDA
Ileus
Pneumatosis
intestinal
SDA
+ Udara vena
porta
Asites
SDA
+ Asites

SDA

SDA
+
Pneumoperito
neum
Dikutip dari: Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal Medicine.Ed 4

Pemeriksaan Laboratorium12

Darah lengkap dan hitung jenis

Hitung jenis leukosit bisa normal, tetapi biasanya meningkat dengan shift to the
left, atau rendah (leukopenia), trombositopenia sering terlihat. 50 % kasus terbukti
NEC, jumlah platelet < 50.000 uL

Kultur

Specimen darah, urin, feses, dan Cairan serebrospinal sebaiknya diperiksa untuk
kemungkinan adanya virus, bakteri, dan jamur yang patogen.

14

Elektrolit

Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan hipernatremia serta hiperkalemia


sering terjadi.

Analisa gas darah

Asidosis metabolik, ataupun campuran asidosis metabolic dan respiratorik


mungkin terlihat.

Sistem koagulasi

Jika dijumpai trombositopenia ataupun perdarahan screening koagulopati lebih


lanjut harus dilakukan. Prothrombin Time memanjang, Partial Thromboplastin time
memanjang, penurunan fibrinogen dan peningkatan produk pemecah fibrin,
merupakan indikasi terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC).

C-Reaktif protein

Mungkin tidak meningkat atau pada kasus NEC yang lanjut karena bayi tidak bisa
menghasilkan respon inflamasi yang efektif.

Biomarker

Dilakukan untuk mendiagnosis dan memprediksi penyebab NEC seperti gas


hydrogen, mediator inflamasi didalam darah, urin atau feses dan genetic marker,
tetapi semua kerugian membatasi kegunaannya. Penelitian lebih lanjut tentang
genomic dan proteomic marker terus diteliti.
Selain dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis merupakan
pemeriksaan rutin yang sering dilakukan oleh klinisi untuk mendeteksi adanya
kelainan. Pemeriksaan dapat dilakukan secara polos ataupun dengan media kontras.

15

Pada anak dengan NEC yang umumnya menunjukkan gejala penyakit akut dan berat,
perut kembung, muntahmuntah, menyerupai gejala ileus, maka tidak dilakukan
dengan kontras, foto polos dan tanpa persiapan. Dibeberapa pusat penelitian, bayibayi yang di duga kuat mengalami NEC perlu pemeriksaan radiologi yang rutin setiap
4-6 jam.2,5 Pemeriksaan radiologi yang paling baik dalam mendiagnosis NEC yaitu
dengan X-ray berupa foto polos abdomen dan lateral kiri dekubitus.
Gambaran Radiografik Dini
Gambaran radiografik dini yang mungkin tampak yaitu hilangnya batas
dinding usus, elongasi usus, serta gas intestinal yang terdisorganisasi, dan atonik.
Pengenalan gambaran tersebut sangat penting sehingga dapat dilakukan pengobatan
dini dan komplikasi NEC dapat dihindari7,8.
Gambaran Radiografik Klasik
Adanya Pneumatisasi intestinalis dan gas dalam vena porta merupakan
gambaran radiografik klasik yang dianggap sangat penting dalam diagnosis NEC. Gas
dalam dinding usus bisa berlokalisasi di submukosa akan memberikan gambaran
seperti garis (rel kereta api) pada penampang bujur atau sebagai cincin kembar pada
penampang lintang. Meskipun tanda ini sangat penting, kadangkadang sukar
mengenalinya7,8.
Tanda penting lainnya yang harus diperhatikan yaitu gas dalam vena porta.
Gambaran menunjukkan garis lusen bercabang cabang sesuai dengan percabangan
vena porta di daerah hepar. Gambaran tersebut bisa juga muncul pada post
kateterisasi vena umbilikalis7,8.

16

Gambaran Radiografik Perforasi


Adanya gambaran perforasi merupakan indikasi tindakan bedah, oleh karena itu
penting bagi klinisi dan ahli radiologis untuk mengenali dan menemukan tanda dini
perforasi, seperti gas bebas intraperitoneal, cairan bebas intraperitoneal, gas usus
berkurang dengan lingkar asimetrik, lingkar usus melebar persisten7,8

Pneumatosis intestinal

Pneumatosis intestinal merupakan gas yang terdapat pada dinding usus, berbentuk
linier atau bulat. Gambaran pneumatosis intestinal pada pasien yang di duga NEC
merupakan salah satu diagnosis NEC. Gas yang terdapat dalam dinding usus
umumnya hydrogen, yaitu suatu produk dari metabolism bakteri dalam usus.
Frekuensi pneumatosis intestinal sekitar 19-98%, walaupun kadang tidak ditemukan
gambaran pneumatosis intestinal pada sekitar 14% pasien dengan NEC (meskipun
penyakitnya parah). 2,5

Gambar 2.3. Pneumatosis intestinal 5

17

Pneumatosis dapat muncul sebelum onset dari gejala NEC tampak, dan
biasanya. Pneumatosis umumnya lebih sering terdapat pada bayi dengan NEC yang
telah mendapatkan asupan makanan (84%) dibandingkan dengan bayi yang belum
mendapat asupan makanan (14%). Penumatosis intestinal tidak spesifik untuk NEC,
karena gambaran ini juga dapat ditemukan pada enterocolitis akibat Hirschsprungs
disease, inspissated milk syndrome, pyloric stenosis, diare hebat, intoleransi
karbohidrat, dan beberapa kalainan lainnya.2

Gambar 2.4 Pneumatosis intestinal. 5


Terdapat dua bentuk pneumatosis intestinal yang ditemukan pada gambaran
radiologi, yaitu kistik dan linier. Bentuk kistik mempunyai bentuk granular atau balon
busa dan biasanya terdapat di submukosa. Bentuk kistik biasanya di bingungkan
dengan fecal mass yang terdapat pada usus. Bentuk linier dari pneumatosis terdiri dari
gelembung-gelembung yang berkumpul pada lapisan muskularis dan submukosa.2

Gas Vena Porta

18

Gambaran gas vena porta merupakan gambaran radiolusen pada cabang vena
hepar dan meperlihatkan pelebaran pada vena tersebut. Gambaran gas pada vena
porta biasanya sulit ditemukan sekitar 10-30% kasus. Gambaran udara pada vena
porta merupakan suatu prognosis buruk bagi pasien NEC.2

Gambar 2.5. Gas vena porta. 7

Pneumoperitoneum
Udara bebas pada rongga peritoneum memperlihatkan suatu perforasi dari

usus, dimana angka kejadianya sekitar 12-30% pasien. Gambaran dapat terlihat jelas
pada posisi lateral kiri dekubitus. Pada posisi supine tampak gambaran udara bebas
pada garis ligament falciform (football sign).2

19

Gambar 2.6. Pneumoperitoneum 5

Cairan di intraperitoneal
Beberapa foto polos abdomen memperlihatkan adanya gambaran air fluid

level di rongga peritoneum. Terdapatnya gambaran asites dan udara pada vena porta
menunjukkan angka kematian yang tinggi pada pasien NEC.(2)

Persistent Dilated Loops


Gambaran persistent dilated loops pad foto polos abdomen suatu gambaran

dilatasi dari usus yang tidak berubah walaupun posisinya di rubah dalam waktu 24-36
jam. Pada pasien dengan gambaran ini mungkin sudah terjadi nekrosis. Tapi adanya
gambaran ini, bukan merupakan suatu petunjuk terjadinya nekrosis usus.(2)

2.6 Tatalaksana
Prinsip dasar tatalaksana NEC yaitu menatalaksananya sebagai akut abdomen
dengan ancaman terjadi peritonitis septik. Tujuannya adalah untuk mencegah

20

perburukan penyakit, perforasi intestinal, dan syok. Jika NEC terjadi pada kelompok
epidemis, para penderita perlu dipertimbangkan untuk isolasi9.
A. Tatalaksana Medis
Pengelolaan Dasar

Pasien dipuasakan untuk mengistirahatkan saluran cerna selama 7-14 hari


(pada NEC stadium 1 waktunya lebih singkat). Pemenuhan kebutuhan nutrisi
dasar melalui parenteral total.

Lakukan dekompresi lambung dengan replogle orogastric tube atau lakukan


suction berkelanjutan.

Lakukan monitoring ketat pada vital sign dan kondisi abdomen

Lakukan monitoring perdarahan saluran cerna. Periksa semua cairan aspirasi


lambung dan feses, apakah ada perdarahan

Perbaikan kondisi respiratorik sesuai yang dibutuhkan untuk memelihara


parameter gas darah yang dapat diterima

Perbaikan kondisi sirkulasi. Penggantian cairan mungkin dibutuhkan pada


keadaan yang mengarah kepada syok. Penggunaan inotropik mungkin
dibutuhkan untuk menjaga tekanan darah dalam batas normal

Lakukan monitoring ketat terhadap intake dan output cairan. Usahakan untuk
mempertahankan produksi urin 1-3 mL/KgBB/jam. Hentikan pemberian
kalium pada infus jika pasien dalam keadaan hiperkalemia atau anuria.

21

Lepas pemasangan kateterisasi pada arteri dan vena umbilikal dan ganti
dengan kateterisasi arteri dan vena perifer, tergantung pada keparahan
penyakit.

Lakukan monitoring hasil pemeriksaan laboratorium, Periksa hitung sel darah


lengkap dan elektrolit tiap 12-24 jam hingga stabil. Lakukan kultur darah dan
urin sebelum memulai pemberian antibiotik.

Berikan antibiotik. Berikan antibiotik parenteral selama 10 hari. Mulai dengan


pemberian Ampicillin dan Gentamicin (atau Ceftriaxone). Pertimbangkan
pemberian Vancomycin (sebagai pengganti Ampicillin) pada keadaan penyakit
sentral atau curiga infeksi stafilokokus. Tambahkan Metronidazole atau
Clindamycin untuk meng-cover kuman anaerob, jika curiga terjadi peritonitis
atau perforasi usus. Penelitian terbaru tidak menganjurkan ataupun menolak
penggunaan laktoferin sebagai adjuvant terapi antibiotik.

Lakukan monitoring adanya DIC. Bayi pada NEC stadium II dan III dapat
mengalami DIC dan membutuhkan fresh-frozen plasma dan cryoprecipitate.
Transfusi PRC dan trombosit mungkin juga dibutuhkan.

Pemeriksaan radiografik. Abdominal flat plate dengan posisi lateral dekubitus


pada pemeriksaan cross-table lateral tiap 6-8 jam pada stadium akut untuk
medeteksi perforasi usus.

Konsul bedah pada NEC ( stadium II dan III)9

Pengelolaan Berdasarkan Derajat Klinis


1. Stadium I

22

Puasa dan pemberian minum dapat diberikan setelah 3 hari perbaikan.


Antibotik spektrum luas selama 3 hari dan selanjutnya sesuai hasil kultur.
2. Stadium IIA dan IIB

Puasa selama 2 minggu.

Pemberian minum dapat dimulai setelah 7-10 hari puasa jika pada
pemeriksaan radiologi tidak tampak pneumatosis. Nutrisi parenteral
90-110 kal/kgBB/hari.

Pemberian oksigen.

Pemberian antibotik spektrum luas selama7-10 hari.

Natrium bikarbonat 2 meq/kgBB jika terjadi asidosis metabolik.

Dopamin dengan dosis rendah untuk memperbaiki sirkulasi darah


usus.

3. Stadium IIIA dan IIIB

Pengobatan stadium II

Ventilasi mekanik jika dibutuhkan.

Jika terdapat syok, segera atasi dengan pemberian cairan.

Pemberian plasma segar dan dopamin untuk mempertahankan tekanan


darah10.

B. Tatalaksana Bedah
Indikasi operasi bagi penderita NEC yaitu :
1. Pneumoperitoneum

23

Bayi yang mengalami pneumoperitoneum selama pengobatan nonoperatif


harus segera dilakukan laparatomi atau pemasangan drain peritoneum. (2)
2. Paracentesis
Hasil positif pada paracentesis, menandakan adanya cairan bebas pada cavum
peritoneum yang diaspirasi lebih dari 0,5mL berwarna coklat atau kuning kecoklatan
yang terdiri dari bakteri gram, yang merupakan organisme spesifik terjadinya
nekrosis usus.(2)
3. Gas vena portal
terdapat hubungan antar gas vena portal dengan nekrosis usus. Pasien dengan
hasil foto polos abdomen memperlihatkan gas vena portal biasa disertai dengan
adanya nekrosis usus.(2)
4. loop usus tetap melebar
Loop usus tetap melebar didefinisikan sebagai adanya di dilatasi dari usus
yang menetap lebih dari 24 jam. (2)
5. Ascites
Pneumoperitoneum tidak selalu jelas dengan perforasi usus. Terdapat cairan
pada cavum abdomen bisa jadi satu-satunya indikasi terjadinya perforasi. Sekitar 21%
bayi dengan perforasi usus, gambaran radiologinya menunjukkan suatu ascites.(2)

24

Gambar 2.7. Potongan usus yang mengalami nekrosis 5


C. Pencegahan
Strategi yang berbeda telah disarankan untuk mencegah NEC. Hal ini
termasuk penggunaan antibiotik enteral, penggunaan cairan parenteral secara bijak,
pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian kortikosteroid antenatal, penundaan atau
melambatkan pemberian makanan pendamping ASI, pemberian ASI dan penggunaan
probiotik9.

2.7 Komplikasi
Sekitar 75% pasien dapat bertahan hidup, dengan pasien yang memerlukan
intervensi bedah selama fase akut penyakit menunjukkan suatu tingkat kelangsungan
hidup yang lebih rendah. Dari pasien yang bertahan hidup, 50% pasien mengalami
komplikasi jangka panjang. Terdapat 2 komplikasi yang paling sering ditemukan pada
pasien yaitu striktur usus dan sindrom usus pendek.4

Striktur usus

25

Striktur usus dapat berkembang pada bayi dengan atau tanpa perforasi
sebelumnya. Insidennya sekitar 25-33%. Walaupun lokasi yang paling mungkin untuk
penyakit akut yaitu ileum terminal, dan striktur yang paling sering sering melibatkan
sisi kiri dari kolon. Gejala intoleransi pemberian ASI/susu formula dan gangguan
pencernaan lain biasanya terjadi 2 sampai 3 minggu setelah sembuh dari penyakit
awal. Keberadaan dan lokasi obstruksi tersebut didiagnosis dengan menggunakan
enema kontras, dan reseksi bedah diperlukan pada daerah yang mengalami striktur.
Banyak dokter bedah secara rutin melakukan enama kontras pada pasien mereka
sebelum reanastomosis usus sehingga semua intervensi bedah dapat dilakukan pada
saat bersamaan 2,4

Sindrom Usus Pendek ( Short Bowel Syndrome )


Sindrom usus pendek adalah suatu gejala kesulitan pencernaan yang

dihasilkan dari reseksi berlebihan usus halus yang diperlukan untuk penyerapan
nutrisi penting dari lumen usus. Gejala paling sering ditemukan pada bayi yang telah
mengalami pemotongan sebagian besar usus kecil atau kehilangan sebagian kecil
katup ileocecal. Pemotongan usus halus dapat mengakibatkan malabsorpsi zat gizi
serta cairan dan elektrolit. Usus bayi tumbuh dan beradaptasi dari waktu ke waktu,
tetapi penelitian jangka panjang menunjukkan bahwa pertumbuhan ini dapat
berlangsung selama 2 tahun. Selama waktu itu, pemeliharaan gizi yang lengkap
sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Hal ini dapat dicapai
dengan pemberian vitamin yang cukup, mineral dan kalori secara parenteral,

26

pengelolaan yang tepat dari hipersekresi asam lambung, dan pemantauan


pertumbuhan bakteri yang terlalu cepat.2,4

2.8 Prognosis
Manajemen medis gagal pada sekitar 20-40% pasien dengan pneumatosis
intestinal 10-30% meninggal dunia. Reseksi dari striktur yang mengalami obstruksi
merupakan tindakan kuratif. Setelah reseksi intestinal yang masif, komplikasi NEC
post operatif antara lain short-bowel syndrome (malabsorbsi, gagal tumbuh,
malnutrisi), komplikasi yang berhubungan dengan kateter vena sentral (sepsis,
trombosis), dan cholestatic jaundice. Bayi prematur dengan NEC yang membutuhkan
intervensi bedah atau yang mengalami bakteremia berada dalam resiko yang tinggi
dalam pertumbuhan dan outcome neuro developmental3.

BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: By. W

Umur

: 47 hari

27

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Wisma Indah 4 Pengambiran, Blok E, No. 20, RT 004, RW


008

Keluhan Utama
Perut semakin terlihat membuncit sejak 2 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang

Neonatus berat badan lahir rendah 1650 gr, panjang badan 39 cm, lahir 47

hari yang lalu


Lahir sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini 48 jam dan
hiperbilirubinemia, kurang bulan (34-35 minggu), langsung menangis

(partus luar)
Taksiran maturitas tidak dapat ditentukan
Perut tampak membuncit sejak usia 2 hari dan semakin membuncit sejak 2

hari yang lalu.


Tidak ada demam, kejang, sesak napas, kebiruan dan muntah
Injeksi vitamin K sudah diberikan
Buang air kecil jumlah dan warna biasa
Buang air besar tidak ada sejak 2 hari yang lalu, riwayat buang air besar

berdarah tidak ada


Riwayat pemberian susu formula ada pada usia 1 hari
Kelainan kongenital tidak ada
Pasien sebelumnya telah dirawat selama 40 hari di RS BMC Padang
dengan BBLR 1650 gr dan NEC, telah mendapat terapi PG2 dan
aminofilin. Pasien pulang paksa karena tampak perbaikan tanpa diberikan

obat pulang dan sudah diberikan ASI OD.


Pasien dirawat di RS Siti Rahmah 1 hari yang lalu dengan keluhan perut
tampak semakin membucit dan mendapatkan terapi ceftazidime dan

28

metronidazol kemudian dirujuk ke RSUP Dr. M Djamil dengan keterangan


NEC dan berat badan 1750 gr.
Riwayat Kehamilan Ibu :

Riwayat ibu menderita kuning selama kehamilan disangkal


Riwayat ibu demam menjelang persalinan tidak ada
Riwayat ibu menderita keputihan menjelang persalinan tidak ada
Riwayat ibu nyeri buang air kecil menjelang persalinan tidak ada
Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol
Kualitas dan kuantitas makanan baik
HPHT 7 Mei 2015, taksiran persalinan 4 Juni 2016, lahir tanggal 22 April

2016, kesan kehamilan kurang bulan


Kontrol teratur ke bidan
Riwayat kehamilan G1P0A0H0
Pemeriksaan darah ibu sebelum persalinan : Hb 10 gr/dl
leukosit 12.300 /mm3

Riwayat Persalinan :
Lahir sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini 48 jam dan
hiperbilirubinemia. Kelahiran tunggal, kondisi saat lahir hidup, kurang bulan (34-35
minggu), langsung menangis (partus luar)
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum

: kurang aktif

Berat badan

: 1750 gr

Frekuensi jantung

: 130 x /menit

Sianosis

: tidak ada

Frekuensi nafas

: 42 x/ menit

Ikterik

: tidak ada

Suhu

: 37 oC

Anemis

: tidak ada

Panjang badan

: 42 cm

29

Kepala

: normochepal, lingkar kepala 30,5 cm

Ubun-ubun besar : 8x6 cm


Ubun-ubun kecil : 0,5x0,5 cm
Jejas persalinan : tidak ada
Mata
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Mulut

: sianosis sirkum oral tidak ada

Telinga: tidak ditemukan kelainan


Hidung

: napas cuping hidung tidak ada

Leher

: retraksi tidak ada

Toraks

Bentuk

: normochest, retraksi tidak ada

Jantung

: irama teratur, bising tidak ada

Paru

: bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Abdomen

Permukaan

: tampak membuncit, distensi ada

Kondisi

: lemas

Hati

: 1/4x1/4

Limpa

: tidak teraba

Bising usus

: tidak ada

Tali pusat

: kering

Umbilikus

: tidak ditemukan kelainan

Genitalia

: labia minora tertutup labia mayora

Ekstremitas

: atas :akral hangat, refilling kapiler baik

30

bawah: akral hangat, refilling kapiler baik


Kulit

: teraba hangat ikterik tidak ada, sianosis tidak ada

Anus

: ada

Tulang-tulang : tidak ditemukan kelainan


Refleks neonatal
Moro

:+

Isap

:+

Rooting

:+

Pegang

:+

Lingkaran kepala

: 30,5 cm

Panjang lengan

: 14 cm

Lingkaran dada

: 31 cm

Panjang kaki

: 16 cm

Lingkaran perut

: 34 cm

Kepala-simpisis

: 27 cm

Simpisis-kaki

: 15 cm

Ukuran :

Pemeriksaan Laboratorium
Hb

: 10,0 gr/dl

Ca

: 10,5 mg/dl

Leukosit

: 8.300/mm3

Na

: 134 mmol/L

Hitung Jenis : 0/0/0/40/60/0

: 4,3 mmol/L

Eritrosit

: 3,51 juta

Cl

: 107 mmol/L

Trombosit

: 491.000/mm3

Total Protein : 5,5 gr/dl

Ht

: 31%

Albumin

: 3,8 gr/dl

GDS

: 99 mg/dl

Globulin

: 1,7 gr/dl

31

Diagnosa akhir
NBBLR 1650 gr, panjang badan 39 cm
Lahir sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini 48 jam dan
hiperbilirubinemia, kurang bulan (34-35 minggu)
Langsung menangis (partus luar)
Taksiran maturitas tidak dapat ditentukan
Kelainan kongenital tidak ada
Penyakit saat ini : Berat badan rendah 1750 gr
Necrotizing enterocolitis
Tabel Perkembangan Pasien
TANGGAL
9 Juni 2016
(hari rawatan ke-1)

10 Juni 2016

(hari rawatan ke-2)

PERJALANAN PENYAKIT
Pasien rujukan dari RS Siti Rahmah dengan
keterangan NEC dan BBLR
Keadaan saat diterima :
S/ : demam tidak ada,
kejang tidak ada
muntah tidak ada
sesak napas tidak ada
Perut semakin membuncit
O/ :sakit berat
HR 142 x/ menit,
RR 42 x /menit,
T 36,8 oC
Nafas cuping hidung (-)
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak
Ikterik
Toraks : simetris, retraksi (-),
cor : irama teratur, bising (-),
pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : distensi (+), bising usus (-)
tali pusat kering
Ekstemitas : akral hangat, refilling
kapiler baik
A/: BBLR 1650 gr
NEC dalam terapi
S/ : demam tidak ada,
kejang tidak ada
muntah tidak ada
sesak napas tidak ada
Perut masih membuncit
O/ :sakit sedang
HR 140 x/ menit,

TATALAKSANA
Rawat NICU
Puasakan
NPO hari ke 2
IVFD PG2 150cc/Kg
BB/hari
270cc/jam 11
tetes/menit
Ceftazidime 3x90mg
Metronidazol 3x 15
mg

Rawat NICU
Puasakan

NPO hari ke 3
IVFD PG2 150cc/Kg

RR 45 x /menit,
T 36,8 oC

11 Juni 2016

(hari rawatan ke-3)

12 Juni 2016

(hari rawatan ke-3)

Nafas cuping hidung (-)


Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak
Ikterik
Toraks : simetris, retraksi (-),
cor : irama teratur, bising (-),
pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : distensi (+), bising usus (+)
tali pusat kering
Ekstemitas : akral hangat, refilling
kapiler baik
A/: BBLR 1650 gr
NEC dalam terapi
S/ : demam tidak ada,
kejang tidak ada
muntah tidak ada
sesak napas tidak ada
Perut masih membuncit
O/ :sakit sedang
HR 140 x/ menit,
RR 45 x /menit,
T 36,8 oC

Nafas cuping hidung (-)


Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak
Ikterik
Toraks : simetris, retraksi (-),
cor : irama teratur, bising (-),
pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : distensi (+), bising usus (+)
tali pusat kering
Ekstemitas : akral hangat, refilling
kapiler baik
A/: BBLR 1650 gr
NEC dalam terapi
S/ : demam tidak ada,
kejang tidak ada
muntah tidak ada
sesak napas tidak ada
Perut masih membuncit
O/ :sakit sedang

BB/hari
270cc/jam 11
tetes/menit
Konsul bedah pasang
Longline
Ceftazidime 3x90 mg
Metronidazol
3x15mg

Balance +20 cc
Diuresis 2cc/jam
Rawat NICU
Puasakan

NPO hari ke 4
IVFD PG2 150cc/Kg
BB/hari
270cc/jam 11
tetes/menit
Longline tidak
berhasil di pasang
Ceftazidime 3x90 mg
Metronidazol
3x15mg

Balance +40 cc
Diuresis 3,9cc/jam
Rawat NICU
Puasakan

NPO hari ke 5

HR 140 x/ menit,
RR 45 x /menit,
T 36,8 oC

13 Juni 2016

(hari rawatan ke-4)

Nafas cuping hidung (-)


Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak
Ikterik
Toraks : simetris, retraksi (-),
cor : irama teratur, bising (-),
pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : distensi (+), bising usus (+)
tali pusat kering
Ekstemitas : akral hangat, refilling
kapiler baik
A/: BBLR 1650 gr
NEC dalam terapi
S/ : demam tidak ada,
kejang tidak ada
muntah tidak ada
sesak napas tidak ada
Perut masih membuncit
O/ :sakit sedang
HR 140 x/ menit,
RR 45 x /menit,
T 36,8 oC
Nafas cuping hidung (-)
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak
Ikterik
Toraks : simetris, retraksi (-),
cor : irama teratur, bising (-),
pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : distensi (+), bising usus (+)
tali pusat kering
Ekstemitas : akral hangat, refilling
kapiler baik
A/: BBLR 1650 gr
NEC dalam terapi

IVFD PG2 150cc/Kg


BB/hari
270cc/jam 11
tetes/menit
Ceftazidime 3x90mg
Metronidazol
3x15mg

Rawat NICU
Puasakan

NPO hari ke 5
IVFD PG2 150cc/Kg
BB/hari
270cc/jam 11
tetes/menit
Ceftazidime 3x90mg
Metronidazol
3x15mg

Balance -47 cc
Diuresis 5,7cc/jam

BAB III
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang bayi perempuan umur 47 hari rujukan dari RS Siti
Rahmah Padang tanggal 9 Juni 2016 dengan keluhan utama perut semakin
membuncit sejak 2 hari yang lalu. Diagnosis dengan necrotizing enterocolitis dan
berat badan lahir rendah. Diagnosis kerja ditegakkan berdasarkan anamesis dan
pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis yang didapatkan dari riwayat kehamilan
dan persalinan, riwayat ibu menderita kuning selama kehamilan disangkal tapi ibu
menderita hiperbilirubinemia menjelang persalinan, ibu tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol, kualitas dan kuantitas makanan baik, ibu kontrol teratur ke
bidan dari anamnesis tidak didapatkan kelainan yang menjurus ke arah NEC.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada bayi didapatkan NBBLR 1650 gr dan
perut tampak membuncit sejak usia 2 hari. Buang air besar tidak ada sejak 2 hari yang
lalu, adanya riwayat pemberian susu formula ada pada usia 1 hari, dari anamnesia
didapatkan gejala yakni perut yang tampak semakin buncit dan tidak buang air besar
yang menjurus ke arah gangguan intestinal. Di dukung dengan adanya riwayat

pemberian susu formula usia 1 hari dan NBBLR yang merupakan salah satu faktor
risiko untuk terjadinya NEC. Bayi sudah dirawat di BMC dan RS Siti Rahmah dan
telah mendapat terapi.
Terapi yang didapatkan pada bayi ketika dirawat di RSUP Dr. M Djamil
merupakan terapi lanjutan berupa pemberian metronidazol 3x15 mg dan ceftazidime
3x90 mg. Metronidazol diberikan sebagai profilaks dari kuman anaerob, sedangkan
ceftazididime yang merupakan sefalosporin generasi ketiga sprektum luas, karena
sebelumnya anak telah mendapat terapi antibiotik dari perawatan sebelumnnya
ditakutkan sudah tidak sensitif lagi dengan antibiotik lini pertama. Selama perawatan
anak dipuasakan dan dipasang NPO untuk mengistirahatkan saluran cerna. Pada anak
juga dikontrol intake dan output cairan dengan mempertahankan produksi urin 1-3
cc/KgBB/jam. Untuk rontgen serial juga disarankan dilakukan pada anak untuk
mendeteksi adanya perburukan dari NEC misalnya perforasi usus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suraatmaja S. Kapita Selekta Gastroentrologi Anak. Jakarta : Sagung seto.


2007:146.
2. Kitterman J. Enterokolitis Nekrotikan. Dalam: Buku Ajar Pediatri Rudolph
Vol. 1. Ed 20. Jakarta:EGC. 2006:297-300
3. Piazza AJ, Stoll BJ. Digestive System Disorder. Nelson Textbook of Pediatric.
Ed 18. Philadelphia.Saunders Elsevier. 2007:755-6
4. William J C. Necrotizing Enterocolitis. Merck Sharp & Dohme Corp. 2010
5. Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal Medicine. Ed 4.
Australia:Blackwell Publishing. 2008:254-7
6. Claud EC, Caplan M. Necrotizing Enterocolitis. Dalam: Walker WA, et all.
Pediatric Gastrointestinal Disease. Massachuset: McGrawHill.2004:873-7
7. Caplan M. Neonatal Necrotizing Enterocolitis. Dalam: Martin RJ, Fanaroff
AA, Walsh MC. Fanarof and Martins Neonatal-Perinatal Medicine Diseases
of the Fetus and Infant. Ed 8. Philadelphia:Mosby Elsevier: 2006: 1403-10
8. Daneman A, Woodward S & de Silva M. The radiology of neonatal
necrotizing enterocolitis (NEC): A review of 47 cases and the literature.
Pediarl. Radiol.1978:70-7
9. Gomella TL, Cunningham MD & Eyal FG. Neonatology. Ed 6. Philadelphia:
McgrawHill. 2010: 590-4
10. Sukadi A. Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Baru Lahir. Bandung:
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 2002: 23-26

11. Newell SJ. Gastrointestinal Disorders. Dalam: Rennie JM, Roberton NRC.
Textbook of Neonatology. Edisi 3. Philadelphia: Crurchill Livingstone.
1999:747-755
12. Lissauer T, Clayden G. Illustrated Textbook of Paediatrics. Ed 3. Mosby
Elsevier. 2008:154-5

Vous aimerez peut-être aussi