Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Demam
1-3
negatif.4 Penyakit demam tifoid ini merupakan penyakit yang sering terjadi di
negara berkembang dan menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang
tinggi pada semua usia.5,6
tulang, kultur juga bisa berasal dari cairan tubuh lainnya seperti cairan duodenum,
urin atau feses.4,5 Tes serologi telah digunakan untuk diagnosis selama lebih dari
100 tahun. Tes Widal dikembangkan pada tahun 1896 untuk mendeteksi anti S
serotipe Typhi antibodi.4,5,8 Saat ini telah tersedia 3 jenis tes serologi untuk
mendiagnosis infeksi akut S. typhi yang lebih praktis dan cepat diantaranya Multi
test Dip-S-Ticks, Tubex, dan Typhidot.9 Tubex merupakan alat diagnostik yang
paling cepat untuk mendiagnosis demam tifoid,9 dan memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan yang lain.9-12
Salah satu obat pilihan untuk demam tifoid adalah kloramfenikol, 3,13 yang
telah digunakan selama lebih dari 40 tahun.4 Ampisilin memberikan respon
perbaikan klinis yang kurang apabila dibandingkan dengan kloramfenikol.
Kombinasi trimetoprim sulfametoksazol (TMP-SMZ) juga memberikan hasil
yang kurang baik dibandingkan kloramfenikol3. Saat ini dilaporkan telah banyak
kasus
demam
tifoid
yang
resisten
terhadap
ampisillin,
kloramfenikol,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau Typhoid fever.
Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.14
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak
membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut
getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di
dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan,
pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. 14
II.2 Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonela yang lain adalah bakteri gram
negatif, yang mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif
anaerob.15
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin.
Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau fili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan
pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. 15
II.3 Epidemiologi
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai
negara sedang berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia ini
sangat sukar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan
spectrum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka kejadian dari 150 kasus/100.000
orang setiap tahun di Amerika Selatan dan 900 kasus/100.000 orang setiap tahun di
Asia. Umur penderita yang terkena demam tifoid di Indonesia (daerah endemis)
dilaporkan antara usia 3 sampai 19 tahun mencapai 91% kasus. Angka yang kurang
lebih sama juga dilaporkan dari Amerika selatan. 3
Salmonella typhi dapat hidup dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural
reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengeksresikannya
melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat
bervariasi. Salmonela typhi yang berada diluar tubuh manusia dapat hidup untuk
beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu atau kotoran yang kering
maupun pada pakaian. Akan tetapi S.typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu
pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temperatur
63oC).17
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman atau
makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa
kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal=jalur oro-
fekal). Dapat juga terjadi transmisi melalui transplasental dari seorang ibu hamil yang
berada pada kondisi bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan juga terjadinya
transmisi orofekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya
kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian. 3
II.4 Patogenesis
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila
respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus
sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia
kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. 16
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya
dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam
makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama
yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama
hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam
sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan
disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise,
mialgia, sakit kepala dan sakit perut. 16
Salmonella typhi tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan bahwa imunitas seluler
lebih berperan.3
II.5 Gejala Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding
dengan penderita dewasa. Masa inkubasi demam tifoid 5 sampai 40 hari dengan
rata-rata antara 10 sampai 14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi,
dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan
berat sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur
Salmonella, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya. 3,16
Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu: 16
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus
berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsurangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.16 Pada era pemakaian
antibiotik belum seperti pada saat ini, penampilan demam pada kasus demam
tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step ladder temperature chart yang ditandai
dengan demam timbul insidius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan
mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan
bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun secara perlahan, kecuali bila
terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan
menetap.3
gejala
nausea,
anoreksia,
malaise,
nyeri
perut
dan
radang
tenggorokan.3,16
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun, yaitu apatis sampai somnolen.
Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah 16. Pada kasus yang berat penderita dapat
datang dengan kondisi yang toksik/sakit berat bahkan datang dengan syok
hipovolemik sebagai akibat kurang masuknya cairan dan makanan.3
d. Gejala lain
Rose spot dapat dijumpai pada penderita tifoid, yaitu suatu ruam
makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 2 sampai 4 um seringkali
dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang
kulit putih, jarang terjadi pada anak Indonesia. Bronchitis dan bradikardia relatif
juga dapat dijumpai pada penderita demam tifoid tapi dalam persentase yang
sangat sedikit.3
10
11
menjadi
40%.
Meskipun
demikian
kultur
sum-sum
tulang
tetap
12
13
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum
penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada
orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.
Antigen yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi Salmonella typhi
yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam
tifoid.16,19
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar
pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang
aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang
waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2
sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. 20,21
Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
a. Titer O yang tinggi (>160) menunjukkan adanya infeksi akut
b. Titer H yang tinggi (>160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah
menderita infeksi
c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.17
Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain :
1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderita
a. Keadaan umum gizi penderita
Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Aglutinin baru dijumnpai dalam darah setelah penderita mengalami sakit
selama satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau
keenam sakit.
c. Pengobatan dini dengan antibiotik
Pemberian
antibiotik
dengan
obat
antimikroba
dapat
menghambat
pembentukan antibodi.
d. Penyakit-penyakit tertentu
14
hari ke-6 sampai 8 dan antibodi H muncul pada hari 10 sampai 12 setelah onset
penyakit.1,6,9 Pemeriksaan Widal merupakan metode diagnostik yang mudah,
15
16
nukleat
rantai
tunggal
yang
mengandung
urutan
asam
nukleat
masalah
sensitifitas masih belum terpecahkan. Karena ternyata DNA probe tidak cukup
sensitif untuk mendeteksi kuman S.typhi dalam darah yang berjumlah sangat
rendah. Cut-off DNA probe adalah 500 bakteri/mL sedangkan spesimen pasien
umumnya hanya 10 sampai 15 kuman. Disamping itu cara tersebut masih
dianggap terlalu lama, karena memerlukan biakan selama semalam untuk
menunbuhkan koloni sebelum diidentifikasi.19
4. Polimerase Chain Reaction (PCR)
Metode PCR merupakan pengenbangan dari metode DNA probe guna
menggantikan prosedur biakan semalam tersebut. Prinsipnya adalah melakukan
perbanyakan DNA target secara in vitro dengan menggunakan enzim DNA
polymerase didalam alat thermocycler melalui siklus yang berulang-ulang,
sehingga dihasilkan berjuta juta rantai DNA baru yang serupa dengan DNA yang
dilacak. Diperkirakan bahwa uji PCR dapat melacak sampai sedikitnya 10 sel
S.typhi dan waktunya lebih baik dibandingkan dengan kultur, begitu pula
hasilnya.19
Kelemahan metode PCR ini adalah mudah terkontaminasi, baik dari
peralatan maupun ruangan di sekitarnya yang dapat mengakibatkan positif palsu.
Untuk saat ini baik DNA probe maupun PCR bahan dan materialnya masih cukup
mahal dan belum dapat dipakai untuk pelayanan kesehatan secara luas (terbatas
untuk penelitian).19
5. TUBEX
Sebagai respon terhadap kebutuhan alat diagnostik yang cepat dan dapat
dipercaya, saat ini telah dikembangkan beberapa pemeriksaan sebagai pengganti
17
pemeriksaan Widal, pemeriksaan tersebut diantaranya adalah Multi test Dip-STicks, Tubex dan Typhidot. Multi test Dip-S-Ticks merupakan alat pemeriksaan
untuk lima bakteri patogen, termasuk S.typhi. Alat pemeriksaannya berbentuk stik
yang dapat mendeteksi anti-O, anti-H, anti-Vi, antibody IgM, atau IgG yang
berada pada serum, plasma, atau whole blood yang mengandung heparin.9 Tubex
merupakan alat pemeriksaan pewarnaan semikuantitatif yang menggunakan
partikel aglutinasi, alat ini banyak digunakan di daerah endemis, 9,22 cara
pemeriksaannya sederhana dan cepat. 6,9,23
Tubex dapat mendeteksi
S.typhi).19,23
18
19
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 100 mg/kg BB/ hari dibagi dalam
empat kali pemberian.3 Studi yang dilakukan di Malaysia terhadap anak-anak
yang menderita demam tifoid mendapatkan 97% anak tersebut sembuh, setelah
diobati dengan kloramfenikol dosis 40.5 mg/kg BB/hari untuk neonatus, dan 75.5
mg/kg BB/hari untuk anak-anak, dosis dibagi dalam empat kali pemberian selama
14 hari.25 Saat ini diketahui ada beberapa negara yang telah mengalami resisten
terhadap kloramfenikol untuk pengobatan demam tifoid,1 diantaranya adalah
Kairo dan India.26,27 Alternatif lain untuk pengobatan demam tifoid adalah
pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti seftriakson 100 mg/kg/hari dalam 1
atau 2 dosis, atau sefotaksim 150-200 mg/kg/hr dalam 3-4 dosis. Efikasi kuinolon
baik tetapi tidak dianjurkan untuk anak. Sefiksim oral 10-15 mg/kgBB/hari
selama 10 hari dapat diberikan sebagai terapi untuk demam tifoid.3
II.9 Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan
minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat
terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut
darurat
bedah
ditegakkan
bila
terdapat
perdarahan
sebanyak
ml/kgBB/jam.17
b. Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya
timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu
pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut
yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian
meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah muntah, nyeri
pada perabaan abdomen, defance muskulare, hilangnya keredupan hepar
dan tanda tanda peritonitis lain, nadi cepat, tekanan darah turun dan
20
21
Relaps yang didapat pada 5 sampai 10% kasus demam tifoid saat era
preantibiotik, sekarang lebih jarang ditemukan. Apabila terjadi relaps, demam
timbul kembali seminggu setelah penghentian antibiotik. Namun pernah juga
dilaporkan relaps timbul saat stadium konvalesens, saat pasien tidak demam akan
tetapi gejala lain masih jelas dan masih dalam proses pengobatan antibiotik. Pada
umumnya relaps lebih ringan dibandingkan gejala demam tifoid sebelumnya.17
II.10 Pencegahan
Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan
penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan
primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari
strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin
tifoid, yaitu:
a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang
diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini
kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi
antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.
b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K
vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol
preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 5
tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping
adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan.
Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan
secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif,
hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun. Indikasi vaksinasi
22
adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan
penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.3,17
Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan
pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan
cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higiene
makanan dan minuman berupa menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih
dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal pengolahan, pendinginan
sampai penyajian untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi lingkungan.14
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit
secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.
Untuk
23
24
BAB III
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
No. RM
Tanggal Masuk
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Alamat
: 047341
: 19 Juli 2016
: Ny. N
: 34 tahun
: Perempuan
: Islam
: Jl.Temusai, Bunga Raya
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Demam sejak 1 minggu ini
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Siak dengan keluhan demam terus-menerus
sejak 1 minggu ini. Pasien juga merasa menggigil (+), mual (-),
muntah (+) 5x. Muntah berisi makanan. BAB (+) normal, BAK (+)
normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Hipertensi
: disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus
: disangkal
- Riwayat Asma
: disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung
: disangkal
- Riwayat Alergi Obat
: disangkal
- Riwayat Gastritis
: disangkal
- Riwayat penyakit selama kehamilan: disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
-
Riwayat Hipertensi
Riwayat Diabetes Melitus
Riwayat Asma
Riwayat Penyakit Jantung
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat Pengobatan
(-)
Riwayat Psikososial
Riwayat Alergi Obat/Makanan
Os suka beli makanan diluar
25
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Status internus
Keadaan Umum
Kesadaran
: Composmentis Cooperatif
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 130/70 mmHg
Nadi
: 88 x / menit
Pernapasan
: 20 x / menit, teratur
Suhu
: 37,6 0C
Hidung
Thorak :
Cor
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
:
Superior
-/-
Inferior
-/-
-/-
-/-
Refleks Fisiologis
+N/+N
+N/+N
Refleks Patologis
-/-
-/-
Edema
Akral dingin
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
26
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 19 Juli 2016
Darah Rutin
Hb
: 10,6 gr/dL
Ht
: 30,8 %
Leukosit
: 14.500 mm3
Trombosit
: 266.000 mm3
Uji Widal
Titer O
: 1/320
Titer H
: 1/320
Uji Malaria
: (-)
V. RESUME ANAMNESIS
Pasien datang ke RSUD Siak dengan keluhan demam terus-menerus sejak 1
minggu ini. Pasien juga merasa menggigil (+), mual (-), muntah (+) 5x. Muntah
berisi makanan. BAB (+) normal, BAK (+) normal. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan bibir kering (+), lidah kotor (+), os sering membeli makanan diluar.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukosit 14.500 mm3 dan pemeriksaan
penunjang didapatkan uji widal (+), titer O = 1/320 dan titer H 1/320. Uji malaria
(-).
VI.
DIAGNOSA KERJA
Typhoid fever
VII.
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 30 ggt/i
Inj. Radin 2 x 1 amp
Inj. Ondansetron 2 x 1 amp
Inj. Ceftriaxone 2 x 1gr
Paracetamol tab 3 x 500 mg
VIII. PROGNOSIS
Quo Ad Visam
: dubia ad bonam
27
Quo Ad Sanam
Quo Ad fungionam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
XI. FOLLOW UP
Tanggal Subject
Objective
Assesment
Selasa, Demam (+), nyeri TD : 120/80 mmHg Thypoid
19
2016
fever
mual
Planning
1. IVFD RL 30
ggt/i
2. Inj. Radin 2 x
(-), HR : 60 x/i
1 amp
muntah (+).
3. Inj.
Ondansetron
2 x 1 amp
4. Inj.
Ceftriaxone 2
x 1gr
5. Paracetamol
tab 3 x 500
mg
Rabu,
20
2016
mual
muntah (+).
(-), HR : 81 x/i
Thypoid
fever
1. IVFD RL 30
ggt/i
2. Inj. Radin 2 x
1 amp
3. Inj.
Ondansetron
2 x 1 amp
4. Inj.
Ceftriaxone 2
x 1gr
28
5. Paracetamol
tab 3 x 500
mg
Kamis,
21
2016
fever
mual
1. IVFD RL 30
ggt/i
2. Inj. Radin 2 x
(-), HR : 80 x/i
1 amp
muntah (+).
3. Inj.
Ondansetron
2 x 1 amp
4. Inj.
Ceftriaxone 2
x 1gr
5. Paracetamol
tab 3 x 500
mg
Jumat,
22
2016
Juli perut
(-),
sakit T : 36,2 C
fever
mual
(-), HR : 80 x/i
muntah (-).
29
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien datang ke RSUD Siak dengan keluhan demam terus-menerus sejak
1 minggu ini. Pasien juga merasa menggigil (+), mual (-), muntah (+) 5x.
Muntah berisi makanan. BAB (+) normal, BAK (+) normal. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan bibir kering (+), lidah kotor (+), os sering membeli makanan
diluar. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukosit 14.500 mm3 dan
pemeriksaan penunjang didapatkan uji widal (+), titer O = 1/320 dan titer H
1/320. Uji malaria (-).
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan demam tifoid karena pada
pasien ditemukan adanya demam yang terus menerus lebih kurang 1 minggu ini,
adanya keluhan mual dan muntah (+), pada pemeriksaan fisik ditemukan lidah
30
kotor (+), bibir kering (+), os mengaku juga sering membeli makanan diluar. Pada
pemeriksaan penunjang ditemukan leukositosis yaitu leukosit 14.500 mm3, uji
widal titer O 1/320 dan titer H 1/320. Demam typhoid merupakan penyakit infeksi
sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pendukung lainnya,
pada pasien ini seharusnya dilakukan pemeriksaan TUBEX untuk menunjang
penegakan diagnosis pada penderita demam tifoid dengan sensitifitas dan
spesifisitas yang cukup baik. Terlebih pada umumnya penduduk siak merupakan
penderita incubatory carrier yaitu pasien sudah tersensitisasi dengan air sungai
siak yang tercemar dengan Salmonella typhii, sehingga pada uji widal dapat
positif palsu sehingga dianggap kurang spesifik untuk mendiagosis demam
thypoid.
Terapi yang diberikan adalah pemberian makan dan cairan yang cukup,
antibiotik, dan edukasi untuk menjaga higienitas. Pada pasien diberikan terapi
IVFD RL 30 ggt/i, Inj. Radin 2 x 1 amp, Inj. Ondansetron 2 x 1 amp, Inj.
Ceftriaxone 2 x 1gr, paracetamol tab 3 x 500 mg. IVFD RL untuk rehidrasi
kebutuhan cairan pasien. Injeksi radin (ranitidine hcl) untuk menetralisir asam
lambung. Injeksi ondansetron untuk mengatasi muntah. Injeksi ceftriaxone
sebagai antibiotik untuk membunuh kuman S. tyhpii. Seharusnya pada pasien ini
diberikan antibiotik kloramfenikol, karena kloramfenikol merupakan obat pilihan
pertama pada demam thypoid. Untuk menghindari terjangkit penyakit demam
tifoid
diperlukan
pencegahan
terhadap
infeksi
demam
tifoid
dengan
memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang baik dan dengan pemberian
vaksinasi terhadap penyakit tifoid.
31
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Background document: the diagnosis,
treatment and prevention of typhoid fever. Switzerland: WHO; 2003
2. Shetty N. Infection in the returning traveler. Dalam: Shetty N, Tang JW,
Andrews J, penyunting. Infectious disease: pathogenesis, prevention, and
case studies. Malaysia: Blackwell Publishing, 2009. h.531-2
3. Soedarmo SPS, Garna H, Hadinegoro, Satari HI. Demam tifoid. Dalam:
Soedarmo SPS, Garna H, Hadinegoro, Satari HI, penyunting. Buku ajar
infeksi & pediatri tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2012.h.338-45
32
33
34
25. Ismail R, The LK, Choo EK. Chloramphenicol in children: dose, plasma
levels and clinical effects. Ann Trop Paediatr, 1998; 18:123-8
26. Hammad OM, Hifnawy T, Omran D, El Tantawi MA, Girgis NI.
Ceftriaxone versus chloramphenicol for treatment of acute typhoid fever.
Life Sci. 2011; 8:100-4
27. Achla P, Grover SS, Bhatia R, Khare S. Sensitivity index of antimicrobial
agents as a simple solution for multidrug resistance in Salmonella typhi.
Indian J Med Res. 2005; 121:185-9
35