Vous êtes sur la page 1sur 36

ASKEP TYPOID

A. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman
salmonella.
(
Bruner
and
Sudart,
1994
).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer,
1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.
penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
B. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C.
ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari
demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
C. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku),
Fomitus
(muntah),
Fly
(lalat),
dan
melalui
Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan
oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan
kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar
kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman

ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya


masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
D. Tanda dan Gejala
Masa tunas typhoid 10 - 14 hari
1. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam
hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala,
anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak
enak di perut.
2. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi,
lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali,
meteorismus, penurunan kesadaran.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Uji
Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang
pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah
suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi
oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
o Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal
dari tubuh kuman).
o Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal
dari flagel kuman).
o Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal
dari
simpai
kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang

ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin


besar klien menderita typhoid.

2. Pemeriksaan
SGOT
DAN
SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
F. Penatalaksanaan
1. Perawatan
o Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari
untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
o Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.

2. Diet
o Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
o Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
o Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim.
o Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari
demam selama 7 hari.

3. Pengobatan
o Klorampenikol
o Tiampenikol
o Kotrimoxazol

o Amoxilin dan ampicillin

ASUHAN

KEPERAWATAN

PADA

PASIEN

DENGAN

TYPHOID

A. Pengkajian
1. Riwayat
Kesehatan
Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat
muncul.
2. Riwayat
Kesehatan
Sebelumnya
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
3. Riwayat
Kesehatan
Keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
4. Riwayat
Psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
5. Pola Fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolisme :
6. Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
usus halus.
Pola istirahat dan tidur
7. Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
8. Pemeriksaan Fisik
o Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar - tidak sadar
(composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien.
o Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala - kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari

keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk


pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan
prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping
itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan
BB karena peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga
dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan.
B. Masalah Keperawatan yang Muncul
1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
2. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurang informasi.
C. Intervensi
Diagnosa Keperwatan 1. :
Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :

Observasi suhu tubuh klien


Rasional : mengetahui perubahan suhu tubuh.

Beri kompres dengan air hangat (air biasa) pada daerah axila, lipat
paha, temporal bila terjadi panas
Rasional : melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.

Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap


keringat seperti katun
Rasional : menjaga kebersihan badan

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik


Rasional : menurunkan panas dengan obat.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi


Intervensi :

Kaji pola nutrisi klien


Rasional : mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan
waktu makan.

Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai


Rasional : meningkatkan status makanan yang disukai dan
menghindari pemberian makan yang tidak disukai.

Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut


Rasional : penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.

Timbang berat badan tiap hari


Rasional : mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.

Anjurkan klien makan sedikit tapi sering


Rasional : mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet


Rasional : mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan
makanan yang tidak boleh dikonsumsi.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang
informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
Intervensi :

Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya


Rasional : mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.

Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien


Rasional : supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan
pencegahan penyakit typhoid.

Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada
yang belum dimengerti
Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga
pasien setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya.

Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat


Rasional : memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan
sakitnya

ASKEP THYPOID

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan

urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (
Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi
dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid
abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric
fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu
penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat
menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber
penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier
adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu
Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap
dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman
salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke
dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk
ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia.
Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena
membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi
dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan
yang meradang.
4. Manifestasi Klinik
Masa tunas typhoid 10 14 hari
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan
gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare,
perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor,
pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
5. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,
tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.


5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer,
sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan.
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi
perdarahan.
b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
1) Klorampenikol
2) Tiampenikol
3) Kotrimoxazol
4) Amoxilin dan ampicillin
7. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan
khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang
belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan
pedas

8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang
terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah
sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif
tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah
tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan
oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah
klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.


Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman
dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada
orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah
klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid
yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat
menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat
terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.

6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer
aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1
tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu
titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat
mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella
thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah
tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang
sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada
spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat
bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi
dari strain lain.
9. Tumbuh kembang pada anak usia 6 12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan
masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat
badan 2 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex
sekundernya.
Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan
sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul

4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama
dan keleluasaan.
b. Motorik halus
1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
c. Kognitif
1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung
dan kata depan
3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
10. Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan
tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap
kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis

Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri


c. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
d. Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
c. Selalu ingin tahu alasan tindakan
d. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya
peraturan Rumah sakit
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh
salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan,
jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor
predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :
a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.

b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.
c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.
d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau
informasi yang tidak adekuat.
3. Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada
klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :
Diagnosa. 1
Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tandatanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan
suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam
yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan
klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan
tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat

Tujuan
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus
normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir
tidak pucat.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah
baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien
makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi
lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
antiemetik seperti (ranitidine).
Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi
komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres
dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan
keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
Diagnosa 4
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien
seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang
yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin
sesuai indikasi.
Diagnosa 5
Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta
febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor
tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi
yang tidak adekuat
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta
dalam pengobatan.
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan
kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila
ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih
berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa
yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
4. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan
gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan
terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang
penyakitnya.

Jumat, 11 Mei 2012


ASKEP PADA ANAK DENGAN THYPOID

TINJAUAN

I.

TEORITIS

Pengertian

Demam Tipoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman
Salmonella tiphii yang menyerang saluran pencernaan dengan gejala demam lebih
dari satu minggu, gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (Buku
Pedoman Penatalaksanaan Penyakit, hal 117).

Demam Tipoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. (Kapita Selekta
Kedokteran, jilid 1, hal 421)

Demam Tipoid adalah penyakit menular yang bersigat akut yang ditandai dengan
bakteremia,

perubahan

pada

system

retikuloendotenial

yang

bersifat

difus

pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus payer di distal ileum. (Ilmu Penyakit
Anak, hal 1).

II.

Etiologi
Etiologi demam tipoid adalah salmonella tiphii, dimana mikroorganisme ini
merupakan bakteri gram negative yang motif, bersifat aerob dan tidak membentuk
sopra. Salmonella tiphii dapat tumbuh dalam semua media yang selektif. Bakteri ini
memfregmentasi glukosa dan manosa tetapi tidak dapat memfregmentasi laktosa.
Salmonella tiphii bahwa dapat hidup dalam tubuh manusia. Sumber penularan
berasal dari tinja dan urin karier, dari penderita pada fase akut dan fase
penyembuhan.

III.

Manifestasi Klinik
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut
pada umumnya, yaitu :

Demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epiktaksis.

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relative, lidah tipoid, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, dan gangguan
kesadaran.

IV.

Patogenesis
Salmonella Typhosa

Saluran Cerna

Diserap Oleh Usus Halus

Ba

kteri Memasuki Aliran Darah Sistemik

Kelenjar Limpoid

Hati

Endotoksin
Usus Halus

Limpa

Tukak

Hepatumegali

Splenomegali

Demam

Pendarahan dan Perforasi

V.
1.

Nyeri Perabaan

Penatalaksanaan
Pemberian antibiotic; untuk menghentikan dan memusnakan penyebaran kuman.
Antibiotik yang dapat digunakan :

a.

Kloramfenikoldosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan
selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan
menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk di
RSUP Persahabatan), penggunaan kloramfenikol masih memperlihatkan hasil
penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru dari jenis kuinolon.

b.

Ampisilin / Amoksilin; dosis 50 150 mg / kg BB, diberikan selama 2 minggu.

c.

Kotrimoksasol; 2 x 2 tablet (a tablet mengandung 400 mg sulfametoksasol 80 mg


trimetoprim, diberikan selama 2 minggu pula.

d.

Sefalosporin generasi II dan III. Di Sub bagian Penyakit Tropik dan Infeksi FKUI
RSCM, pemberian sefalosporin berhasil mengatasi demam tipoid dengan baik.
Demam pada umumnya mengalami reda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4.

2.

Istirahat dan perawatan professional; bertujuan mencegah komplikasi dan


mempercepat pertumbuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7
hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap
sesuai dengan pulihnay kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga
hygiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian dan peralatan yang

dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubahubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia nipostatik. Defekasi dan buang air
kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi abstipasi dan retensi urin.
3.

Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)


Pertama pasien diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
tingkat kesembuhan pasien. Juga perlu diberikan vitamin dan mineral yang cukup
untuk mendukung keadaan umum pasien.

VI.
1.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah tepi : Leukopenia, Limfositosis, Aneosinofilia, Anemia,
Trombositopenia.

2.

Pemeriksaan sum-sum tulang : menunjukan gambaran hiperaktif sum-sum tulang.

3.

Biakan empedu : terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja. Jika pada
pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella
typhosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.

4.

Pemeriksaan widal : didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih,
sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna
untuk menegakkan diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan
imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN TYPHUS ABDOMINALIS

1.

Pengkajian :

a.

Identitas Pasien :

b.

Nama

Umur

Jenis Kelamin

Alamat

Agama

Suku/Bangsa

Tanggal MRS

Tanggal Pengkajian

Ruangan

Diagnosa Medis

No. Me. Reg

Identitas Penanggung :

Nama Ayah

Agama

Pendidikan

Alamat

Umur

Nama Ibu :
Agama

Umur

Pendidikan

Alamat

2.

Riwayat Kesehatan

a.

Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluhan Utama

an Utama

: demam

: demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu

menyertai

b.

anoreksia, nyeri perut, nyeri kepala, jual, muntah, batuk, diare.

Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat Kehamilan / Persalinan

Prenatal

Natal

Kondisi ibu saat hamil

Ada kelainan / tidak, pecahnya ketuban dini

Nutrisi yang dikonsumsi / obat-obatan yang dipakai

Berapa kali priksa kehamilan di RS / puskesmas

Dapat diimunisasi / tidak

Lahir premature / aterm atau posaterm

Lahir spontan / dengan alat atau spontan

Letak bokong atau sungsang atau normal

Ditolong oleh siapa

Ada cacat bawaan

Neonatal

Kondisi bayi waktu lahir

BB / PB apgar score

Warna kulit waktu lahir

Ada masalah / tidak setelah lahir / aspirasi

Post Natal

Lamanya ibu dirawat di RS setelah persalinan

Bagaimana produksi ASI setelah persalinan

Apa bayi bisa menetek dengan baik

Riwayat Tumbuh Kembang


Bagaimana riwayat tumbuh kembang bayi
Riwayat Imunisasi

c.

Pola Kebiasaan

afas cepat dan dangkal

Makan dan minum : tidak ada nafsu makan

Eliminasi : BAK : tidak terganggu

onsistensi encer, berbau busuk

Pergerakan yang berhubungan dengan sikap : aktivitas terbatas karena kelemahan

mi gangguan karena sering defekasi

Memilih, mengenakan dan melepaskan pakaian

karena

adanya

kelemahan

tubuh maka pasien memerlukan bantuan dalam mengenakan dan melepaskan


pakaian

Suhu tubuh : terjadi peningkatan

Kebersihan dan kesegaran tubuh : perlu bantuan orang lain dalam membersihkan
tubuh

Mencegah dan menghindari bahaya : pasien rentang terhadap bahaya karena


kelemahan fisik

Beribadah sesuai keyakinan : umumnya pasien lebih mendekatkan diri kepada


Tuhan

Komunikasi dengan orang lain : komunikasi terbatas karena adanya kelemahan,


adanya keterbatasan dalam mengerjakan dan melaksanakan sesuai dengan
kemampuan pasien

Berpartisipasi dalam bentuk rekreasi : pasien kurang berminat dalam melakukan


rekreasi

Belajar memuaskan keingintahuan yang mengarah pada perkembangan kesehatan


: pasien banyak bertanya-tanya tentang penyakitnya

d.

Pemeriksaan fisik

KU

Kesadaran

TTV

: lemah
: kompos mentis

: - Tekanan darah : meningkat

- Nadi : cepat
- Respirasi : cepat dan dangkal
- Suhu : meningkat

Kepala : nyeri tekan, simetris

Mata

Hidung : simetris

Mulut

Ekstremitas

Thoraks : normal

Kulit

Abdomen

: simetris

: bibir kering dan lidah beslag


: pergerakan terbatas

: pucat
: - nyeri tekan
- kembung

Berat badan

: terjadi penurunan berat badan

Tinggi badan

Anus

Neurology

: ada gerak reflek

Pemeriksaan penunjang

: - uji serologis

: kemerahan karena seringnya defekasi

- darah
- isolasi kreman

ANALISA DATA

No

Data

Ds
1 : Pasien

Dampak Masalah

mengatakan

badannya terasa panas

Masalah

Biakan empedu dan

Peningkatan

widal

suhu tubuh

Do :
-

Suhu

badan

meningkat
Terjadi peradangan

- Bradikardi relatif

Peningkatan suhu tubuh


2

Ds : Pasien mengeluh

Peningkatan suhu

merasa mual disertai

Kekurangan
volume cairan

tubuh

dengan demam
Do :
Pasien muntah
Suhu

tubuh

meningkat

Intake cairan
peroral yang kurang

Kekurangan volume
cairan

3Ds : pasien mengeluh mual


dan

tidak

makan

ada

nasu

Anoreksia

Perubahan
nutrisi
dari

kurang
yang

Do : pasien muntah

dibutuhkan
muntah

tubuh

pemasukan cairan

perubahan nutrisi
kurang dari yang
dibutuhkan
4

Ds : -

Proses peradangan

Do : Feses encer

Gangguan pola
eliminasi

pada usus halus

Diare

Gangguan pola
eliminasi
5

Pasien

mengatakan

merasa lemah
Do

lemas

Pasien

Kelemahan

Keterbatasan
aktivitas

tampak

terutama dalam
memenuhi
kebutuhan
sehari-hari dalam

Imobilisasi

hal nutrisi
eliminasi, dan
personal hygiene

Keterbatasan aktivitas
terutama dalam
memenuhi kebutuhan
sehari-hari dalam hal
nutrisi, eliminasi dan
personal hygiene

ASUHAN
N

Diagnosa

Keperawatan

Peningkatan suhu

Suhu tubuh

tubuh b/d proses

KEPERAWATAN

Tujuan

Intervensi
Observasi

Mengetahui

kembali normal

tanda-tanda

keadaan umum

peradangan usus

dengan criteria

vital terutama

pasien

halus, ditandai

hasil ;

suhu tubuh

dengan :
Ds : Pasien
mengatakan

Ds : tidak demam
Do : tanda-tanda vital

badan terasa
panas

dalam batas
normal

tiap 2 4 jam.
Berikan
kompres
dingin.
Atur suhu

Do : Suhu tubuh

ruangan yang

meningkat

nyaman.

Bradikardi relatif
2

Rasional

Mengurangi
peningkatan suhu
tubuh
Memberikan
suasana yang
menyenangkan dan
menghilangkan
ketidaknyamanan.

Kurangnya

Kebutuhan cairan

volume cairan b/d

terpenuhi dengan

kepada pasien

mengetahui tentang

peningkatan suhu

criteria hasil :

tentag

pentingnya cairan

pentingnya

dan dapat

cairan

memenuhi

tubuh, intake
cairan peroral
yang kurang
(mual, muntah),
ditandai dengan :
Ds : merasa mual
disertai dengan
demam

Ds : - tidak mual

Jelaskan

kebutuhan cairan.

- tidak
demam
Do : - muntah
- suhu tubuh
dalam batas

Monitor dan
catat intake
dan output
cairan

Untuk mengetahui
keseimbangan
intake da output
cairan

normal

Do : - muntah
- bradikardi

Agar pasien dapat

Kolaborasi
dengan dokter

Untuk mengetahui
pemberian dosis

relative

dalam

yang tepat

pemberian
antiemetik
3

Diare b/d proses

Pola eliminasi

peradangan pada

sesuai dengan

eliminasi

output dan dapat

usus halus

kebiasaan sehari-

pasien

ditentukan intake

ditandai dengan :

hari dengan

Ds : Do : feses encer

Kaji pola

yang sesuai

criteria hasil :
Ds : -

Untuk mengetahui

Berikan
minuman oralit

Do : konsistensi
normal

Untuk
menyeimbangkan
elektrolit
Untuk mengetahui

Kolaborasi
dengan dokter

dosis yang tepat


menghentikan diare

dalam obat
4

Perubahan nutrisi

Kebutuhan nutrisi

kurang dari yang

terpenuhi dengan

makanan yang

menimbulkan selera

dibutuhkan tubuh

criteria hasil :

tidak

pasien dan

merangsang

mengembalikan

saluran cerna,

status nutrisi

b/d mual, muntah,


anoreksia ditandai
dengan :
Ds : mengeluh
mual dan tidak
ada nafsu makan
Do : muntah

Ds : - tidak
demam
- mual
berkurang
Do : - tidak ada
muntah
- porsi makan
tidak dihabiskan

Berikan

Untuk

dan sajikan
dalam keadaan
hangat
Monitor dan

Untuk mengetahui

catat makanan

keseimbangan

yang

haluaran dan

dihabiskan

masukan

pasien

Intoleransi

Kebutuhan sehari-

Kaji

Untuk mengetahui

aktivitas terutama

hari terpenuhi

kemampuan

tingkat kemampuan

dalam memenuhi

setelah diberi

pasien dalam

pasien

kebutuhan sehari-

tindakan

memenuhi

hari dalam hal

keperawatan

kebutuhan

nutrisi, eliminasi,

dengan criteria

sehari-hari

personal hygiene

hasil :

b/d kelemahan
dan imobilisasi

Ds : pasien

ditandai dengan :
Ds : pasien
mengatakan

Bantu pasien
dalam

mengatakan tidak

melakukan

lemah

aktivitas

Agar kebutuhan
pasien dapat
terpenuhi

Do : tampak rileks

lemah
Do : tampak
lemas
http://jurmanew.unimus.ac.id/download.php?id=1355

https://www.scribd.com/doc/189788201/LAPORAN-PENDAHULUAN-THYPOID

DAFTAR

1.

PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, jilid I. Media Aesculapius :
Jakarta. 1999.

2.

suriadi dan Yuliani, Rita. Asuhan Keperawatan pada anak. Cv Sagung Seto. Jakarta :
2001.

Vous aimerez peut-être aussi