Vous êtes sur la page 1sur 3

Fertilisasi atau pembuahan adalah suatu peristiwa penyatuan atau pertemuan antara sel

sperma dengan sel telur. Dalam keadaan normal in vivo, pembuahan terjadi di daerah tuba falopii
umumnya di daerah ampula atau infundibulum.
Pada saat coitus, sel-sel sperma akan diejakulasikan dari saluran reproduksi pria ke dalam
saluran reproduksi wanita. Jika coitus terjadi di sekitar masa ovulasi (disebut masa subur
wanita), maka ada kemungkinan sel sperma dalam saluran reproduksi wanita akan bertemu
dengan sel telur wanita yang baru dikeluarkan pada saat ovulasi.
Untuk menentukan masa subur, dipakai 3 patokan, yaitu:

Ovulasi terjadi 14 2 hari sebelum haid yang akan datang.


Sperma dapat hidup dan membuahi dalam 2-3 hari setelah ejakulasi.
Ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi.

Proses Fertilisasi
Dari 60-100 juta sperma yang diejakulasikan ke dalam vagina pada saat ovulasi, beberapa
juta berhasil menerobos saluran heliks di dalam mukus serviks dan mencapai rongga uterus,
beberapa ratus sperma dapat melewati pintu masuk tuba falopii yang sempit dan beberapa
diantaranya dapat bertahan hidup sampai mencapai ovum di ujung fimbrae tuba fallopii.
Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke uterus dan selanjutnya masuk ke dalam tuba
falopii. Pergerakan naik ini disebabkan oleh kontraksi otot-otot uterus dan tuba. Sebelum
spermatozoa membuahi oosit, mereka harus mengalami proses kapasitasi dan reaksi akrosom.
Kapasitasi adalah suatu masa penyesuaian di dalam saluran reproduksi wanita, yang pada
manusia berlangsung kira-kira 7 jam. Selama waktu itu, suatu selubung glikoprotein dari proteinprotein plasma semen dibuang dari selaput plasma, yang membungkus daerah akrosom
spermatozoa. Hanya spermatozoa yang mengalami proses kapasitasi yang dapat melewati lapisan
korona radiata dan mengalami reaksi akrosom setelah sperma dekat dengan oosit.
Ketika spermatozoa mencapai zona pelusida, spermatozoa akan terlekat pada zona pelusida
dan menghasilkan akrosin, trypsine-like agent dan lysine zone yang dapat melarutkan dan
membantu sperma melewati zona pelusida untuk mencapai ovum.
Hanya satu spermatozoa yang memiliki kemampuan untuk membuahi, karena sperma
tersebut memiliki konsentrasi DNA yang tinggi di nukleusnya, dan kaputnya lebih mudah
menembus karena diduga dapat melepaskan hialuronidase. Sekali sebuah spermatozoa

menyentuh zona pelusida, terjadi perlekatan yang kuat dan penembusan yang sangat cepat.
Setelah itu, terjadi reaksi khusus di zona pelusida yang bertujuan mencegah terjadinya
penembusan lagi oleh sperma lainnya. Dengan demikian, sangat jarang sekali terjadi
penembusan zona oleh lebih dari satu sperma.
Fase Fertilisasi
Pada fertilisasi terdapat 3 fase, yaitu:
1. Penembusan korona radiata.
Dari 200-300 juta spermatozoa yang dilepaskan ke dalam saluran kelamin wanita, hanya
300-500 yang mencapai tempat pembuahan. Spermatozoa-spermatozoa yang mengalami
kapasitasi tidak akan sulit untuk menembus lapisan korona radiata ini.
2. Penembusan zona pelusida.
Zona pelusida adalah sebuah lapisan glikoprotein di sekeliling oosit yang mempertahankan
pengikatan sperma dan menginduksi reaksi akrosom. Pelepasan enzim-enzim akrosom
(akrosin) memungkinkan sperma menembus zona pelusida, sehingga akan bertemu dengan
membran plasma oosit. Permeabilitas zona pelusida berubah ketika kepala spermatozoa
menyentuh permukaan oosit. Hal ini mengakibatkan pembebasan enzim-enzim lisosom dari
granul-granul korteks yang melapisi membran plasma oosit. Dimana enzim ini akan
mencegah terjadinya polispermi (reaksi zona).
3. Penyatuan oosit dan membran sel sperma.
Segera setelah spermatozoa menyentuh membran sel oosit, kedua selaput plasma sel tersebut
menyatu. Karena selaput plasma yang menbungkus kepala akrosom telah hilang pada saat
reaksi akrosom, penyatuan yang sebenarnya terjadi adalah antara selaput oosit dan selaput
yang meliputi bagian belakang kepala sperma. Pada manusia, baik kepala dan ekor
spermatozoa memasuki sitoplasma oosit, tetapi selaput plasma tertingal di permukaan oosit.
Selama masa penyatuan masing-masing pronukleus melakukan sintesis DNA. Segera setelah
sintesis DNA, kromosom tersusun dalam gelendong untuk melakukan pembelahan secara
mitosis yang normal.

1. Cunningham, Obstetri William, Edisi 18, Jakarta : EGC, hal 99 100.


2. Harun Yahya, Miracle of Mans Creation, The Indonesian Institute of Science and Society.

3. Llewellyn, 2002, Dasar Dasar Obstetri Ginekologi, Jakarta : Hipokrates, hal 17 20.
4. Prawirohardjo Sarwono, 2009, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
5. Cambridde, 1998. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia dan Sistem Reproduksi. Jakarta : EGC
6. Sadler, T.W, 1996. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta :EGC

Vous aimerez peut-être aussi