Vous êtes sur la page 1sur 11

Laporan Kasus Geriatri

PENGARUH OLAHRAGA PADA LANJUT USIA DI PANTI TRESNA WERDHA BUDI


MULYA TERHADAP ATROFI OTOT (SARCOPENIA)

Disusun oleh:

Faisal Zakiri
NPM: 1102012080
Bidang Kepeminatan : Geriatri
Tutor: dr. Hj. Sri Hastuti, M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


JAKARTA
NOVEMBER 2015

Pengaruh Olahraga Pada Lanjut Usia Di Panti Tresna Werdha


Budi Mulya Terhadap Atrofi Otot (Sarcopenia)
Abstract
Background: Muscle atrophy or loss of muscle mass is a common condition on the elderly, which
happens because of lack of use of the muscles. To prevent such condition, is to keep fit and exercise
the muscles by using it for physical activities. The case report objective is to find the effects and
correlation of physical exercise on the elderly at Elderly Foster Home Tresna Werdha Budi Mulya 1
and muscle atrophy (sarcopenia).
Case Presentation: By doing some sample interviews and observation to the elderly at Elderly Foster
Home Tresna Werdha Budi Mulya 1 that consists of two elderly woman that has different physical
activities and unable to walk anymore but different condition on their muscles. Which one elderly
suffer muscle atrophhy condition and the other one doesnt. Both of them confess that they dont do
much sport, as simple as walking or jogging.
Discussion: The purpose for this case report is to increase the effects of having morning exercise
which being organized by Elderly Foster Home Tresna Werdha Budi Mulya 1 and to increase self
consciousness of how important exercise to keep their body healthy, fit and to sustain their muscle
mass.
Conclusion and suggestion: Amongst elderly, they need to increase their self consciousness about
how important exercise is to keep their body fit, and for the staff of Elderly Foster Home Tresna
Werdha Budi Mulya 1, to increase their manpower and equipment to support the elderly to help them
to go to the morning exercise site.
Keywords: muscle atrophy, sarcopenia, elderly foster home, exercise, physical activities

Latar Belakang
Menurut WHO, prevalensi usia lanjut lebih dari 60 tahun meningkat lebih cepat
dibandingkan populasi kelompok umur lainnya karena peningkatan angka harapan hidup dan
penurunan angka kelahiran. Data demografi dunia menunjukkan peningkatan populasi usia
lanjut 60 tahun atau lebih meningkat tiga kali lipat dalam waktu 50 tahun; dari 600 juta pada
tahun 2000 menjadi lebih dari 2 miliar pada tahun 2050. Hal itu menyebabkan populasi usia
lanjut lebih atau sama dengan 80 tahun meningkat terutama di negara maju . Di Asia
prevalensi sarkopenia 8%-22% pada perempuan dan 6%-23% pada laki-laki.
(Chien M-Y, Huang T-Y, Wu Y-T, 2008).
Proporsi usia lanjut meningkat 6% pada tahun 1950-1990 dan menjadi 8% saat ini.
Proporsi tersebut diperkirakan naik menjadi 13% pada tahun 2025 dan menjadi 25% pada
tahun 2050. Pada tahun 2050 seperempat penduduk Indonesia merupakan penduduk usia
lanjut, dibandingkan seperduabelas penduduk Indonesia saat ini (Abikusno N, 2007). Juga
dilaporkan pada sebuah press bahwa jumlah pasien dengan kekuatan genggam tangan yang
rendah sebesar 8% dan mobilitas terbatas sebesar 2,8% dari 251 pasien geriatri rawat jalan.
(Setiati S, Seto E, Sumantri S, 2013)

Istilah sarcopenia (dari bahasa Yunani yang sarx berarti otot dan penia yang berarti
kehilangan) digunakan oleh Rosenberg dalam mengidentifikasi menurunnya massa dan
fungsi otot yang terkait dengan umur. Sarcopenia ditentukan oleh dua factor: massa awal otot
dan derajat pengurangan massa otot yang diikuti umur. Derajat berkurangnya massa otot
dengan umur tampak cukup konsisten, dengan rata-rata 1-2% per tahun dengan umur 50
tahun keatas. (Marcell T, 2003)

Presentasi Kasus
IDENTITAS PASIEN
Pasien 1

Pasien 2

Nama
: Ny. T
Usia
: 90 Tahun
Pekerjaan
: Asisten Rumah
Tangga
Pendidikan
: Tidak Sekolah
Alamat
: Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulya 1
Status
: Belum Menikah
Keluarga
: Tidak Ada
Agama
: Islam
Ruang
: Wisma Asoka
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 1
No. Rekam Medis
: Tidak diketahui
Riwayat Alergi
: Tidak Ada
Riwayat Masuk
: Tidak Diketahui
Masuk Panti Tahun : 2013

Nama
: Ny. C
Usia
: 72 Tahun
Pekerjaan
: Tidak Bekerja
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulya 1
Status
: Tidak Diketahui
Keluarga
: Tidak Diketahui
Agama
: Islam
Ruang
: Wisma Dahlia
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 1
No. Rekam Medis
: Tidak Diketahui
Riwayat Alergi
: Tidak Ada
Riwayat Masuk
: Rujukan dari
Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit
Masuk Panti Tahun : 2015

Anamnesa
Ny. T, umur 90 tahun, penghuni ruangan Asoka, sudah berada di Panti Sosial TresnaWerdha
Budi Mulia 1 sejak tahun 2013, tidak pernah menikah, beragama Islam, Suku Jawa, dan tidak
pernah sekolah. Setelah dilakukan wawancara, Ny. T mengeluh tidak kuat berdiri lama, dan
sendinya dirasakan kaku dan terkadang sakit jika berjalan. Didapati bahwa Ny. T menderita
gout arthritis. Keadaan ini sudah Ny. T rasakan dari sebelum beliau dimasukkan ke Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 1. Beliau sebelumnya berprofesi sebagai asisten pembantu
rumah tangga, tetapi tidak ditemukan adanya keadaan sarcopenia atau atrofi otot pada beliau.
Beliau mengaku tidak pernah berolahraga, hanya melakukan tugasnya sebagai asisten rumah
tangga. Beliau mengaku suka mengikuti senam pagi yang dilakukan oleh Panti Sosial Trensa
Werdha 1 namun dia tidak kuat untuk melakukannya dengan berdiri sehingga dia
berpartisipasi sambil duduk.
Ny. C, umur 72 tahun, penghuni ruangan Dahlia, sudah berada di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 1 sejak Februari 2015, agama Islam, suku Aceh, pendidikan terakhir SMA namun
tidak pernah bekerja. Beliau terdiagnosis dengan skizofrenia namun masih bisa diajak
berbicara. Beliau memiliki keadaan yang berbeda dibandingkan Ny. T. Setelah dilakukan
wawancara, Ny. C mengaku jarang melakukan olahraga saat masa mudanya karena dianggap
tidak penting dan sekarang sudah tidak kuat untuk berjalan sehingga otot-otot tungkainya
mengalami pengecilan atau atrofi. Beliau mengaku tidak pernah mengikuti program senam
pagi yang dilaksanakan oleh Panti Sosial Tresna Werdha karena sudah tidak kuat berjalan
untuk ke tempat dilaksanakannya senam tersebut.
Pemeriksaan Fisik
Pasien 1 Ny. T
1. Keadaan umum
Kesadaran

: Baik
: Compos Mentis

2. Vital Sign
Tekanan Darah
Suhu
Pernafasan
Nadi

: 150/80 mmHg
: 36o C
: 20x/menit
: 84x/menit

3. Status Gizi
Berat Badan
: 78 Kg
Tinggi Badan
: 155 cm
Indeks Massa Tubuh : 32, 46 Kg/m2
4. Status Generalis
Rambut
Mata
Hidung

: Bersih
: Bersih
: Normal

Mulut
Gigi
Urogenitalis

: Bersih
: Normal
: Normal

Pemeriksaan Penunjang: Didapatkan pada hasil laboratorium kadar asam urat 10,5mg/dL
Riwayat Keluarga
: Tidak Diketahui
Pasien 2 Ny. C
1. Keadaan umum
Kesadaran

: Baik
: Compos Mentis

2. Vital Sign
Tekanan Darah
Suhu
Frekuensi Nafas
Frekuensi Nadi

: Tidak Diketahui
: Tidak Diketahui
: 20x/menit
: 80x/menit

3. Status Gizi
Berat Badan
: Tidak Diketahui
Tinggi Badan
: Tidak Diketahui
Indeks Massa Tubuh : Tidak Diketahui
4. Status Generalis
Rambut
Mata
Hidung
Mulut
Gigi
Urogenitalis

: Bersih
: Bersih
: Normal
: Bersih
: Normal
: Normal

Pemeriksaan Penunjang: Riwayat Keluarga


: Tidak Diketahui

Diskusi
Faal Kontraksi dan Relaksasi Otot

Figur 1. Proses Fleksi dan Relaksasi Otot oleh Aktin dan Jembatan Miosin.
1. Penguraian ATP terjadi di jembatan silang myosin sebelum jembatan berikatan dengan
molekul aktin. ADP dan Fosfat inorganic (Pi) tetap terikat ke myosin, dan energy yang
dihasilkan disimpan di jembatan silang untuk menghasilkan myosin yang berenergi tinggi.
2. Ketika serat otot mengalami eksitasi, Ca2+ menarik kompleks troponin-tropomiosin
menjauhi posisinya yang menyumbat sehingga jembatan silang myosin yang berenergi dapat
berikatan dengan molekul aktin. Kecuali jika tidak adanya eksitasi Ca2+ dan otot tidak
terangsang, maka troponin dan tropomiosin tetap berada dalam posisinya yang menghambat
sehingga aktin dan jembatan silang myosin tidak saling berikatan dan tidak terjadinya
kayuhan oleh jembatan silang myosin (Fase Istirahat).
3. Kontak antara aktin serta myosin ini menyebabkan menekuknya jembatan silang myosin
sehingga terjadinya kayuhan bertenaga oleh jembatan silang myosin.
4. Setelah terjadi kontak antara aktin serta myosin serta terjadinya kayuhan bertenaga, Pi dan
ADP dibebaskan dari myosin yang menyebabkan ATPase myosin bebas untuk mengikat ATP
yang lain. Aktin dan Miosin tetap berikatan di jembatan silang sampai molekul ATP baru
melekat ke myosin pada akhir kayuhan bertenaga. Perlekatan molekul ATP baru
memungkinkan jembatan silang terlepas, yang mengembalikannya ke bentuk semula (tidak
menekuk), siap untuk melakukan siklus baru. Namun jika tidak adanya ATP segar yang
menempel pada myosin untuk melepaskan ikatan antara aktin dan myosin, maka aktin dan
myosin akan tetap berikatan sehingga menyebabkan keadaan yang dinamakan kaku mayat
(Rigor Mortis). (Sherwood,2007)
Terjadinya Atrofi Otot
Jika suatu otot tidak digunakan, maka kandungan aktin dan miosinnya akan berkurang,
seratnya menjadi lebih kecil, dan karenanya menjadi atrofi (massa berkurang) dan lebih
lemah. Disuse atrophy terjadi ketika suatu otot tidak digunakan dalam waktu yang lama
meskipun tidak ada masalah dalam persayarafannya, seperti dikarenakan saat pasien
diharuskan melakukan tirah baring dalam waktu yang lama (Sherwood, L. ,2007).

Figur 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keseimbangan Sintesis dan Degenerasi


Protein pada Otot
Figur 2 diatas menjelaskan bahwa multifactor dari keseimbangan protein otot. Otot rangka
adalah jaringan yang dinamik dan secara konstan merubah proteinnya menjadi asam amino.
Menggunakan perkiraan matematikal, diperkirakan ada sekitar 65-80% asam amino dibentuk
kembali menjadi protein saat pergantian protein otot, dan sekitar 20-35% dari asam amino
harus didapatkan dari asupan makanan, menghasilkan rata-rata perubahan otot sekitar 8-12%
per hari (Mader A, 1988). Otot memerlukan keseimbangan sintesis protein dengan laju
degradasi protein menjadi asam amino dengan dibantu oleh absorpsi asupan asam amino.
Hanya diperlukan sedikit ketidakseimbangan dari sintesis dan degradasi protein dalam waktu
yang lama untuk dapat menghilangkan massa otot yang signifikan (Mosoni L, 1999).
Komponen-komponen Aktivitas dan Kebugaran Olahraga untuk Lansia
a. Keberdayagunaan-mandiri (Self efficacy): istilah untuk menggambarkan rasa percaya
atas keamanan dalam melakukan aktivitas. Hal ini sangat berhubungan dengan ketidaktergantungan dalam aktivitas sehari-hari. Dengan keberdayagunaan mandiri ini mempunyai
keberanian dalam melakukan aktivitas/olahraga.
b. Keuntungan fungsional atas latihan bertahanan (resistance training): berhubungan
dengan hasil yang didapat atas jenis latihan bertahanan antara lain yang mengenai kecepetan
gerak sendi, luas lingkup gerak sendi dan jenis kekuatan yang dihasilkannya (pemendekan
dan pemanjangan otot).
c. Daya tahan (endurance) : daya tahan atau kebugaran akan menurun dengan lanjutnya
usia, dimana penurunan akan terjadi 2x lebih cepat pada orang yang inaktif/sedenter
disbanding atlit. Kebugaran ini turun sebagian karena penurunan massa otot skeletal,
hiangnya otot skeletal, sedangkan sebagian lagi karena penurunan laju jantung maksimal,
penurunan isi jantung sekuncup maksimal dan penurunan oksigen yang dapat di ekstraksi
oleh otot. Latihan kebugaran yang cukup keras pada lansia akan meningkatkan kekuatan yang
didapat dari latihan bertahanan. Hasil akibat latihan kebugaran tersebut bersifat khas (training
specific), sehingga latihan kebugaran akan meningkatkan kekuatan berjalan lebih baik
daripada latihan bertahanan.
d. Kelenturan (elasticity) : pembatasan atas ruang lingkup gerak sendi banyak terjadi pada
usia lanjut, yang sering sebagai akibat keketatan/kekauan otot dan tendon dibanding sebagai

akibat kontraktur sendi. Keketatan otot betis sering memperlambat gerak dorso-fleksi dan
timbulnya kekuatan otot dorsofleksor sendi lutut yang diperlukan untuk mencegah jatuh ke
belakang. Oleh karena itulah latihan kelenturan sendi merupakan komponen penting dari
program latihan/olah raga pagi bagi lanjut usia.
e. Keseimbangan (balance) : Keseimbangan merupakan penyebab utama yang sering
mengakibatkan seorang lanjut usia mudah jatuh. Keseimbangan merupakan tanggapan
motorik yang dihasilkan oleh berbagai factor, diantaranya input sensorik dan kekuatan otot.
Keseimbangan juga bisa dianggap sebagai penampilan yang tergantung atas aktivitas atau
latihan yang terus menerus dilakukan. Keseimbangan menurun dengan lanjutnya usia, yang
bukan hanya karena menurunnya kekuatan otot atau akibat penyakut yang diderita. Latihan
yang dapat membantu memperbaiki keseimbangan ini seperti gerakan menyandar, berbalik,
dan mengangkat, serta gerakan yang bersifat membawa perturbasi, misalnya mendorong ke
berbagai arah untuk menstimulasi tanggapan postural yang benar. (Martono H, 2014).
Aspek Agama Islam
Dalam Islam olahraga dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW seperti olahraga berenang,
memanah, berlari, berkuda, bergulat, dan sebagainya.
Olahraga bertujuan untuk menjadikan manusia sehat dan kuat. Dalam Islam, sehat dipandang
sebagai nikmat kedua terbaik setelah Iman. Selain itu, banyak ibadah dalam Islam
membutuhkan tubuh yang kuat seperti shalat, puasa, haji, dan juga jihad.
Allah berfirman:


Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari
kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan
musuh Allah. (Q.S. 8:60)
Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda:

"Orang Mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang Mukmin
yang lemah".
Ath-Thabrani, dengan sanad jayyid meriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwa beliau
bersabda:
"Segala sesuatu yang bukan dari dzikir kepada Allah adalah permainan yang melalaikan atau
melupakan kecuali empat perkara. Berjalannya seseorang antara dua tujuan
(untuk) memanah, berlatih menunggang kuda, bercumbu rayu dengan istrinya, dan
mengajarkan renang/belajar renang".

Dapat disimpulkan bahwa Allah SWT menyuruh kita untuk mempersiapkan diri dengan
apapun yang kita sanggupi untuk melawan musuh-musuh Allah. Dan Rasulullah SAW,
menyarankan kita untuk berolahraga memanah, berlatih menunggang kuda dan berenang.

Simpulan
Pada kedua sampel lanjut usia yang telah di wawancara, keduanya mengaku jarang
berolahraga. Namun Ny. T, dikarenakan sebelumnya bekerja sebagai asisten rumah tangga
yang banyak melibatkan aktifitas fisik, tidak mengalami atrofi otot di tungkainya dan juga
dia masih berkemauan untuk mengikuti senam yang dilakukan oleh Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulya 1. Sedangkan Ny. C, dikarenakan sudah tidak kuat berjalan, terjadinya
atrofi otot, dan tidak berkemauan untuk mengikuti senam yang dilakukan oleh Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulya 1 karena mengganggap tidak penting, walaupun di agama Islam,
Allah SWT sudah menyuruh umatnya untuk melatih diri dalam melawan musuh Allah dan
Rasulullah juga menyarankan umatnya untuk berolahraga. Tentunya peran dari pengelola dan
staff Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 1 untuk membantu para lanjut usia yang masih
ingin mengikuti senam demi menjaga kebugaran dan mengisi waktu dengan aktivitas fisik,
dan diharapkan dengan kesadaran para lansia dan kegiatan senam yang teratur, para lansia
tidak mengalami sarcopenia atau atrofi otot.

Saran
Diperlukannya bantuan oleh sesama lansia dan/atau oleh staff serta pengelola Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulya 1 kepada lansia dalam melaksakan senam pagi atau aktifitas fisik
serta untuk saling mengingatkan pentingnya olahraga di usia lanjut. Dikarenakan kurangnya
alat seperti kursi roda untuk mencapai tempat pelaksanaan senam ataupun kesadaran para
lansia yang kurang bahwa aktifitas fisik ataupun olahraga penting dalam menjaga keadaan
tubuh serta melatih kekuatan otot sehingga kemandirian dalam bergerak dan berjalan para
lansia dapat dicapai tanpa perlu bantuan alat maupun bantuan personil. Terakhir, dengan
mendekatkan diri kepada Allah lewat Al-Quran dan bertumpu dengan Hadits, akan tumbuh
rasa untuk menyiapkan dan melatih diri dalam melawan musuh-musuh Allah yang salah
satunya adalah dengan berolahraga.

Ucapan Terima Kasih


Puji dan Syukur kepada Allah SWT, karena atas seizin-Nya tugas blok elektif ini dapat
diselesaikan pada waktunya. Saya ucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Sri Hastuti, M. Kes,
selaku tutor kelompok geriatric 4 akan saran dan bimbingannya kepada saya dan anggotaanggota kelompok yang lain serta juga kepada dr. Hj. RW. Susilowati sebagai koordinator
pelaksana blok elektif yang sudah mengantar kami (kelompok kepeminatan geriatri) ke Panti
Tresna Werdha pada kunjungan hari pertama. Juga saya berterima kasih kepada pengurus
serta staff Panti Sosial Tresna Werdha 1 yang sudah berbaik hati menerima kami untuk
melakukan kegiatan case report ini serta Ny. T dan Ny. C yang sudah bersedia saya

wawancara untuk kebutuhan case report saya ini. Serta untuk teman-teman kelompok
geriatric 4 yang saling membantu dan semoga sukses akan apa yang dicita-citakan.

Daftar Pustaka
1. Al-Quran, Surat Al-Anfal, ayat 60.
2. Landi F, et al. Prevalence and Risk Factors of Sarcopenia Among Nursing Home Older
Residents; Oxford University Press on behalf of The Gerontological Society of America;
London; 2011. Page 48-49

3. Marcell T. Sarcopenia: Causes, Consequences, and Preventions, Kronos Longevity


Research Institute, Phoenix, Arizona, 2003. Page 911-2
4. Martono H. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi V; Balai Penerbit
FKUI; Jakarta; 2014. Halaman 94-6
5. Setiati S. Geriatric Medicine, Sarkopenia, Frailty dan Kualitas Hidup Pasien Usia Lanjut:
Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan Kedokteran di Indonesia; eJKI,
FKUI, Jakarta, 2013. Hal. 235
6. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari sel ke system; Penerbit Buku Kedokteran EGC;
Jakarta; 2012. Halaman 285-7, 303
7. Sinclair A, Morley J, Vellas B. Pathys Principles and Practice Of Geriatric Medicine :
Fifth Edition, Volume 1; Wiley-Blackwell; 2012. Page 34-5

Vous aimerez peut-être aussi