Vous êtes sur la page 1sur 22

FRAKTUR METACARPAL

I.

KONSEP TEORITIS
A. DEFINISI

Fraktur Metakarpal adalah terputusnya kontinuitas jaringan


tulang

dan

ditentukan

sesuai

jenis

dan

luasnya

(Brunner

Suddarth.2002) atau fraktur yang terjadi pada ujung jari karena


trauma pada sendi interfalang, atau terjadi pada metacarpal karena
karena

tidak

tahan

terhadap

trauma

langsung

ketika

tangan

mengepal dan dislokasi basis metacarpal I (Arief Mansjoer.2000)


Berdasarkan jenisnya fraktur metacarpal dibagi menjadi 3, yaitu:
Baseball Finger
(Mallet Finger), Boxer Fracture (Street Fighters Fracture), dan
Fracture Bennet.
B. KLASIFIKASI
1. BASEBALL FINGER (MALLET FINGER)
Baseball finger (Mallet finger) merupakan fraktur dari basis
falang distal pada
insersio dari tendon ekstensor. Ujung jari yang dalam keadaan
ekstensi tiba-tiba fleksi pasif pada sendi interfalang distal karena
trauma, sehingga terjadi avulsi fragmen tulang basis falang distal
pada insersi tendon ekstensor jari.
Umumnya cedera atletik, Mallet Finger terjadi ketika sendi terluar
dari jari
terluka. Pemain basket dan baseball secara rutin mengalami
jammed finger, tapi cedera dapat terjadi karena crush accident
pada pekerjaan atau bahkan karena jari terpotong saat bekerja di
dapur.

MANIFESTASI KLINIS :
Pasien tidak dapat melakukan gerakan ekstensi penuh pada
ujung distal falang.
Ujung distal falang selalu dalam posisi fleksi pada sendi
interfalang distal dan terdapat hematoma pada dorsum sendi
tersebut.
DIAGNOSIS :
Dalam banyak kasus, dokter akan menganjurkan foto rontgen
agar dapat mengetahui adanya fraktur utama dan sendi-sendi
yang malalignment.
PENATALAKSANAAN :
Dilakukan imobilisasi menggunakan gips atau metal splinting
dengan posisi ujung jari hiperekstensi pada sendi interfalang
distal sedangkan sendi interfalang proksimal dalam posisi
sedikit fleksi (Mallet splint).
2. BOXER FRACTURE (STREET FIGHTERS FRACTURE)
Boxer fracture (street fighters fracture) merupakan fraktur
kolum metakarpal V, dan posisi kaput metakarpal angulasi ke
volar/palmar. Terjadi pada keadaan tidak tahan terhadap
trauma langsung ketika tangan mengepal.
MANIFESTASI KLINIS :
Terdapat bengkak, perubahan warna kulit dan disertai memar
disekitar tempat
yang terluka. Ketika mengepal, jari yang patah akan lebih
bengkok kearah ibu jari, terdapat misalignment.
DIAGNOSIS :
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk memeriksa posisi jari dan
kondisi kulit.
Pemeriksaan bisa mencakup beberapa berbagai tes gerakan
dan penilaian rasa di jari. Ini akan memastikan bahwa tidak

ada kerusakan pada saraf. Sinar-X mengidentifikasi lokasi dan


luasnya fraktur.
PENATALAKSANAAN :
Reposisi

tertutup

dengan

cara

membuat

sendi

metakarpofalangeal dan interfalang proksimal dalam keadaan


fleksi 90, kaput metakarpal V didorong ke arah dorsal, lalu
imobilisasi dengan gips selama 3 minggu.

3. FRACTURE BENNET
Fraktur Bennet merupakan fraktur dislokasi basis metakarpal I.
MANIFESTASI KLINIS :
Tampak pembengkakan di daerah karpometakarpal (CMC) I,
nyeri tekan, dan
sakit ketika digerakkan.
DIAGNOSIS :
Seorang dokter harus mengkonsulkannya secepat mungkin.
Pembengkakan yang berkelanjutan dapat membuat tulang
lebih sulit untuk diluruskan kembali. Pengobatan tertunda akan
membuat fraktur jauh lebih sulit untuk diobati dan dapat
menyebabkan

hasil

yang

buruk.

Padded

splint

dapat

digunakan untuk mencegah tulang dari bergerak lebih jauh


keluar

dari

mengambil

alignment.
riwayat

Dokter

medis,

akan

dan

memeriksa

memerintahkan

cedera,
untuk

mengambil sinar-X dari cedera.


PENATALAKSANAAN :
Dilakukan reposisi tertutup dengan cara melakukan ekstensi
dan abduksi dari ibu jari tangan, diimobilisasi. Kadang-kadang
pada keadaan yang tidak stabil, perlu reposisi terbuka dengan
kawat Kirschner atau dilakukan reposisi tertutup di bawah C

arm dan diikuti dengan asi dengan memakai wire (percutaneus


pinning).
C. ETIOLOGI
Penyebab fraktur secara umum disebabkan karena pukulan secara
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan
kontraksi otot eksterm (Suddart, 2002).
Sedangkan menurut Henderson, (1989) fraktur yang paling sering
adalah pergerseran condilius lateralis tibia yang disebabkan oleh
pukulan yang membengkokkan sendi lutut dan merobek ligamentum
medialis sendi tersebut.Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui
adalah sebagai berikut :
a. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada
jaringan tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian, dan benturan benda keras oleh kekuatan langsung.
b. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih
disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang
atau otot , contohnya seperti pada olahragawan atau pesenam yang
menggunakan hanya satu tangannya untuk menumpu beban
badannya.
c. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis,
osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi kortison /
ACTH, osteogenesis imperfecta (gangguan congenital yang
mempengaruhi pembentukan osteoblast). Terjadi karena struktur
tulang yang lemah dan mudah patah.
1) Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi
kecepatan pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi
keropos dan rapuh dan dapat mengalami patah tulang.

2) Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang yang


disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari
fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
3) Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan
sendi dan tulang rawan (Muttaqin, 2008).
Proses Penyembuhan Tulang :
Proses penyembuhan tulang pada fraktur terbagi atas 4 bagian
tulang :
1. Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri dari 5 fase, yaitu :
Fase hematoma.
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematom disekitar luka dan
didalam
fraktur. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak mendapatkan
persediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua milimeter.
Fase proliferasi seluler sub periosteal dan endosteal.
Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan karena adanya sel-sel osteogenik yang berfroliferasi
dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada
daerah endosteum membentuk kalus
interna sebagai aktivitas seluler dalam kanalis modularis.
Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis).
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap
fragmen sel
dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks
interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam
kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini
disebut sebagai woven bone, ini merupakan indikasi radiologik
pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
Fase konsolidasi (fase union secara radiologi).

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahanperlahan


diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas
yang menjadi
struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara
bertahap.
Fase remodeling
Setelah union lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian
yang
menyerupai bulbus meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis.
Pada fase
remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorbsi secara osteoklastik
dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna
secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah
menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus
bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk
ruang sum-sum.
2. Penyembuhan fraktur pada tulang spongiosa.
Penyembuhan terutama oleh aktivitas endosteum dalam trabekula.
Bila vaskularisasi/kontak baik, maka penyembuhannya cepat.
3. Penyembuhan fraktur pada lempeng epifisis.
Fraktur epifisis sangat cepat penyembuhannya, oleh karena epifisis
aktif dalam
pembentukan tulang.
4. Penyembuhan fraktur pada tulang rawan sendi
Penyembuhan sulit (vaskularisasi kurang/tidak ada). Bila ada celah
fraktur
akan diisi oleh jaringan ikat. Penyembuhan kembali menjadi tulang
rawan hialin
dimungkinkan bila dilakukan reposisi anatomis dan fiksasi interna
khusus dengan

CPM (Continous Passive Movement).


D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas,
pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan
berubahan warna.
a.

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen

tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyartai fraktur merupakan


bentuk bidai alami yang dirancang untuk meminimalkan gerakan
antar frekmen tulang.
b.

Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan

cenderung bergerak secara tidak alami (gerakan luar biasa)


bukannya tetap rigid seperti normalnya. Ekstermitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
c.

Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah


tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain.
d.

Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik

tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara


fragmen satu dengan yang lainnya. (uji krepitus dapat menyebabkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
e.

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi

sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda


ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala terdapat pada setiap fraktur, pada
fraktur linear atau fraktur impaksi (perrmukaan patahan saling
berdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala,
tanda fisik, pemeriksaan sinar-x pasien (Smeltzer & Bare, 2002).
E. PATOFISIOLOGI

Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma


gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh
darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun.
COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma
akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi odem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan
mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi
revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan
lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup.
Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat
mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu,
disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara
luar.Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan imobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen
yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh
(Sylvia, 1995).

F. KOMPLIKASI
1. Mal union

Keadaan di mana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi


terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi,
kependekan.
2. Delayed union
Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 5 bulan (tiga
bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota
gerak bawah).
3. Non union
Apabila fraktur tidak menyembuh antaran 6 8 bulan dan tidak
didapatkan
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartritis (sendi palsu).
4. Osteomielitis
Infeksi tulang akut atau kronis, biasanya disebabkan oleh bakteri
atau jamur. Infeksi
yang menyebabkan osteomielitis sering dimulai di bagian lain dari
tubuh dan
menyebar ke tulang melalui darah. Terutama pada fraktur terbuka
5. Nekrosis Avaskular
Hilangnya/terputusnya supply darah pada suatu bagian tulang
sehingga menyebabkan kematian tulang tersebut. Sesuai dengan
anatomi vascular, maka nekrosis avaskular pascatrauma sering
terjadi pada kaput femoris yaitu pada fraktur kolum femoris, pada
navikulare manus, dan talus.
6. Atrofi Sudeck
Suatu komplikasi yang relative jarang pada fraktur ekstremitas,
yaitu adanya disuse
osteoporosis yang berat pada tulang distal dan fraktur disertai
pembengkakan jaringan lunak dan rasa nyeri.

II.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


Proses

keperawatan

adalah

penerapan

pemecahan

masalah

keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi


masalah-masalah

klien,

merencanakan

secara

sistematis

dan

melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang


telah dilaksanakan (Nasrul Effendy, 1995 : 2-3)
Adapun tahapan dalam proses keperawatan antara lain :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi / data tentang pasien agar
dapat

mengidentifikasi,

mengenali

masalah-masalah,

kebutuhan

kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan


lingkungan. (Nasrul Effendy, 1995 : 18)
a.

Pengumpulan Data.
Meliputi
1.

Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan,
suku, pendidikan, no register, diagnosa medis.

2.

Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri

saat

beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.


3.

Riwayat Penyakit
Riwayat Penyakit Sekarang.

Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /


kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan
nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan
kesemutan.

Riwayat Penyakit Dahulu.

Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau


tidak

sebelumnya

pembedahan

dan

perbaikan

ada
dan

tidaknya

pernah

klien

menderita

mengalami
osteoporosis

sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga.

Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis,


arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya
menurun dan menular.
4.

Pola-pola Fungsi Kesehatan.


Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat.

Pada fraktur akan mengalami perubahan dan gangguan pada


personal hiegene, misalnya kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci
rambut, ganti pakaian, BAK dan BAB serta berolahraga sehingga
dapat menimbulkan masalah perawatan diri.
Pola eliminasi

Kebiasaan
defekasi,

miksi

dan

dikarenakan

defekasi

sehari-hari,

imubilisasi,

fases

kesulitan

warna

waktu

kuning

dan

konsistensi defekasi padat . Pada miksi klien tidak mengalami


gangguan, warna urin jernih, buang air kecil 3 4 x/hari.
-

Pola nutrisi dan metabolisme


Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu
makan, meskipun menu berubah misalnya makan di rumah gizi
tetap sama sedangkan di rumah sakit disesuaikan dengan
penyakit dan diet klein.

Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan dari


fraktur sehingga kebutuhan perlu dibantu baik oleh perawat atau
keluarga, misalnya kebutuhan sehari-hari, mandi, BAB, BAK
dilakukan diatas tempat tidur.
Pola penanggulangan stres

Masalah fraktur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien. Dalam


hal ini pola penanggulangan stress sangat tergantung pada
sistem mekanisme klien itu sendiri misalnya pergi kerumah sakit
untuk dilakukan perawatan.
Pola sensori dan kognitif

Nyeri yang disebabkan oleh fraktur adanya kerusakan jaringan


lunak serta tulang yang parah dan hilangnnya darah serta cairan
seluler ke dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan gangguan
sensori sedangkan pada pola kognitif atau cara berfikir klien tidak
mengalami gangguan jiwa.
Pola hubungan peran

Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan, jika klien


sebagai kepala rumah tangga / menjadi tulang punggung
keluarga.
Pola persepsi diri

Pada fraktur akan mengalami gangguan konsep diri karena terjadi


perubahan cara berjalan akibat kecelakaan yang menyebabkan
patah tulang dan klien takut cacat seumur hidup / tidak dapat
kembali bekerja.
-

Pola reproduksi dan seksual


Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan
mengalami

pola

seksual

dan

reproduksi,

jika

berkeluarga klein tidak akan mengalami gangguan.

klien

belum

Pola tidur dan istirahat

Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang


disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
Pola tata nilai dan kepercayaan

Pada fraktur terutama fraktur akan mengalami perubahan /


gangguan dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan
dilakukan diatas tempat tidur.
5.

Pemeriksaan Fisik

a.

Keadaan Umum
Meliputi keadaan sakit pasien, tingkat kesadaran dan tandatanda vital

b.

Pemeriksaan Sistem Integumen.


Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen
seperti warna kulit, adanya jaringan parut / lesi, tekstur kulit
kasar dan suhu kulit hangat serta kulit kotor.

c.

Pemeriksaan Kepala Dan Leher.


Tidak ada perubahan yang menonjol pada kepala dan leher
seperti

warna

rambut,

mudah

rontok,

kebersihan

kepala,

alupeaus, keadaaan mata, pemeriksaan takanan bola mata


(TIO),

pemeriksaan

visus,

adanya

massa

pada

telinga,

kebersihan telinga, adanya serumen, kebersihan hidung, adanya


mulut dan gigi, mulut bau adanya pembengkakan pada leher,
pembesaran kelenjar linfe atau tiroid.
d.

Pemeriksaan Sistem Respirasi.


Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada
tidaknya sesak nafas, sura tambahan, pernafasan cuping
hidung.

e.

Pemeriksaan Kardiovaskuler.

Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat terjadi respon


nyeri dan kecemasan, ada tidaknya hipertensi, tachikardi perfusi
jaringan dan perdarahan akiobat trauma.
f.

Pemeriksaan Sistem Gastro Intestinal.


Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap,
peristaltik usus, mual, muntah, kembung.

g.

Pemeriksaan Sistem Ganitourinaria.


Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi urin, warna
urin, apakah ada hematovia / tidak, adakah disuria, kebersihan
genital.

h.

Pemeriksaan Sistem Muskuslukeletal.


Terdapat fraktur, Nyeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana tonus
ototnya ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak, adanya
karepitus.

i.

Pemeriksaan Sistem Endokrin.


Tidak ada perubahan yang menojol seperti ada tidaknya
pembesaran thyroid / struma serta pembesaran kelenjar limfe.

j.

Pemeriksaan Sistem Persyarafan.


Ada

tidaknya

hemiplegi,

pavaplegi

dan bagaimana

reflek

patellanya.
b.

Analisa Data
Analisa

data

adalah

kemampuan

meningkatkan

data

dan

menghubungkan tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang


relevan untuk menbuat kesimpulan dalam menentukan masalah
kesehatan dan kepereawatan pasien.
c.

Diagnosa Keperawatan

Tahap

akhir

keperawatan.

dari

pengkajian

Diagnosa

adalah

keperawatan

merumuskan
merupakan

diagnosa

pernyatan

kesimpulan yang diambil dari pengkajian tentang status kesehatan


klien / pasien.
Berdasarkan analisa data, dirumuskan suatu diagnosa keperawatan
sesuai dengan prioritasnya yaitu sebagai berikut :
1.

Gangguan rasa nyaman (nyeri akut)


yang berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

2.

Gangguan mobilitas fisik berhubungan


dengan immobilisasi

3.

Aktual

resiko

tinggi

terjadinya

kerusakan integritas jaringan atau kulit berhubungan dengan luka,


fraktur, pembedahan.
4. Gangguan psikologis (kecemasan / berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakitnya.
2. Perencanaan
Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan rencana
asuhan

keperawatan

(Nursing

Care

Plan)

yang

merupakan

tahap

selanjutnya setelah pengkajian dan penentuan diagnosa keperawatan


(Nasrul Effendy, 1995 : 35).
1.

Diagnosa I
Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) yang berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan.
Tujuan : Nyeri berkurang / hilang setelah diberikan tindakan asuhan
keperawatan.
Kriteria Hasil : Klien tidak mengeluh nyeri, klien tampak rileks, mampu
berpartisipasi dalam aktivitas istirahat dan tidur, klien
mampu melakukan teknik relaksasi.

Rencana Tindakan :
Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab

nyeri.

R/ Dengan memberikan penjelasan diharapkan klien tidak merasa


cemas dan dapat melakukan sesuatu yang dapat mengurangi
nyeri.
Kaji tingkat nyeri klien (lokasi, karakteristik dan durasi)

serta respon verbal dan non verbal pada klien yang mengisyaratkan
nyeri.
R/ Mengevaluasi tingkat nyeri klien dapat mendeteksi gejala dini
yang

timbul

sehingga

perawat

dapat

memilih

tindakan

keperawatan selanjutnya serta mengkaji respon verbal dan non


verbal klien dapat diketahui intervensi kita berhasil atau tidak.
Ajarkan pada klien cara pengurangan nyeri misalnya

memijat atau merubah posisi.


R/ Memijat / merubah posisi dapat membantu sirkulasi yang
menyeluruh

dan

dapat

menurunkan

tekanan

lokal

dan

kelemahan otot sehingga mengurangi nyeri.


Pertahankan

immobilisasi

bedrest

karena

adanya

trauma / patah tulang / pemasangan traksi.


R/ Immobilisasi / bedrest dapat meringankan nyeri dan mencegah
displacement tulang / eksistensi jaringan luka.
Observasi tanda-tanda vital.

R/ Observasi tanda-tanda vital dapat diketahui keadaan umum


klien.

Lakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan


yang di indikasikan yaitu anal gesik dan pelemas otot.

R/

Obat analgesik diharapkan dapat mengurangi nyeri dan obat


pelemas otot diharapkan dapat melemaskan otot.

2.

Diagnosa Keperawatan II
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan immobilitas.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap.
Kriteria Hasil : Klien dapat bergerak secara maksimal, klien dapat
mempertahankan fungsi tubuh secara maksimal, klien
dapat menambahkan kekuatan / fungsi dari pada
bagian tubuh yang berpengaruh (fraktur).
Rencana Tindakan :
Observasi keterbatasan gerak klien dan catat respon klien

terhadap immobilisasi.
R/ Dengan observasi dapat diketahui seberapa jauh tingkat
perubahan fisik klien (keterbatasan gerak) dan bagaimana
respon / persepsi klien tentang gambaran dirinya.
Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas dan

pertahankan stimulasi lingkungan antara lain TV, Radio dan surat


kabar.
R/ Dapat memberi kesempatan pasien untuk mengeluarkan energi,
memfokuskan perhatian, meningkatkan rangsangan control diri
pasien dan membantu dalam menurunkan isolasi sosial.
Ajarkan pada klien untuk berlatih secara aktif / pasif dari

latihan ROM.
R/

Dapat menambah aliran darah ke otot dan tulang melakukan


gerakan sendi dapat mencegah kontruktur / atropi.

Monitor tekanan darah dan catat masalah sakit kepala.

R/

Hipertensi postural adalah masalah umum yang mengurangi


bedrest lama dan memerlukan tindakan khusus.
Konsultasikan

dangan

ahli

terapi

fisik

spesialis,

rehabilitasi.
R/ Konsultasi dengan ahli terapi / spesialis rehabilitasi dapat
menciptakan program aktivitas dan latihan individu.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan

asuhan keperawatan merupakanm realisasi dari pada

rencana tindakan kepereawatan yang telah ditetapkan, meliputi tindakan


dependent, inter dependent. Pada pelaksanaan terdiri dari bebereapa
kegitan,

validasi,

rencana

keperawatan,

mendokumentasikan

keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data.


4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan.
Ada tiga alternatif dalam evaluasi :
a.

Masalah teratasi, jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai


dengan waktu dan tanggal yang telah ditentukan sesuai dengan
pernyataan tujuan.

b.

Masalah teratasi sebagian, jika klien mampu menunjukkan


prilaku tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang
telah ditentukan.
Masalah

tidak

teratasi,

jika

klien

tidak

mampu

sama

sekali

menunjukkan prilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang


telah ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Huda Nurarif, S.Kep.Ns, dkk, 2015, NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC
2. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah, EGC,
Jakarta.
3. Grace, Pierce & Neil Borley. 2007. At A Glance: Ilmu Bedah, edisi III.
Erlangga, Jakarta
4. Mansjoer, Arief ,2000, Kapita Selekta Kedokteran.edisi II, Aeschepalus,
Jakarta
5. Rasad, Sjahriar. 2008. Radiologi Diagnostik, edisi II, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.
6. Susan Martin Tucker, dkk, 1995, Standart Keperawatan Pasien, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
7. Nasrul Effendi, 1995, Pengatar Proses Keperawatan, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

PATHWAY

Kecelakaan, trauma, osteoporosis

F. tertutup

Trauma pada Wrist

Fraktur terbuka

Bengkak tekanan
Pembuluh
meningkat
darah, syaraf jaringan
Kontak dengan
lunak rusak
lingkungan
Gx neuro
luar vaskuler

Denyut nadi menurun para lysis


Darah
nyeri
mengalir
hebat kedaerah fraktur
Resiko infeksi
Kerusakan integritas kulit

Menekan jaringan sekitar pembuluh


Pertumbuhan
darah
bacteri

Iskemia
Kontraktur

Nyeri

Resiko infeksi
Lemak keluar ke pembuluh darah

Imobilisasi

Jaringan tulang nekrosis Emboli


Kerusakan integritas
Kerusakan
kulit
mobilitas fisik
Nadi menurun
Stenosis
Necrosis merangsang terjadinya peradangan
Sesak

BAB III
KESIMPULAN
Fraktur Metakarpal adalah fraktur yang terjadi pada ujung jari karena trauma
pada
sendi interfalang, atau terjadi pada metacarpal karena karena tidak tahan
terhadap trauma
langsung ketika tangan mengepal dan dislokasi basis metacarpal I.
Ada 3 jenis fraktur metacarpal, yaitu :
1. Baseball Finger (Mallet Finger), fraktur dari basis falang distal pada
insersio dari
tendon ekstensor
2. Boxer Fracture (Street Fighters Fracture), fraktur kolum metakarpal V, dan
posisi
kaput metakarpal angulasi ke volar/palmar.
3. Bennett Fracture, fraktur dislokasi basis metakarpal I.
Proses penyembuhan pada fraktur tulang ada 4, yaitu :

1. Penyembuhan fraktur pada tulang rawan sendi, ada 5 fase :


Fase remodeling
Fase proliferasi seluler sub periosteal dan endosteal
Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis).
Fase konsolidasi (fase union secara radiologi).
Fase hematoma
2. Penyembuhan fraktur pada tulang spongiosa
3. Penyembuhan fraktur pada lempeng epifisis
14
4. Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal
Komplikasi fraktur ada 3, yaitu :
1. Mal-Union
2. Delayed Union
3. Non Union
4. Osteomielitis
5. Nekrosis Avaskular
6. Atrofi Sudeck
15
16

of 16

Vous aimerez peut-être aussi