Vous êtes sur la page 1sur 6

CONTINUING

PROFESSIONAL CONTINUING
DEVELOPMENT
CONTINUING PROFESSIONAL
DEVELOPMENT
MEDICAL EDUCATION

Akreditasi PP IAI2 SKP

Antikolinesterase untuk Gigitan Ular


dengan Bisa Neurotoksik
Felisitas Farica Sutantoyo, Erik Jaya Gunawan
Dokter Internship RSUD Dr. H. Koesnadi, Bondowoso, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK
Kasus Gigitan ular merupakan salah satu penyakit Yang termasuk dalam daGtar neglected tropical disease WHO. Jenis ular Yang
patut diwaspadai di Indonesia adalah famili Elapidae dan Viperidae. Neurotoksisitas adalah Gitur kunci beberapa kasus Gigitan ular
famili Elapidae. Kelemahan neuromuskuler akut dengan keterlibatan otot pernapasan adalah efek klinis bisa neurotoksik Yang
paling penting. (eKala pola kelemahan keterlibatan pernapasan dan respons terhadap antibisa ular dan antikolinesterase ber
variasi terGantung spesies ular neurotoksisitas dan HeoHra. "rtikel ini membahas patosioloHi neurotoksisitas bisa ular pada
neuromuscular
junction dan tatalaksana kasus Gigitan ular terutama peran antikolinesterase pada Gigitan ular dengan manifestasi neurotoksik.
Kata kunci: antikolinesterase Gigitan ular neurotoksik

Pendahuluan
Kasus keracunan akibat Gigitan ular berbisa
merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat Yang penting terutama di negara
tropis dan subtropis.1 gigitan ular dapat
menyebabkan kematian dan disabilitas
kronik baHi kelompok usia produktiG.
pada awal tahun 2009 kasus Gigitan ular
merupakan penyakit Yang termasuk dalam
neglected tropical disease di WHO.
gigitan ular Juga termasuk penyakit terkait
peker- jaan seperti petani pekerja perkebunan
penggembala nelayan
dan
pekerja
makanan Yang berhubungan dengan ular.
"ngka mortalitas dan morbiditas Gigitan
ular di asia Selatan dan asia tenggara tidak
dapat dipastikan karena pelaporan Yang
kurang baik dan sering tidak mendapatkan
penanganan di Fasilitas kesehatan.2
Alamat korespondensi

14

Epidemiologi
&stimasi kasus Gigitan ular di dunia adalah
1.200.000 m 5.500.000 kasus per tahun. 6ntuk
wilaZah asia kasus Gigitan ular berbisa
berkisar 12-50 dari total kasus Gigitan
ular. Di asia tenggara estimasi Kumlah
kasus Gigitan ular berbisa sebesar 111.000
- 498 .000 kasus per tahun. Sedangkan
estimasi kematian akibat Gigitan ular di asia
Selatan dan tenggara sebesar 790 - 19.000
kematian per tahun.1 2
Jenis ular Yang sering menyebabkan Gigitan
di Indonesia dibagi menjadi 2 bagian
tabel .
Jenis ular Yang patut diwaspadai di
Indonesia adalah famili Elapidae dan
Viperidae keduanya ular berbisa. bisa

famili Elapidae memiliki sifat predominan


neurotoksik sedangkan famili Viperidae
hematotoksik dan nekrotoksik.3
pembahasan ini lebih difokuskan pada
neurotoksik dari famili Elapidae.

bisa

Bisa Ular
bisa ular mengandung campuran kompleks
enzim polipeptida protein nonenzimatik
nukleotida dan bahan lainnya seperti nerve
growth factor.4 2
beberapa Jenis enzim dan toksin polipeptida
Yang terkandung dalam bisa ular:
Zinc metalloproteinase haemorrhagins:
merusak
endotel
vaskuler
mengakibatkan perdarahan.
Procoagulant enyymes: banyak ditemukan

email: ejaygun@gmail.com

CDK-236/ vol. 43 no. 1, th. 2016

CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT


Tabel 1. Jenis ular di sebelah #arat Haris Wallace: 1ulau Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi dan kepulauan Nusa tenggara.2
KateHori 1 Highly Medical
Importance sering ditemui dan
mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas Yang tingHi

Elapidae: Bungarus candidus Sumatera dan Jawa Naja sputatrix Jawa dan
Kepulauan Nusa tenggara Naja sumatrana Sumatera dan Kalimantan

KateHori 2 Secondary Medical


Importance lebih Karang
ditemukan)

Elapidae: Bungarus fasciatus, Bungarus aviceps Sumatera dan Kalimantan


Calliophis bivirgatus Ophiophagus hannah Sumatera Kalimantan dan Jawa

Viperidae: Calloselasma rhodostoma Jawa Cryptelytrops albolabris


Daboia siamensis D. s. limitis dan D. s. sublimitis)

Viperidae: Cryptelytrops insularis Cryptelytrops purpureomaculatus Sumatera

Tabel 2. Jenis ular di sebelah 5imur Haris Wallace: .aluku dan 1apua #arat.2
KateHori 1

Elapidae: Acanthophis laevis

KateHori 2

Elapidae: Acanthophis rugosus Micropechis ikaheka Oxyuranus scutellatus


Pseudechis papuanus Pseudechis rossignolii Pseudonaja textilis

pada famili Viperidae dan sebagian


kecil Elapidae. enzim ini menstimulasi
pemecahan benang brin di aliran
darah membuat darah menjadi sukar
membeku
consumption coagulopathy .
Phospholipase A2 (lecithinase): ditemukan
pada hampir seluruh Jenis bisa ular.
merusak mitokondria eritrosit leukosit
platelet, saraf tepi otot skelet endotel
vaskuler dan membran-membran lain
menghasilkan
aktivitas
neurotoksik
di presinaps dan memicu pelepasan
histamin dan antikoaHulan.

Asetilkolinesterase:
ditemukan
pada
famili Elapidae bukan Gaktor penyebab
sifat neurotoksisitas .
Hialuronidase:
meningkatkan
penye- baran bisa ke seluruh Karingan.
enzim
proteolitik:
meningkatkan
permeabilitas
vaskuler
sehingga
menyebabkan edema munculnya bula
lebam dan nekrosis di tempat Gigitan.
toksin polipeptida non-enzimatik Yang
bersifat neurotoksik: -bungarotoksin, bungarotoksin, cobrotoxin, crotoxin, dan
taipoxin.2
Mekanisme Kerja Bisa Ular di
Neuromuscular Junction (NMJ)
Secara sederhana
blok NMJ oleh
bisa ular terjadi melalui 2 mekanisme yaitu
mekanisme presinaps dan postsinaps.
Contoh toksin Yang bekerja aktif pada
presinaps adalah Jenis -neurotoksin. pada
Bungarus sp. dinamakan -bungarotoksin.
toksin ini mengandung enzim phospholipase
A2 Yang poten.
Beta-bungarotoksin
mengakibatkan toksisitas presinaptik Yang
ditandai dengan vesikel sinaptik berkurang

CDK-236/ vol. 43 no. 1, th. 2016

area spesik toksin dengan reseptor dan


lokasi ikatan toksin dengan subunit
reseptor
asetilkolin nikotinik.6
alfacobratoxin menunjukkan mekanisme kerja
non- depolarisasi
kompetitif inhibitor
seperti dTc.
alfa-bungarotoksin hanya
bekerja pada postsinaps tidak pada reseptor
di presinaps namun terikat secara ireversibel.
Candoxin Yang terkandung dalam Bungarus
candidus, bekerja pada presinaps dan
postsinaps serta terikat secara reversibel.4 6
perbedaan ikatan reversibel atau ireversibel
penting dalam terapi. Ikatan reversibel
memiliki respons
terapi
lebih
baik
terhadap antibisa
ular
dan
antikolinesterase.
penyebab
perbedaan
sifat tersebut masih

kerusakan ujung neuron motorik denervasi


dan
deHenerasi
aksonal
diikuti
reinervasi.4
1ercobaan pada hewan menunjukkan bahwa
setelah 12 Kam paparan -bungarotoksin
mengakibatkan denervasi otot. 3einervasi
akan muncul dalam 3-5 hari. pada manusia
onset Gejala paralisis terjadi dalam 6 Kam
berlangsung selama 2 hari dan pemulihan
Gungsional membutuhkan -9 hari.5 Ikatan
toksin presinaptik di ujung neuron bersifat
ireversibel sehingga perbaikan klinis kasus
ini berlangsung lambat berGantung pada
reHenerasi ujung neuron dan pembentukan
N.J baru. Terapi antibisa ular ataupun
antikolinesterase tidak efektiG pada kasus
ini.4 5

membutuhkan penelitian lebih lanjut.4

Neurotoksin Yang bekerja pada postsinaps


alfa-neurotoksin
terikat pada
reseptor
asetilkolin tipe nikotinik pada otot. alfaneurotoksin disebut Juga three- finger toxin
karena bentuk molekulnya Yang menyerupai jari. toksin ini memiliki mekanisme kerja
seperti d-tubokurarin
dTc
sehingga
disebut
Juga
kurare-mimetik. dTc
mengakibatkan ikatan reversibel blok nondepolarisasi sebagai kompetitif inhibitor dari
asetilkolin dalam ikatan dengan reseptor
asetilkolin tipe nikotinik.4 perbedaan toksin
ini dengan dTC adalah afinitas toksin 15-20
kali lipat lebih kuat sehingga reversibilitas
ikatan toksin dengan reseptor lebih
kecil.6 toksin ini Juga menghambat kerja
reseptor asetilkolin nikotinik pada presinaps
menghasilkan karakteristik tetanic fade.4

Gambar 1. -okasi tempat kerja neurotoksin bisa ular.4


Keterangan:
1.

Protein

vesikel

sinaps:

#eta-bungarotoksin

Bungarussp
p. Taipoxin O. scutellatus .
2.

Voltage-gated calcium channels:


Dendroaspis spp.

Calciseptine

#eta-bungaratoksin

Bunga-

russp
p. .
3.

Membran presinaptik: Phospholipase A2.

4.

Reseptor Ach presinaptik:

Candoxin

Bungarus

candidus .
5.

Voltage-gated potassium channels: Dendrotoksins

6.

Asetilkolin: terdapat

Dendroaspisspp

.
asetilkolinesterase eksoHen

Yang akan melisiskan asetilkolin: bisa ular kobra


Najasp
p. .
.

Asetilkolinesterase:

terdapat

inhibitor endoHen

antikolinesterase: Fasiculins Dendroaspissp


p. .
.

Reseptor Ach postsinaptik: "lpha-bungaratoksin


Bungarus spp. Candoxin B. candidus "[emiopsin

Sifat kelompok alfa-neurotoksin akan berbeda


pada setiap Jenis toksin. hal ini disebabkan
oleh komponen asam amino dan ikatan
sulfida penyusun komponen toksin interaksi

A. feae 8aHlerin T. wagleri .


9.

Voltage-gated

sodium

channels:

Crotamine

(Crotalus spp.).4

15

CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT


bisa
ular
mengandung
campuran
kompleks enzim
polipeptida protein
nonenzimatik nukleotida dan bahan
lainnya
menimbulkan berbaHai macam
efek akibat Gigitan ular.4
Manifestasi Klinis Neurotoksin
berbagai Gejala dan tanda sistemik dapat
muncul pada kasus Gigitan ular. Salah satunya adalah Gejala neurotoksik.2 3 .aniGestasi
klinis Yang sering muncul adalah paralisis
neuromuskuler akut. gejalanya adalah ptosis
(70-93%)
kelemahan
otot
ekstraokular ( 68 -82%) dan kelemahan
otot pernapasan (68 -82%) . Kelemahan
otot pernapasan lebih Karang dibandingkan
ptosis dan kelemahan otot ekstraokular.4
manifestasi klinis biasanya berjalan berurutan
dimulai dari kelemahan otot mata ptosis
diplopia dan penglihatan kabur diikuti otototot bulbar paralisis otot pernapasan dan
paralisis ekstremitas. Di Srilanka pada 8 0 %
kasus Gigitan ular kobra Naja naja akan
timbul
Gejala
neurotoksik (ptosis
78% , oftalmoplegia 64%, disfagia 13%, Gagal
napas 9%). pada Gigitan common krait
Bungarus caeruleus Gejala
neurotoksik
dialami 95% pasien dan Gagal napas
pada 64% pasien.
beberapa manifestasi klinis lain adalah
penurunan kesadaran parestesia perubahan sensasi rasa dan bau paralisis
otot wajah dan otot lain Yang dipersara
nervus kranialis: suara sengau atau tidak
dapat bersuara regurgitasi melalui hidung
kesulitan untuk menelan ludah.2 pada kasus
Gigitan Bungarus sp. 64% terjadi perubahan
kesadaran dan 17%
koma. Sering
terjadi penurunan kesadaran pada kasus
Gigitan ular kobra pada anak.4
Selain manifestasi klinis akut dapat terjadi
manifestasi neuroloHis tertunda delayed .
manifestasi neurologis Yang lebih
lanjut
bervariasi antara lain Gangguan konduksi
saraf polineuropati dan beberapa kasus
muncul Gejala Guillain
Barre Syndrome
(GBS) .4
Studi bell pada 26 kasus asimptomatik
Yang pernah mengalami Gejala neurotoksik
keracunan akut satu tahun sebelumnya
menunjukkan bahwa bisa neurotoksik bersifat sistemik. Sampel penelitian tersebut
adalah kasus Gigitan ular pada ekstremitas
inGerior namun perubahan neurofisiologis
terdeteksi
lebih
pada
ekstremitas
superior.4 9

16

Prinsip Tatalaksana Gigitan


Ular
tujuan
umum
tatalaksana
Gigitan
ular adalah untuk menetralisir toksin
mengurangi angka kesakitan dan mencegah komplikasi.
alurYang harus dilakukan adalah:
rujukan ke rumah sakit
p en il ai a n klinis dan resusitasi dengan

cepat dan tepat


mengenali spesies ular jika mungkin
me la ku k an pemeriksaan penununjang
pemberian antibisa ular
0bservasi respons terhadap pemberian
antibisa ular
terapi suportif dan perawatan luka
Gigitan
rehabilitasi serta terapi komplikasi.2

Gambar 2. ptosis bilateral: a Gigitan Bungarus caeruleus di Srilankab Gigitan Russels Viper di Sri -anka.2

Gambar 3. Metode pressure m immobilization.2


Keterangan:
1.

gunakan perban elastik dengan lebar 10-15 cm panjang 4 5 meter dari ujung ekstremitas Yang terkena Gigitan ular.

2.

perban elastik dipasang tidak terlalu kendor dan tidak terlalu ketat sehingga menghasilkan tekanan 50- 7 0 mm)Hg.

3.

pasang perban hingga sejauh mungkin dari Gigitan misal Gigitan di kaki pasang perban elastik hingga pangkal paha .

4.

pasang bidai pada kaki untuk menghindari pergerakan pada persendian.

5.

bidaidikaitkan dengan kaki Yang sudah diberi perban elastik.

6.

gigitan di daerah tangan dan lengan: pasang perban elastik hingga ke aksila beri bidai hingga ke siku dan perGunakan

tidak perlu membuka celana panjang karena dengan banyak gerakan akan meningkatkan penyerapan bisa ular.

arm sling.

CDK-236/ vol. 43 no. 1, th. 2016

CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT


yang harus dilakukan sebagai pertolongan
pertama pada korban Gigitan ular sebelum
ke rumah sakit (pre-hospital):
Stabilisasi pasien manajemen ABC .
pembatasan pergerakan dan imobilisasi
pada daerah sekitar Gigitan. ular Jenis
Elapidae dapat menyebabkan paralisis
respiratorik berGantung pada kecepatan
penyerapan toksin dari area Yang
diGigit. Cara Yang dianjurkan
untuk
mengurangi
kecepatan
penyerapan
toksin adalah metode
Pressure
immobilization (Australian
Venom
Research Unit).2
metode ini dipertahankan hingga
sampai di tempat ruKukan.
Segera rujuk ke tempat pelayanan
kesehatan Yang memadai.
Jangan berikan
antibisa terlebih
dahulu.
hindari manipulasi daerah Gigitan
seperti insisi menekan
memijat
menggunakan tanaman atau bahan kimia
karena dapat mengakibatkan infeksi
peningkatan absorpsi bisa ular dan
meningkatkan risiko perdarahan lokal.2
Rumah Sakit
pemberian antibisa ular saja tidak dapat
menyelamatkan nyawa pada Gigitan ular
neurotoksik. Diperlukan manajemen A- B- C D - E & disertai evaluasi tanda syok Gagal
napas karena paralisis otot napas henti
napas karena hiperkalemia dan pada
pasien Yang datang terlambat waspadai
tanda Gagal ginjak dan sepsis.2
pemberian antibisa ular harus secepat
mungkin jika dijumpai indikasi.2 Antibisa ular Yang tersedia di Indonesia
adalah Serum Anti-bisa ular polivalen/
SABU Yang efektif untuk Gigitan Naja
sputatrix, Bungarus fasciatus, Agkistrodon
rhodostoma.10
Antibisa ular diberikan
secara intravena baik secara bolus lambat
mau- pun melalui inFus. 2 Dosis anjuran
SABU adalah:
Dosis pertama
2 vial @5 mL
ditambah- kan ke dalam larutan
siologis menjadi larutan 2 % diberikan
secara infus dengan kecepatan 40- 80
tetes/menit diulang 6 jam kemudian.
Apabila diperlukan misalnya jika Gejala
tidak berkurang atau
bertambah
SABU dapat terus diberikan setiap
24 Kam
sampai maksimum 8 0-100
ml.10

CDK-236/ vol. 43 no. 1, th. 2016

Dosis antibisa ular untuk dewasa dan anak


adalah sama karena bisa ular Yang masuk ke
dalam tubuh korban Yang diGigit jumlahnya
sama.2
Mekanisme Kerja Antikolinesterase
Asetilkolinesterase merupakan enzim
Yang berfungsi menghidrolisis asetilkolin
menjadi asetat dan kolin pada hubungan
antara ujung saraf kolinergik dengan organ
efektor atau celah postsinaps.11
asetilkolinesterase merupakan
golongan
enzim
serin- hidrolase. enzim ini
memiliki dua bagian sisi aktif yaitu
guguus anionik dan g u g us ester.12 Kedua
bagian tersebut merupakan tempat kerja
antikolinesterase.
Secara umum cara kerja antikolinesterase
dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Senyawa ammonium kuarterner bermuatan positif berikatan dengan gugus anionik
menghalangi asetilkolin untuk berikatan
ingibisi kompetitif sederhana . Contohnya:
edrophonium tacrine donepezil.
2. Senyawa berperan sebagai substrat palsu
atau secara langsung menyerang Gugus
ester baik menGubah Gugus ester secara
kovalen maupun secara nonkompetitif untuk
mencegah aktivitas hidrolitik lebih lanjut.
Contohnya: Golongan karbamat neostigmin
dan physostigmine dan organofosfat.13
Ingibisi enzim
asetilkolinesterase akan
memperlambat atau mencegah degradasi
asetilkolin Yang berada di sinaps sehingga
asetilkolin terakumulasi dan dapat memperpanjang aktivitas
asetilkolin
pada
reseptor kolinergik baik di sistem saraf pusat
maupun perifer.12 Secara Farmakologis efek Yang
dapat
ditimbulkan pada
pemberian
antikolinesterase adalah:
1. Stimulasi reseptor
muskarinik pada
organ efektor otonom.
2. Stimulasi diikuti depresi dan paralisis
pada semua Ganglion otonom dan otot
lurik reseptor asetilkolin tipe nikotinik .
3. Stimulasi namun
terkadang muncul
depresi
pengaruh reseptor kolinergik di
sistem saraf pusat.11
pada kasus Gigitan ular efek antikolinesterase Yang diharapkan adalah meningkatkan waktu aktif asetilkolin di
celah sinaps terutama di NMJ sehingga
asetilkolin dapat
berkompetisi dengan
ikatan antara toksin dan reseptor.

Cara Pemberian Antikolinesterase


0bat antikolinesterase tensilon test sebaiknya
diberikan pada setiap pasien korban Gigitan
ular
Yang neurotoksik. antikolinesterase
Yang dapat diberikan adalah neostigmin atau
edrofonium. akan tetapi
pemberian
antikolinesterase tidak menunda pemberian
anti-bisa ular atau intubasi. antikolinesterase
bukan pengganti anti-bisa ular. pasien harus
diobservasi
ketat
saat
pemberian
antikolinesterase.2
prosedur pemberian:
1. 0bservasi awal agar dapat menilai
efektivitas
antikolinesterase Yang diberikan.
2. Diawali pemberian
atropin
sulfat
intravena 0,6 mg untuk pasien dewasa 50
mcg/kgBB untuk anak-anak atau pemberian
glycopyrronium intravena dilanjutkan pemberian neostigmin bromide atau metilsulfat
prostigmin atau distigmin piridostigmin
ambenomium
dengan dosis sesuai
intramuskuler dengan dosis 0,02 mg/kg
untuk dewasa 0,04 mg/kg untuk anakanak. edrofonium klorid Yang bersifat short
acting adalah Yang paling ideal namun langka
di Indonesia pemberian secara intravena
lambat dengan dosis 10 mg untuk dewasa
dan 0,25 mg/kg untuk anak.
3. pasien
diobservasi selama
30-60
menit pada pemberian neostigmin 1020 menit pada edrofonium. amati tanda
perbaikan transmisi neuromuskuler ptosis
menghilang dan kapasitas pernapasan
meningkat .
4. pada
pasien
Yang memberikan
respons positif dengan pemberian awal
antikolinesterase
dosis
dipertahankan:
neostigmin metilsulfat 0,5-2,5 mg tiap 1-3
jam hingga dosis maksimal 10 mg/24 jam
untuk dewasa atau 0,01-0,04 mg/kg tiap 2-4
jam untuk anak-anak secara intramuskuler
intravena atau subkutan bersama dengan
pemberian atropin sulfat untuk memblok
efek samping muskarinik.2
antikolinesterase merupakan terapi tambahan dalam tatalaksana Gigitan ular Yang
mengandung neurotoksin. pada laporan
kasus Gagal napas akibat Gigitan ular
dengan
bisa neurotoksik
pemberian
antikolinesterase
anti-bisa
ular
dan
manajemen kardio-respirasi Yang adekuat
memberikan hasil sangat baik.14 pada
kasus Gigitan ular Agkistrodon blomgoffi

17

CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT


brevicaudus dilaporkan Gejala oftalmoplegia dan diplopia tidak berkurang dengan
pemberian anti-bisa ular saja
keluhan
berkurang setelah pemberian neostigmin.15
Namun pemberian antikolinesterase hanya
bermanfaat pada toksin Yang bekerja pada

post-sinaps.
Simpulan
Kasus Gigitan ular perlu mendapatkan perhatian khusus tenaga medis di Indonesia.
pemahaman patofisiologi neurotoksin
dalam

bisa ular dapat meningkatkan pengetahuan


tenaga medis sehingga dapat melakukan
tatalaksana dengan lebih baik. penggunaan
antikolinesterase dapat membantu memperbaiki kondisi pasien pada beberapa kasus
Gigitan ular Yang mengandung neurotoksin.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Kasturiratne " 8ickremasinghe "3 de Silva N (unawardena NK 1athmeswaran " 1remaratna 3 et al. &stimating the Hlobal burden oG snakebite: " literature analZsis dan modelling
based on reHional estimates oG envenoming and deaths. 1-oS .ed. 200 5 11 : e21 : 1591-604.

2.

8arrell D". (uidelines Gor the manaHement oG snake-bites. 8orld )ealth 0rHani[ation 3eHional 0ce Gor South-&ast asia 2010.

3.

"dukauskien D 7aranauskien & "dukauskait ". 7enomous snakebite. .edicina Kaunas . 2011 4

4.

3anawaka 6K -alloo D( de Silva )J. NeurotoxicitZ in snakebite m the limits oG our knowledHe. 1-oS NeHl 5rop Dis. 2013 10 : e2302: 1-1 .

5.

1rasarnpun S 8alsh J "wad SS )arris J#. &nvenoming bites bZ kraits: 5he bioloHical basis oG treatment-resistant neuromuscular paralZsis. #rain 2005 12 : 29 -96.

6.

Nirthanan S (wee .C&. 5hree-nger -neurotoxins and the nicotinic acetZlcholine receptor GortZ Zears on. J 1harmacol Sci. 2004 94: 1-1 .

: 461- .

NS8 .inistrZ oG )ealth. Snakebite and spiderbite clinical manaHement Huidelines. 3rd ed. North SZdneZ: NS8 .inistrZ oG )ealth 2014.

"riaratnam C" Sheri .)3 "rambepola C 5heakston 3D( 8arrell D". SZndromic approach to treatment oG snake bite in Sri -anka based on results oG a prospective national hospitalbased surveZ oG patients envenomed bZ identied snakes. "m J 5rop .ed )ZH. 2009 1 4 : 25-31.

9.

#ell DJ 8iKeHunasinghe D Samarakoon S 1alipana ) (unasekera S de Silvia ") et al. NeurophZsioloHical ndings in patients 1 Zear aGter snake bite induced neurotoxicitZ in Sri -anka.
5rans 3 Soc 5rop .ed )ZH. 2010 104: 351-6. doi: 10.1016/K.trstmg.2009.12.003

10. #ioGarma. Serum anti bisa ular <Internet>. <cited 2015 "pril 26>. "vailable Grom: http://www.bioGarma.co.id/ dt@portGolio polZvalent-anti-snake-venom-sera.
11. #runton -- 1arker K- #lumenthal DK #uxton I-0. (oodman

(ilman s manual oG pharmacoloHZ and therapeutics. 6S": .c(raw )ill 200 .

12. Colovic .# Krstic D; -a[arevic-1asti 5D #ond[ic ". 7asic 7.. "cetZlcholinesterase inhibitors: 1harmacoloHZ and toxicoloHZ. Curr Neuropharmacol. 2013 11: 315-35.
13. 8onderlin 8'. DirectlZ and indirectlZ acting cholinomimetics. In: CraiH C3 Stit[el 3& editors. .odern pharmacoloHZ with clinical application. 5th ed. #oston .": -ittle #rown

Co.

199 .
14. 1rithwis # "rpan C. Neurotoxic snake bite with respiratorZ Gailure. Indian J Crit Care .ed. 200 11 3 : 161-4.
15.

Sung 8- In CJ :oung ): Suk )) Kap S) Sung )C et al. "nticholinesterase therapZ Gor patients with ophthalmopleHia Gollowing snake bites: 3eport oG two cases. J Korean .ed Sci. 2004
19: 631-3.

18

CDK-236/ vol. 43 no. 1, th. 2016

Vous aimerez peut-être aussi