Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140
mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolic pada seseorang
yang tidak sedang mengonsumsi obat antihipertensi1. Hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Hipertensi
esensial disebut juga hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi
sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Saat ini hipertensi masih menjadi
masalah karena beberapa hal, antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi,
masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun
yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya
penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.2
Data epidemiologis menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah pasien
yang menderita hipertensi seiring dengan meningkatnya populasi usia lanjut,
dimana baik hipertensi sistolik dan diastolic sering timbul pada lebih dari separuh
orang yang berusia >65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang
dahulu terus meningkat, dalam dekade terakhir menunjukkan pola kurva mendatar
(tidak ada kemajuan lagi), dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencakup
34% dari total pasien hipertensi2. Data hipertensi yang lengkap saat ini sebagian
besar berasal dari negara-negara maju. Data dari The National Health and
Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan insidensi hipertensi pada
orang dewasa adalah sekitar 33,6%, yang artinya terdapat 74,5 juta orang yang
menderita hipertensi di Amerika pada tahun 2003-2006, dan terjadi peningkatan
sebesar 38 juta dari data NHNES tahun 1999-2002. Secara khusus, hipertensi
esensial sendiri mencapai 95% dari seluruh kasus hipertensi.3
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh secara langsung
maupun tidak langsung. Kerusakan organ target tersebut dapat menjadi
komplikasi dalam suatu tatalaksana hipertensi. Komplikasi yang umumnya
ditemukan yaitu hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark miokard dan gagal
jantung, stroke atau Transient Ischaemic Attack (TIA) pada otak, penyakit ginjal
kronis, penyakit arteri perifer, dan retinopati pada mata. Adanya kerusakan organ
1
target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan memperburuk prognosis
pasien hipertensi yang berujung pada tingginya morbiditas dan mortalitas.1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Klasifikasi
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai
hipertensi esensial. Hipertensi esensial disebut juga hipertensi primer karena
penyebabnya belum diketahui. Menurut The Eighth Report of The Joint National
Comitee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 8)
Secara umum, JNC 8 ini memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait
dengan target tekanan darah dan golongan obat hipertensi yang
direkomendasikan.
dianggap cukup atau masih belum jelas atau terdapat konflik (misal
karena berbagai perbedaan hasil), tetapi direkomendasikan oleh komite
karena dirasakan penting untuk dimasukan dalam guideline.
Grade N/Rekomendasi N no recommendation for or against. Tidak
ada manfaat yang jelas terbukti. Keseimbangan antara manfaat dan
bahaya tidak dapat ditentukan karena tidak ada bukti-bukti yang jelas
tersebut.
lebih. Berbeda dengan sebelumnya, target tekanan darah pada populasi tersebut
lebih tinggi yaitu tekanan darah sistolik kurang dari 150 mmHg serta tekanan
darah diastolik kurang dari 90 mmHg. Rekomendasi A menjadi label dari
rekomendasi nomor 1 ini.
Apabila ternyata pasien sudah mencapai tekanan darah yang lebih rendah, seperti
misalnya tekanan darah sistolik <140 mmHg (mengikuti JNC 7), selama tidak ada
efek samping pada kesehatan pasien atau kualitas hidup , terapi tidak perlu
diubah.
Rekomendasi ini didasarkan bahwa pada beberapa RCT didapatkan bahwa dengan
melakukan terapi dengan tekanan darah sistolik <150/90 mmHg sudah terjadi
penurunan kejadian stroke, gagal jantung, dan penyakit jantung koroner.
Ditambah dengan penemuan bahwa dengan menerapkan target tekanan darah
<140 mmHg pada usia tersebut tidak didapatkan manfaat tambahan dibandingkan
dengan kelompok dengan target tekanan darah sistolik yang lebih tinggi. Namun,
terdapat beberapa anggota komite JNC yang tepat menyarankan untuk
menggunakan target JNC 7 (<140 mmHg) berdasarkan expert opinion terutama
pada pasien dengan factor risiko multipel, pasien dengan penyakit kardiovaskular
termasuk stroke serta orang kulit hitam.
Rekomendasi 2. Rekomendasi kedua dari JNC 8 adalah pada populasi umum
yang lebih muda dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan
tekanan darah diastolik <90 mmHg. Secara umum, target tekanan darah diastolic
pada populasi ini tidak berbeda dengan populasi yang lebih tua. Untuk golongan
usia 30-59 tahun, terdapat rekomendasi A, sementara untuk usia 18-29 tahun,
terdapat expert opinion.
Terdapat bukti-bukti yang dianggap berkualitas dan kuat dari 5 percobaan tentang
tekanan darah diastolic yang dilakukan oleh HDFP, Hypertension-Stroke
Cooperative, MRC, ANBP, dan VA Cooperative. Dengan tekanan darah <90
mmHg, didapatkan penurunan kejadian serebrovaskular, gagal jantung, serta
angka kematian secara umum. Juga, didapatkan bukti bahwa menatalaksana
dengan target 80 mmHg atau lebih rendah tidak memberikan manfaat yang lebih
dibandingkan target 90 mmHg.
Pada populasi lebih muda dari 30 tahun, belum ada RCT yang memadai. Namun,
disimpulkan bahwa target untuk populasi tersebut mestinya sama dengan usia 3059 tahun.
4
2.2. Patofisiologi
Hipertensi esensial adalah penyakit yang disebabkan oleh interaksi
multifaktorial. Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan
darah tersebut adalah.2
1. Faktor risiko, seperti: diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas,
merokok, genetik
2. Sistem saraf simpatis: tonus simpatis dan variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,
angiotensin dan aldosteron
Sleep apnea
Aldosteronisme primer
Penyakit renovaskular
Feokromositoma
Koarktasi aorta
jantung)
Otak (stroke atau transient ischemic attack)
Penyakit ginjal kronis
Penyakit arteri perifer
Retinopati
Sedangkan faktor risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi
antara lain:2
Merokok
Obesitas
Kurangnya aktivitas fisik
Dislipidemia
Diabetes mellitus
Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG <60 ml/menit
Umur (laki-laki >55 tahun, perempuan >65 tahun)
Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskuler premature (lakilaki <55 tahun, perempuan <65 tahun)
2.3. Diagnosis6
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan
darah yang dilakukan minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau
lebih dengan menggunakan cuff yang meliputi minimal 80% lengan atas pada
pasien dengan posisi duduk dan telah beristirahat 5 menit (tekanan sistolik
merupakan suara fase I dan tekanan diastolic merupakan suara fase II).
9
Pengukuran pertama kali harus dilakukan pada kedua sisi lengan untuk
menghindari kesalahan karena kelainan pembuluh darah kapiler. Pengukuran
tekanan darah pada waktu berdiri dianjurkan pada pasien dengan risiko hipotensi
postural (lanjut usia, pasien DM dll).
Diagnosis banding hipertensi dapat berupa peningkatan tekanan darah
akibat white coat hypertension, rasa nyeri, peningkatan tekanan intraserebral,
ensefalitis, akibat obat, dll.
Pemeriksaan penunjang diperlukan pada pasien hipertensi yang meliputi:
Urinalisis
Gula darah
Elektrolit
Profil lipid
Foto thoraks
EKG
2.4. Penatalaksanaan
Berikut merupakan algoritme penatalaksanaan hipertensi berdasarkan
Panduan Pelayanan Medik PAPDI.1
10
Menghentikan merokok
Menurunkan berat badan berlebih
Menurunkan konsumsi alcohol berlebih
Latihan fisik
Menurunkan asupan garam
Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
kerusakan organ target yang progresif atau minimal. Sehingga penurunan tekanan
darah bisa dilaksanakan lebih lambat, dalam hitung jam sampai hari.
Faktor penyebab krisis hypertensi masih belum dipahami secara jelas.
Peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular
dipercaya menjadi penyebab. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan
menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol kemudian berdampak
12
13
bahkan
pada
keadaan
tertentu
bukan
merupakan
tujuan
pengobatan.12,13,14
Tujuan pengobatan Hipertensi emergensi adalah memperkecil kerusakan
organ target akibat tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk
akibat pengobatan. Berdasarkan prinsip ini maka obat anti hipertensi pilihan
adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan
dengan sedikit efek samping.Tujuan pengobatan menurunkan tekanan arteri ratarata (MABP) sebanyak 25 % atau mencapai tekanan darah diastolic 100 110
mmHg dalam waktu beberapa menit sampai satu atau dua jam.13,14,15
Tabel 2. Obat-obat untuk hipertensi
14
bagian
dari
sehingga
meningkatkan
mengikat
destruksi
lebih
eritrosit
di
banyak
limpa,
zat
besi,
menekan
T4
menjadi
T3
menyebabkan
hipotiroid
O2
sehingga
sintesis
eritropoietin-pun
akhirnya berkurang.
2. Penghancuran eritrosit
Beberapa penelitian membuktikan bahwa masa hidup
eritrosit memendek pada 20-30% pasien, defek ini terjadi
di
ekstrakorpuskular.
Aktivasi
makrofag
oleh
sitokin
anemia
disebabkan
oleh
penurunan
19
kurang
dari
yang
diharapkan
akibat
eritropoietin.
pelepasan
eritropoietin
Penelitian
menunjukkan
mengenai
hasil
yang
Penelitian
secara
in-vitro
menunjukkan
Anemia
Anemia sedang
Anemia berat
o
1
2
ringan
Kelelahan
Peningkatan
kelelahan
Sulit konsentrasi
Overwhelming
Kelelahan
detak
3
jantung
Penurunan
Detak
jantung Pening
20
perfusi
>100x/menit
jaringan
Dilatasi
Berdebar-debar
Pusing
system
5
vascular
Ekstraksi O2 Dispnea
jaringan naik
beraktivitas
saat Depresi-gangguan
tidur
Dispnea
saat
istirahat
2.12 Pemeriksaan Fisik pada anemia
Tabel 8. Pemeriksaan fisik pada anemia16
laju
endap
darah.
Sekarang
banyak
dipakai
feritin
serum,
reseptor
transferin
dan
umumnya
adalah
normokrom-normositer,
setelah
onset
suatu
infeksi
atau
inflamasi
yang
waktu
paruh
transferin
lebih
lama
(8-12
hari),
22
yang
23
pembuluh darah
intramural : aliran darah terhambat akibat sumbatan pada
pembuluh darah
atau
peroksida
10%-20%
untuk
merangsang
granulasi,
Upaya
dilakukan
adalah
mengurangi
tekanan,
bawah.
nyeri
akut
belum diketahui,
tetapi diperkirakan operasi dan trauma penyebab utama nyeri akut.2 Neuropati
pada umumnya dialami oleh sekitar 26% keatas. Pada penderita diabetes, angka
prevalensi ini meningkat menjadi 50% Neuropati juga dapat menyerang mereka
yang mengalami defisiensi vitamin B1, B6 dan B12.24,25
2.20 Klasifikasi neuropati24,28
Nyeri neuropatik diklasifikasikan berdasarkan:
1
2
3
Letak lesi
Waktu
Intensitas
lain.
Nyeri Neuropatik Perifer (Deaferentasi)
Lokasi kelainan di saraf perifer, yaitu saraf sensorik perifer, radiks dan
ganglion dorsalis. Manifestasi klinisnya yaitu rasa terbakar, menggelenyar,
geli/gatal, kesemutan, seperti ditikam/ditusuk, seperti ditembak, sengatan
listrik, menyebar dan menjalar .
pascakemoterapi
Nyeri non malignan
26
Polineuropati alkoholik
Neuropati diabetik
Mielopati HIV
Multiple sclerosis
Penyakit Parkinson
Siringomielia
2.21 patofisiologi neuropati 24
INFLAMASI / KERUSAKAN
JARINGAN
MEDIATOR INFLAMASI
Netrofil,
makrofag
Bradikinin
Histamin
prostaglandi
n
NOSISEPTOR AKTIF
28
NYERI
2.22 Penatalaksanaan 24
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan melakukan
pendekatan secra holistik, berupa pengobatan terhadap pain triad, yaitu nyeri,
gangguan tidur, dan gangguan mood (ansietas, depresi dan obsevasi konvulsi)
yang dilakukan oleh tim multidisiplin
Pendekatan umum
1
2
3
4
5
Terapi farmakologis
Terapi non farmakologis
TERAPI FARMAKOLOGIS26
Tidak semua nyeri harus diberikan terapi farmaka. Ada beberapa keadaan
dimana nyeri dapat dihilangkan sengan terapi fisik misalnya dengan pijatan,
kompres es dan sebagainya. Bila harus memberikan terapi farmasi maka perlu
dipertimbangkan yang paling efektif. Untuk itu sebaiknya dilakukan penilaian
sifat dan derajat nyeri, akut, kronik, benigna, maligna, organik atau psikogenik.
Pemberian terapi farmaka didasarkan atas derajat nyeri seperti numeric rating
scale, visual analoq scale, skala katagori.
Penatalaksanaan terbaru dari nyeri neuropatik menurut EFNS (European
Federation of Neurological Societies) versi 2010.11
Etiologi
Rekomendasi pertama
Rekomendasi
ketiga
kedua
29
atau
Nyeri
diabetik
neuropatik Duloxetine
Gabapentin
Pregabalin
TCA
Venlafaxine ER
Nyeri post herpes
Gabapentin
Pregabalin
TCA
Lidocaine plasters
Trigeminal neuralgia Carbamazepine
Oxcarbazepine
Nyeri sentral
Gabapentin
Pregabalin
TCA
Opioids
Tramadol
Opioids
Pembedahan
Cannabinoids (MS)
Lamotrigine
Opioids
Tramadol (SCI)
Terapi analgetik24
1
Non opioid
Kelompok obat analgetik non opioid oada umumnya memperlihatkan efek
antiinflamasi yang lebih menonjol dibandingkan efek antipiretik dan
analgesiknya. Protipr obat analgesik non opioid berupa OAINS (obat
antiinflamasi
non
steroid)
yang
berkerja
menghambat
enzim
cyclooxygenase COX 1.
Untuk memudahkan pembicaran, analgesik-antipiretik dibagi menjadi:
1 Salisilat dan salisilamid
2 Derivat paraaminofenol
3 Derivat pirazolon
Opioid
Opioid sebetulnya bukan merupak obat pilihan pertama dalam pemilihan
obat analgesik untuk kasus nyeri umumnya. Tubuh mempunyai sistem
modulasi nyeri endogen. Sistem ini memodulasi transmisi nyeri,
menurunkan persepsi nyeri dengan mengikat reseptor nyeri pada tingkat
susunan saraf. Senyawa yang termasuk dalam sistem modulasi nyeri
endogen tersebut adalah:
1 Betta endorfin
2 Dinorfin
3 Enkefalin
Senyawa itu dibuat di pituitari dari 3 protein prekursornya, yaitu:
proopiomelanokortin,
proenkefalin,
dan
prodinorfin.
Endorfin
30
badan.
Golongan antikonvulsan
Antikonvulsan telah lama dipergunakan pada pengobatan neuralgia
trigeminal. Kenyataan sekarang sebagai obat nyeri neuropatik baris
pertama dari antikonvulsan adalah gabapentin.
a Gabapentin
Mekanisme yang pasti mengenai gabapentin menghilangkan rasa nyeri
belum jelas, namun diduga bekerja pada aktivitas saluran kalsium yang
spesifik pada neuron melalui neurotransmiter GABA. Indikasi: nyeri
pasca herpes, nyeri neuropatik diabetik. Dosis 300-1500 mg/ hari
diberikan 2-4 kali sehari.dianjurkan untuk dilakukan titrasi takaran
secara pelan yaitu 300mg setiap 3-7 hari. Efek samping berupa:
31
TERAPI FARMAKOLOGIS
Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari berbagai tindakan
1
Distraksi
Distraksi merupakan pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri.Teknik
distraksi terdapat beberapa macam yaitu: distraksi visual,distraksi pendengaran,
distraksi pernafasan, distraksi intelektual, teknik pernafasan, imajinasi terbimbing.
Relaksasi
Relaksasi
otot
rangka
dipercaya
dapat
menurunkan
nyeri
relaksasi mungkin perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai hasilyang normal.
TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
Merupakan jenis stimulasi listrik dengan frekuensi rendah/tinggidengan intensitas
rendah/tinggi dan merupakan elektroanalgesia. Frekuensi yang digunakan berkisar
1-250 hz. TENS mampu mengingkatkan pelepasan opoid endogen
Indikasi : nyeri fokal, sindroma nyeri kronik seperti radikulopati, neuropati
perifer, nyeri phantom.
33
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Tn. D H
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 77 tahun
Alamat
: Koto X Kampar
Tanggal Masuk RS
: 15 September 2015
tengkuk terasa berat seperti memikul beban berat, gelisah, dan badan terasa lemas,
nyeri dada (-). Pasien mengeluhkan mual tetapi tidak ada muntah, pasien juga
mengaku bahwa susah tidur dan nafsu makan pasien menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit kepala sebelah, nyeri kepala berputar, dan trauma kepala (-)
Riwayat hipertensi (+) tidak rutin mengkonsumsi obat
Riwayat penyakit jantung dan DM (-)
Riwayat maag (+)
Riwayat kejang (-)
pasien.
Tidak ada keluarga yang menderita DM
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda vital
Nafas
: 20x/menit
Suhu
: 36,8C
Pemeriksaan khusus
Kepala dan leher
Mata
Konjungtiva
Lidah
tidak
KGB
tidak
:
Pengembangan dada simetris
Vokal fremitus
Sonor
Vesikuler
kesan normal
Perkusi
pada
Inspeksi
Ictus
cordis
:
o Batas
:
jantung
SIK
kiri
III
atas
garis
parasternal sinistra
36
SIK IV 2 jari
dari
garis
linea
midclavicularis sinistra
o Batas jantung kanan atas
:
sternalis dextra
o Batas jantung kanan bawah
:
SIK V garis
sternalis dextra
Auskultasi
Bunyi jantung
Inspeksi
Bising
usus
Timpani, asites
Supel,
nyeri
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium (/9/2015)
Hemoglobin
: 9,7 gr/dl
Hematokrit
: 26,4 %
Leukosit
: 7.700/mm3
Trombosit
: 155.000/mm3
37
Eritrosit
: 4,25 juta/mm3
GDS
: 94 mg/dl
RESUME
Tn, DH laki-laki, usia 77 tahun, datang ke RSUD Bangkinang dengan
keluhan nyeri pada ibu jari yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Nyeri
disebabkan oleh luka bekas gunting kuku, awalnya luka kceil kemudian menjadi
besar dan sangat nyeri sehingga pasien tidk dapat berjalan. Keluhan juga disertai
dengan neri kepala. Nyeri dirasakan seperti berdenyut-denyut, terus menerus dan
tidak hilang saat beristirahat. Pasien juga mengeluhkan tengkuk terasa berat
seperti memikul beban berat, gelisah, dan badan terasa lemas, nyeri dada (-).
Pasien mengeluhkan mual, susah tidur dan nafsu makan menurun. Pasien
mengaku menderita hipertensi tapi tidak rutin berobat ke dokter. Saat keluhan
nyeri kepala ini muncul pasien mencoba minum obat yang dibelinya diwarung,
namun keluhannya tidak berkurang.
Pemeriksaan fisik tekanan darah 190/100 mmHg, dan lainnya dalam batas normal.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan penurunan kadar Hb : 9,7 dan GDS : 94
mg/dl
DAFTAR MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Hipertensi urgensi
Cephalgia
Vomitus
Nyeri pada ibu jari
Susah tidur
Nafsu makan menurun
DIAGNOSIS KERJA
-
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non farmakologi :
1. Tirah baring
2. Diet rendah lemah dan konsumsi buah dan sayuran
38
39
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
pasien diduga mengalami krisis hipertensi yakni hipertensi urgensi. Hal ini
didasarkan atas keluhan nyeri kepala secara tiba-tiba, tidak ada riwayat migrain,
tension, cluster headache, dan trauma kepala sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang didapatkan dalam batas normal.
Nyeri kepala dapat dipikirkan atas 2 hal, yaitu: nyeri kepala primer dan
nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer berupa migrain, tension headache dan
cluster headache. Pada pasien tidak ada ditemukan tanda tanda dari ketiga hal
tersebut.1,2 Nyeri kepala akibat migrain muncul unilateral di daerah temporal.
Nyeri kepala akibat tension type headache dirasakan bilateral dan nyeri kepala
disertai dengan nyeri pada daerah periorbita, lakrimasi, dan rhinorhea. Sedangkan
nyeri karena cluster headache dirasakan nyeri seperti berputar-putar.9.10
Pada nyeri kepala sekunder terjadi akibat suatu penyakit yang mendasari,
seperti gangguan vaskularisasi pada daerah kepala dan leher, kelainan yang
berhubungan dengan non vaskular intrakranial, infeksi, homeostasis, nyeri pada
daerah wajah yang berhubungan dengan kelainan pada kranium,mata, telinga,
leher, hidung, sinus, gigi, mulut atau bagian wajah dan kepala lainnya serta nyeri
akibat gangguan psikiatri.7-13
Berdasarkan anamnesis, nyeri kepala primer dapat disingkirkan. Pada pasien
ini kemungkinan yang terjadi adalah nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala akibat
kelainan pada kepala dan leher akibat trauma dapat disingkirkan karena tidak
terdapat riwayat trauma. Nyeri kepala akibat infeksi dapat disingkirkan karena
dari hasil pemeriksaan fisik, suhu pasien dalam keadaan normal (36,80C) dan hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit dalam batas normal. Pasien juga
tidak mengeluhkan adanya nyeri pada wajah yang berhubungan dengan kelainan
kranium, mata, telinga, leher, hidung, sinus, gigi, mulut atau bagian wajah dan
kepala lainnya serta nyeri akibat gangguan psikiatri.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak, nyeri kepala dirasakan pada
daerah dahi dan berdenyut, badan terasa lemah, mual dan muntah (-). Kerusakan
40
endotel pembuluh darah yang terjadi pada saat peningkatan tekanan darah di
daerah injuri akan menyebabkan terjadinya pelepasan sitokin dan protaglandin
yang menyebabkan sensitisasi terminal neuron, rangsangan ini akan diteruskan ke
kornu dorsalis servikal atas berlanjut ke raphe magnus medula oblongata
kemudian ke periakuaduktum substansua grisea mesenfalon, ke talamus, dan
selanjutnya ke korteks somatosensori sehingga timbullah persepsi nyeri kepala 9.
Adapun mual dan muntah yang terjadi berkaitan dengan impul saraf yang terjadi
akibat nyeri kepala. Mual dan muntah disebabkan oleh teraktifasinya zona
pencetus kemoreseptor untuk muntah yang terletak di daerah bilateral pada dasar
ventrikel keempat.10 Pada hasil laboratorium didapatkan penurunan kadar Hb, dan
GDS.
41
DAFTAR PUSTAKA
January
2015].
Available
from
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HighBloodPressure/About
HighBloodPressure/HypertensiveCrisis_UCM_301782_Article.isp.
8. Rampengan SH. Krisis Hipertensi. Hipertensi Emergensi dan Hipertensi
Urgensi.BIK Biomed. [database on the internet] 2007. [cited January
2015].
Vol.3,
No.4
:163-8.
Available
from:http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/3408163168.pdf .
9. Madhur MS. Hypertension. Medscape Article. [database on the
internet]2012. [cited January 2015]. Vol.3, No.4 :163-8. Available from:
http://emedicine.medscape.com.
10. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU
DigitalLibrary
[database
on
the
internet]
2004.
[cited
January
42
2015].Available
from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1999/1/fisiologi-abdul
20 majid.pdf .
11. Vaidya
CK,
Ouellette
JR.
Hypertensive
Urgency
and
2015]. pp.
43
50. Available
from:
http://www.turner-
white.com/memberfile. php?PubCode=hp_mar07_hypertensive.pdf .
12. Varon
J,
Marik
PE.
Clinical
Review:
The
Management
of
on
January
2015].
Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC270718/pdf/cc2351.pdf .
13. Roesma J. Krisis Hipertensi dalam buku ajar ilmu penyakit dalam edisi: IV
jilid I. Jakarta: FK UI; 2006:616-7.
14. Kaplan NK. Hypertensive crises. In: Kaplans clinical hypertension 8 th
edition. Lipincott Williams & Wilkins; 2002.
15. Vidt D. Hypertensive crises: emergencies and ugencies. Clev clinic med;
2003.
16. Oehadian, A. Pendekatan klinis dan diagnosis Anemia.CDK-194/ vol. 39
no. 6, th 2012
17. Irawan, H. Pendekatan Diagnosis Anemia pada Anak. CDK-205/ vol.40
no. 6, th 2013
18. Sudoyo, W.A., Setiyo, H., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S.
2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing.
Jakarta Pusat
19. Mcpee,
S.J.,
Papadakis,
M.A.
2011.
Current
Medical
lanjut
usia.Available
from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6356/1/pe
nydalam-suryadi.pdf [Accessed: 28 september 2015]
21. Lin P, Phillips T. Ulcers in Jean L Bolognia et al. Dermatology. Volume 2.
London: Mosby, 2003 : 1631-48
43
22. Sudriman U, dr. Ulkus kulit dalam ulkus kulit. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta : Hipokrat, 2008:281-97
23. Sularsito S.A. Ulkus Kruris dalam Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi III. Jakarta : FKUI, 2002:227-34
24. Sjamsuhidajat R,De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta:
Penerbit Kedokteran EGC; 2012.
25. Smith BH, Torrance N. Epidemiology of Neuropathic Pain and Its Impact
on Quality of Life, J Curr Pain Headache Rep. January 2014; p.1.
Available
from:http://www.kompetenznetz-
p.de/montag_1000_2_epidemiology_neuropathic_pain.pdf.
26. Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic Pain.
The American Journal of Managed Care. June 2006.p256-61.
27. Argoff CE. Managing Neuropathic Pain: New Approaches For Today's
Clinical
Practice.
Available
at:
44