Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
menjawab, masih pikir-pikir, dan masih ragu-ragu, kecuali Abu Bakar bin Abi
Quhafah. Tatkala aku berbicara dengannya, dia tidak menunda-nunda
(pembenarannya) dan dia tidak ragu-ragu..
Tatkala Nabi Saw diperjalankan oleh Allah SWT dalam peristiwa Isra Miraj,
tidak sedikit orang yang langsung menolak kabar dari beliau mentah-mentah,
bahkan ada sebagian kaum muslimin yang murtad, atau masih ragu-ragu, Abu
Bakar secara cerdas membenarkannya dan mengatakan: Jangankan kabar dari
Muhammad Saw bahwa di berjalan di malam hari dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqshaa, sedangkan kabar yang diperolehnya dari langit dalam sekejap
saja saya terima.
Dengan keyakinan itu pula Abu Bakar siap dibina dengan Islam dan siap
berjuang untuk Islam. Abu Bakar berani dan siap mengambil resiko berhadapan
dengan Quraisy dalam mendakwahkan Islam. Imam Ibnu Katsir dalam
kitabnya Al Bidayah wan Nihayah menuturkan: Tatkala Rasulullah Saw
melaksanakan perintah Allah SWT untuk memperkenalkan kelompok
dakwahnya secara terang-terangan (lihat QS. Al Hijr ), dengan cara
membentuk dua barisan yang dikepalai Hamzah r.a. dan Umar r.a. menuju
Kabah, maka di situlah, di depan perwakilan para kabilah di Makkah, Abu
Bakar r.a. berpidato. Dan orang-orang Quraisy pun memukulinya sampai
mukanya babak belur dan pingsan. Namun setelah siuman, yang ditanyakan
pertama kali adalah: Bagaimana keadaan Rasulullah? Pantaslah dia
mendapatkan gelar As Shiddiiq, artinya yang lurus, yang benar, yang
membuktikan kebenaran ucapannya dengan perbuatan.
Pidato Pertama Sebagai Khalifah Pertama
Setelah pembaiatan Abu Bakar r.a. sebagai Khalifah, beliau r.a. berpidato: Hai
saudara-saudara! Kalian telah membaiat saya sebagai khalifah (kepala negara).
Sesungguhnya saya tidaklah lebih baik dari kalian. Oleh karenanya, apabila
saya berbuat baik, maka tolonglah dan bantulah saya dalam kebaikan itu; tetapi
apabila saya berbuat kesalahan, maka tegurlah saya. Taatlah kalian kepada saya
selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian mentaati
saya, apabila saya berbuat maksiat terhadap Allah dan Rasul-Nya. (lihat Abdul
Aziz Al Badri, Al Islam bainal Ulama wal Hukkam).
Pidato khalifah Abu Bakar r.a. di atas menunjukkan bahwa beliau sebagai
khalifah tidak pernah menganggap dirinya sebagai orang yang suci yang harus
diagung-agungkan. Tak ada dalam kamus beliau: The chaliphate can do no
wrong! Beliau justru mengedepankan supremasi hukum syariah, dan
menjadikan loyalitas dan ketaatan warga negara kepadanya merupakan satu
paket dalam ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. Beliau menjadikan syariah
Allah sebagai standar untuk menentukan benar dan salah yang harus diikuti
tidak hanya oleh rakyat, tapi juga oleh penguasa. Apa yang beliau nyatakan di