Vous êtes sur la page 1sur 17

BAB I

TINJAUAN TEORI IKTERUS NEONATORUM

1.1
1.1.1

Tinjauan Medis
Pengertian
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya

bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah
(Brooker, 2001).
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat
penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi
bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin
bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan.
Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3 setelah
lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya
pada hari ke 10. ( Nursalam,2005)
1.1.2

Etiologi

1. Peningkatan produksi Billirubin dapat menyebabkan:


a) Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah ibu dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
b) Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c) Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d) Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
f)

(beta), diol (steroid).


Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin

Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.


g) Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia

atau

karena

pengaruh

obat-obat

tertentu

misalnya

Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.

4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.


5.

1.1.3

Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

Fisiologi
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah bilirubin

yang larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam
hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan
kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan albumin (Albumin binding site). Pada
bayi yang normal dan sehat

serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan

menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum


bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
1.1.4

Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan

sel darah merah /RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi,
dimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Globin (protein ) digunakan
kembali oleh tubuh sedangkan heme akan dirubah menjadi bilirubin unkonjugata
dan berikatan dengan albumin.
Didalam liver bilirubin berikatan dengan protein plasma dan dengan bantuan
ensim glukoronil transferase dirubah menjadi bilirubin konjugata
dikeluarkan lewat saluran empedu ke saluran intestinal.

yang akan

Di Intestinal dengan

bantuan bakteri saluran intestinal akan ddirubah menjadi urobilinogen dan


starcobilin yang akan memberi warna pada faeces. Umumnya bilirubin akan
diekskresi lewat faeces dalam bentuk stakobilin dan sedikit melalui urine dalam
bentuk urobilinogen.
Pada BBL bbilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek didalam
usus karena

terdapat beta glukoronidase yang berperan penting terhadap

perubahan tersebut. Bilirubin inddirek diserap lagi oleh usus kemudian masuk
kembali ke hati .
Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :
1. Faktor produksi yng berlebihan melampaui pengeluaran : hemolitik yang
meningkat
2. Gangguan uptake dan konjugasi hepar karena imaturasi hepar.
3. Gangguan transportasi ikatan bilirubin + albumin menuju hepar , defiiensi
albumin menyebabkan semakin banyak bilirubin bebas ddalam darah yang

mudah melewati sawar otak sehingga terjadi kernicterus


4. Gangguan ekskresi akibat sumbatan ddalam hepar atau diluar hepar, karena
kelainan bawaan/infeksi atau kerusakan hepar karena penyakit lain.
Web of caution
-

Produksi billirubin yang berlebihan


Gangguan transportasi
Gangguan Pada fungsi Hepar
Gannguan Ekskresi
Hiperbilirubin /

Bilirubin bebas dalam darah


meningkat

Ikterus

Perubahan Suhu
Tubuh
Resiko Hipotermi/
Hipertermi

Bilirubin dalam darah


terikat albumin
Defisiensi albumin

Mudah melekat pada


sel otak
Defisiensi immunologi

Kerusakan Otak
(kern ikterus)

Resiko Infeksi
Letargi Kejang

Bayi tidak / lemah dalam


daya menghisap

Menghambat Jalan Nafas


Resiko gangguan
pertukaran gas

Pemenuhan intake cairan tubuh


tidak adekuat

Asupan nutrisi tidak


adekuat

Kekurangan
Volume Cairan

Nutrisi Kurang dari


Kebutuhan tubuh

1.1.5

Manifestasi Klinis
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu
dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
3

1. Dehidrasi: Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntahmuntah)


2. Pucat : Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan
golongan

darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah

ekstravaskular.
3. Trauma lahir: Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup
lainnya.
4. Pletorik (penumpukan darah): Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh
keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit) . Sering dikaitkan dengan infeksi congenital,
sepsis atau eritroblastosis
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) . Sering berkaitan dengan
anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus obstruktif,
selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
1.1.6 Klasifikasi
Ikterus pada neonatorum dapat dibagi dua :
1. Ikterus fisiologi
Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-6 dan
menghilang hari ke 10. Bayi tampak biasa , minum baik , BB naik biasa. Kadar
bilirubin pada bayi aterm tidak lebih dari 12 mg /dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan
akan hilang pada hari ke-14. Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena
kekurang protein Y dan , enzim glukoronil transferase yang cukup jumlahnya.
2. Ikterus Patologis
a.

Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan ,, serum bilirubin total lebih
dari 12 mg/dl.

b.

Peningkatan bilirubin 5 mg persen atau lebih dalam 24 jam

c.

Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature atau


12 mg/dl pada bayi aterm.

d.

Ikterus yang disertai proses hemolisis

e.

Bilirubin Direk lebih dari

mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum

mg/dl/jam atau 5 mg/dl/hari.


f.

Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm dan 14 hari
pada BBLR.

Keadaan yang menyebabkan ikterus patologis adalah

1. Penyakit hemolitik
2. Kelainan sel darah merah
3. Hemolisis : hematoma, Polisitemia, perdarahan karena trauma jalan lahir.
4. Infeksi
5. Kelainan metabolic : hipoglikemia, galaktosemia
6. Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti :
sulfonaamida, salisilat, sodium bensoat, gentamisin,
7. Pirau enterohepatik yang meninggi : obstruksi usus letak tinggi, hirschsprung.
1.1.7

Pemeriksaan Penunjang

1. Kadar bilirubin serum (total)


2. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
3. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
4. Pemeriksaan kadar enzim G6PD
5. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia.
6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT
rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
1.1.8

Penatalaksanaan
Berdasarkan pada

penyebabnya,

maka

manejemen

bayi

dengan

Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari


Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1.

Menghilangkan Anemia

2.

Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi

3.

Meningkatkan Badan Serum Albumin

4.

Menurunkan Serum Bilirubin

1.1.8.1 Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the
blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi
menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin

tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah
Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke
Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati
(Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar
mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis
dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4
-5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus
di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa

ilmuan

mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama


pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
1.1.8.2 Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1.

Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.

2.

Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.

3.

Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.

4.

Tes Coombs Positif

5.

Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.

6.

Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.

7.

Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.

8.

Bayi dengan Hidrops saat lahir.

9.

Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :


1.

Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)


terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.

2.

Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)

3.

Menghilangkan Serum Bilirubin

4.

Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan

dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam
kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari
sampai stabil.
1.1.8.3 Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi
Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus
Enterohepatika.

1.1.9

Komplikasi
Komplikasi Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak dengan gambaran klinik:

1. Letargi/lemas
2. Kejang
3. Tak mau menghisap
4. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
5. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus,
kejang
6. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.

1.2

Konsep Inkubator

1.2.1

Pengertian Inkubator
Inkubator adalah lemari logam yang berdiri di atas roda. Inkubator dapat

dimasuki dari dua arah yang dilengkapi dengan kipas angin sederhana, sistem pemans
dan panel pengontrol. Dan juga dalam inkubator terdapat beberapa lubang pintu yang
dapat dilalui bayi sehingga tidak banyak mengakibatkan hilangnya panas dan zat asam.
Di sekitar pintu terdapat lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai jalan masuk pipa,

kabel, alat pemantau di dalam inkubator (Barbara Glover dan Christine Hodson, 1995;
63).
1.2.2

Cara Menggunakan Inkubator


Melakukan perawatan bayi dalam inkubator merupakan cara memberikan

asuhan keperawatan. Bayi dimasukkan ke dalam alat yang berfungsi membantu


terciptanya suhu lingkungan yang cukup dengan suhu normal. Dengan penatalaksanaan
perawatan di dalam inkubator terdapat dua cara yaitu dengan cara tertutup dan terbuka.
1) Inkubator Terbuka :
(1) Pemberian inkubator terbuka dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian
perawatan pada bayi
(2) Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu normal
dan kehangatan
(3) Membungkus dengan selimut hangat
(4) Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran
udara
(5) Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala
(6) Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat bahan bayi.
2) Inkubator Tertutup :
(1) Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan tertentu
seperti anpea dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi tetap hangat
dan oksigen selalu tersedia.
(2) Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung
(3) Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan
observasi
(4) Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh
(5) Pengaturan oksigen selalu diobservasi
(6) Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan suhu

27 o C.
1.2.3

Pengaturan Suhu Inkubator


Berat Badan
Lahir (gram)

0 24 jam

2 3 hari

4 7 hari

8 hari

(0C)

(0C)

(0C)

(0C)

1500

34 36

33 35

33 34

32 33

1501 2000

33 34

33

32 33

32

2001 2500
> 2500

33

32 33

32

32

32 33

32

31 32

32

Keterangan :
Apabila suhu kamar 28 29 derajat celcius hendaknya diturunkan 1 derajat celcius
setiap minggu dan apabila berat badan bayi sudah mencapai 2000 gram bayi boleh
dirawat di luar inkubator dengan suhu 27 derajat celcius.
1.3

Pemeriksaan Derajat Ikterus


Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk

penilaian ikterus, Kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai
dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit, tumitpergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak
kaki dan telapak tangan.

Dalam pemeriksaan kramer, bayi yang diamati harus telanjang, dilakukan di


bawah

pencahayaan

yang

terang

dicatat

berdasarkan

pada

perkembangan

cephalocaudal. Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang
tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain lain.

1.4
Tinjauan Asuahan Keperawatan
1.4.1 Pengkajian
1.4.1.1 Anamnese orang tua/keluarga
Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang mengalami
neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah). Ada sudara yang menderita penyakit
hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter

kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu , ikterus kemungkinan kaena
pengaruh pregnanediol
1) Riwayat kelahiran:
Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan
merupakn predisposisi terjadinya infeksi
2) Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan
gangguan nafas (hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubn.
3) Bayi dengan apgar score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia) , acidosis
yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
4) Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh (hepar).
1.4.1.2 Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun
2) Kepala leher
Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa pada mulut. Dapat
juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan langsung pada daerah
menonjol untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning)
3) Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
4) Dada : Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas.
5) Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya ikterus yang
disebabkan oleh adanya infeksi
6) Perut
- Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati. Hal ni
berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi.
- Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan photo terapi. Perut membuncit,
muntah , mencret merupakan akibat

gangguan

metabolisme bilirubun

enterohepatik
7) Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis bacterial,
tixoplasmosis, rubella
8) Urogenital : Urine kuning dan pekat, adanya faeces yang pucat / acholis /
seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran
empedu
9)

Ekstremitas: Menunjukkan tonus otot yang lemah

10) Kulit : Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas
menurun, perdarahan baah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
11) Pemeriksaan Neurologis adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain lain
menunjukkan adanya tanda tanda kern - ikterus
1.4.2 Rencana Asuhan Keperawatan
1.4.2.1 Diagnosa Keperawatan 1

10

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan intake tidak adekuat dan
kemapuan menghisap turun
1)

Batasan Karakteristik
Mayor (harus terdapat)
Seseorang yang mengalami puasa dilaporkan atau mempunyai ketidakcukupan
masukan makanan, kurang dari yang dianjurkan sehari-hari (RDA) dengan atau
tanpa terjadinya penurunan berat badan dan atau kebutuhan metabolic actual
atau potensial pada kelebihan masukan terhadap penurunan berat badan

Minor (mungkin terdapat)


(1) Berat badan 10% - 20% di bawah normal dan tinggi serta kerangka tubuh di
bawah ideal
(2) Lipatan kulit trisep, lingkar lengan tengah dan lingkar otot
(3) Pertengahan lengan kurang 60% dan ukuran standar
(4) Kelemahan dan nyeri tekan otot
(5) Mudah tersinggung dan bingung
(6) Penurunan albumin serum
(7) Penurunan transferin atau kapasitas pengikat zat besi
2)

Tujuan
Meningkatkan dan menjaga asupan kalori dan status gizi bayi

3)

Kriteria hasil :
Bayi akan :
(1) Menerima nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan sesuai dengan umur dan
kebutuhan
(2) Mendemonstrasikan peningkatan ketrampilan dalam cara makan yang sesuai
dengan kemampuan perkembangannya

4)

Implementasi dan rasional


(1) Mulai pemberian makan sementara dengan menggunakan selang sesuai indikasi
R:

Pemberian makan perselang mungkin perlu untuk memberikan nutrisi


adekuat pada bayi yang telah mengalami koordinasi, menghisap yang
buruk dan reflek menelan atau yang menjadi lelah selama pemberian
makan

11

(2) Masukkan ASI atau formula dengan perlahan selama 10 menit pada kecepatan 1
ml/mnt
R:

Pemasukan makanan ke dalam lambung yang terlalu cepat dapat


menyebabkan respons balik cepat dengan regurgitasi peningkatan resiko
aspirasi dan distensi abdomen, semua ini menurunkan status pernafasan

(3) Pertahankan termonetral lingkungan dan oksigenasi jaringan dengan tepat.


Gangguan pada bayi harus seminimal mungkin
R:

Stress dingin hypoxia, dan penanganan yang berlebih meningkatkan laju


metabolisme dan kebutuhan kalori bayi, kemungkinan memperlambar
pertumbuhan dan peningkatan berat badan

(4) Catat pertumbuhan dengan membuat pengukuran BB setiap hari dan setiap
minggu dari panjang badan dan lingkar kepala
R:

Pertumbuhan dan peningkatan BB adalah kriteria untuk penentuan


kebutuhan kalori untuk menyesuaikan formula dan untuk menentukan
frekuensi pemberian makan. Pertumbuhan mendorong

peningkatan

kebutuhan kalori dan kebutuhan energy


(5) Beri makan sesering mungkin sesuai indikasi berdasarkan BB bayi dan
perkiraan kapasitas lambung
R:

Bayi kurang dari 1250 gr (2 bl 12 OZ) diberi makan setiap jam, bayi
antara 1500 dan 1800 (3 bulan OZ sampai 4 bl) diberi makan setiap 3
jam

1.4.2.2 Diagnosa Keperawatan 2


Resiko infeksi berhubungan dengan defisiensi immunologi
1) Batasan Karakteristik
Mayor
Terdapat tanda-tanda infeksi seperti kalor, dolor, rubor, tumor dan fungsiolesa
2) Tujuan pasien tidak menunjukan adanya tanda-tanda peradangan
3) Kriteria hasil
1. Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor, fungsiolesa)
2. Orang tua akan mengidentifikasi faktor yang tepat
4)

Tindakan Keperawatan
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi
R:

Meminimalkan introduksi bakteri dan penyebaran infeksi

12

2. Observasi bayi terhadap abnormalitas kulit (misal : lepuh, pethiciae, pustule,


pucat)
R:

Abnormaliotas ini mungkin merupakan tanda-tanda infeksi

3. Pakai sarung tangan saat bersentuhan dengan secret


R:

Membantu mencegah kontaminasi silang terhadap bayi

4. Jauhkan bayi dari sumber infeksi


R:

Mencegah terjadi penularan infeksi pada bayi

5. Lakukan perawatan tali pusat secara aseptik dan mempertahankan tetap bersih
dan kering
R:

Menjaga tidak terjadi infeksi

1.4.2.3 Diagnosa Keperawatan 3


Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan bilirubin
1) Batasan karakteristik :
Mayor
Dispnea saat melekukan aktivitas
Minor:
- Konfusi / agitasi
- Bernapas dengan bibir
- Latergi atau keletihan
2)

Tujuan Keperawatan : Pertukaran gas kembali adekuat setelah dilakukan


tindakan keperawatan.

3)

Kriteria Hasil :
- bayi tidak sesak napas
- Leukosit dalam batas normal.
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.

Intervensi dan Rasional


1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
R : Untuk mengetahui perubahan tanda-tanda vital
2. Monitor kedalaman dan frekuensi pernapasan.
R : Untuk evaluasi derajat distress
3. Observasi kulit dan membran mukosa
R : Untuk mengetahui sianosis perifer ( pada kuku) dan sianosis sentral ( pada
sekitar bibir)
4. Atur posisi tidur semi fowler/ nyaman menurut pasien.
R : Menurunkan tekanan diafragma dan melancarkan O2

13

5. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian O2


R : Memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi TBC
R: Mencegah perkembangbiakan dan mematikan mikrobakterium tuberkulosis
1.4.2.4 Diagnosa Keperawatan 4
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan,
1) Batasan karakteristik :
Mayor :
(1) Ketidakcukupan masukan cairan per oral.
(2) Tidak adanya keseimbangan antara asupan dan haluaran.
(3) Membran mukosa atau kulit kering.
(4) BB kurang.
Minor :
(1) Meningkatnya Na darah.
(2) Menurunnya haluaran urine.
(3) Sering berkemih.
(4) Turgor kulit menurun.
(5) Haus atau mual atau anoreksia.
2) Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat.
3) Kriteria hasil :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Turgor kulit baik.


Mukosa lembab.
Mata tidak cekung
Tidak ada penurunan urine out put ( 1-3 cc/kg/BB/jam).
Penurunan BB dalam batas normal.
Tidak ada perubahan kadar elektrolit tubuh.

Intervensi Dan Rasional


(1) Pemberian cairan dan elektolit sesuai protokol.
(2) R :Memenuhi kebutuhan cairan sehingga tubuh akan terpenuhi untuk menjamin
keadekuatan Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, turgor, membran mukosa.
R : Dapat menentukan tanda-tanda dehidrasi dengan tepat.
(3) Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan.
R : Mengetahui keseimbangan antara masukan dan pengeluaran.
(4) Monitor TTV.
R : Mengetahui status perkembangan pasien.

14

(5) Kaji hasil test elektrolit.


R : Perpindahan cairan atau elektrolit, penurunan fungsi ginjal dapat meluas
mempengaruhi penyembuhan pasien.

1.4.2.5 Diagnosa Keperawatan 5


Risiko tinggi hipotermia dan hipertermia

berhubungan dengan sistem

pengaturan suhu tubuh yang belum matang


1) Batasan karakteristik
Mayor (80% - 100%)
Hipotermia :
(1) Penurunan suhu tubuh di bawah 35.50 C (960 F) per rectal
(2) Kulit dingin
(3) Pucat (sedang)
(4) Menggigil (ringan)
Hipertermia
(1) Suhu lebih tinggi dari 37,80 C (1000 F) per oral atau 38,8 0 C (1010 F) per rektal
Minor (50% - 79%)
Hipotermia
(1) Kebingungan mental atau mengantuk atau gelisah
(2) Nadi dan pernafasan menurun
(3) Kakeksia atau malnutrisi
Hipertermia
(1) Kulit kemerahan
(2) Hangat pada sentuhan
(3) Peningkatan frekuensi pernafasan
(4) Takikardia
(5) Menggigil atau merinding
(6) Dehidrasi
2) Tujuan
15

Menjaga suhu tubuh dalam batas normal yaitu 36 37 5 o C


3) Kriteria hasil :
Bayi akan :
(1) Mempertahankan suhu tubuh normal 36 37 5 o C

(2) Akral hangat


(3) Tidak sianosis
(4) Badan berwarna merah
4) Implementasi dan Rasional
(1) Observasi suhu dengan sering, ulangi setiap 5 menit selama penghatan ulang
R:

Hipotermia membuat bayi cenderung pada stress dingin, penggunaan


simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbaiki bila ada dan
penurunan sensitivitas untuk meningaktkan kadarCO2 (hiperkapnea dan
penurunan kadar O2 (hipoksia)

(2) Perhatikan adanya takipnea atau apnea, cyanosis, umum, akrosianosi atau kulit
belang, bradikardia, menangis buruk, letargi, evaluasi derajat dan lokasi icterik
R:

Tanda-tanda ini menandakan stress dingin yang meningkatkan O 2 dan


kalori serta membuat bayi cenderung pada asidosis berkenaan dengan
metabolic anaerobic

(3) Tempatkan bayi pada penghangat, isolette, incubator, tempat tidur terbuka
dengan penyebar hangat, atau tempat tidur bayi terbuka dengan pakaian tepat
untuk bayi yang lebih besar atau lebih tua
R:

Mempertahankan lingkungan termometral, membantu mencegah stress


dingin

(4) Gunakan lampu pemanas selama prosedur. Tutup penyebar hangat atau bayi

dengan penutup plastic atau kersta aluminum bila tepat. Objek panas berkontak
dengan tubuh bayi seperti stetoskop
R:

Menjaga suhu tubuh bayi dalam batas normal

(5) Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah. Pertahankan kepala bayi tetap

tertutup
R:

Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi

16

DAFTAR PUSTAKA
Wong. (1999). Nursing Care of Infants Children. Mosby Year Boodc Philadelphia.
Prof. Dr. Rustam Muchtar, MPH. Sinopsis Obstetric, Obstetric Fisiologi Obstetris
Patologi. Jilid I, Edisi 2. Editor Delilutan DSOG.
Perawatan Ibu di Pusat Kesehatan Masyarakat Surabaya
Markum, A.H (1991). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. JiliI. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI. Jakarta.
Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik.
Terjemahan Tim PSIK Unpad. Jakarta: EGC.
Klaus and Forotaff. (1998). Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi 4. Jakarta:
EGC.

17

Vous aimerez peut-être aussi