Vous êtes sur la page 1sur 9

Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan

Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh

REKAYASA DAUN SALAM UNTUK PENGAWETAN IKAN DALAM UPAYA


MENGHINDARI PENGGUNAAN EFEK FORMALIN TERHADAP KESEHATAN
TUBUH
Nurwijayanti*, Hasdianah*, Byba Melda Suhita**
*
Dosen Program Ilmu Kesehatan Masyarakat
**
Dosen Program pendidikan Ners
STIKes Surya Mitra Husada Kediri
ABSTRAK
Usaha pengawetan ikan yang dapat dilakukan cukup beragam mulai dari
pengawetan ikan dengan suhu rendah atau pendinginan, penggaraman, pemindangan
yang merupakan upaya pengawetan gabungan antara pemanasan dan penggaraman,
pengeringan ikan dan fermentasi .Daun salam mengandung tannin, flavanoid, saponin,
triterpenoids, polifenol, alkaloid, dan minyak atsiri. daun salam, secara tidak sadar
masyarakat telah menggunakan ekstrak kandungan daun salam dalam
masakannya..Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui. untuk mengidentifikasi tingkat
organoleptik (warna,tekstue,bau) diberikan daun salamdan untuk mengidentifikasi
secara biologis pada ikan setelah diberikan daun salam.
Penelitian ini menggunakan Rancangan penelitian ini menggunakan desain true
eksperimental dengan pendekatanPost test control desain,.sampelnya ikan gurami.
Variable independen dalam penelitian ini adalah daun salamdependenya adalah ikan
gurami. Dalam pengambilan data menggunakan observasi Tehnik Pengumpuan Data
untuk uji organoleptik Tehnik pengumpulan data menggunakan lembar Observasi untuk
mengetahui tingkat organoleptik dan Untuk pengumpulan data mikroba dengan uji TPC
(Total Plate Count).
Dari hasil penelitian pemeriksaan organoleptik pada ikan gurami setelah
diberikan perlakuan menunjukkan pada pengamatan daging dan warna daging
menunjukkan ada perbedaan setelah diberikan perlakuan. hasil pemeriksaan mikroba
pada ikan gurami setelah diberikan perlakuan terdapat positif bakteri dan terdapat dua
jenis bakteri yaitu Stapilococus dan Coliform .Dari hasil uji analisis terdapat perbedaan
anatara empat perlakuan tersebut dan yang paling baik pada perlakuan ikan gurami +
Aquadest.
Ekstrak daun salam penyimpanan akan lebih baik dan lebih awet,dibandingkan
dengan penyimpanan menggunakan Formalin,baik ditinjau dari segi organoleptik,maupun
dari segi kumannya,dengan ekstrak daun salam lebih awet dan aman untuk dikonsumsi.
Kata kunci: Ikan gurami,ekstrak daun salam dan formalin

120

Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan
Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh

ENGINEERING SALAM LEAF ON FISH PRESERVATION


TO AVOID THE USE OF FORMALINS EFFECT FOR BODY HEALTH
ABSTRACT
Fish preservation can be done in various way, for example preservation fish with
low temperature or cooling, salting, pickling which is combination from heating and
salting, drying and fermenting. salam leaf contains tannins, flavonoids, saponins,
triterpenoids, polyphenols, alkaloids,and atsiri oils. Insensibly, people have been using
extract of salam leaf for their food. This research aims to determine and to identify the
level of organoleptic (color, texture, smell) in fish biologically after being given salam
leaf.
This study used experimental design with post test control design approach.
Independent variable in this research is salam leaf and depend variable is carp. Data
collecting used observation technique for organoleptic test data using observation sheet
to determine the level of organoleptic and microbial for data collection to test TPC (total
plate count).
From the research result of carp organoleptic after given treatment showed there
is change on meat and meat colour. Microbial on carp after given treatment shows there
is positive bacteria and there are two types of bacteria (stapilococus and coliform). From
analysis exam resultthere iar differences among four treatments and the best one is carp
+aquadest.
The storage of extract salam leaf is better and ong lasting than storage using
formalin reviewed from organoleptic terms and bacteria terms, using extract of salam
leaf will be longer lasting and safe for consumption.
Keywords: Carp Fish, extracts of salam leaf, formalin

Latar Belakang
Ikan laut memiliki kekurangan,
yaitu
lebih
cepat
membusuk
dibandingkan daging unggas dan
mamalia.
Hal tersebut
karena
kandungan air yang tinggi (80%), pH
tubuh ikan yang mendekati netral,
dan daging ikan yang sangat mudah
dicerna
oleh
enzim
autolysis
menyebabkan daging sangat lunak
sehingga menjadi media terbaik
pertumbuhan
bakteri
pembusuk
(Adawyah, 2007). Pembusukan ikan
laut merupakan suatu kerugian bagi
nelayan sehingga diperlukan suatu
pengawetan yang dapat menjaga
kualitas ikan.
Usaha pengawetan ikan yang
dapat dilakukan cukup beragam
mulai dari pengawetan ikan dengan
suhu rendah atau pendinginan,
penggaraman, pemindangan yang
merupakan
upaya
pengawetan
gabungan antara pemanasan dan
penggaraman, pengeringan ikan dan
fermentasi
(Adawyah,
2007).
Pengawetan dengan bahan kimia

berbahaya seperti formalin kerap


dilakukan dengan alasan harga
formalin
yang
relatif
murah
dibandingkan
dengan
bahan
pengawet yang aman (Hastuti, 2010).
Hasil penelitian Rahmawati (2006)
dan Larasati (2006) dalam Zaelani
dan
Kartikaningsih
(2008),
memperlihatkan ikan segar dan ikan
pindang yang beredar di kota Malang
mengandung
formalin.
Formalin
merupakan
salah
satu
bahan
tambahan makanan terlarang namun
masih digunakan secara luas di
masyarakat.
Penggunaannya
bertujuan untuk memperpanjang
masa
simpan
bahan
pangan
(Zuraidah, 2007). Dampak formalin
pada kesehatan manusia yang
langsung terlihat yaitu iritasi, alergi,
kemerahan, mata berair, rasa
terbakar, sakit perut dan pusing,
bahkan dalam jangka waktu lama
dapat menyebabkan kanker.
Berdasarkan
fakta-fakta
tersebut, diperlukan suatu bahan
pengawet ikan yang berasal dari

121

Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan
Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh

bahan alami. Bahan alami yang telah


ditemukan
diantaranya
adalah
citosan, asap cair, dan daun teh.
Akan tetapi dewasa ini, bahan
pengawet alami tersebut relatif
mahal, sehingga perlu usaha untuk
menemukan bahan pengawet alami
yang lebih murah. Hasil beberapa
penelitian
menunjukan
bahwa
rempah dan daun-daun tanaman asli
Indonesia mengandung senyawa
aktif anti mikroba yang berpotensi
untuk dijadikan sebagai pengawet
alami.
Senyawa aktif di dalam daun
teh yang berguna sebagai pengawet
ikan juga terdapat pada daun salam.
Daun teh mengandung komponen
penghambat pertumbuhan bakteri
seperti
flavanoid,
alkanoid,
triterpenoids (Muawan dan Prasetyo,
2010).
Sedangkan daun salam
mengandung
tannin,
flavanoid,
saponin,
triterpenoids,
polifenol,
alkaloid, dan minyak atsiri (Utami,
2008).
Tanaman
salam
(Syzygiumpolyanthum Wight) oleh
masyarakat
Indonesia
biasa
digunakan sebagai pelengkap bumbu
dan
obat.
Sebagai pelengkap
masakan,
daun
salam
yang
digunakan
terlebih
dahulu
dikeringkan, secara tidak sadar
masyarakat
telah
menggunakan
ekstrak kandungan daun salam
dalam
masakannya.
Dalam
pengobatan, daun salam digunakan
untuk pengobatan kolesterol tinggi,
kencing manis, tekanan darah tinggi,
sakit maag, dan diare (Utami, 2008).
Berdasarkan pemikiran bahwa daun
salam merupakan bahan alami yang
telah lama digunakan sebagai bahan
pelengkap
masakan
dan
kandungannya yang sama dengan
daun teh yang telah dijadikan bahan
pengawet alami ikan, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa daun salam
berpotensi sebagai pengawet alami
ikan.
Desain Penelitian

Rancangan
penelitian
ini
menggunakan
desain
true
eksperimental dengan pendekatan
Post test control desain, sampelnya
ikan gurami. Variable independen
dalam penelitian ini adalah daun
salam, dependenya adalah ikan
gurami. Ada empat perlakuan yaitu
Ikan Gurami + Daun Salam, Ikan
Gurami + Rebusan Daun salam, Ikan
Gurami + aquadest dan Ikan Gurami
Kontrol Positif. Masing masing 24 jam
dan 48 jam masing-masing dua
ulangan setiap perlakuan. Dalam
pengambilan data menggunakan
observasi. Tehnik pengumpulan data
menggunakan
lembar
observasi
untuk
mengetahui
tingkat
organoleptik, dan untuk pengumpulan
data mikroba dengan uji TPC (Total
Plate Count). Analisis Data
Analisa data menggunakan
diskriptif kwalitatif dan anova
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Organoleptik bau pada
ikan gurami setelah perlakuan
Berdasarkan hasil organoleptik
untuk bau ikan gurami yang memiliki
nilai rendah yaitu pada perlakuan
kontrol positif dengan hasil semuanya
memiliki bau busuk dan pada
perlakuan B (ikan gurami dengan
ekstrak daun salam) memiliki nilai
tinggi untuk bau ikan gurami yaitu
berbau segar. Timbulnya bau busuk
dan bau amoniak pada ikan kontrol
positif
disebabkan oleh adanya
pertumbuhan mikroba. Menurut Ilyas
(1983) bahwa terjadinya pembusukan
pada ikan gurami lebih bersifat
ketengikan
oksidatif.
Perubahan
tersebut terjadi akibat adanya peristiwa
oksidasi lemak sehingga menimbulkan
bau tengik yang tidak diinginkan.
Setiap sel jaringan tubuh ikan
mengandung enzim yang bertindak
sebagai
katalisator
dalam
pembangunan dan penguraian kembali
setiap senyawa dan zat yang
merupakan komponen kimia ikan.
Pada ikan yang masih hidup,kerja
enzim selalu terkontrol sehingga

122

Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan
Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh

aktivitasnya mengguntungkan bagi


kehidupan ikan itu sendiri. Setelah ikan
mati
enzim
masih
mempunyai
kemampuan untuk bekerja secara
aktif. Namun sistem kerja enzim
menjadi tidak terkontrol karena organ
pengontrol
tidak berfungsi
lagi.
Akibatnya enzim dapat merusak organ
tubuh ikan. Peristiwa ini disebut
autolysis dan berlangsung setelah ikan
melewati
fase
rigormortis.
Ciri
terjadinya perubahan secara autolysis
ini adalah dengan dihasilkannya
amoniak
sebagai
hasil
akhir.
Penguraian protein dan lemak dalam
autolysis menyebabkan perubahan
rasa,tekstur dan penampakan ikan.
Berdasarkan hasil analisis uji
organoleptik untuk bau pada ikan
gurami setelah diberikan perlakuan
baik yang 24 jam dan 48 jam
diperoleh hasil sebagai berikut; pada
perlakuan yang 24 jam tidak ada
perbedaan yang siknifikan dan pada
perlakuan 48 jam terdapat perdedaan
yang siknifikan 0,003 ( <0,05) dalam
perlakuan.
Hasil
Uji
lanjut
menunjukkan tingkat organoleptik
pada bau yang paling baik perlakuan
yang ke 2 (ikan gurami + ekstrak
daun salam) lihat lampiran
Dari data diatas untuk lama
penyimpanan (48 Jam) menunjukkan
bahwa ikan yang direndam dengan
ekstrak daun salam memiliki bau
yang masih segar. Tidak munculnya
bau dengan penggunaan ekstrak
daun salam karena didalam daun
salam mengandung Daun salam
mempunyai kandungan kimia yang
terdiri dari tannin, saponin, flavanoid,
alkaloid, dan terpenoid (Hustani,
2009). Kandungan kimia dalam daun
salam memiliki potensi sebagai
antibakteri dan antifungi. Penelitan
yang pernah dilakukan melaporkan
bahwa ekstrak etanol daun salam
dapat
menghambat
50%
pertumbuhan E.coli pada konsentrasi
343,0836
/ml
dan
dapat
menghambat pertumbuhan B. subtilis
pada konsentrasi 1.425,2794 /ml
(Hustani, 2009). Widiyawati (2012)

melaporkan senyawa flavanoid dan


terpenoid yang terkandung dalam
ekstrak
etanol
daun
salam
mempunyai
aktivitas
antifungi
terhadap Candida albicans. Sumono
dan Wulan (2009) melaporkan bahwa
air rebusan daun salam dapat
mengurangi jumlah koloni bakteri
Streptoccus sp. Penelitian lainnya
melaporkan bahwa ekstrak methanol
daun salam dapat menghambat
pertumbuhan vegetatif Fusarium
oxysporum
(Noveriza
dan
Miftakhurohmah, 2010).
Tingkat Organoleptik mata pada ikan
gurami setelah perlakuan
Berdasarkan hasil organoleptik
untuk mata ikan gurami yang memiliki
nilai rendah yaitu pada perlakuan
kontrol positif dengan hasil semuanya
memilik Mata tidak terang dan tidak
jernih
dan
tenggelam
dan
berkerutdan pada perlakuan B (ikan
gurami dengan ekstrak daun salam)
memiliki nilai tinggi untuk mata ikan
gurami yaitu Mata tampak terang
jernih,menonjol
dan
cembung.
Adanya perubahan mata pada ikan
gurami selama penyimpanan berarti
mengalami kemunduran mutu dan
tidak lagi aman untuk dikonsumsi
sebagai akibat mulai berkembangnya
bakteri adalah mata menjadi cekung
terbenam dan pudar sinarnya
(Ilyas,1983)
Berdasarkan hasil analisis uji
organoleptik untuk mata pada ikan
gurami setelah diberikan perlakuan
baik yang 24 jam dan 48 jam
diperoleh hasil sebagai berikut; pada
perlakuan yang 24 jam tidak ada
perbedaan yang siknifikan dan pada
perlakuan 48 jam terdapat perdedaan
yang siknifikan 0,005 ( <0,05) dalam
perlakuan.
Hasil
Uji
lanjut
menunjukkan tingkat organoleptik
pada mata yang paling baik
perlakuan yang ke 2 (ikan gurami +
ekstrak daun salam).
Adanya hubungan antara lama
penyimpanan (48) jam dengan
menggunakan ekstrak daun salam
menunjukkan bahwa kandungan

123

Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan
Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh

dalam ekstrak daun salam dapat


menghambat
berkembangnya
bakteri. Menurut Ilyas (1983) bahwa
salah satu akibat dari mulainya
berkembang bakteri adalah mata
agak cekung menjadi terbenam dan
memudar sinarnya.

memiliki nilai rendah yaitu pada


perlakuan kontrol positif dengan hasil
semuanya memiliki Daging tidak
kenyal dan mudah lepas dari
tulangdan pada perlakuan B (ikan
gurami dengan ekstrak daun salam)
memiliki nilai tinggi untuk daging ikan
gurami yaitu. Daging kenyal dan
melekat pada tulang. Daging lunak
menandakan
rigormortis
telah
selesai, Pada penyimpanan 48 jam
secara organoleptik daging agak
lunak,sisik mulai mudah terlepas.
Menurut Berhimpon (1993) bahwa
perubahan tekstur dimana daging
menjadi lunak terjadi apabila ikan
sudah mulai mengalami kemunduran
mutu. Hal tersebut disebabkan mulai
terjadinya perombakan pada jaringan
otot daging oleh proses enzimatis.
Perubahan rigormortis merupakan
akibat
dari
suatu
rangkaian
perubahan kimia yang kompleks
didalam
otot
ikan
sesudah
kematiannya.
Setelah
ikan
mati,sirkulasi darah terhenti dan
suplei oksigen berkurang sehingga
terjadi perubahan glikogen menjadi
asam
laktat.
Perubahan
ini
menyebabkan
pH
tubuh
ikan
menurun,diikuti
pula
dengan
penurunan
jumlah
ATP
serta
ketidakmampuan
jaringan
otot
mempertahankan
kekenyalannya.
Kondisi inilah yang dinamakan
rigormortis.
Berdasarkan hasil analisis uji
organoleptik untuk daging pada ikan
gurami setelah diberikan perlakuan
baik yang 24 jam dan 48 jam
diperoleh hasil sebagai berikut; pada
perlakuan yang 24 jam tidak ada
perbedaan yang siknifikan dan pada
perlakuan 48 jam terdapat perdedaan
yang siknifikan 0,003 ( <0,05) dalam
perlakuan.
Hasil
Uji
lanjut
menunjukkan tingkat organoleptik
pada daging yang paling baik
perlakuan yang ke 2 (ikan gurami +
ekstrak daun salam).
Analisis kandungan mikroba pada
ikan gurami setelah perlakuan

Tingkat Organoleptik Insang pada


ikan gurami setelah perlakuan
Berdasarkan hasil organoleptik
untuk insang ikan gurami yang
memiliki nilai rendah yaitu pada
perlakuan kontrol positif dengan hasil
semuanya memiliki Insang berwarna
coklat tua dan suram sekali dan
pada perlakuan B (ikan gurami
dengan ekstrak daun salam) memiliki
nilai tinggi untuk insang ikan gurami
yaitu Insang berwarna merah sampai
merah tua,terang. Pada perlakuan
kontrol positif secara organoleptik
insang mulai timbul kepudaran warna
menjadi merah agak suram yaitu dari
merah muda menjadi merah coklat,
tampak
lendir
tebal.
Menurut
Berhimpon (1993) bahwa ikan yang
baru ditangkap mengandung mikroba
secara alami terkonsentrasi pada tiga
bagian yaitu permukaan kulit,insang
dan isi perut. Berdasarkan dari data
yang ada,maka dapat dikatakan
bahwa terjadinya perubahan warna
pada insang tersebut sebagai akibat
terjadinya peningkatan jumlah bakteri
Berdasarkan hasil analisis uji
organoleptik untuk insang pada ikan
gurami setelah diberikan perlakuan
baik yang 24 jam dan 48 jam
diperoleh hasil sebagai berikut; pada
perlakuan yang 24 jam tidak ada
perbedaan yang siknifikan dan pada
perlakuan 48 jam terdapat perdedaan
yang siknifikan 0,009 ( <0,05) dalam
perlakuan.
Hasil
Uji
lanjut
menunjukkan tingkat organoleptik
pada insang yang paling baik
perlakuan yang ke 1 (ikan gurami +
daun salam)
Tingkat Organoleptik Daging pada
ikan gurami setelah perlakuan
Berdasarkan hasil organoleptik
untuk daging ikan gurami yang

124

Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan
Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh

Kandungan mikroba pada berbagai


perlakuan yang diberikan rata-rata
jumlah koloni lebih dari 300 hal
tersebut menunjukkan jumlah bakteri
melebihi ambang batas. Untuk jenis
bakteri
yang
ditemukan
pada
perlakuan ini adalah COLIFORM,
STAPILOCOCUS. Bakteri coliform
adalah golongan bakteri intestinal,
yaitu
hidup
didalam
saluran
pencernaan
manusia.
Bakteri
coliform adalah bakteri indikator
keberadaan bakteri patogenik lain.
Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal
adalah bakteri indikator adanya
pencemaran
bakteri
patogen.
Penentuan coliform fekal menjadi
indikator pencemaran dikarenakan
jumlah koloninya pasti berkorelasi
positif dengan keberadaan bakteri
patogen. Selain itu, mendeteksi
coliform jauh lebih murah, cepat, dan
sederhana daripada
mendeteksi
bakteri
patogenik
lain.
Staphylococcus merupakan bakteri
berbentuk bulat yang terdapat dalam
bentuk tunggal, berpasangan, tetrad
atau berkelompok seperti buah
anggur. Nama bakteri ini berasal dari
bahasa Staphele yang berarti
anggur.
Beberapaspesies memproduksi
pigmen berwarna kuning sampai
oranye.
Misalkan
Staphylococcusaureus,
ini
merupakan
bakteri
yang
membutuhkan
Nitrogen
Organik
(Asam
Amino)
untuk
pertumbuhannya
dan
bersifat
fakultatif.
Kebanyakan
galur
Staphylococcus
aureus
bersifat
patogen
dan
memproduksi
enterotoksin yang tahan panas,
dimana
ketahanan
panasnya
melebihi sel vegetatifnya. Beberapa
galur,
terutama
yang
bersifat
patogenik, lipolitik dan betahemolitik
(Syarief &Halid,1993).
Pada beberapa perlakuan yang
dilakukan
semuanya
terdapat
mikroba dalam hal ini adalah
stapilococus dan coloform. Dengan
ditemukan jumlah koloni bakteri

tersebut
mengakibatkan
banyak
perubahan pada ikan gurami selam
ikan hidup, bakteri yang terdapat
dalam saluran pencernakan, insang,
saluran darah, dan permukaan kulit
ikan tidak dapat merusak atau
menyerang bagian-bagian ikan. Hal
ini disebabkan bagian-bagian tubuh
ikan tersebut mempunyai batas
pencegahan terhadap penyerangan
bakteri.
Setelah
ikan
mati
kemampuan barrier tadi hilang
sehingga bakteri segera masuk ke
dalam daging ikan melalui keenam
bagian tadi. Jumlah bakteri yang
terdapat dalam tubuh ikan ada
hubungannya
dengan
kondisi
perairan ikan ada hubungannya
dengan kondisi perairan tempat ikan
tersebut hidup.
Bakteri
yang
umumnya
ditemukkan pada ikan adalah bakteri
Pseudomonas
serangan,
basidiomonas,
Alkaligenes,
Micrococcus, Sarcina, vibrio dll.
Selama penyimpanan pada suhu
rendah
bakteri
Acetobacter,
Pseudomonas, meningkat lebih cepat
dibandingkan dengan organisme
lainnya. Pada tahap pembusukan
bakteri-bakteri ini mencapai 80% dari
total flora pada ikan. Perbedaan jenis
dan jumlah bakteri yang dijumpai
pada
ikan
disebabkan
oleh
perbedaan suhu yang dipengaruhi
oleh musim dan letak geografis,cara
penangkapan dan penangan ikan.
Senyawa yang dihasilkan dalam
dekomposisi bakterial yang daapat
digunaakan sebagai petunjuk untuk
tingkat kesegaran ikan.
Akibat serangan bakteri,ikan
mengalami perubahan, yaitu lendir
menjadi lebih pekat, bergetah, amis,
mata terbenam dan pudar sinarnya,
serta insang berubah warna dengan
susunan
tidak
teratur
danbau
menusuk. Bakteri-bakteri tersebut
menyerang tubuh ikan mulai dari
insang atau luka yang terdapat pada
kulit menuju jaringan daging ikan dan
dari permukaan kulit menuju ke
jaringan tubuh bagian daalam.

125

Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan
Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh

Dari hasil penelitian yang telah


dilakukan pada ikan gurami yang di
bungkus daun salam ,direndam
dengan ekstraksi air daun salam ,dan
kontrol tanpa perlakuan daun salam
,yaitu
menggunakan
aquadest
ternyata pada uji kuman dengan
menggunakan : Ekstrak daun salam
sangat baik untuk
penggunaan
mengawetkan ikan ,dimana dengan
ekstrak daun salam tidak terdapat
pertumbuhan
bakteri
yang
pathogenik,dan pada organoleptik
tidak timbul bau yang spesipik,dan
tekstur daging masih baik.Pada
penyimpanan dengan ekstrak daun
salam ditemukan pada 24 jam
penyimpanan 345 Cfu Calsiform dan
342 Cfu Staphilococus dan dengan
penyimpanan
selama
48
jam
ditemukan 456 Cfu Calsiform dan
567 Cfu Staphilococus pada agar
nutrient (uji kuman umum),dan
jumlah tersebut masih dalam batasan
Normal,karena pada kontrol positip
pada 24 jam jumlah Bentukan
Calsiform adalah 456 Cfu dan 457
Cfu Staphilococus,sedangkan pada
48 jam ditemukan 642 Cfu bentukkan
Calsiform, serta 543 Staphilococus,
dari
pengamatan
tersebut
disimpulkan bahwa dengan ekstrak
daun salam penyimpanan akan lebih
baik dan lebih awet, dibandingkan
dengan penyimpanan menggunakan
Formalin, baik ditinjau dari segi
organoleptik, maupun dari segi
kumannya,dengan
ekstrak
daun
salam lebih awet dan aman untuk
dikonsumsi.Kesimpulan ekstrak daun
salam dapat digunakan sebagai
pengawet
ikan
dalam
upaya
menghindarkan
penggunaan
Formalin sebagai pengawet ikan
ditinjau terutama dari segi kesehatan.

pemeriksaan mikroba pada ikan


gurami setelah diberikan perlakuan
terdapat positif bakteri dan terdapat
dua jenis bakteri yaitu Stapilococus
dan Coliform dan hasil uji analisis
terdapat perbedaan anatara empat
perlakuan tersebut dan yang paling
baik pada perlakuan ikan gurami +
Aquadest.
Perlu dikalukan pemeriksaan
lebih
lanjut
terhadap
perkembangbiakan bakteri terkait
jumlah koloni bakteri, uji sensitivitas
bakteri dan uji biokimia bakteri. Perlu
dilakukan penambahan pada jumlah
ulangan yang ada
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah,
Rabiatul.
2007.
Pengolahan dan Pengawetan
Ikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Agustini, Winarni.,dkk. (2008). Paket
Teknologi Penanganan Ikan
Segar Dengan Pemanfaatan
Bahan Alami.Laporan Penelitian.
Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan
Universitas
Diponegoro.
Algiansyah.
2009.
Kemampuan
Ekstrak Dedaunan Berpotensi
Antioksidan untuk Memodulasi
Apostosis pada Sel Khamir.
Skripsi. Program Studi Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan
Alam
Institut
Pertanian Bogor.
Barus,
Pina.2009.
Pemanfaatan
Bahan
Pengawet
dan
Antioksidan Alami pada Indutri
Bahan
Makanan.
Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru
Besar Tetap dalam Bidang Ilmu
Kimia Analitik pada Fakultas
MIPA Universitas Sumatera
Utara.
Hastuti, Sri.2010. Analisis Kualitatif
dan Kuantitatif Formaldehid
pada Ikan Asin di Madura.
AGROINTEK Vol. 4, No.2
Agustus 2010.
Hustani, Mega N. 2009. Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

Kesimpulan dan Saran


Dari hasil pemeriksaan organoleptik
pada ikan gurami setelah diberikan
perlakuan
menunjukkan
pada
pengamatan daging dan warna
daging menunjukkan ada perbedaan
setelah diberikan perlakuan. Hasil

126

Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan
Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh

Salam (Syzygium polyanthum


Wight)
terhadap
Bakteri
Penyebab
Diare.
Skripsi.
Fakultas Ilmu Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan
Universitas
Jenderal Soedirman.
Jawetz, E., Melnick, J.L., dan E.A.
Adelberg. 1996. Mikrobiologi
Kedokteran.
Penerbit
ITB,
Bandung.
Junianto. 2003. Teknik Penanganan
Ikan.
Depok:
Penebar
Swadaya.
Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di
Laboratorium. Radja Grafindo
Persada, Jakarta.
Masduki, I. 1996. Efek Antibakteri
Ekstrak Biji Pinang (Arecha
catechu) terhadap S. aureus
dan E.coli In vitro. Cermin
Dunia Kedokteran, 109,22.
Muawan, Lutfhi dan Prasetyo, Agung
B.T. 2010. The Potential of the
Tea Leaf Extract (Camellia
synensis L) as Natural Marine
Fish Preservatives. Prepared to
Follow National Selection of
Internation
Conference
of
Young Scientist 2011. State
Senior
High
School
1
Purwareja
Klampok
Banjarnegara.
Noveriza,
Rita
dan
Miftakhurohmah.2010.
Efektivitas Efek Metanol Daun
Salam (Euginiapolyantha) dan
Daun
Jeruk
Purut
(Cytrushistrix)
sebagai
Antijamur pada Pertumbuhan
Fusariumoxysporum.
Jurnal
LITRI Vol.16 No.1. Maret
2010:6-11.
Nurhidayati, Ratna. 2007. Pengaruh
Lama
Penyulingan
dan
Perbedaan
Konsentrai
terhadap Aktivitas Antibakteri
Minyak Atsiri Daun Salam.
Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas
Jenderal
Soedirman.
Robinson,T. 1995. Kandungan Kimia
Organik Tumbuhan Tinggi.

Penerjemah Padmawinta, K.
Penerbit ITB, Bandung.
Setiawan,
Iwan.,
Darmadji,
Purnomo., dan Rahardjo, Budi.
1997. Pengawetan Ikan dengan
Pencelupan dalam Asap Cair.
Prosiding Seminar Teknologi
Pangan.
Sumono, Agus dan Wulan, Agustin.
2009.
Kemampuan
Air
Rebusan
Daun
Salam
(Eugeniapolyantha W) dalam
Menurunkan Jumlah Koloni
Bakteri
Streptococcus
sp.
Majalah Farmasi Indonesia 20
(3): 112-117.
Utami, Indah Wahyu. 2008. Efek
Fraksi Air Ekstrak EtanolDaun
Salam (Syzygium Polyanthum
Wight.) Terhadap Penurunan
Kadar Asam Urat Pada Mencit
Putih (Mus Musculus) Jantan
Galur Balb-C Yang Diinduksi
Dengan
Kalium
Oksonat.
Skripsi.
Fakultas
Farmasi
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta.
Widaningrum dan Winarti, Christina.
2010. Kajian Pemanfaatan
Rempah-Rempah
Sebagai
Pengawet Alami pada Daging.
Seminar Nasional Hari Pangan
Sedunia XXVII.
Widiyawati.2012. Aktivitas Antifungi
Ekstrak Etanol Daun Salam
(Syzygium
polyanthum)
terhadap Candida albicans.
Skripsi.
Fakultas
Ilmu
Kedokteran
dan
Ilmu
Kesehatan
Universitas
Jenderal Soedirman.
Yuharmen., Eryanti, Yum., dan
Nurbalatif. 2002. Uji Aktivitas
Antimikroba Minyak Atsiri dan
Ekstrak Metanol Lengkuas
(Alpinia galanga). Laporan
Penelitian.
Jurusan
Kimia
Universitas Riau.
Zaelanie, Kartini dan Kartikaningsih,
Hartati.
2008.
Pengaruh
pengukusan
dan
Penggorengan pada Kadar
Formalin
Ikan
Layang

127

Rekayasa Daun Salam untuk Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan
Efek Formalin terhadap Kesehatan Tubuh

(Decapterus
spp)
Berformalin.Jurnal
Penelitian
Perikanan Vol.11 No:1, Juni
2008: 37-41.
Zulaekah,
Siti.,
Widiyaningsih,
Endang Nur. 2005. Pengaruh
Konsentrasi Ekstrak Daun Teh
pada Pembuatan Telur Asin
Rebus terhadap Jumlah Bakteri
dan Daya Terimanya. Jurnal
Penelitian dan Sains Teknologi
Vol: 6 No:1 :1-13.

128

Vous aimerez peut-être aussi