Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di
mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika
manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan
anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan
memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal,
siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan
mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004 dalam
Psychologymania, 2013).
Tidak hanya mengalami perubahan psikologis dan fungsi hidupnya, tetapi lansia
juga mengalami kemunduran atau perubahan dalam fungsi fisiknya. Baik pada fungsi
sistem kardiovaskular, sistem integumen, sistem neurobehaviour, sistem sensori persepsi,
sistem pernafasan, sistem endokrin, dan sistem muskuloskeletal. Terkait sistem
muskuloskeletal lansia mengalami beberapa masalah, di mana banyak di antara lansia
yang mengalami masalah pada meningkatnya purin dalam tubuh yang biasa disebut
dengan asam urat.
Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagai mana yang
disampaikan oleh Hipocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja
sedangkan pada wanita jarang sebelum menopause. Pada tahun 1986 dilaporkan
prevalensi gout di Amerika Serikat adalah 13,6/1000 pria dan 6,4/1000 perempuan.
Prevalensi gout bertambah dengan meningkatnya taraf hidup. Prevalensi diantara pria
African American lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pria Caucasian. ( Edward
Stefanus, 2010 )
Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artitis pirai (AP). Pada
tahun 1935 seorang dokter kebangsaan belanda bernama Van der Horst telah melaporkan
15 pasien artitis pirai dengan kecacatan dari suatu daerah di Jawa Tengah. Penilaian lain
mendapatkan bahwa pasien gout yang berobat rata-rata sudah mengidap penyakit selama
lebih dari 5 tahun. Hal ini mungkin disebabkan banyak pasien gout yang mengobati
sendiri. Satu study yang lama di Massachusetts mendapat lebih dari 1% dari populasi
dengan kadar asam urat kurang dari 7 mg/100ml pernah mendapat serangan artitis gout
akut. ( Edward Stefanus, 2010 )
Artritis pirai ( Gout ) adalah kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi
kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat didalam
cairan ekstraselular. (Stefanus, 2010 ). Faktor-faktor yang berpengaruh sebagai penyebab
gout adalah faktor keturunan dengan adanya riwayat gout dalam silsilah keluarga,
meningkatnya kadar asam urat karena diet tinggi protein dan makanan kaya senyawa
purin lainnya, purin adalah senyawa yang akan dirombak menjadi asam urat dalam tubuh,
konsumsi alkohol berlebih, karena alkohol merupakan salah satu sumber purin yang juga
dapat menghambat pembuangan urin melalui ginjal, hambatan dari pembuangan asam
urat karena penyakit tertentu, terutama gangguan ginjal. Pasien disarankan meminum
cairan dalam jumlah banyak . minum air sebanyak 2 liter atau lebih tiap harinya
membantu pembuangan urat, dan meminimalkan pengendapan urat dalam saluran kemih,
penggunaan obat tertentu yang meningkatkan kadar asam urat. (VitaHealth, 2007)
Tanda dan gejala asam urat sendiri adalah nyeri hebat yang tiba-tiba menyerang
sendi pada saat tengah malam, biasanya pada ibu jari kaki ( sendi metatarsofalangeal
pertama ) atau jari kaki ( sendi tarsal ), jumlah sendi yang meradang kurang dari empat
( oligoartritis ) dan serangannya pada satu sisi ( unilateral ), kulit berwarna kemerahan,
terasa panas, bengkak, dan sangat nyeri, pembengkakan sendi umumnya terjadi secara
asimetris ( satu sisi tubuh ), demam, dengan suhu tubuh 38,30C atau lebih, tidak menurun
lebih dari tiga hari walau telah dilakukan perawatan, ruam kulit, sakit tenggorokan, lidah
berwarna merah atau gusi berdarah, bengkak pada kaki dan peningkatan berat badan yang
tiba-tiba, diare atau muntah. ( Vita Health, 2007 )
Pada lansia asam urat sendiri terjadi karena terjadinya gangguan metabolisme di
mana terjadi pengendapan urat di saluran kemih sampai ke ginjal. Selain karena
pengendapan di ginjal, pada lansia terjadi juga penurunan fungsi ginjal yang
menyebabkan penyerapan dan pembuangan urat dalam urin tidak maksimal atau
terjadinya hiperurisemia. Urat yang berlebih dalam ginjal akan terbawa oleh darah
menuju ke jaringan-jaringan lunak, salah satunya adalah sendi-sendi (Hadibroto, 2007)
Dari berbagai pemaparan diatas maka kami tertarik membahas tentang asam urat
pada lansia.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan asam urat
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tenteng anatomi fisiologi organ muskuloskeletal
b. Mengetahui tentang proses menua
c.
d.
e.
f.
BAB II
TINJAUAN TEORI
I.
sejumlah kecil tulang hilang atau pecah karena sel yang dikenal dengan osteoclas.
Setelah sejumlah sel tulang ini hilang atau mengalami proses resorpsi, osteoblas bergerak
ke dalam daerah tulang yang hilang dan mengantikannya dengan tulang baru. Proses ini
berlanjut pada bagian kecil seluruh tulang sepanjang hidup manusia. Proses resorpsi
berlangsung cepat, hanya membutuhkan 4-6 minggu, sedangkan proses pembentukan
tulang baru berlangsung lambat membutuhkan waktu 2 bulan untuk setiap siklus
remodeling .
Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan dalam
pergerakan. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, bursa, dan
jaringan jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut.
a. Sendi
Sendi adalah pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan
berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau
otot.
Ada tiga tipe sendi, yaitu :
1) Sendi fibrosa (sinarthroidal), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu
dengan yang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa. Contohnya
terdapat pada sutura tulang-tulang tengkorak. Yang kedua disebut sindesmosis, dan
terdiri dari suatu membrane interosseus atau suatu ligament antara tulang.
Hubungan ini memungkinkan sedikit gerakan, tetapi bukan gerakan sejati.
Contohnya ialah perlekatan tulang tibia dan fibula bagian distal.
2) Sendi kartilaginosa (amphiarthroidal), merupakan sendi yang sedikit bergerak.
Sendi kartilaginosa adalah sendi dimana ujung ujung tulangnya dibungkus oleh
rawan hialin dan disokong oleh ligamen, sehingga hanya memungkinkan suatu
gerakan yang terbatas. Ada dua tipe sendi kartilaginosa, Sinkondrosis adalah sendisendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh tulang rawan hialin Sendi-sendi
kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis. Simfisis adalah sendi yang tulangtulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago, dan selapis tipis tulang rawan
hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Simfisis pubis dan sendi-sendi pada
tulang punggung adalah contoh-contohnya.
3) Sendi sinovial (diarthroidal), merupakan sendi yang dapat bergerak dengan bebas.
Sendi sinovial adalah sendi-sendi tubuh yang dapat digerakkan. Sendi-sendi ini
memiliki rongga sendi dan permukaan rongga sendi dilapisi tulang rawan hialin.
Kapsul sendi terdiri dari suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam
yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium
yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus
tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium tidak meluas melampaui permukaan
sendi, tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisanlapisan bursa diseluruh persendian membentuk sinovium. Periosteum tidak
melewati kapsul.
Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan
sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku dan tidak berwarna.
Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi relatif kecil (1 sampai 3 ml). Hitung sel
darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah
sel-sel mononuklear. Asam hialuronidase adalah senyawa yang bertanggung jawab
atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh sel-sel pembungkus sinovial.
Bagian cair dari cairan sinovial diperkirakan berasal dari transudat plasma. Cairan
sinovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. Kartilago
hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi sinovial.
Tulang rawan ini memegang peranan penting dalam membagi beban tubuh. Rawan
sendi tersusun dari sedikit sel dan sebagian besar substansi dasar. Substansi dasar
ini terdiri dari kolagen tipe II dan proteoglikan yang berasal dari sel-sel tulang
rawan. Proteoglikan yang ditemukan pada tulang rawan sendi sangat hidrofilik
sehingga memungkinkan tulang rawan tersebut menerima beban yang berat.
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe,
atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh cairan
sendi yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen
pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau usia yang bertambah.
Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe I yang lebih
fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan hidrofiliknya.
Perubahan-perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan kemampuannya
untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.
Sendi dilumasi oleh cairan sinovial dan oleh perubahan-perubahan hidrostatik
yang terjadi pada cairan interstitial tulang rawan. Tekanan yang terjadi pada tulang
rawan akan mengakibatkan pergeseran cairan kebagian yang kurang mendapat
tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendi ke depan, cairan yang bergerak ini juga
substansi dasar dan membuat tiap jenis jaringan penyambung memiliki susunan sel
yang tersendiri.
Serat-serat yang didapatkan di dalam substansi dasar adalah kolagen dan
elastin. Setidaknya terdapat 11 bentuk kolagen yang dapat diklasifikasikan menurut
rantai molekul, lokasi dan fungsinya. Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja
kolagenase. Enzim proteolitik ini membuat molekul stabil berubah menjadi molekul
tidak stabil pada suhu fisiologik dan selanjutnya dihidrolisis oleh proses lain.
Perubahan sintesis kolagen tulang rawan terjadi pada orang-orang yang usianya makin
lanjut. Peningkatan aktivitas kolagenase terlihat pada bentuk-bentuk penyakit reumatik
yang diperantarai oleh imunitas seperti pada arthritis reumatoid.
Serat-serat elastin memiliki sifat elastin yang penting. Serat ini didapat dalam
ligamen, dinding pembuluh darah besar dan kulit. Elastin dipecah-pecah oleh enzim
yang disebut elastase. Elastase dapat menjadi penting pada proses pembentukan
arteriosklerosis dan emfisema. Ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa perubahan
dalam sistem kardiovaskuler karena penuaan, dapat terjadi oleh karena peningkatan
pemecahan serat elastin. Selain serat-serat, proteoglikan adalah zat penting yang
ditemukan dalam substansi dasar. Proteoglikan adalah molekul besar terbuat dari
rantai polisakarida panjang yang melekat pada pusat polipeptida. Proteoglikan pada
tulang rawan sendi berfungsi sebagai bantalan pada sendi sehingga sendi dapat
menahan beban-beban fisik yang berat. Hubungan proteoglikan dan dengan proses
imunologi dengan proses peradangan adalah kompleks. Limfokin dapat menginduksi
sel-sel jaringan penyambung untuk memproduksi proteoglikan baru, menghambat
produksi, atau meningkatkan pemecahan. Proteoglikan dapat menjadi fokus aksi
autoimun pada gangguan seperti arthritis reumatoid. Pertambahan usia mengubah
proteoglikan di dalam tulang rawan, proteoglikan ini akan kurang melekat satu dengan
lainnya dan berinteraksi dengan kolagen. Perubahan fungsional dan struktural utama
yang menjadi bagian dari proses penuaan normal menyebabkan perubahan biokimia
dari jaringan penyambung dan terjadi terutama pada serat dan proteoglikan.
II.
PROSES MENUA
a. Definisi Lansia
Masa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara 65-75 tahun (Potter
& Perry, 2005).
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana
di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan
reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan
kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut,
kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap
menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan
diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004 dalam Psychologymania, 2013).
b. Klasifikasi Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHOdalam Psychologymania, 2013 batasan
lanjut usia meliputi :
Usia pertengahan (middle age) adalah kolompok usia 45-59 tahun.
Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun.
Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun.
Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
c. Teori Penuaan
Teori proses menua menurut Potter dan Perry (2005) yaitu sebagai berikut :
Teori Biologis
1. Teori radikal bebas
Radikal bebas merupakan contoh produk sampah metabolisme yang dapat
menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi. Normalnya radikal
bebas akan dihancurkan oleh enzim pelindung, namun beberapa berhasil
lolos dan berakumulasi di dalam organ tubuh. Radikal bebas yang terdapat
di lingkungan seperti kendaraan bermotor, radiasi, sinar ultraviolet,
mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen pada proses penuaan.
Radikal bebas tidak mengandung DNA. Oleh karena itu, radikal bebas dapat
menyebabkan gangguan genetik dan menghasilkan produk-produk limbah
yang menumpuk di dalam inti dan sitoplasma. Ketika radikal bebas
menyerang molekul, akan terjadi kerusakan membran sel; penuaan
diperkirakan karena kerusakan sel akumulatif yang pada akhirnya
mengganggu fungsi. Dukungan untuk teori radikal bebas ditemukan dalam
lipofusin, bahan limbah berpigmen yang kaya lemak dan protein. Peran
dan
olah
raga
dapat
mencegah
penurunan
massa
otot,
bahkan
merokok, dan alkohol dapat mempengaruhi proses perubahan sistem otot. Faktor lain
seperti sistem endokrin dan perubahan pada susunan saraf pusat juga memegang
peranan penting.
b. Sistem Tulang
Pada usia lanjut dijumpai proses kehilangan massa tulang dan kandungan kalsium
tubuh, serta perlambatan remodelling dari tulang. Massa tulang akan mencapai puncak
pada pertengahan usia duapuluhan (di bawah usia 30 tahun). Penurunan massa tulang
lebih dipercepat pada wanita pasca menopause. Sama halnya dengan sistem otot,
proses penurunan massa tulang ini sebagian disebabkan oleh usia dan disuse. Dengan
menambah aktivitas tubuh, dapat memperlambat proses kehilangan massa tulang,
bahkan mengembalikannya secara temporer. Tetapi, tidak terdapat bukti nyata bahwa
aktivitas yang intensif dapat mencegah secara sempurna kehilangan massa tulang
tersebut. Latihan yang teratur hanya dapat memperlambat laju kehilangan massa
tulang. Dengan demikian, hanya mereka yang mampu hidup pada usia yang sangat
lanjut yang mungkin akan menderita berbagai komplikasi dari hilangnya massa tulang
seperti osteoporosis dan fraktur.
c. Jaringan Ikat
Kelenturan merupakan salah satu komponen dari kebugaran. Jaringan ikat yang tidak
fleksibel lebih mudah timbul trauma. Pada manusia usia lanjut, dijumpai kehilangan
sifat elastisitas dari jaringan ikat. Proses disuse dapat menyebabkan pengerutan dari
jaringan ikat sehingga kurang mampu mengakomodasikan berbagai pergerakan.
Karena menjadi tidak fleksibel maka kelompok usia lanjut ini kurang dapat
mentoleransi berbagai pergerakan yang berpotensi membawa kecelakaan dan lebih
mudah terjatuh. Pada manusia berusia muda, diperkirakan kelenturan, kekuatan otot,
dan koordinasi merupakan bufer dari kemungkinan trauma, tetapi bufer ini jelas
berkurang, bahkan hilang pada kaum usia lanjut.
d. Sistem Persarafan
Selain dijumpai penurunan fungsi muskuloskeletal pada usia lanjut, sistem persarafan
terutama kendali saraf juga mulai kurang berfungsi dengan baik dan bahkan hilang.
Proses ketuaan akan menyebabkan hilangnya sel-sel otak secara perlahan. Ini
bermanifestasi pada penurunan gerakan motorik halus dan koordinasi. Selain itu, juga
ditemukan penurunan kecepatan konduksi saraf, pemanjangan waktu reaksi,
perlambatan pengolahan data oleh sistem saraf pusat, dan penurunan fungsi
propiosepsi serta keseimbangan. Disuse dapat mengeksaserbasi proses ini walau bukan
merupakan satu-satunya penyebab penurunan fungsi saraf.
e. Sendi
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sendi akibat proses menua
(Staenly, 2007):
1) Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal ini adalah
nyeri, inflamasi, penurunan mobilitas sendi da deformitas.
2) Kekakuan ligamen dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko
cedera.
IV.
antara
permukan
kristal
membram
lisosom,
peristiwa
ini
pada gout.
Dosis : 0,5 0,6 mg tiap satu jam atau 1,2 mg sebagai dosis awal dan
diikuti 0,5 0,6 mg tiap 2 jam sampai gejala penyakit hilang atau
mulai timbul gejala saluran cerna, misalnya muntah dan diare.Dapat
diberikan dosis maksimum sampai 7 8 mg tetapi tidak melebihi 7,5
mg dalam waktu 24 jam.Untuk profilaksis diberikan 0,5 1,0 mg
sehari. Pemberian IV : 1-2 mg dilanjutkan dengan 0,5 mg tiap 12 24
jam dan tidak melebihi 4 mg dengan satu regimen pengobatan. Indikasi
pemberian secara intravena :terjadi komplikasi saluran cerna, serangan
akut pada pasca operatif, bila pemberian oral pasca akut tidak
menunjukkan perubahan positif.
pembentukan
tofi,
memobilisasi
asam
urat
dan
akut.
Probenasid
tidak
efektif
bila
laju
filtrasi
samping
gangguan
cerna
V.
VI.
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
b. Analisa Data
c. Rencana Tindakan
d. Implementasi
e. Evaluasi
BAB III
KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan
Nama Perawat
: Heni Andriyani
Tanggal Pengkajian
: 12 Juli 2016
Jam Pengkajian
: 10.20 WIB
1. Biodata :
Klien
Nama
: Tn. S
Usia
: 61 tahun
Agama
: Islam
yang
berat,
anemia,
leukopenia,
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Supir
Status Pernikahan
: Belum menikah
Alamat
Penanggung Jawab
Nama
Usia
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Status Pernikahan
Alamat
2. Keluhan utama :
Sering pegal-pegal serta nyeri persendian
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien Tn S 61 tahun mengatakan mengalami pegen-pegel serta nyeri pada pesendian,
klien klien di beri obat Declofenac 2x1.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien pernah mengalami penyakit Stroke tetapi tidak pernah dirawat inap di RS
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Klien mengatakan didalam keluarga tidak riwayat tekanan darah tinggi serta tidak
ada yang memiliki riwayat diabetes melitus
4. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian Pola GORDON
A. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Subjektif : Klien mengatakan sekarang klien merasa sedikit kurang sehat karena
badanya sering pegal-pegal serta terkadang nyeri pada daerah persendian. Klien
mengatakan bisa mengatasi hal hal yang mempengaruhi kesehatannya dengan
cara istrahat sejenak dan melakukan aktivitas jalan-jalan. Klien mengatakan cara
mengatasi penyakitnya selain beristirahat klien juga mengonsumsi obat Diclofenac
2 kali sehari pagi dan malam. Klien jarang memeriksa keadaannya ke poli yang di
buka setiap selasa. Klien mengonsumsi makanan sesuai yang di berikan dari panti.
Klien mengatakan pernah mengalami stroke ringan tetapi tidak sampai dirawat di
RS. Klien mengatakan tidak punya alergi terhadap makanan apapun.
Objektif :
Hasil observasi menunjukkan rambut beruban dan kotor, kulit kering, tidak
menggunakan gigi palsu serta ada karies gigi, klien jarang mandi dan mengganti
pakaian.
A. Pola Nutrisi Metabolik
Subyektif: Klien mengatakan klien di beri makan nasi sebanyak 3 kali dalam sehari,
jenisnya nasi dan sayur. Klien mengatakan makanan kesukaannya adalah makanan
bersantan. Nafsu makan klien baik, dan tidak ada gangguan. Klien mengatakan tidak
ada kesulitan makan seperti nyeri menelan, mual, kembung, sulit menelan. Klien
mengatakan hanya memakan yang diberikan oleh panti saja Berat badan klien normal
dalam 3 bulan terakhir stabil, BB klien 67 kg.
Obyektif:
Hasil observasi menunjukkan rambut terlihat kotor, konjungtiva tidak anemis, sklera
putih, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada tanda-tanda dehidrasi,
kemampuan mengunyah keras, dan klien tidak menggunakan gigi palsu. tidak terlihat
edema dan klien dapat melakukan perubahan posisi atau ambulasi.
B. Pola Eliminasi
Subyektif: Klien mengatakan dalam sehari klien BAB 1 kali saat pagi hari, dengan
konsistensi padat lunak dan berwarna kuning. Klien mengatakan tidak ada kesulitan
saat BAB. Klien mengatakan tidak menggunakan obat pencahar. Klien mengatakan
dalam sehari klien BAK 6 kali. Klien tidak mengeluarkan BAK saat batuk, bersin atau
tertawa.
Obyektif:
Hasil observasi menunjukkan: tidak ada ascites, klien tidak terlihat memegang
perutnya. Klien BAB kurang lebih 6 kali sehari.
C. Pola Aktivitas dan Latihan
Subyektif: Klien mengatakan selalu mengikuti senam yang diadakan oleh panti setiap
pagi, klien juga melakukan aktivitas beres-beres panti ketika ada jadwalnya saja. Klien
juga mengatakan aktivitasnya hanya jalan-jalan keliling panti kalau bosan kalau tidak
bosan hanya tiduran saja atau nonton TV saja. klien tidak menggunakan alat bantu saat
klien beraktivitas. Klien juga tidak mengalami gangguan keseimbangan. Klien
mengatakan tidak merasakan sesak dan lemah.
Obyektif:
Hasil observasi menunjukkan klien tidak memerlukan alat bantu untuk beraktivitas,
indeks KATZ A (mandiri untuk 6 aktivitas), lingkungan aman untuk aktivitas,
kekuatan otot 5/5, ROM aktif kanan dan kiri, tidak ada tanda-tanda sianosis, dan
takikardi. Tidak ada dispneu, ekstremitas hangat, lansia mampu pindah tempat secara
mandiri.
D. Pola Istirahat-Tidur
Subyektif: Klien mengatakan merasa segar ketika bangun pagi. Klien mengatakan
malam klien tidur jam 12 sampai jam 5 pagi, dan pada siang hari klien jarang tidur
siang hanya jika kalau ngantuk saja. Klien mengatakan saat tidur klien nyanyak dan
tidak terbangun. Klien tidak mengalami gangguan tidur.
Obyektif:
Hasil observasi menunjukkan: tidak ada tanda-tanda kurang tidur, klien tidak
menggunakan obat tidur, tidak ada tanda dan gejala kurang tidur seperti lingkar mata
yang kehitaman.
E. Pola Kognitif-Perceptual
Subyektif: Klien mengatakan tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Klien
mengatakan tidak ada gangguan pada pendengaran, penciuman, penglihatan,
pengecapan, dan perabaan. Klien mengatakan sangat gampang lupa. Klien tidak
mengalami disorientasi tempat dan waktu, klien menyabutkan dengan benar tempat
dan waktu. Klien mengambil keputusan secara mandiri tanpa di bantu. Klien tidak ada
gangguan dalam konsentrasi. Klien kooperatif dan tidak gelisah. Klien mempunyai
riwayat sroke.
Obyektif:
MMSE : 24 (normal), fungsi persepsi sensori baik, hasil SPMSQ = 8 (fungsi mental
utuh)
F. Pola Persepsi Diri-Konsep Diri
Subyektif : Klien mengatakan untuk mengatasi kekawatirannya dengan cara berdoa.
Klien berpostur tubuh bungkuk, tinggi, kontak mata bagus, klien berpenampilan
sedikit kotor dan tidak begitu rapi. Klien selalu berpikiran positif terhadap dirinya.
Klien mengatakan tidak takut mati tapi klien takut sakit.
Objektif:
TD: 130/80 mmHg, lansia tidak terlihat pasif
G. Pola Peran Hubungan
Subyektif: Klien selalu mengikuti senam lansia yang diadakan dilingkungan BPSTW.
Hubungan.
Analisa Data
No.
Data Fokus
Problem
1.
DS :
Nyeri
Klien mengatakan sekarang klien merasa sedikit
Akut
kurang sehat karena sering merasa pegel-pegel serta
nyeri sendi..Klien mengatakan bisa mengatasi hal
hal yang mempengaruhi kesehatannya dengan cara
timbul
selain
istrahat
klien
juga
DS :
DO :
Pasien tampak kotor
Pakaian pasien tampak tidak rapi
Pasien tercium bau
Kuku pasien tampak kotor
Ada karang gigi
PLANNING
DX KEPERAWATAN
NOC
NIC
Kode
Diagnosa
Kode
Hasil
Kode
Hasil
00134
Nyeri Akut
3016
Kepuasan
Klien:
Manajemen
Nyeri
1400
Manajemen Nyeri
00108
Defisit
perawatan
diri :
Mandi
0305
Bantuan perawatan
diri :
Mandi/kebersihan
Tang
Dx
gal
13/7
Jam
Implementasi
Evaluasi
13:14
Nyeri Akut
S:
2016
Nama
/TTD
Heni
Mempertimbangkan pilihan
untuk manajemen nyeri (Agak
puas)
O:
Mempertimbangkan pilihan
individu (Cukup puas)
Pendekatan-pendekatan
preventif digunakan manajemen
13/7
13:14
Heni
2016
S:
Mempertahankan kebersihan
mulut ( sangat terganggu)
O:
Mempertahankan Penampilan
yang rapi (cukup terganggu)
Mempertahankan kebersihan
tubuh (Sangat terganggu)
Heni
Tang
Dx
gal
14/7
Jam
Implementasi
Evaluasi
13:14
Nyeri Akut
S:
2016
Nama
/TTD
Heni
Mempertimbangkan pilihan
untuk manajemen nyeri (Cukup
puas)
O:
Mempertimbangkan pilihan
individu (Cukup puas)
Pendekatan-pendekatan
: Mandi
A : Intervensi tercapai
2
13/7
13:14
P : Intervensi dihentikan
Heni
2016
S:
Mempertahankan kebersihan
mulut (Sangat terganggu)
O:
Mempertahankan Penampilan
yang rapi (cukup terganggu)
Mempertahankan kebersihan
tubuh (sangat terganggu)
Heni
No
Tang
Dx
gal
15/7
Jam
Implementasi
Evaluasi
09:14
S:
: Mandi
2016
Nama
/TTD
Heni
Mempertahankan kebersihan
mulut (sangat terganggu)
O:
Mempertahankan Penampilan
yang rapi (cukup terganggu)
Mempertahankan kebersihan
tubuh (Sangat terganggu)
13/7
2016
13:14
Heni
Heni
DAFTAR PUSTAKA
Afif, Emir. 2010. Makalah Penyakit Gout , ( Online ), ( http://x-emriust89.blogspot.com /
2010/03/makalah-penyakit-gout.html, diakses pada tanggal 2 Mei 2013 )
Corwin, Elizabeth J.2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Kee, Joyce LeFever. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik, Edisi 6
Cetakan I. Jakarta: EGC.
Misnadiarly. 2009. Rematik, Asam Urat, Hiperurisemia, dan Arthritis Gout. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Nurarif; Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA, NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.
Pearce, Evelyn C. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Internapublishing.
Pranaji, Diah Krisnatuti, dkk. 2007. Perencanaan Menu untuk Penderita Asam Urat. Jakarta:
Niaga Swadaya.
Stanley dan Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik ed. 2, Alih bahasa Juniarti dan
Kurnianingsih. EGC. Jakarta.
Syamsuhidayat dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.
Tim Redaksi VitaHealth. 2007. Asam Urat, Informasi Lengkap untuk Penderita dan
Keluarganya. Jakarta: Gramedia Pus