Vous êtes sur la page 1sur 18

MAKALAH PENCERNAAN ( DUA )

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETUS MELLITUS

KELOMPOK 4/3.A
Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

(14.321.0011)
ENDAH WIDIAWATI
(14.321.0014)
(14.321.0024)
MAYA
(14.321.0029)
M ALDO NASRULLOH
(14.321.0030)
NANIK ROHMAWATI
(14.321.0043)
SARI MURDIYANI (14.321.0048)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG

DIABETES MELLITUS

i. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2002).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron. (Arif Mansjoer, 1999 : 580)
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis
dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Sylvia A Price and Lorraiene M. Wilson, 1995 : 1111)
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
Diabetes Melitus (DM) merupakan syndrom gangguan metabolisme secara
genetis dan klinis termasuk heterogen akibat defisiensi sekresi insulin atau
berkurangnya efektifitas dari insulin yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik baik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah.

B.

Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

i.

Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
d. Infeksi
Pada kasus diabtes tipe 1 yang terjadi pada anak, sering kali didahului
dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang. Penyebanya
adalah infeksi oleh virus, seperti mumps dan coxsackie, yang dapat
merusak sel pancreas dan menimbulkan diabetes. Seringkali keadaan
ini tidak diwaspadai. Tanpa disadari, si anak tiba-tiba kondisinya
merosot, kejang, atau koma karena glukosa darah tinggi, anak ini harus
segera diobati dengan insulin. (Tandra Hans, 2007).

2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th).

Risiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia,


terutama diatas 40 tahun, serta mereka yang kurang gerak badan,
massa ototnya berkurang, dan berat badanya makin bertambah.
Namun, belakangan ini, dengan makin banyknya anak yang
mengalami obesitas, angka kejadian diabetes tipe 2 pada anak dan
remaja pun meningkat. (Tandra Hans, 2007)
Risiko diabtes meningkat sejalan bertambahnya usia, terutama setelah
usia 40 tahun, karena jumlah sel-sel beta didalam pancreas
memproduksi insulin menurun seiring bertambahnya umur. (Ramaiah
Savitri, 2007)
b. Obesitas
Mungkin kegenmukan ini adalah factor resiko yang paling penting
untuk diperhatikan. Sebab, melojaknya angka kejadian diabetes tipe 2
sangat terkait dengan obesitas. Menurunkan berat badan bukan sekedar
soal berdiet, tetapi juga menyangkut perubahan gaya hidup, olahraga,
meninggalkan sedentary life atau hidup santai. Semua ini harus
dilakukan dengan penuh disiplin, kesabaran, dan ketekunan. Lebih dari
8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2 adalah meraka yang kelewat
gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan
resisten terhadap kerja insulin (insulin resistence), terutama bila lemak
tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut
(central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga
glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel dan menumpuk dalam
peredaran darah. (Tandra Hans, 2007)
Hampir 80% orang yang terjangkit diabetes pada usia lanjut biasanya
kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan meningkatkan
kebutuhan tubuh akan insulin. Orang dewasa yang kegemukan
memiliki sel-sel lemak lebih besar pada tubuh mereka. Diyakini bahwa
sel-sel lemak akn lebih besar tidak merespon insulin dengan baik.gejl-

gejal diabetes mungkin bisa menghilang seiring menurunya berat


badan. (Ramaiah Savitri, 2007)
c. Riwayat keluarga
Diabetes tipe 2 lebih banyak terkait dengan faktor riwayat keluarga
atau keturunan ketimbang diabetes tipe 1. Pada diabtes tipe,
kemungkinan orang terkena diabetes hanya 3-5 persen bila orang tua
dan saudaranya adalah pengidap diabetes. Namun, bila penderita
penderita diabetes mempunyai saudara kembar satu telur (identical
twins), kemungkinan saudaranya terkena diabetes tipe1 adalah 35-40
persen. Banyak penelitian dilakukan untuk mencari petanda genetik
pada kromosom penderita diabetes tipe 1 dan 2, dan ditemukan pada
penderita diabetes tipe 1 memang ada gen yang terkait dengan
terjadinya diabetes. Hal ini penting untuk melakukan screening dalam
keluarga guna mendeteksi diabetes sedini mungkin. (Tandra Hans,
2007)
d. Kurang gerak badan
Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes.
Olahraga atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat
badan. Glukosa darah dibakar menjadi enegi. Sel-sel tubuh menjadi
lenih sensitive terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik. Dan resiko
terjadinya diabetes tipe 2 akan turun sampai 50 persen. (Tandra Hans,
2007). Beberapa penelitian dewasa ini telah menujukkan bahwa orang
yang memiliki gaya hidup kurang aktif mungkin terkena diabetes
dibandingkan mereka yang hidupnya aktif. Diyakini bahawa olahraga
dan aktivitas fisik meningkatkan pengaruh insulin atas sel-sel.
(Ramaiah Savitri, 2007)
e. jenis kelamin
Baik pria maupun wanita memiliki risiko yang sama besar untuk
mengidap diabetes sampai usia40 tahun, karena jumlah sel-sel beta
didalam pancreas yang memproduksi insulin menurun seiring
bertambahnya umur. (Ramaiah Savitri, 2007)

f. Stres
Sukar bagi kita untuk memghubungkan pengaruh stress dengan
timbulnya diabetes. Namun, yang pasti adalah bahwa stress yang
hebat, seperti halnya infeksi hebat, trauma hebat, operasi besar, atau
penykit berat lainnya, menyebabkan hormone counter-insulin (yang
kerjamya berlawanan dengan insulin) lebih aktif. Akibatnya, glukosa
darah pun meningkat.diabtes ini kadang ditemukan secara kebetulan
pada waktu pasien memeriksakan glukosa darahnya. (Tandra Hans,
2007).
g. Pemakaian obat-obatan.
Bebrapa obat dapat meningkatkan kadar glukosa darah, dan bahkan
bisa menyebabkan diabetes. Bila anda mempunyai resiko terkena
diabetes, anda harus memakai obat-obatan ini dengan sangat hati-hati.
Tanyakan kepada dokter anda tentang kemungkinan mengganti obat.
Obat obatan yang dapat menaikan glukosa darah antara lain adalah
hormon steroid, beberapa obat anti hipertensi, dan obat untuk
menurunkan kolesterol. (Tandra Hans, 2007).

C.

Patofisiologi.

pada usia diatas 40 tahun. Sekitar 90-95 persen penderita diabetes adalah
penderita diabetes tipe 2. Pada diabetes tipe ini, pancreas masih bisa membuat
insulin, tetapi kualitas insulinya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai
kunci untuk memasukan glukosa ke dalam sel. Akibatnya, glikosa dalam darah
meningkat. Pasien biasanya tidak pelu tambahan suntikan insulin dalam
pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang bekerja untuk memperbaiki fungsi
insulin itu, memlin erlikan glukosa, memperbaiki pengolahan gula di hat, dan
lain-lain. Kemungkinan lainnya terjadi diabetes tipe 2 adalah bahwa sel-sel
jaringan tubuh dan otot si pasien tidak peka atau sudah resisten terhadap insulin
(dinamakan resistensi insulin atau insuresistence) sehingga glukosa tidak dapat
masuk kedalam sel dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah.keadaan ini
umumnya terjadi pada pasien yang gemuk atau mengalami obesitas. (Tandra
Hans, 2007)
DM Tipe II adalah hasil interaksi faktor genetik dan keterpaparan
lingkungan. Faktor genetik akan menentukan individu yang suseptibel atau rentan
ke DM. Faktor lingkungan disini berkaitan dengan 2 faktor utama kegemukan
(obesitas) dan kurang aktivitas fisik. Dalam masyarakat, mereka yang
berkelompok risiko DM :
1. Usia > 45 tahun
2. Obesitas
3. Hipertensi (> 140/90 mmHg)
4. Ibu dengan riwayat melahirkan bayi > 4000 gram
5. Pernah diabetes sewaktu hamil
6. Riwayat keturunan DM
7. Kolesterol HDL < 35 mg/dl atau tuigliserida > 250 mg/dl

D.

/Pathways

Defisiensi Insulin
glukagon

penurunan pemakaian
glukosa oleh sel

glukoneogenesis
lemak

hiperglikemia

protein

ketogenesis

BUN

ketonemia

Nitrogen urine

glycosuria
Osmotic Diuresis
Dehidrasi

pH

Mual muntah

Hemokonsentrasi

Asidosis

Resti Ggn Nutrisi


Kurang dari kebutuhan

Kekurangan
volume cairan

Trombosis

Koma
Kematian

Aterosklerosis

Makrovaskuler

Jantung
Miokard Infark

Serebral
Stroke

Mikrovaskuler
Retina

Ginjal

Retinopati
diabetik

Nefropati

Ekstremitas
Gangren

Ggn. Penglihatan
Ggn Integritas Kulit
Resiko Injury

Gagal
Ginjal

E.

Tanda dan Gejala


Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas.
a. Tanda dan gejala penyakit DM tipe 1
. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan
karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati
perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
Hipertensi
b. Tanda dan gejala penyakit DM tipe 2

Manifestasi klinis
Pada klien dengan DM Tipe II sering ditemukan gejala-gejala :
a. Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul dan luka tidak sembuh.
b. Kelainan ginekologis : gatal-gatal sampai dengan keputihan.
c. Kesemutan dan baal-baal
d. Lemah tubuh atau cepat lelah
e. Trias gejala hyperglikemi (poliuri, polipagi, polidipsi) ditambah
penurunan BB
Sedangkan pada tahap awal klien dengan Diabetes Mellitus Tipe II/
NIDDM mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan
diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah dan tes toleransi
glukosa. Sedangkan pada tahap lanjut klien akan mengalami gejala yang
sama dengan penderita Diabetes Mellitus Tipe I/ IDDM
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal
yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang
dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena
itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada
pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami
infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi
absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan
dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia.
Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan
berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak
bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala
kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral
tampak lebih jelas.
F.

Pemeriksaan Penunjang

10

1. Glukosa darah sewaktu


2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM

Belum pasti DM

DM

< 100

100-200

>200

<80

80-200

>200

<110

110-120

>126

Kadar glukosa darah sewaktu


-

Plasma vena

Darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa


-

Plasma vena

Darah kapiler
<90
90-110
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl

G.

Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)

11

5. Pendidikan
i.

Pengkajian

Riwayat Kesehatan Keluarga


Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya


Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur
atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.

Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah

Integritas Ego
Stress, ansietas

Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.

Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.

Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

Pernapasan

12

Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

ii.

Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko terjadi injury

iii.

Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan

penurunan

masukan

oral,

anoreksia,

mual,

peningkatan

metabolisme protein, lemak.


Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :

Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat

Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Intervensi :

Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.

Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan


dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.

Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut


kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna,
pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.

Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien)


dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya
melalui oral.

Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan


indikasi.

13

Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat


kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas, sakit kepala.

Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.

Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.

Kolaborasi dengan ahli diet.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.


Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas
normal.
Intervensi :

Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik

Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul

Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu


nafas

Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran


mukosa

Pantau masukan dan pengeluaran

Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari


dalam batas yang dapat ditoleransi jantung

Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.

Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan


BB, nadi tidak teratur

Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa


dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

14

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik


(neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :

Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge,


frekuensi ganti balut.

Kaji tanda vital

Kaji adanya nyeri

Lakukan perawatan luka

Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.

Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan


Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami
injury
Intervensi :

Hindarkan lantai yang licin.

Gunakan bed yang rendah.

Orientasikan klien dengan ruangan.

Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari

Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi

15

16

DAFTAR PUSTAKA
http://4askep.blogspot.com/
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek
Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
Doenges,

Marilyn

E,

Rencana

Asuhan

Keperawatan

Pedoman

untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih


bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia
Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI, 2002

17

18

Vous aimerez peut-être aussi