Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Sudah merupakan hukum alam bahwa setiap makhluk di dunia ini mengalami proses
penuaan. Pada manusia proses penuaan itu sebenarnya terjadi sejak manusia dilahirkan dan
berlangsung terus sampai mati. Berbeda dengan kaum pria, proses penuaan pada wanita
berlangsung lebih dramatis, terutama karena adanya proses reproduksi dalam
kehidupannya. Setelah kurang lebih 30 tahun lamanya indung telur berfungsi menghasilkan
telur dan hormon-hormonnya terutama estrogen dan progesteron, maka pada usia sekitar 4049 tahun fungsinya akan menurun.
Berkurangnya fungsi indung telur tersebut berlangsung secara berangsur-angsur
antara 4-5 tahun. Pada masa ini, indung telur tidak peka lagi terhadap rangsangan dari otak,
sehingga telur tidak dapat berkembang lagi hingga matang. Dengan demikian jarang terjadi
ovulasi (pengeluaran telur) dan akhirnya berhenti. Indung telur sendiri mengecil dan beratnya
berkurang.
Produksi hormon wanita (estrogen) makin lama makin berkurang sehingga haidpun
menjadi tidak teratur dan akhirnya berhenti. Setelah usia 40 tahun seorang wanita memasuki
fase klimakterium, yang berasal dari kata climacter yang berarti tahun-tahun peralihan.
Klimakterium atau usia mapan, berlangsung dari saat premenopause (kira-kira umur
40 tahun) yaitu pada masa dimana ovarium berangsur-angsur menurun fungsinya dan
berakhir sekitar usia 55 tahun. Pada usia sekitar 49 tahun terjadi menopause (mati haid).1
Menopause merupakan salah satu fase dari kehidupan normal seorang wanita. Pada
masa menopause kapasitas reproduksi seorang wanita berhenti. Ovarium tidak lagi berfungsi,
produksi hormon steroid dan peptida berangsur-angsur hilang dan terjadi sejumlah perubahan
fisiologik. Sebagian disebabkan oleh berhentinya fungsi ovarium dan sebagian lagi
disebabkan oleh proses penuaan. Banyak wanita yang mengalami gejala dan keluhan akibat
perubahan tersebut di atas. Gejala dan keluhan tersebut biasanya berangsur-angsur
menghilang. Walaupun tidak menyebabkan kematian, namun menimbulkan rasa tidak
nyaman dan kadang-kadang menyebabkan gangguan dalam pekerjaan sehari-hari.
Perubahan lain yang terjadi pada wanita menopause adalah perubahan yang terjadi
pada sistem skeletal (tulang) dan kardiovaskular berupa osteoporesis dan penyakit jantung
dan pembuluh darah. Keadaan ini merupakan salah satu hal yang harus ditanggulangi dalam
program asuhan kesehatan wanita.2,5
II. DEFINISI
1. Premenopause
: masa antara usia 40 tahun dan dimulainya siklus haid yang tidak
teratur.
2. Perimenopause (klimakterium) : Masa
perubahan antara
premenopause
dan
menopause, ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur dan disertai pula dengan
perubahan-perubahan fisiologik, termasuk juga masa 12 bulan setelah menopause.
3. Menopause:
Diagnosa dan tersedianya penanganan yang sesuai untuk gejala-gejala perimenopause tidak
hanya memperbaiki kualitas hidup pasien selama beberapa tahun sebelum haidnya berhenti,
tapi juga mereka akan kelihatan menjadi lebih aktif dan akan setuju dengan terapi sulih
hormon selama masa menopause.
Tidak seperti menopause yang secara tepat didefinisikan sebagai 12 bulan sesudah
haid berakhir, waktu untuk perimenopause masih belum jelas. Sama halnya dengan terjadinya
peningkatan absolut dari FSH dan penurunan dramatis dari estradiol didefinisikan sebagai
menopause, sedangkan perimenopause ditandai dengan fluktuasi dari hormon yang
didefinisikan sebagai irregularly irregular.
Menurut WHO: definisi perimenopause adalah 2-8 tahun sebelum menopause dan 1
tahun setelah berakhirnya haid. Definisi kerja yang lebih baik seperti yang dikatakan Dr.
Bachman dkk pada suatu seminar perimenopause, yaitu suatu fase sebelum menopause yang
umumnya terjadi antara umur 40-50 tahun, dimana terjadi transisi dari siklus haid yang
teratur menjadi suatu bentuk siklus yang tidak teratur dan periode amenore yang berhubungan
dengan perubahan hormonal.
Perimenopause merupakan hal yang terjadi individual. Tidak ada 2 orang wanita yang
mempunyai pengalaman atau waktu perimenopause yang sama. Tidak banyak penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui variasi dari lamanya perimenopause, tetapi baik McKinlay
maupun Trealor menyatakan lamanya 4 tahun dengan durasi berkisar 2-8 tahun. Secara
klinik durasinya bisa saja 10 tahun. Perubahan dari masa ovarium sepanjang kehidupan
secara keseluruhan dipengaruhi oleh umur dan perubahan-perubahan ini telah diperlihatkan
secara jelas dalam suatu penelitian oleh Tevilla, dimana telah diautopsi 706 pasang ovarium.
Tervilla menunjukkan bahwa berat ovarium meningkat secara perlahan dalam awal
perkembangannya, kemudian menurun secara tajam sesudah umur 35 tahun. Penurunan masa
ovarium ini menjadi lebih cepat setelah umur 45 tahun. Pengurangan folikel primer dari
ovarium terjadi secara terus-menerus mulai dari kehidupan fetus sampai periode menopause.
Pemeriksaan histologi dari ovarium wanita perimenopause menunjukkan sejumlah
pengurangan dari folikel primer, jarang pada folikel skunder atau folikel Graff maupun
korpus luteum (gambar 2). Penelitian siklus haid selama perimenopause menunjukkan bahwa
interval intermenstruasi kurang berarti sebelum onset dari siklus haid dengan jelas
berhubunngan dengan stadium lanjut dari perimenopause. Dilaporkan terjadi pengurangan 3
hari dalam interval intermenstruasi seorang wanita. Percepatan folikulogenesis merupakan
penyebab dari proses ini. Dibandingkan dengan wanita muda, level FSH meningkat pada
wanita perimenopause. Ini dapat diartikan sebagai kompensasi akibat menurunnya folikel
ovarium atau sebagai akibat menurunnya sekresi dari inhibin.
Pengukuran FSH dan estradiol yang sangat bervariasi selama periode ini dan nilai
kliniknya yang terbatas, tidak begitu penting untuk proses diagnostik. Kadar LH yang
bervariasi dan kurang bernilai dalam mendiagnosis perimenopause. Kadar FSH dapat berguna
dalam menilai fertilitias wanita perimenopause yang ingin hamil. Kadar FSH diukur pada
hari ke-3 dari siklus haid yang dapat memperkirakan fungsi dari ovarium dan cadangan
folikel. Jika kadar FSH <20 mIU/ml, kehamilan masih mungkin terjadi; jika kadarnya antara
20-30 mIU/ml kecil kemungkinan terjadi kehamilan dan kadar FSH 30 mIU/ml menunjukkan
ovarium mengalami menopause dan tidak mungkin terjadi hamil.
Klimakterik merupakan terminologi umum untuk masa transisi dari usia reproduktif ke masa
paskareproduktif dalam kehidupan seorang wanita. Menurut WHO definisi natural
menopause sebagai berhentinya haid secara permanen sesudah 12 bulan amenorea tanpa
penyebab fisiologi atau patologi lain. Berhentinya haid sebagai akibat dari berkurangnya
cadangan folikel ovarium dan menurunnya fungsi dari ovarium itu sendiri yang
mengakibatkan produksi estrogen dan stimulasi lapisan endometrium berkurang. Dari analisis
data secara longitudinal menyatakan bahwa kemungkinan untuk haid spontan pada semua
wanita yang telah mengalami amenorea selama 12 bulan kurang dari 2%. Selama
perimenopause ovulasi terjadi secara tidak teratur karena fluktuasi hormon yang dipengaruhi
aksis hipotalamus-pituitari-ovarium. Sebagai contoh, pada wanita yang mengalami
perimenopause dengan cepat, kadar inhibin B menurun sehingga kadar FSH meningkat tanpa
perubahan berarti pada kadar inhibin A atau estradiol. Kadar FSH dapat naik selama
beberapa siklus tetapi kembali pada kadar premenopause pada siklus berikutnya. Sama
halnya juga konsentrasi estradiol juga dapat menurun atau kadang meningkat selama
perimenopause. Bervariasinya nilai hormonal ini menyulitkan interpretasi terhadap hasil dari
satu uji laboratorium
III. GEJALA-GEJALA PERIMENOPAUSE
Bentuk dari gejala-gejala merupakan dasar diagnosis perimenopause. Gejala-gejala yang ada
sangat bervariasi diantara wanita-wanita. Oleh karena itu diperlukan pendekatan secara
individual dalam penilaian dan pengobatan.
1. Gambaran ringkas dari gejala-gejala perimenopause.
A. Perubahan pola haid
a. Siklus menjadi pendek (2-7 hari) :
Siklus memanjang
Haid tak teratur
b. Perubahan bentuk perdarahan
Hot flushes
Keringat malam
Gangguan tidur
C. Gangguan psikologis/kognitive
Depresi
Irritabilitas
Perubahan mood
D. Gangguan seksual
Kejadian gangguan seksual pada wanita perimenopause bervariasi dan meningkat dengan
bertambahnya umur.
vaginismus.
E. Gejala-gejala somatik
Sakit kepala
Palpitasi
Pusing
A.
Gejala yang paling umum pada wanita perimenopause adalah perubahan dari pola haid. Lebih
dari 90% wanita perimenopause akan mengalami perubahan dalam siklus haid. Siklus yang
memendek antara 2-7 hari sangatlah khas. Sebagai contoh, wanita dengan siklus haid yang
teratur antara 25-35 hari selama usia 20-30 tahun akan mengalami siklus haid lebih sering
terutama disebabkan oleh memendeknya fase folikel. Siklus haid yang sebelumnya menetap
tiap 28 hari akan menjadi siklus 25 atau 26 hari dan pada waktu terjadi perimenopause
kejadian oligomenore meningkat.
Perdarahan yang tidak teratur dapat terjadi karena tidak adekuatnya fase luteal atau sesudah
puncak estradiol yang tidak diikuti ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Pemanjangan
siklus mungkin juga terjadi seperti halnya haid yang tidak teratur. Banyak juga wanita yang
mengalami perubahan dalam banyaknya perdarahan. Perdarahan biasanya lebih banyak pada
awal perimenopause yang disebabkan oleh siklus anovulasi. Kemudian menjadi lebih sedikit.
Beberapa wanita dilaporkan mengalami spotting 1 atau 2 hari segera sebelum haid.
Kombinasi dari spotting, siklus haid yang pendek dan perdarahan yang banyak memberikan
kesan secara subjektif wanita tersebut selalu berdarah. Meskipun perdarahan tidak teratur
sangat umum dan dianggap normal selama perimenopause, berat dan lamanya perdarahan
atau perdarahan diantara siklus haid bukanlah hal yang normal. Adanya perdarahan
mengharuskan klinikus untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut, sepeti biopsi
endometrium untuk menegakkan diagnosis, terutama untuk penderita dengan faktor risiko
yang lain untuk terjadinya karsinoma endometrium seperti oligoovulatoar, obesitas atau
riwayat infertilitas.
Untuk kasus-kasus yang dicurigai, sebelum melakukan biopsi, mungkin berharga bila
ditanyakan pada penderita riwayat perdarahan secara lengkap untuk mendapatkan informasi
yang lebih akurat mengenai pola perdarahan. Tanda awal dari perimenopause adalah
perubahan pada pola perdarahan haid. Keadaan ini diakibatkan defisiensi atau
berfluktuasinya estrogen dan progesteron. Didapatkan sekitar 33% dari seluruh konsultasi
ginekologi berhubungan dengan perdarahan abnormal, dan meningkat menjadi 69% pada
wanita perimenopause dan postmenopause. Penelitian klinik pada wanita perimenopause
menunjukkan bahwa lebih kurang 90% wanita selama perimenopause mengalami
ketidakteraturan haid; hanya 10-12% dari wanita premenopause yang mengalami amenore
mandadak.
Insiden kelainan organik pada uterus mencapai puncaknya pada saat perimenopause. Oleh
karena siklus haid pada periode ini kemungkinan anovulatoar, risiko untuk terjadinya
hiperplasi endometrium akibat unopposed estrogen menjadi lebih tinggi.
B.
Ketidakstabilan vasomotor
Gangguan vasomotor merupakan gejala kedua pada wanita perimenopause. Lebih kurang
85% dari wanita perimenopause mengalami hot flushes, keringat malam dan gangguan tidur
yang merupakan gejala dari ketidakstabilan vasomotor. Intensitas, lamanya serta frekuensi
dari gejala tersebut sangat bervariasi. Kadang kala seorang wanita mengalami 40 kali hot
flushes setiap hari dan badan basah kuyub oleh keringat malam, beberapa yang lain
mengalami 1-2 kali perhari dan merasa sangat susah dan terganggu.
Hot flushes selama perimenopause, temperatur jari-jari mengalami peningkatan kira-kira
3,1
0,30C dan peningkatan ini menetap untuk selama lebih kurang 44 menit. Mekanisme
terjadinya hot flushes ini belum diketahui secara lengkap. Meskipun terjadi perubahan dalam
termoregulasi, imunoreaktif neurotensin, katekolamin dan LH semuanya ditemukan selama
hot flushes, penurunan estradiol merupakan faktor yang lebih dipercaya. Hot flashes
merupakan sensasi mendadak terhadap rasa panas, berkeringat dan kemerahan yang lebih
sering terjadi pada muka,leher dan dada. Chill, clammines dan ansietas juga sering menyertai
hot flashes. Lamanya hot flashes umumnya 1-5 menit dan hanya 6% yang mengalami >6
menit. Gejala ini lebih banyak dialami oleh wanita di Amerika Utara, Eropa dan Australia
sekitar 50-85% dan terjadi secara periodik selama 1-5 tahun. Hanya 10-20% wanita Indonesia
dan 10-25% wanita China yang mengalami hot flashes.
C.
Gangguan tidur
Beratnya gangguan tidur bervariasi dan sering dikeluhkan oleh wanita pada masa
perimenopause. Gangguan tidur bervariasi secara luas dan dapat menjadi kronik atau
sementara. Beberapa pola umum gangguan tidur diantaranya :
Bangun pagi lebih awal dan tidak mampu untuk tidur kembali.
Kesulitan tidur dapat mempengaruhi kualitas hidup secara serius, mengakibatkan kelelahan,
insomnia, depresi, iritabilitas dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Harus dapat
dibedakan apakah gangguan tidur tersebut skunder akibat hot flushes malam hari,
berhubungan dengan depresi atau timbul karena faktor lain, seperti:
Kebiasaan sehari-hari seperti tidur sebentar atau jadwal tidur yang tidak teratur, sehingga
Stimulan seperti kafein, alkohol, nikotin dan beberapa obat; hal lain yang dapat
mempertahankan tidur.
Gangguan seksual
(Obstet Gynecol) Selama masa transisi ke menopause, dimana kadar estrogen menurun,
frekuensi gangguan seksual dilaporkan meningkat. Kejadian gangguan ini cenderung
meningkat sesuai dengan bertambahnya umur.
Gejala-gejala dari gangguan seksual ini antara lain : berkurangnya lubrikasi vagina,
menurunnya libido, dispareuni dan vaginismus. Perubahan ini harus dijelaskan karena banyak
dari para wanita tidak mengetahui adanya pengaruh hormonal. Mereka harus diyakinkan dan
belajar bahwa perubahan-perubahan tersebut merupakan bagian normal pada masa transisi
perimenopause.
1. Kekeringan vagina (vaginal dryness)
Vaginal dryness kadang-kadang dialami akibat berkurangnya produksi estrogen selama
perimenopause. Keadaan ini dapat menyebabkan atropi urogenital dan perubahan dalam
kuantitas dan komposisi sekresi vagina. Perkiraan prevalensi
Sindroma urogenital
Secara embrional uretra dan vagina sama-sama berasal dari sinus urogenital dan duktus
Muller. Selain itu pula, di uretra dan vagina banyak dijumpai reseptor estrogen, sehingga
kedua organ tersebut mudah mengalami gangguan begitu kadar estrogen serum mulai
berkurang. Gangguangangguan tersebut dapat berupa berkurangnya aliran darah, turgor dan
jaringan kolagen. Kekurangan estrogen juga dapat menyebabkan mitosis sel dan pemasukan
asam amino ke dalam sel berkurang.
Pada vulva terjadi atropi sel, epitel vulva menipis. Dijumpai fluor dan perdarahan subepitelial
(kolpitis senilis), vagina menjadi kering, mudah terjadi iritasi dan infeksi.
Pada uretra sel-selnya juga mengalami atropi. Pada uretra tampak otot yang menonjol keluar
seperti prolaps yang kadang-kadang disalahartikan sebagai prolaps uretra. Stenosis uretra
sering juga ditemukan. Stenosis uretra, atropi sel-sel epitel kandung kemih dapat
menimbulkan keluhan Reizblase (iritabel vesika) atau sindroma uretra berupa polakisuria,
disuria bahkan dapat timbul gangguan berkemih.
Di negara-negara barat pengaruh inkontinensia urine pada wanita usia pertengahan antara 2655%. Kadar estrogen yang rendah menyebabkan mukosa uretra dan trigonum menjadi atropi
sehingga kontrol berkemih menjadi lemah.
F.
Gangguan Psikologi/kognitif
Gejala-gejala psikologi dan kognitif seperti depresi, iritabilitas, perubahan mood, kurangnya
konsentrasi dan pelupa juga ditemukan pada banyak wanita perimenopause. Banyak wanita
menggambarkan gangguan ini sebagai perimenopause berat. Seperti diketahui bahwa
kejadian depresi kira-kira 2 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Risiko depresi
mayor adalah 7-12% untuk pria dan 20-25% untuk wanita. Usia rata-rata terjadinya depresi
adalah 40 tahunan.
Data laboratorium menyatakan bahwa hormon ovarium sangat berkhasiat, dimana sinyal
kimiawi perifer secara umum mempengaruhi aktivitas neuronal. Perubahan level estrogen
dan progesteron menunjukkan sejumlah pengaruh neurotransmiter SSP seperti dopamin,
norepinefrin, asetilkolin dan serotonin yang kesemuanya diketahui sebagai modulator untuk
mood, tidur, tingkah laku dan kesadaran.
Selama perimenopause, fluktuasi hormon terutama fluktuasi estrogen dapat mengubah level
neurotransmiter di SSP yang dapat
mempengaruhi tidur, daya ingat dan mood. Penting sekali untuk membedakan perubahan
mood karena pengaruh hormon dengan kelainan depresi mayor. Pada pasien tanpa riwayat
depresi, terapi sulih hormon harus dipertimbangkan.
G.
Gejala-gejala somatik
Beberapa gejala somatik yang sering terjadi selama perimenopause antara lain; sakit kepala,
pusing, palpitasi serta payudara yang membesar dan nyeri. Dari semua keluhan-keluhan di
atas, harus diyakinkan bahwa gejala-gejala tersebut umum terjadi dan bersifat fisiologis.
Pengobatan yang dilakukan bersamaan dengan pendidikan dan suportif harus dilakukan pada
awal timbulnya gejala. Sekarang ini terapi farmakologi dan nonfarmakologi sudah tersedia.
Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa tidak ada pengobatan bagi wanita pada masa
perimenopause, sebab mereka masih menghasilkan estrogen. Dalam banyak kasus,
meyakinkan bahwa gejala-gejala tersebut adalah hal yang nyata dan tidak mengancam
kehidupan mungkin sudah cukup. Tetapi, jika dianggap penting, pengobatan tidak harus
ditunda.
H.
Fertilitas
Gambaran hormonal pada wanita perimenopause bervariasi dengan luasnya secara individual
dan waktu. Pilihan terapi hormonal pada perimenopause tergantung pada keadaan hormonal
pasien. Banyak penelitian mengatakan perlunya terapi kombinasi dengan estrogen dan
progestogen pada perimenopause. Wanita pada masa ini akan mengalami periode iregular dan
interval amenorea, tetapi ovarium mereka tetap menghasilkan estrogen. Sensitivitas
hipotalamus menurun terhadap umpan balik negatif estrogen ovarium karena penurunan yang
progresif sejumlah folikel dan menurunnya sekresi inhibin yang merupakan kontrol selektif
untuk FSH. Masa ini juga ditandai oleh hormonal oscillation sehingga seorang wanita
mempunyai gejala-gejala menopause dalam 1 bulan dan bulan berikutnya dengan siklus
berovulasi dan menjadi risiko untuk terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Limapuluh
persen wanita berumur 40-an masih berpotensi untuk subur dan kehamilan pada kelompok
umur ini disertai dengan mortalitas ibu yang meningkat, abortus spontan, kelainan fetus dan
mortalitas perinatal. Risiko kehamilan kira-kira 10% pada umur 40-44 tahun, 2-3% untuk
umur 45-49 tahun dan risiko tidak menjadi nol untuk wanita lebih dari 50 tahun.
I.
Kekurangan hormon estrogen akan dapat menyebabkan hilangnya massa tulang. Akibatnya
dapat terjadi osteoporosis yang akhirnya akan membuat tulang mudah patah. Osteoporosis
adalah penyakit rapuh tulang usia 50 tahun/lebih yang ditandai dengan berkurangnya densitas
tulang. Pada wanita proses penyusutan tulang lebih besar dibandingkan pria, karena tulang
wanita sangat dipengaruhi oleh estrogen. Penyusutan terjadi sekitar 3% pertahun dan akan
berlangsung terus hingga 5-10 tahun pasca menopause. Sepanjang hidup seorang wanita, total
jarinngan tulang yang menyusut sekitar 40-50%, sedangkan pada laki-laki hanya 20-30%.
Selain digunakan sebagai pengobatan, estrogen juga dapat digunakan sebagai pencegahan
osteoporosis. Bagaimanapun pencegahan adalah lebih baik daripada pengobatan, karena
biaya pengobatan untuk osteoporosis cukup besar. Di Amerika Serikat biaya perawatan patah
tulang akibat osteoporosis pertahun mencapai 20-30 triliyun rupiah. Untuk dapat mencegah
terjadinya osteoporosis, maka estrogen diberikan begitu seorang wanita memasuki usia
menopause dan terus berlanjut sampai 5-10 tahun pasca menopause.
J.
Kelainan kardiovaskular menjadi penyebab utama kematian dan kesakitan pada wanita
menopause. Penyebab lain berturut-turut adalah patah tulang, kanker payudara dan kanker
endometrium. Pada tahun 2000, 38% wanita di Amerika Serikat berumur 45 tahun atau lebih,
pada tahun 2015 proporsi ini akan meningkat menjadi 45%. Satu dari sembilan wanita
berumur 45-64 tahun menderita berbagai macam penyakit kardiovaskular dan setelah 65
tahun rasionya meningkat menjadi 1 banding 3. Kira-kira 40% penyakit koroner pada wanita
berakibat fatal dan 67% dari semua kematian mendadak yang terjadi pada wanita tersebut
tanpa riwayat penyakit jantung koroner. Mereka kehilangan daya tahan terhadap penyakit
jantung koroner akibat berkembangnya menopause, dan meningkatnya insiden penyakit ini
bukan karena perubahan gaya hidup atau faktor risiko tetapi karena perubahan lipoprotein
yang terjadi pada menopause.
Pada wanita menopause HDL kolesterol adalah satu indikator untuk terjadinya penyakit
jantung koroner, dimana untuk setiap peningkatan 10 mg/dL risiko akan menurun sampai
50%. Trigeliserida juga merupakan faktor risiko penting untuk penyakit jantung koroner,
dimana terjadi peningkatan penyakit jantung jika kadar trigeliserida meningkat dan kadar
HDL yang rendah. Banyak bukti yang mengatakan bahwa pengaruh kardioprotektif dari
terapi pengganti estrogen adalah pada kadar lipid serum. Wanita postmenopause yang
mempunyai kadar HDL kolesterol kurang dari 46 mg/dL mempunyai risiko 6 kali lipat untuk
terjadi penyakit jantung koroner dibandingkan dengan wanita dengan kadar HDL kolesterol
lebih dari 67 mg/dL.
lebih
cepat.
Torgerson
dkk
melaporkan
terjadinya premature menopause dan early menopause karena usia menopause ibu yang lebih
muda dibandingkan usia menopause ibu yang normal. Penelitian
dkk di Boston menemukan bahwa wanita dengan riwayat keluarga (seperti ibu, kakak, bibi,
nenek) yang mengalami menopause sebelum usia 46 tahun berisiko tinggi untuk terjadi
menopause yang lebih cepat (early menopause).
2. Merokok.
Telah dibuktikan bahwa merokok menyebabkan menopause terjadi 1- 2 tahun lebih cepat
dibandingkan
tidak
merokok.
Beberapa
penelitian
mendukung
tersebut. Nonetheless,
bukti-bukti
menunjukkan
bahwa
wanita
D. Tanda-tanda Fisik.
1. Indeks maturasi
Penilaian terhadap defisiensi estrogen vagina adalah evaluasi terhadap indeks pematangan
epitel vagina. Prosedur ini dilakukan dengan cara pengambilan sel pada batas atas dan
sepertiga tengah dinding samping vagina menggunakan sikat. Dibuat slide dan dilakukan
pengecatan dengan tehnik Papanicolaou kemudian persentase dari sel parabasal, intermediat
dan superfisialis dihitung. Meskipun indeks maturasi berubah secara bermakna setelah terapi
pengganti estrogen, diagnosis tidak dapat membandingkan indeks maturasi dengan
karakteristik siklus haid.
2. pH vagina
Beberapa peneliti mengatakan bahwa peningkatan pH vagina (6,0-7,5) dimana tidak
ditemukan bakteri patogen menjadi alasan adanya penurunan kadar estradiol serum. Uji ini
dilakukan secara langsung dengan kertas pH pada dinding lateral vagina. Perubahan pH dapat
diakibatkan oleh berubahnya komposisi dari sekresi vagina yang menyertai atropi.
3. Ketebalan kulit
Estrogen menstimulasi pertumbuhan epidermal dan promotes pembentukan kolagen dan
asam hialuronik sehingga turgor dan vaskularisasi kulit bertambah. Selama klimakterik,
berkurangnya kadar estrogen mengakibatkan epidermis menjadi tipis dan atropi.
E. Uji laboratorium
1. Pengukuran FSH
Pengukuran kadar plasma FSH telah dilakukan untuk mencoba mengidentifikasi wanita
perimenopause dan postmenopause. Kadar FSH yang tinggi menunjukkan telah terjadi
menopause yang terjadi pada ovarium. Ketika ovarium menjadi kurang responsif terhadap
stimulasi FSH dari kelenjar pituitari (produksi estrogen sedikit), kelenjar pituitari
meningkatkan produksi FSH untuk mencoba merangsang ovarium menghasilkan estrogen
lebih banyak. Bagaimanapun, banyak klinikus dan peneliti meragukan nilai klinik dari
pengukuran
FSH
pada
wanita
perimenopause
dimana
kadar
FSH
longitudinal
akhir-akhir
ini
melaporkan
bahwa
wanita
dengan early
IV. DIAGNOSA
Estradiol <50pg/mL
Sitologi vagina
Densitometer
USG transdermal
V. PENGOBATAN
Periode meno pause telah dikenal sebagai masa dimana terdapat perubahan fisiologis yang
dramatis. Pada periode ini faktor-faktor risiko penting dapat berkembang dengan percepatan
penyakit seperti osteoporesis. Gejala-gejala pada menopause seperti perdarahan uterus harus
didiagnosa dan ditangani secara tepat. Terdapat perbaikan kualitas hidup secara berarti
dengan pengobatan terhadap gejala-gejala perimenopause. Perbaikan pengobatan tersebut
meliputi hot flashes, gangguan tidur, kelelahan dan moodiness. Gejala dapat diobati sebelum
haid berhenti; menunggu sampai haid berhenti baru kemudian diobati tidak mempunyai dasar
fisiologi. Jika penderita masih dalam siklus, estrogen dosis rendah dengan progesteron dapat
digunakan secara sinkron. Sebagai alternatif, kontrasepsi oral dosis rendah dapat digunakan
dan kadang-kadang estrogen dosis rendah tanpa progesteron dapat mengobati hot flashes
dengan efektif pada wanita yang tampak masih berovulasi.
Wanita dengan haid yang tak teratur harus dievaluasi adanya hiperplasia endometrium;
ketidakteraturan sering disebabkan oleh siklus anovulasi dan dapat diobati dengan
progesteron untuk mnecegah perdarahan yang memanjang. Kontrasepsi oral juga dapat
mengobati masalah ini dengan efektif, meskipun kandungan hormon pada pil ini lebih besar
dari dosis hormon pengganti. Morbiditas utama selama perdarahan pada masa perimenopause
karena anovulasi atau adanya fibroid atau polip. Meskipun anovulasi akan berespon terhadap
pengobatan, lesi pada uterus seperti fibroid atau polip akan menjadi parah dengan terapi
hormonal. Masalah lain yang dapat diobati dengan efektif pada periode perimenopause
adalah sakit kepala migren. Gejala ini sering dicetuskan oleh menurunnya dan
berfluktuasinya kadar estrogen terutama pada perimenopause. Penggunaan estrogen dosis
rendah yang ditempel dapat membantu mencegah fluktuasi hormon pada periode ini.
Onset penyakit kronis seperti osteoporesis dimulai pada masa menopause. Terdapat
kehilangan substansi tulang sebelum menopause, disarankaan agar pasien yang berisiko harus
diobati selama perimenopause. Sebagai tambahan, periode transisi yang panjang menjadi
faktor risiko untuk terjadinya osteoporesis. Intervensi menjadi bentuk pengobatan untuk
menjaga agar kadar estrogen normal, seperti digariskan di atas. Wanita perimenopause juga
kehilangan pengaruh kardioprotektif penting karena menurunnya kadar estrogen. Terdapat
pengaruh vasodilatasi pada arteri koronaria begitu juga pengaruh terhadap lipid. Terapi sulih
hormon merupakan suatu intervensi untuk pasien yang menderita angina dan palpitasi
jantung.
Perimenopause telah dikenal lebih jauh sebagai bagian terpisah dalam proses menopause.
Kenyataannya, perimenopause mungkin lebih penting dalam hal gejala-gejalanya daripada
periode postmenopause awal ataupostmenopause lanjut. Kejadian fisiologis ini memberikan
kesempatan pada klinikus untuk melakukan pemeriksaan dalam program kesehatan
pencegahan yang akan memelihara atau memperbaiki kualitas hidup mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Pearce, Evelyn C. 2000. Anatomi dan Fisiolog untuk Paramedis Edisi Barui. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Derek LJ, 2011. Dasar obstetri dan Genekologi. Edisi Ke 6.Jakarta: Hipokkrater
Prawirohardjo, sarwono. 2002. Edisi Ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Wiknjosastro. 2007. Ilmu Kebidanan . Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
Sastrawinata, S. 2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. dan Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi
9. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis, Edisi 9.
Jakarta: EGC