Vous êtes sur la page 1sur 23

Case Based Discussion

Dengue Hemorrhage Fever GRADE II


Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Pembimbing :
Dr. Azizah Retno K., Sp. A

disusun oleh:
Astriana Indrawati
01.206.5138

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2013
BAB I

PENDAHULUAN

A; LATAR BELAKANG
Infeksi virus dengue merupakan penyakit yang tersebar di seluruh dunia,
ditularkan melalui gigitan sserangga dengan peningkatan angka kejadian di daerah
tropis. Kasus DHF di dunia rata rata setiap tahunnya dilaporkan ada 925.896
kasus, sedangkan di Indonesia telah mencapai lebih dari 160.000 (15 20% kasus
dunia). Diantara negara WHO, selama 3 tahun berturut turut (tahun 2006, 2007,
2008) laporan kasus di Indonesia merupakan yang tertinggi (Hapsari, et al., 2010).
Tahun 2004 kasus DHF terus meningkat dan meluas sampai lebih dari 350
kabupaten / kota. Tahun 2008, angka kematian akibat DHF mencapai 1.187 orang,
sekitar 100 orang/bulan. Hasil dari RISKESDAS 2007 melaporkan bahwa DHF
merupakan penyebab kematian no. 5 pada balita dan anak, setelah diare,
pneumonia, Necrotizing Enterocolitis (NEC) dan Meningitis. Kasus kematian
karena DHF mencapai 6,8 % (Hapsari, et al., 2010).
Peta insidensi DHF di Indonesia pada tahun 2009 memperlihatkan seluruh
wilayah Jawa insidennya lebih dari 3,5% per 100.000 dan di Jawa Tengah sebesar
5,6 %. Insiden rate di Jawa Tengah dari tahun 1980 sampai 2009 bila ditarik garis
trend kasus tersebut terlihat terus meningkat. Sepuluh kabupaten / kota dengan
insidensi tinggi tahun 2009 adalah kota Semarang, Magelang, Jepara, Surakarta,
Tegal, Pati, Kudus, Purbalingga, Sragen, Tegal, dan Salatiga (Hapsari, et al.,
2010).
Tahun 2009, 35 kabupaten / kota seluruhnya sudah dilaporkan adanya kasus
DHF (tidak ada yang bebas). Pada tahun 2010 sampai dengan bulan Mei sebagian
besar kabupaten/kota di Jawa Tengah bagian Timur insidensinya sudah lebih dari 2
% per 10.000 penduduk. Dilihat dari angka kematian sejak tahun 2007 sudah
dibawah 2 % namun masih diatas 1 %, yang menjadi indikator nasional (Hapsari,
et al., 2010).

LAPORAN KASUS
2

A; IDENTITAS PENDERITA
Nama Penderita
: An. I D T
Umur/ tanggal lahir

: 7 bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pendidikan

: belum sekolah

Alamat

: Kalibaru Timur RT 07 Rw 09

Nama Ayah

: Bp. B

Umur

: 45 tahun

Pendidikan

: SLTA

Agama

: Islam

Pekerjaan

: karyawan pabrik

Alamat

: Kalibaru Timur RT 07 RW 09

Nama Ibu

: Ibu. M

Umur

: 35 tahun

Pendidikan

:SMU

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Kalibaru Timur RT 07 RW 09

B; DATA DASAR
Alloanamnesis dengan Ibu penderita dilakukan pada tanggal 21 Mei 2013 pukul
18.20 WIB di ruang ITH lantai 3 Anak dan didukung dengan catatan medis.

KELUHAN UTAMA
Panas

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


4 hari panas, panas tinggi mendadak terus menerus, menggigil (-), kejang (-) . Badan
lemas(+), mual (+), muntah (+) 3-4x/ hari berupa apa yang dimakan dan diminum,
bintik merah dikulit (+), gusi berdarah (-),batuk (-) sesak nafas (-), makan dan
minum kurang dari biasanya, BAB (+) Normal, BAK (+) sedikit. Sebelumnya
3

pasien sudah dibawa ke dokter dan diberi obat penurun panas, tetapi tidak ada
perbaikan, kemudian oleh keluarga pasien dibawa ke Rumah Sakit Sultan Agung.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.

Penyakit lain yang pernah diderita anak


Faringitis : disangkal
Enteritis
Bronkitis : disangkal
Disentri basiler
Pneumonia : disangkal
Disentri amoeba
Morbili
: disangkal
Thyp. Abdominalis
Pertusis
: disangkal
Cacingan
Varicella : disangkal
Operasi
Difteri
: disangkal
Trauma
Malaria : disangkal
Reaksi obat/ alergi
Polio
: disangkal

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini, tetapi tetangga ada yang diopname karena
menderita DBD.

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Ayah bekerja sebagai karyawan pabrik. Lingkungan tempat tinggal pasien sedikit
kumuh,di daerah sekitar pelabuhan. Asuransi ditanggung jamsostek.
Kesan ekonomi kurang.

C; DATA KHUSUS
1; Riwayat kehamilan
Riwayat ibu menderita kencing manis, asma, tekanan darah tinggi, penyakit
jantung sebelum hamil disangkal.
Ibu memeriksakan kehamilan di bidan secara teratur, sejak mengetahui kehamilan
hingga usia kehamilan kurang lebih 38 minggu. Pemeriksaan dilakukan 1x sebulan dan
mendapat imunisasi tetanus toksoid 1x. Tidak pernah menderita penyakit selama
kehamilan. Riwayat trauma saat hamil disangkal.

2. Riwayat kelahiran
Lahir spontan, aterm (39 minggu), dengan dibantu bidan, Berat Badan 3000
gram, Pajang Badan 48 cm, langsung menangis dan kemerahan.
Kesan kelahiran normal.
3; Riwayat Makan Minum
Minum ASI sampai saat ini, makanan pendamping ASI (Promina) mulai usia 6
bulan.
Kesan: Kualitas dan kuantitas cukup.
4

No
1;
2;
3;
4;
5;

4; Riwayat Imunisasi Dasar dan Ulang


Imunisasi
Berapa Kali
Umur
BCG
1x
1 bulan
DPT
3x
2,4,6 bulan
Polio
4x
0,2,4,6
Hepatitis B
3x
0,1,6 bulan
Campak
Kesan imunisasi: lengkap sesuai usia
5; Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Riwayat pertumbuhan : pada KMS garis selalu terlihat normal/ diatas garis
merah.
Riwayat Perkembangan: Senyum (usia 1 bulan), miring (usia 3 bulan),
tengkurap (usia 4 bulan), duduk (usia 6 bulan).
Kesan : Pertumbuhan dan Perkembangan Sesuai Umur
6; Riwayat KB Orang Tua
Ibu memakai KB suntik 3 bulan

Pemeriksaan Status Gizi (Z score):


Diketahui:
Umur : 7 bulan
BB
: 9,3 kg
PB
: 68 cm
WAZ= BB/U = (9,3-8,3)

= 1 (Normal)

1
HAZ= TB/U = (68-69,5) = -0,5 (Normal)
2,7
WHZ = BB/TB = (9,3-8,0) = 1,6 (Normal)
0,8
Kesan : Gizi Baik

D; PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 21 mei 2013 jam 18.20 WIB
5

Umur
: 7 bulan
Berat badan : 9,3 kg
Panjang badan : 68 cm
Suhu badan
: 37,8C (axilla)
Nadi
: 140 kali/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup, teraba
kuat
Frekuensi nafas: 40 kali/menit

KESAN UMUM
Keadaan Umum: Composmentis,tampak lemas, dan gizi baik,tidak sesak.
Keadaan Tubuh :
Rambut
: hitam, tidak mudah dicabut
Kepala
: mesocephale, ubun-ubun besar menutup
Kulit
: tidak sianosis, Ptechie (+), Turgor baik
Mata
: conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-)
Hidung
: nafas cuping hidung (-), secret (-), epistaksis (-)
Telinga: discharge (-)
Mulut
: gusi berdarah (-), lidah kotor (-), sianotik (-), tonsil membesar (-), bibir
kering (-)
Leher
: simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Tenggorokan : hiperemis (-),
Thorax
Paru-paru
Inspeksi

:
: Statis
: Hemithorax dextra sama dengan sinistra
Dinamis
: Hemithorax dextra sama dengan sinistra,
Auskultasi : SD Vesikuler, Wheezing (-),Ronkhi (-)
Palpasi
: Strem femitus dextra dan sinistra simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Jantung:
Inspeksi
Perkusi

: Iktus kordis tidak tampak


:
Batas atas
: SIC II linea parasternalis sinistra
Batas pinggang
: SIC III linea parasternal sinistra
Batas kanan bawah
: SIC V linea sternalis dextra
Batas kiri bawah
: SIC V 2 cm medial linea mid clavicula sinistra
Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal.
Palpasi
: Iktus tidak melebar, tidak kuat angkat
Auskultasi :
Irama
: Reguler
Bunyi Jantung
:BJ I dan BJ II normal reguler
Bising
: (-)

Abdomen
6

Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: bentuk datar, simetris


: peristaltik (+), Normal
: tyimpani
: nyeri tekan(+) pada regio epigastrium, hipochondrium kanan, dan
lumbal kanan
Hepar: konsistensi kenyal, tidak ada pembesaran, nyeri tekan, tepi tajam,
permukaan rata
Lien : tidak teraba
Alat kelamin : laki-laki, tidak ada kelainan
Ekstremitas :
Capilary refill

Atas (ka/ki)
:
< 2

Bawah (ka/ki)
< 2

Akral dingin

-/-

-/-

R. Fisiologis

+/+

+/+

R. Patologis

-/-

-/-

Ptechie

+/+

+/+

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium saat di RS Islam Sultan Agung tanggal 19 mei 2013:

DARAH RUTIN
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
Eosinofil%
Basofil%
Neutrofil%
Limfosit%
Monosit%
Golongan darah/Rh

9,6 g/dl
30,2 % (H)
5,39 ribu/uL
4 juta/uL
132 ribu/uL (L)
0,0 %
0,0 %
10,4 %
82,0 %
7,6 %
o/+

TANGGAL
19/5/2013
21/5/2013
Laboratorium Pukul
21.41Pukul
WIB
WIB
Hb: 9,6
Hb: 10,9
Ht:30,2
Ht: 34,2
Leu:5,39
Leu: 7,7
Trom:132
Trom:48

22/5/2013
05.43Pukul
WIB
Hb:10,5
Ht:32,7
Leu:12,3
Trom:50

23/5/2013
07.53Pukul
WIB
Hb:10,3
Ht:31,9
Leu:10,7
Trom:64

24/5/2013
06.15Pukul 06.10 WIB
Hb:10,4
Ht:32,4
Leu:11,1
Trom:100

ASSESMENT :
1; Febris Akut
2; Gizi Baik
INITIAL PLANS
1; Assesment : Febris Akut
DD : Demam Berdarah Dengue Grade II
Demam Berdarah Dengue Grade I
Demam Dengue
Demam Cikungunya
Initial:
; IPDx

IP Rx

: S:O : Sediaan apus darah tepi, uji serologi, isolasi virus, foto thorax
(AP-RLD)
: Antipiretik bila panas Parasetamol 10 15 mg /KgBB/kali
pemberian
Cairan:
Kebutuhan cairan BB 9,3 kg
larutan isotonik Infus ringer laktat/asetat

Kebutuhan cairan:
Berat Badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/ Jam
Berat Badan 15-40 kg: 5 ml/kgBB/ Jam
Berat Badan > 40 kg: 3 ml/kgBB/ Jam
7 x 9,3 = 65,1 ml/Jam
65 ml/ Jam: 4= 16 tpm
;

IP Mx

: - Tanda Vital
-

Check Darah Rutin setiap 4-6 jam (hematokrit, trombosit, Hb)


hemodinamik (kesadaran, akral dingin, sianosis, capp refil,
lingkar perut)
diuresis tiap 4-6 jam

IP Ex

perdarahan
tanda-tanda syock
input cairan
Tirah baring
Minum obat teratur
Banyak minum 1-2 liter per hari
Makan makanan yang bergizi
Jika kaki-tangan dingin, keluar tanda-tanda perdarahan lapor
perawat
; Di rumah :
Jika panas, minum obat penurun panas, jika panas tidak turun,
segera bawa ke pelayanan kesehatan terdekat.
Proteksi diri dengan tidur menggunakan kelambu.
Melakukan 3 M
;
;
;
;
;

;
;

o Menguras tempat penampungan air dan bak mandi


o Menutup tempat- tempat penampungan air
o Mengubur barang- barang yang dapat menampung air
Fogging
Abatisasi

2; Assesment : Gizi Baik


DD : Gizi baik
Gizi kurang
Gizi buruk
Initial Plans:
Assessment: Gizi Baik
; IPDx
: S : Kualitas dan kuantitas makan sehari-hari
O:; IP Rx
: Kebutuhan kalori umur 7 bulan, BB 9,3 kg
Kebutuhan kalori
(60,9 x 9,3) -54= 512,37 kkal
Yang terdiri dari :
- Karbohidrat: 60% x 512,37 = 307,422 kkal

IP Mx

: -

- Lemak

: 40% x 512,37 = 204,94 kkal

- Protein

: 10% x 512,37 = 51,237 kkal

Penimbangan BB secara rutin dan teratur


Pengukuran TB setiap bulan

IP Ex

Makan teratur
Asupan makanan yang bergizi seimbang
Jangan mengkonsumsi makanan di sembarang tempat
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Menimbang berat badan secara rutin

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu Den 1, 2,3 dan
4. Virus Dengue dapat menyebabkan manifestasi klinis yang bermacam macam dari
asimptomatik sampai berakibat fatal yaitu kematian (Hadinegoro, et al., 1999).
2.2; PATOGENESIS DHF

Terdapat dua teori yang paling banyak dianut dalam patogenesis DBD dan SSD
adalah hipotesis infeksi sekunder oleh virus yang heterologus (secondary
heterologous infection). Hipotesis ini menyatakan bahwa pasien yang mengalami
infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog akan mempunyai
resiko yang lebih besar untuk menderita DBD dan DSS. Antibodi heterolog yang telah
ada sebelumnya akan mengenali virus lain yang menginfeksi dan kemudian membentuk
kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran
sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog, maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE),
suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut terjadi sekresi mediator

vasoaktif yang berakibat terjadinya peningkatan permiabilitas pembuluh darah,


sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue, dapat mengalami perubahan
genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia
maupun tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus
dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulrensi,
dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.
1; Virulensi virus
Virus dengue merupakankeluarga dari Flaviviridae dengan empat serotipe
(Dengue/DEN 1, 2, 3 dan 4).
Sebagai mikroorganisme intraseluler, virus dengue memerlukan asam nuklet
untuk bereplikasi sehingga menganggu sintesis protein sel pejamu, dan
mengakibatkan kerusakan dan kematian sel pejamu. Kapasitas virus untuk
mengakibatkan penyakit pada pejamu disebut virulensi. Perbedaan manifestasi
klinis demem dengue, DBD dan SSD mungkin disebabkan oleh varian-varian virus
dengue dengan derajat virulensi yang berbeda-beda.
Serotipe DEN 2 lebih banyak menyebabkan syok dan DEN 3 sering dapat
diisolasi pada DBD berat dibandingkan dengan serotipe DEN 1 dan DEN 4.
2; Makrofag/monosit
Berdasarkan hipotesis ADE maka monosit atau makrofag berperan sebagai
sel target.
Secara in vivo, antibodi pada infeksi dengue mempunyai peran yang
berbeda, yaitu enhancing antibody dan neutralizing antibody. Enhancing antibody
merupakan kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat
menetralisasi, tetapi memacu replikasi virus yang diduga berperan dalam
patogenesis DBD atau SSD. Antibodi non neutralisasi yang dibentuk pada infeksi
primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder
dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat
bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe yang berbeda cenderung
mengakibatkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis tersebut adalah
meningkatnya reaksi imunologi ( the immunological enhancement hypotesis) yang
berlangsung sebagai berikut :
a; Sel fagosit mononuklear, yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel kupffer,
merupakan tempat utama infeksi virus dengue primer.
b; Non-neutralizing antibody, baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang
melekat pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya

virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama


ini disebut mekanisme aferen.
c; Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear
yang telah terinfeksi.
d; Selanjutnya, sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar
ke usus, hati, limpa, dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme
eferen. Parameter perbedaan yang terjadinya DBD dengan dan tanpa syok
adalah jumlah sel yang terinfeksi.
e; Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan
sistem komplemen, dengan akibat dilepaskannya mediator-mediator yang
mempengaruhi permiabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi.
Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.
Neutralizing antibody dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya
memacu replikasi virus (Hapsari, et al., 2010).
2.3. DIAGNOSIS DHF
2.3.1. Kriteria Diagnosis DHF Menurut WHO Tahun 1997
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun
1997 terdiri dari Kriteria Klinis dan Kriteria Laboratoris.

a; Kriteria Klinis
1; Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas berlangsung terus menerus 2 7
hari.
2; Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif, petechia,
echimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.
3; Pembesaran hati
4; Terdapat tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah,
penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin
b; Kriteria Laboratoris
1; Trombositopenia ( 100.000/mm3)
2; Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari kenaikan hematokrit 20% atau lebih
menurut standar umur dan jenis kelamin, atau terdapat bukti kebocoran plasma
lainnya (hipoalbuminemia, efusi pleura, acites)

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau


peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DHF.
Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada
pasien anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hematokrit
dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DHF (Hapsari, et al., 2010).
2.4.2. Pedoman Diagnosis DHF Menurut WHO Tahun 2009
Pedoman diagnosis DHF menurut WHO tahun 2009 terdiri dari 4 fase sebagai berikut :
a;

Fase Febris
Pasien panas tinggi secara tiba tiba (akut), berlangsung 2 7 hari disertai dengan
flushing, eritema kulit,badan sakit semua, nyeri otot, nyeri sendi, pusing. Dapat
disertai kejang demam pada anak.

b; Fase Kritis
Terjadi pada hari ke 3 7 sakit dimana suhu turun menjadi 37,5 38 0C. Dapat terjadi
syok karena kebocoran plasma, perdarahan hebat, gangguan fungsi organ.
c; Fase Pemulihan (Recovery)
Apabila pasien dapat melewati fase kritis 24 48 jam, terjadi penyerapan perlahan
lahan dari cairan ekstravaskuler dalam waktu 48 72 jam. Dapat terjadi hipervolemik
(dengan tanda distress respirasi, efusi pleura masif, acites) apabila diberikan cairan
yang berlebihan, kadang kadang terjadi keluhan pruritus. Bradikardi dan perubahan
pada elektrokardiografi sering terjadi pada fase ini.
d; Dengue Berat (Severe Dengue)
Bila terdapat satu dari gejala sebagai berikut :
1; Kebocoran plasma yang dapat menyebabkan syok (sindroma syok dengue)
2; Akumulasi cairan dengan atau tanpa distress respirasi
3; Dan atau perdarahan masif,
4; Dan atau gangguan fungsi organ berat (Hapsari, et al., 2010).
2.4.3. Derajat Penyakit DHF
Derajat penyakit DHF diklasifikasikan dalam 4 derajat (Grade), yaitu :
1; Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi perdarahan ialah
uji torniquet.

2; Derajat II
Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
3; Derajat III
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit
dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.
4; Derajat IV
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur (Hapsari, et al., 2010).
2.5; KELAINAN PADA PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH
1; Jumlah Leukosit
Pada awal perjalanan penyakit jumlah leukosit normal atau menurun, dengan
dominasi neutrofil (Hapsari, et al., 2010). Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah
leukosit dan sel neutrofil bersama sama menurun sehinggadijumpai limfositosis relatif
dengan jumlah limfosit atipikal (Limfosit Plasma Biru/LPB : 4 %) (Hadinegoro, et al.,
1999; Hapsari, et al., 2010).
2; Trombositopenia
Penurunan jumlah trombosit menjadi < 100.000 / mm 3 atau kurang dari 1 2
trombosit/lapangan pandang besar (lpb) dengan rata rata pemeriksaan dilakukan pada
10 lbp, pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan
terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit < 100.000 /mm 3, biasanya ditemukan
antara hari sakit ketiga sampai ketujuh.
3; Hematokrit dan Hemoglobin
Peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DHF,
yang merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan Ht secara berkala. Semakin berat kebocoran / perembesan
plasma darah semakin kental darah dan semakin berat DHF nya. Kadar Hemoglobin
pada hari hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun. Tetapi kemudian
kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan
hematologi paling awal yang ditemukan pada DHF.
2.6; KELAINAN PADA PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Radiologi berperan penting untk mengetahui kebocoran plasma dan memantau
perburukan serta komplikasi DHF. Pemeriksaan radiologi tersebut antara lain, yaitu :
1; Foto Rontgen Thoraks

Pada foto rontgen thoraks yang dibuat dengan posisi terlentang sinar
anteroposterior (AP supine) dapat terlihat hemithoraks kanan lebih putih (dense)
daripada kiri apabila terdapat efusi pleura kanan (Hapsari, et al., 2010). Tetapi
apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemithoraks
(Hadinegoro, et al., 1999). Pada posisi right lateral decubitus (RLD) sinar
horizontal efusi pleura terlihat sebagai bagian lateral thoraks yang putih berbatas
garis lengkung yang tegas. Pemeriksaan foto rontgen dada adanya cairan pleura 50
100 cc akan tampak pada proyeksi lateral dekubitus kanan (RLD). Apabila
terdapat efusi pleura kemudian dapat dinilai PEI (Pleural Effusion Index). PEI
yaitu persentase rasio antara lebar maksimum hemithoraks. Derajat kobocoran
plasma diukur dari PEI. PEI 6 % saat masuk rumah sakit memiliki korelasi
terjadinya shock.
Pemeriksaan foto thoraks perlu dipertimbangkan apabila :
a; Kita menghadapi keraguan diagnosis (demam lebih dari 3 hari, namun tidak
dijumpai shock, sedangkan klinis mengarah pada DHF dengan asumsi telah
terjadi perembesan plasma, atau
b; Untuk mengevaluasi pemberian cairan, terutama apabila keadaan sirkulasi
belum stabil sedangkan anak sudah tampak sembab dan sesak nafas.
2; USG
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang ideal, aman, non invasive
dalam mendeteksi kebocoran plasma (efusi pleura, efusi pericardium, acites),
hepatomegali atau splenomegali.
Secara USG cairan akan terlihat sebagai daerah hitam dengan batas tegas
(pleura) berbentuk segitiga pada potongan longitudinal) atau bulan sabit (pada
potongan transversal). Apabila cairan tersebut adalah darah, daerah hitam tersebut
dapat disertai bercak bercak echo (berupa titik titik putih) atau gumpalan massa
echogenic (gumpalan putih).
Acites secara USG dapat dilihat di antara hati dan ginjal kanan, di antara usus
usus dan posteriordari vesica urinaria, sebagai suatu daerah hitam (echolucent)
berbatas tegas yang tepinya tidak teratur tergantung organ sekitarnya. Adanya
penimbunan cairan dalam cavum peritoneum sejumlah 100 cc sudah dapat
diketahui.
USG ini dapat mendeteksi awal DHF yaitu penebalan dinding vesica velea (>
3 mm), cairan pericholecystic, acites minimal, efusi pleura, perikardium dan
hepatosplenomegali. Dapat pula mendeteksi perburukan DHF yaitu cairan di
perirenal dan pararenal, cairan subkapsular liver dan lien serta pembesaran
pankreas.

2.7. KOMPLIKASI
1. Ensefalopati Dengue
Ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan
perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DHF yang tidak syok. Gangguan metabolik
seperti hipoksemia, hiponatremia atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya
ensefalopati. Melihat ensefalopati DHF bersifat sementara, maka kemungkinan dapat
juga disebabkan oleh trombosit pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari
koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat
menembus sawar darah otak, tetapi sangat jarang dapat menginfeksi jaringan otak.
Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.
2. Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok
diobati dengan menggantikan volume intravaskular. Diuresis merupakan parameter
yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi.
Diuresis diusahakan > 1 m/kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi
dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang.
Pada syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan
jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
3; Oedem Paru
Oedem paru merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai
kelima biasanya tiak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma
masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular,
apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan Hb
dan Ht tanpa memperlihatkan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan,
disertai sembab kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto
rontgen dada (Hadinegoro, et al., 1999).

2.8. TATA LAKSANA


Tatalaksana Kasus DBD Derajat I atau II (Hapsari, et al., 2010)
Cairan awal
RL/NaCL 0,9 % atau RLD5/NaCl 0,9% +
D5
BB < 15 kg

: 6 7 ml/kgBB/jam

BB 15 40 kg : 5 ml/kgBB/jam
BB > 40 kg : 3 4 ml/kgBB/jam
Pantau tanda tanda vital tiap 3 jam, Ht dan Trombosit tiap 4 jam

Perbaikan
Tidak gelisah

Tanpa tanda tanda syok


Ht tetap tinggi / naik

Perburukan
Gelisah

Nadi kuat

Distress pernafasan

Tekanan darah stabil

Frekuensi nadi naik

Diuresis cukup ( 12 ml/kgBB/jam)


Ht turun (2 kali pernafasan)

Hipotensi /tek.nadi
20 mmHg
Diuresis kurang/
Tidak ada
Pengisian kapiler
> 2 detik
Ht tetap tinggi/naik

Tetesan dikurangi

Tetesan
dipertahankan

Rumatan atau
Sesuai kebutuhan
Perbaikan sesuaikan
tetesan
Rumatan
Rumatan

Pantau lebih ketat tanda vital


setiap jam, Ht tiap 3 jam

IVFD stop 24 48 jam


Bila tanda vital / Ht stabil dan diuresis cukup

Masuk ke Protokol
syok

Tatalaksana Sindrom Syok Dengue (Hapsari, et al., 2010)


1; Koloid HES BM 100 - 300kD dan atau RL 10 20 ml/kg/BB (5 menit)

Dapat
diulang 3x

Hapsari,
et al., 2010
2; Oksigenasi
adekuat

teratasi ?
Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balans cairan selama pemberian cairan intravena
Syok teratasi

Syok tidak teratasi

Kesadaran membaik

Kesadaran menurun

Nadi teraba kuat

Nadi lembut / tidak teraba

Tekanan nadi > 20 mmHg

Tekanan nadi < 20 mmHg

Tidak sesak nafas/asidosis

Distres pernafasan / sianosis

Ekstremitas hangat

Kulit dingin dan lembab

Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam

Ekstremitas dingin

Cairan dan tetesan disesuaikan

Periksa kadar gula darah


Lanjutkan cairan

10 ml/kgBB/jam

20 ml/kgBB/jam

Evaluasi Ketat

Tambahkan koloid/plasma
Dekstran / FPP

Tanda vital,Tanda perdarahan

10 20 (max 30) ml/kgBB/jam


Koreksi Asidosis

Diuresis, Hb, Ht, trombosit


Stabil dalam 24 jam

Evaluasi 1 jam

Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Infus stop tidak melebihi 48 jam
2.9. PENCEGAHAN
setelah syok teratasi

Syok belum teratasi


Syok teratasi

Ht turun

Transfusi darah segar 10 ml/kgBB


diulang sesuai kebutuhan

Ht tetap tinggi/naik
Koloid 20
ml/kgBB

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu


nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
1; Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan


Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan
desain rumah. Sebagai contoh:
Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan
lain sebagainya.
2; Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
;
;
;
;

3; Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:

Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna


untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti
memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu
pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll
sesuai dengan kondisi setempat.

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien anak I.D.T yang berusia 7bulan didiagnosa DHF grade II adalah tepat, karena
dari anamnesa awal ditemukan data-data yang dapat mengarah pada diagnosa DHF grade II , antara
lain : 4 hari panas, panas tinggi mendadak terus menerus, badan lemas(+), pusing (+), mual (+),
muntah (+) 4 hari ini 3-4x/ hari berupa apa yang dimakan dan diminum.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi nadi 140 x/menit, respirasi rate 40 x/menit,
temperature 37,8C, ditemukan ptekie pada tangan dan kaki.
Pada pemeriksaan penunjang, pemeriksaan darah rutin hematokrit dan trombosit. Hasil yang didapat
pada tanggal 19 Mei 2013 yaitu hematokritnya 30,2 % , trombositnya 132.000 /ml (N =150000450000), Pada pasien ini terjadi peningkatan Kadar hematokrit artinya terjadi hemokonsentrasi dan
trombositnya terjadi penurunan (trombositopenia). Berdasarkan kriteria WHO :

1; tanda klinis

demam tinggi mendadak tanpa sebab yanng jelas,berlangsung terus menerus selama
2-7 hari

terdapat manifestasi perdarahan, ditandai dengan : uji torniquet positif, terdapat


petekie atau purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis
dan atau melena

pembesaran hati

syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan
tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah

2; laboratoris

trombositopenia (100.000 atau kurang)

adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler dengan


manifestasi : peningkatan hematokrit lebih dari 20 % atau penurunan hematokrit
kurang dari 20 % setelah pemberian cairan

jika terdapat dua tanda klinis atau lebih ditambah satu kriteria laboratoris, sudah cukup
untuk menegakkan diagnosa sementara DHF. Pada pasien ini ditemukan tanda klinis
(panas tinggi mendadak berlangsung terus menerus dan dua kriteria laboratoris
(trombositopenia dan hematokritnya meningkat) jadi pasien ini dapat didiagnosa
sementara DHF.

Penatalaksanaan yang diberikan berupa cairan, dietetik, dan medikamentosa sudah sesuai
teori yang ada. Selama pasien dirumah sakit, yang perlu dimonitoring keadaan umum, tanda-tanda
vital,nilai hematokrit dan trombosit tiap 6 jam, intek cairan/makanan.
Edukasi kepada orang tua pasien, selama pasien dirawat tingkatkan makan dan minum agar
kebutuhan cairan tubuh terpenuhi sehingga tidak terjadi dehidrasi. bila panas kompres dengan air
hangat dan minum obat penurun panas.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Pada pasien anak I.D.T, umur 7 bulan didiagnosa DHF grade II , karena dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratoris terdapat tanda-tanda yang termasuk
kriteria DHF grade II .
Terapi yang meliputi aspek cairan, aspek dietetik dan medikamentosa sudah sesuai.

SARAN
Perlunya digalakkan Gerakan 3 M tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.

Vous aimerez peut-être aussi