Vous êtes sur la page 1sur 67

ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA DARI

FRAKSI VI EKSTRAK ETANOL UMBI TALAS


SAFIRA (Colocasia esculenta Schott var.
antiquorum)

SRI WIDIAYATI DJOU


14.01.292

PROGRAM STUDI STRATA SATU FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI


MAKASSAR
2016

ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA DARI


FRAKSI VI EKSTRAK ETANOL UMBI TALAS
SAFIRA (Colocasia esculenta Schott var.
antiquorum)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Mencapai Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

SRI WIDIAYATI DJOU


14.01.292

PROGRAM STUDI STRATA SATU FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI


MAKASSAR
2016

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI

ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA DARI


FRAKSI VI EKSTRAK ETANOL UMBI TALAS
SAFIRA (Colocasia esculenta Schott var.
antiquorum
SRI WIDIAYATI DJOU
14.01.292

Disetujui Oleh :

Pembimbing Utama

SUBEHAN,S.Si.,M.Pharm.,Sc.,Ph.D.,Apt
NIDN. 0025097508

Pembimbing Pertama

Dra. JEANNY WUNAS, MS., Apt


NIK. 0802012039

Pembimbing Kedua

ABD. HALIM UMAR, S.Farm., M.Si


NIDN. 0908118502

Pada Tanggal

Februari 2016

ii

SKRIPSI

ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA


DARI FRAKSI VI EKSTRAK ETANOL UMBI
TALAS SAFIRA (Colocasia esculenta Schott
var. antiquorum)
Diajukan dan disusun oleh :

SRI WIDIAYATI DJOU


14.01.292
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji pada hari
Sabtu Tanggal 27 Februari 2016.
Tim Penguji
Ketua

: Dr. Nursamsiar, S.Si., M.Si.,

.................

Sekretaris : Dr. Risfah Yulianty, S.Si., M.Si.,Apt

.................

Anggota

.................

: Fajriansyah, S.Farm.,M.Si.,Apt

Ex-Officio :
1.

Subehan S.Si, M.Pharm.,Sc.,Ph.D.,Apt

.................

2.

Dra. Jeanny Wunas, Ms., Apt

.................

3.

Abd. Halim Umar, S.Farm.,M.Si

.................

Mengetahui
Ketua
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar

Wahyu Hendrarti, S.Si.,M.Kes.,Apt


NIDN. 0923027101

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama

: Sri widiayati Djou

NIM

: 14.01.292

Dengan ini menyatakan bahwa data-data yang terdapat dalam skripsi


yang berjudul:
ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA DARI FRAKSI VI
EKSTRAK ETANOL UMBI TALAS SAFIRA (Colocasia esculenta
Schott var. antiquorum)
Adalah MURNI hasil penelitian yang telah saya lakukan. Bilamana di
kemudian hari terbukti bahwa data tersebut merupakan hal jiplakan/plagiat
dari karya tulis orang lain maka sesuai dengan kode etik ilmiah, saya
menyatakan bersedia untuk diberikan sanksi seberat-beratnya termasuk
PENCOPOTAN/PEMBATALAN gelar akademik saya oleh pihak Sekolah
Tinggi Ilmu Farmasi Makassar.
Demikian surat pernyataan ini agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Makassar, 20 Februari 2016
Yang membuat pernyataan

Sri widiayati Djou

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr.Wb


Alhamdulillah Rabbil Alamin, segala puji dan syukur ke Hadirat
Allah SWT serta atas siraman nikmat iman, ilmu, kesehatan dan
kesempatan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini, sebagai salah satu syarat akademik untuk menyelesaikan studi
dan memperoleh gelar Serjana Farmasi di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi
Kebangsaan Makassar.
Sholawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada pejuang
kehidupan sejati, Rasul dan Kekasih Allah Muhammad SAW yang
senantiasa menjadi penguat, motivasi dan panutan bagi penulis.
Mengawali ucapan terima kasih, penulis persembahkan kepada
kedua orang tua tercinta. Kepada ayahanda Drs.H.Lagani Djou dan
ibunda Hj. Tjendrawati Djou Ika, yang telah begitu sabar dalam
menasehati,

mendidik

dan

memotivasi

ananda

hingga

mampu

mengenyam pendidikan hingga saat ini. Untuk kakak tercinta kakak iva ,
kakak Tia, dan kakak Bai, serta untuk seluruh keluarga besar, penulis
ucapkan banyak terima kasih atas segala dukungan dan perhatiannya.
Tidak lupa pula ucapan terimah kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada :
1. Drs. H. Sahibuddin A. Gani, Apt selaku ketua Yayasan Sekolah Tinggi
Ilmu Farmasi Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menimba ilmu di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar.
2. Wahyu Hendrarti, S.Si., M.Kes., Apt selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi Makassar.
3. Subehan, S.Si., M.Pharm., Sc., PhD, Dra. Jeanny Wunas dan Abd.
Halim Umar, S.Farm.,M.Si selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktu, memberikan banyak ilmu, membimbing dan mengarahkan
penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.
v

4. Dr. Nursamsiar, S.Si., M.Si, Dr. Risfah Yulinty S.Si., M.Si., Apt dan
Fajriansyah, S.Farm., M.Si., Apt selaku tim penguji yang telah
memberikan banyak masukan kepada penulis.
5. Seluruh dosen, staf dan laboran Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi
Makassar khusunya Kak marwati dan Kak Asriful yang selalu setia
membantu penulis selama melakukan penelitian di Laboratorium
Biologi Farmasi.
6. Sahabat-sahabatku

Nc,

Indah,

Pink,

Ghe,

yang

selalu

setia

mendukung dan memberikan semanagat kepada penulis. Untuk ka


fara. Ka riza, ka deby, ka in dan teman-teman di STIFA Transfer 2014
yang telah banyak memberi masukan-masukan dan mengajarkan
makna sebuah kebersamaan.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan yang


kalian berikan. Penulis sadari bahwasanya skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, olehnya itu krirtik dan saran demi perbaikan tugas akhir ini
sangat penulis harapkan dari pembaca. Akhir kata, semoga skripsi ini
dapat memberi manfaat. Aamiin Yaa Rabbal Alamiin.

Makassar, Januari 2016

Penulis

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar, saya
yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: Sri widiayati Djou

NIM

: 14.01.292

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan


kepada Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar Hak Bebas Royalti
Noneksklusif atas skripsi saya yang berjudul :
ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA DARI FRAKSI VI
EKSTRAK ETANOL UMBI TALAS SAFIRA (Colocasia esculenta
Schott var. antiquorum)
Dengan ini Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar berhak menyimpan,
mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik
Hak Cipta dengan sepengetahuan pembimbing utama dan pertama saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di

: Makassar

Pada tanggal : 27 Februari 2016


Yang membuat pernyataan

( Sri widiayati Djou )

vii

ABSTRAK
Judul : Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Dari Fraksi VI Ekstrak
Etanol Umbi Talas Safira (Colocasia esculenta Schott var.
antiquorum)
(Dibimbing oleh : Subehan, Jeanny Wunas dan Abd. Halim Umar)
Telah dilakukan isolasi dan karakterisasi senyawa dari fraksi VI umbi talas
safira. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi isolat dari
fraksi VI ekstrak umbi talas safira. Hasil maserasi dari 500 gram simplisia
kering umbi talas menggunakan pelarut etanol 70% diperoleh 62 gram
ekstrak kental berwarna coklat. Pemisahan dan pemurnian terhadap
ekstrak etanol umbi talas dilakukan dengan kromatografi kolom,
kromatografi lapis tipis dan kromatografi dua dimensi dengan fase gerak
n-heksan dan etil asetat. Pengujian UV-Vis menunjukkan enam pita
serapan yaitu pita I pada panjang gelombang 745,00 nm, pita II pada
panjang gelombang 692,50 nm, pita III pada panjang 303,00 nm , pita IV
pada panjang gelombang 291,50, pita V pada panjang gelombang 262,50
dan pita VI pada panjang gelombang 200,50. Spektrum inframerah
menunjukkan bahwa isolat mempunyai gugus-gugus yang khas seperti OH, C-H, C-C, C=C aromatik dan C-O.
Kata kunci: Isolasi, Fraksi VI, Ekstrak Etanol, Umbi Talas, Colocoasia
esculenta Schott var. Antiquorum

viii

ABSTRACT
Title :

Isolation and Characterization of Chemical Compounds from


Fraction VI of Ethanol Extract of Taro Tuber (Colocasia
esculenta Schott var. antiquorum)

(Supervised by : Subehan, Jeanny Wunas and Abd. Halim Umar).


Research on the isolation and characterization components from fraction
VI of taro tuber ethanol extract have been done. The purpose of this
research was to characterize the isolate from fraction VI of taro tuber
extract. The maceration results of 500 gram simplicia of taro tuber with 70
% ethanol solvent obtained 62 gram with brown viscous extract.
Separation and purification of the taro tuber ethanol extract were done by
column chromatography, thin layer chromatography and two dimensional
chromatography with n-heksan and ethyl acetate as mobile phase.
analysis using UV-Vis spectrophotometer showed six absorption band, at
wavelength 745.0 nm, 692.50 nm, 303.00 nm, 291.50, 262.50 and 291.50
nm. The infrared spectrum showed that the isolates had the typical
functional groups such as O-H, C-H, C-C, C=C aromatic and C-O.
Keywords: Isolation, Fraction VI, Ethanol Extract, Taro Tuber,
Colocoasia esculenta Schott var. Antiquorum

ix

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................

HALAMAN PENUNJUK SKRIPSI ...............................................

ii

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ........................................

iii

HALAMAN PENGESAHAN.........................................................

iv

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...............................

KATA PENGANTAR ...................................................................

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK .........................................

viii

ABSTRAK ...................................................................................

ix

ABSTRACT .................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................

xiv

DAFTAR TABEL .................... ....................................................

xv

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................

I.1.Latar Belakang ................................................................

I.2.Rumusan Masalah ..........................................................

I.3.Tujuan Penelitian ............................................................

I.4.Manfaat Penelitian ..........................................................

BAB II TINJAUAN ......................................................................

II.1. Uraian Tanaman ...........................................................

II.1.1. Klasifikasi Tanaman ...........................................

II.1.2. Nama Latin Tanaman ..........................................

5
x

II.1.3. Morfologi Tanaman ............................................

II.1.4. Kandungan Kimia Tanaman ................................

II.1.5. Kegunaan Tanaman ............................................

II.3 Metode Ekstraksi.................................................... .......

II.3.1. Pengertian .........................................................

II.3.2. Metode Maserasi ...............................................

II.3.3. Metode Soxhletasi .............................................

II.3.4. Metode Perkolasi ...............................................

II.3.5. Metode Refluks ..................................................

II.3.6. Metode Destilasi Uap .........................................

10

II.4. Metode Pemisahan .......................................................

10

II.4.1. Kromatografi Lapis Tipis ...................................

10

II.4.2. Kromatografi Kolom .........................................

15

II.4.3. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif ...................

17

II.4.4. Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi ..............

18

II.5. Spektrofotometri UV-Vis ...............................................

18

II.6. Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR)............................

20

BAB III METODE PENELITIAN...................................................

24

III.1. Jenis Penelitian ...........................................................

24

III.2. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................

24

III.3 Alat dan Bahan .............................................................

24

III.3.1. Alat ..................................................................

24

III.3.2. Bahan...............................................................

24

xi

III.4. Metode Kerja ...............................................................

25

III.4.1. Pengambilan Sampel .......................................

25

III.4.2. Pengolahan Sampel .........................................

25

III.4.3.Pembuatan Ekstrak ...........................................

25

III.4.5. Proses Pemisahan ...........................................

25

III.4.5.1. KLT Orientasi Eluen ..........................

25

III.4.5.2. Fraksinasi ...........................................

26

III.4.6. Isolasi. ..

26

III.4.7. Uji Kemurnian.. ...

26

III.4.8. Karakterisasi Isolat ............................................

27

III.5. Pengumpulan dan Pengolahan Data ...........................

27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................

28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................

36

V.1. Kesimpulan ..................................................................

36

V.2. Saran............................................................................

36

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. ...

37

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja ............................................................

40

Lampiran 2. Sampel Penelitian Umbi Talas ................................

41

Lampiran 3. Proses Ekstraksi Sampel .........................................

42

Lampiran 4. Profil KLT Orientasi Eluen ........................................

43

Lampiran 5. Hasil KLTP ...............................................................

47

Lampiran 6. Hasil KLT Dua Dimensi ............................................

48

Lampiran 7 . Frekuensi dan Adsorbsi Infra Merah .......................

49

Lampiran 8. Serapan Khas Gugus Fungsi Pada Infra Merah ......

50

Lampiran 9. Hasil FT-IR Fraksi VI ...............................................

51

Lampiran 10. Hasil FT-IR fraksi III ...............................................

52

Lampiran 11. Hasil UV-Vis ...........................................................

53

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Deret eluotropik ..............................................................

12

Tabel 2. Hasil Pembacaan Spektrum UV-Vis ..............................

32

Tabel 3. Hasil Pembacaan Spektrum FT-IR ................................

33

xiv

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Indonesia kaya akan tumbuhan alam yang berkhasiat baik untuk
kesehatan. Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi banyak
tanaman berkhasiat yang di manfaatkan sebagai bahan obat, salah
satunya adalah umbi-umbian. Tanaman pangan lokal umbi-umbian yang
sering dimanfaatkan oleh masyarakat salah satunya adalah talas. Talas
termasuk suku talas-talasan (Araceae) merupakan tanaman sepanjang
tahun.
Manfaat utama umbi talas adalah sebagai bahan pangan sumber
karbohidrat. Bagian tanaman ini yang dapat dimakan yaitu umbi, tunas
muda, dan batang daun. Selain itu, umbi talas juga banyak dibuat
makanan ringan seperti keripik dan getuk talas.
Talas secara umum mengandung flavanoid 6-C-glikosida dan
flavonoid

O-glikosida,

diantaranya

saftosida,

isosaftosida,

orientin,

isovitexin, isoorientin, vitexin dan luteolin 7-Osoforosida (Leong, 2009).


Dalam penelitian lain disebutkan pula kandungan daun talas diantaranya
saponin, terpen, tanin, flavonoid, flobatanin, antraquinon, dan alkaloid
(Biren dkk., 2007; Eddy, 2009).
Penggunaan talas sebagai obat tradisional adalah pembuatan
bubur akar rimpang talas yang dipercaya sebagai obat encok. Selain itu

cairan akar rimpang sebagai obat bisul, sementara getah daunnya sering
digunakan untuk menghentikan pendarahan karena luka dan sebagai obat
untuk bengkak. Pelepah dan tangkai daun yang di panggang dapat
dimanfaatkan untuk mengurangi gatal-gatal. Pelepah daun juga diyakini
mampu mengobati gigitan kalajengking (Akmal 2009)
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menemukan senyawa
aktif dari umbi talas. Markus Purap (2014) telah melakukan isolasi dan
karakterisasi dari fraksi III

ekstrak umbi talas safira dan menunjukkan

senyawa yang diduga merupakan senyawa flavonoid flavonol, akan tetapi


banyaknya senyawa yang terdapat dalam umbi talas masih memerlukan
penelitian lanjutan untuk mendapatkan senyawa aktif dalam umbi talas.
Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap umbi talas
agar dapat menentukan

senyawa lain

yang terkandung di dalamnya.

Penelitian yang dilakukan adalah Isolasi dan karakterisasi senyawa dari


fraksi VI ekstrak etanol umbi talas safira (Colocasia esculenta Schott var.
antiquorum)
I.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana
karakterisasi fraksi VI dari ekstrak etanol umbi talas safira ?
I.3.Tujuan Penelitian
Untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi fraksi VI ekstrak etanol
umbi talas safira yang belum pernah di teliti sebelumnya.

I.4.Manfaat Penelitaian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
dunia kesehatan khususnya bidang kefarmasian tentang informasi
mengenai kandungan senyawa lain dalam talas safira dan sebagai
sumber referensi untuk penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Tanaman


Tanaman talas berasal dari daerah Asia Tenggara selanjutnya
talas menyebar ke Cina, Jepang, daerah Asia Tenggara dan beberapa
pulau di Samudera Pasifik kemudian terbawa oleh migrasi penduduk ke
Indonesia. Di Indonesia talas biasa dijumpai hampir di seluruh kepulauan
dan tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan di atas 1000 m dari
permukaan laut (Purwono & Heni, 2007).
Talas dapat tumbuh terus-menerus sepanjang tahun di wilayah
tropis dan subtropis, biasanya pada kondisi lembab atau tergenang. Suhu
rata-rata yang sesuai untuk pertumbuhan talas berkisar antara 21C dan
27C. Tanaman talas dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, mulai dari
tanah liat seperti untuk pertanaman sawah, hingga tanah yang subur, dan
dengan berbagai kondisi lahan baik lahan becek maupun kering. Talas
termasuk dalam suku talas-talasan. Talas merupakan tanaman pangan
yang berupa herba dan merupakan tanaman semusim atau tanaman
sepanjang tahun (Purwono & Heni, 2007).
II.1.1 Klasifikasi Tanaman
Tumbuhan talas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Dunia

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida
4

Bangsa

: Alismatales

Suku

: Araceae

Marga

: Colocasia

Jenis

: Colocasia esculenta Schott var. antiquorum

(Hasil determinasi tumbuhan, 2014)


II.1.2 Nama Lain Tanaman
Talas mempunyai beberapa nama umum yaitu Taro dan Old
cocoyam. Talas dikenal di beberapa negara dengan nama lain, seperti:
Abalong (Philipina), Taioba (Brazil), Arvi (India), Keladi (Malaya), Satoimo
(Japan), Tayoba (Spanyol) dan Yu-tao (China) (Syahbania, 2012).
Talas dikenal dengan nama yang berbeda-beda pada beberapa
daerah di Indonesia antara lain eumpene (Aceh), suwat (Batak), bolang
dan taleus (Sunda), ufi falole (flores), paco (Makassar), aladi (Bugis), bte
dan komo (Maluku), kelen, mom, warimu, nomo, uma, biau (Irian jaya)
(Dalimrtha, 2006).
II.1.3 Morfologi Tanaman
Umbi talas merupakan umbi dari batang tanaman. Bentuk talas
ini bermacam-macam tergantung dari jenis masing-masing talas ada yang
lonjong dan agak bulat, warna kulitnyapun berbeda-beda seperti
keputihan, kemerahan dan keabuan (Syahbania, 2012).
II.1.4 Kandungan Kimia Tanaman
Talas merupakan tumbuhan yang 85% bagiannya dapat
dimakan, karena mengandung sumber karbohidrat, protein dan lemak,

selain itu, talas juga mengandung beberapa unsur mineral dan vitamin
sehingga dapat dijadikan bahan obat-obatan (Rawuh, 2008). Talas secara
umum mengandung flavonoid 6-C-glikosida dan flavonoid O-glikosida,
diantaranya saftosida, isosaftosida, orientin, isovitexin, isoorientin, vitexin
dan luteolin

7-Osoforosida (Leong, 2009). Dalam penelitian lain

disebutkan pula kandungan daun talas diantaranya saponin, terpen, tanin,


flavonoid, flobatanin, antraquinon, dan alkaloid (Biren et al., 2007; Eddy,
2009). Kandungan kimia dalam talas dipengaruhi oleh varietas, iklim,
kesuburan tanah dan umur panen (Rawuh, 2008).
II.1.5. Kegunaan Tanaman
Manfaat talas yaitu dapat menghilangkan dahak meningkatkan
kerja

ginjal,

menghilangkan

racun

tubuh,

melancarkan

saluran

pencernaan, mencegah terjadinya penggumpalan darah, sebagai obat


arthritis (Wirakusumah, 2005). Selain itu umbi talas juga berkhasiat
sebagai obat scrofula, radang kulit bernanah, psoriasis, tumor di rongga
perut, berak darah, keseleo, ketombe, bisul dan luka bakar. Sementara
tangkai dan daunnya digunakan untuk pengobatan urticaria, diare dan
pembalut luka (Dalimartha, 2006).
II.2 Metode Ekstraksi
II.2.1 Pengertian
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman
obat. Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu
pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik
6

di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini
akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi
cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. Tujuan ekstraksi adalah untuk
menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi
ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam
pelarut. Perpindahan mulai terjadi pada lapisan antarmuka, kemudian
berdifusi masuk ke dalam pelarut (Depkes, 1986; Depkes, 1989).
II.2.2 Metode Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama
beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Metode
maserasi

digunakan

untuk

menyari

simplisia

yang

mengandung

komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak


mengandung benzoin, tiraks dan lilin.
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana.
Sedangkan kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk
mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih
banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai
tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin (Harborne, 1987).
Macam-macam maserasi yaitu :
a. Maserasi digesti
Maserasi yang digunakan untuk komponen kimia yang tahan
terhadap pemanasan lemah (40- 50C) (Depkes, 1986).

b. Maserasi dengan mesin pengaduk


Penggunaan mesin pengaduk yang dapat berputar terusmenerus dapat mempercepat proses ekstraksi sehingga dalam waktu 6-24
jam maserasi dapat selesai (Depkes, 1986).
c.

Maserasi remaserasi
Maserasi remaserasi adalah penyarian yang dilakukan dengan

membagi dua cairan penyari yang digunakan kemudian seluruh serbuk


simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama kemudian disaring
lalu ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari kedua (Depkes,
1986).
d. Maserasi melingkar
Maserasi melingkar adalah penyarian yang dilakukan dengan
menggunakan cairan penyari yang selalu bergerak dan menyebar
(berkesinambungan) sehingga kejenuhan cairan penyari merata (Depkes,
1986).
e. Maserasi melingkar bertingkat
Maserasi melingkar bertingkat adalah sama dengan maserasi
melingkar tetapi pada maserasi melingkar bertingkat dilengkapi dengan
beberapa bejana penampungan sehingga tingkat kejenuhan cairan
penyari setiap bejana berbeda-beda (Depkes, 1986).
II.3.3 Metode Soxhletasi
Soxhletasi merupakan metode penyarian serbuk simplisia secara
berkesinambungan dengan alat soxhlet. Proses penyarian diawali dengan

pemanasan cairan penyari hingga menguap. Uap cairan penyari tersebut


kemudian terkondensasi oleh pendingin balik menjadi molekul-molekul air
lalu turun menyari simplisia dalam slongsong kemudian masuk ke dalam
labu alas bulat setelah melewati pipa sifon.
Keuntungan

metode

ini

adalah

dapat

digunakan

untuk

mengekstraksi sampel yang memiliki tekstur yang lunak dan tidak tahan
terhadap pemanasan. Selain itu suhu pemanasan dapat diatur dan pelarut
yang digunakan juga sedikit. Sedangkan kerugian dari metode ini adalah
penggunaan pelarut yang sama secara terus menerus sehingga ekstrak
yang terkumpul terus menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan
reaksi penguraian oleh panas (Depkes, 1986; Harborne, 1987).
II.3.4 Metode Perkolasi
Metode perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan
dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah
dibasahi. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah
tambahan karena sampel padat telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya
adalah kontak antara sampel padat dan cairan penyari tidak merata atau
terbatas dibandingkan dengan metode refluks. Selain itu pelarut menjadi
dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen dari
simplisia secara efisien (Depkes, 1986; Harborne, 1987).
II.3.5 Metode Refluks
Metode refluks merupakan penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara sampel dimasukan ke dalam labu alas bulat

bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan. Uap-uap cairan


penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul
cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat dan akan
menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat. Proses ini
berlangsung secara berkesinambungan hingga penyarian sempurna.
Penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang
diperoleh kemudian dikumpulkan dan dipekatkan (Melani, 2008).
Keuntungan dari metode ini adalah dapat digunakan untuk
mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan
terhadap pemanasan langsung. Kerugian dari metode ini adalah
membutuhkan volume total pelarut dan sejumlah manipulasi dari operator
(Melani, 2008).
II.3.6 Metode Destilasi Uap
Metode ini merupakan metode yang sering digunakan untuk
mengekstraksi simplisia yang mengandung minyak-minyak menguap
(esensial) atau komponen-komponen kimia yang mempunyai titik didih
tinggi pada tekanan udara normal (Melani, 2008).
II.4 Metode Pemisahan
Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan campuran
yang didasarkan atas perbedaan distribusi diantara 2 fase yaitu fase gerak
(mobile) dan fase diam (stationary) (Sudjadi, 1988).
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik
pemisahan

tertentu.

Pada

dasarnya

semua

cara

kromatografi

10

menggunakan dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Pemisahanpemisahan ini bergantung pada gerakan relatif dari dua fase ini. Prinsip
dari pemisahan adalah adanya perbedaan sifat fisik dan kimia dari
senyawa yaitu kecenderungan dari molekul untuk melarut dalam cairan
(kelarutan),

kecenderungan molekul untuk menguap (keatsirian),

kecenderungan mungkin molekul untuk melekat pada permukaan


(adsorpsi, penjerapan) (Sastrohamidjojo, 2007).
Jenis-jenis

kromatografi

yang

bermanfaat

dalam

analisis

kuantitatif dan analisis kualitatif adalah kromatografi kertas, kromatografi


lapis tipis (KLT), kromatografi kolom, kromatografi gas dan kromatografi
cair kinerja tinggi. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis
umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena lebih mudah
dan sederhana. Kromatografi kolom memberikan pemilihan fase diam
yang lebih luas dan berguna untuk pemisahan suatu campuran secara
kuantitatif. Kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi keduaduanya membutuhkan peralatan yang lebih rumit dan umumnya
merupakan metode dengan resolusi tinggi yang dapat digunakan untuk
identifikasi serta penetapan kuantitatif bahan dalam jumlah yang sangat
kecil (Yazid, 2005).
II.4.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) atau Thin Layer Chromatography
merupakan salah satu bentuk dari Kromatografi Cair Padat (KCP), cara ini
didasarkan pada prinsip absorbsi dan partisi. Kromatografi lapis tipis

11

digunakan untuk pemisahan berbagai senyawa seperti ion-ion anorganik


dan senyawa organik. Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis
dibandingkan dengan kromatografi kertas adalah karena dapat dihasilkan
pemisahan yang sempurna, kepekaan yang lebih tinggi dan dapat
dilaksanakan

dengan

lebih

cepat.

Pemisahan

suatu

senyawa

menggunakan kromatografi lapis tipis tergantung pada jenis pelarut, zat


penyerap dan sifat daya serap masing-masing komponen. Komponen
yang terlarut dalam fase diam (penyerap) dengan kecepatan bergeraknya
komponen terlarut dalam fase gerak (pelarut) yang menjadi dasar untuk
mengidentifikasi komponen yang dipisahkan, perbandingan kecepatan ini
dinyatakan dengan nilai Rf (Gritter, dkk., 1985).
Tabel 1. Deret Eluotropik (Stahl, 1985)
Tetapan dielektrik

Viskositas Cp

pada 20C

pada 20C

68,7

1,890

0,326

Heptana

98,4

1,924

0,409

Sikloheptana

81,4

2,023

1,02

Karbontetra klorida

76,8

2,238

0,969

Benzene

80,1

2,284

0,652

Kloroform

61,3

4,806

0,580

Eter (Dietil eter)

34,6

4,34

0,233

No

Pelarut pengembang

Td C 760 torr

n heksan

8
9

Etil asetat
Piridina

77,1
115,1

6,02

0,455

12,3

0,974

Aseton

56,5

20,7

11

Etanol

78,5

24,30

12

Metanol

64,6

33,62

0,597

13

Air

100,0

80,73

1,005

0,316

10

1,2

12

Penampakan noda pada lempeng kromatografi dapat diperjelas


melalui beberapa cara, yaitu penyinaran di bawah sinar UV 254 nm, sinar
UV 366 nm, menggunakan mata secara langsung dan penyemprotan
dengan larutan H2SO4 10%.
Prinsip penampakan noda dengan sinar UV 254 nm adalah
lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna
gelap. Penampakan noda terjadi karena adanya daya interaksi antara
sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng.
Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang
dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari
tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali
ke keadaan semula sambil melepaskan energi (Sumarno, 2001).
Pada UV 366 nm, noda akan berflouresensi dan lempeng akan
berwarna gelap. Penampakan noda pada sinar UV 366 nm terjadi karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang
terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya
yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energy dasar ke
tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula
sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV
366 nm terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak
berfluororesensi pada sinar UV 366 nm (Sumarno, 2001).

13

Salah

satu

prinsip

penampakan

noda

lainnya

adalah

menggunakan mata secara langsung yaitu melihat secara langsung noda


yang terbentuk dan profil penampakan nodanya pada lempeng KLT.
Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah
berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam
merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehinggas panjang
gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi
VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata (Stahl, 2001).
II.4.1.1 Nilai Rf (Retardation factor)
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan
tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi

kimia dan reaksi warna.

Lazimnya identifikasi menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf


dalam lapisan tipis kurang tepat bila dibandingkan pada kertas (Gritter,
dkk, 1985).
Dapat didefenisikan sbb :
Jarak yang ditempuh noda
Nilai Rf

=
Jarak yang ditempuh pelarut

Faktor-faktor yang memepengaruhi gerakan noda dalam kromatografi


lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf (Tamalona, 2005):
a. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan
b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya
c. Tebal kerataan dari lapisan penyerap
d. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa gerak

14

e. Derajat kejenuhan dari uap


f. Jumlah cuplikan yang digunakan
g. Suhu
h. Kesetimbangan
i. Teknik percobaan
II.4.2 Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan
kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam
campuran. Alat tersebut berupa pipa gelas yang dilengkapi suatu kran
dibagian bawah kolom untuk mengendalikan aliran zat cair. Ukuran kolom
tergantung dari banyaknya zat yang akan dipisahkan secara umum
perbandingan panjang dan diameter kolom sekitar 8:1, sedangkan jumlah
penyerapnya adalah 25-30 kali berat bahan yang akan dipisahkan. Pelarut
(fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang
disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Senyawa larut
bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan
dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Yazid, 2005).
Penyerap dapat dikemas ke dalam tabung, baik dengan cara
basah maupun dengan cara kering. Pada umumnya cara basah lebih
mudah dan lebih sering dipakai untuk silica gel, sedangkan cara kering
lebih baik untuk alumina (Gritter, dkk., 1985).

15

II.4.2.1 Cara basah


Selapisan serbuk dimasukkan ke dalam kolom dan tabung
pengemasan mungkin sama dengan pelarut yang akan dipakai untuk
kromatografi atau mungkin pelarut yang kepolarannya lebih rendah.
Penjerap dibuat lumpuran dengan bagian lain dari pelarut dan lumpuran
ini dituangkan ke dalam pelarut di dalam tabung. Selama proses
pengendapan, tabung dapat diketuk-ketuk pada semua sisi secara
perlahan-lahan dengan sumbat karet atau cincin gabus agar diperoleh
lapisan yang seragam. Lumpuran dapat dimasukkan bagian demi bagian
atau sekaligus, keran dapat dibuka atau ditutup selama penambahan
tetapi permukaan pelarut tetap di atas permukaan penjerap. Jika pelarut
yang dipakai untuk membuat lumpuran berbeda dengan pelarut yang akan
dipakai pada kromatografi, pelarut lumpuran harus didesak keluar dengan
pelarut pengelusi sebelum cuplikan ditambahkan.
II.4.2.2 Cara kering
Selapisan

serbuk

diletakkan

di

dalam

kolom,

penjerap

dituangkan ke dalam tabung sedikit demi sedikit. Setelah setiap


penambahan permukaan diratakan dan dimampatkan sedikit memakai alat
pemampat. Alat pemampat ini berupa sumbat karet atau silinder kayu
yang dipasangkan pada ujung batang atau gagang. Setelah semua
penjerap

dimasukkan,

di

atasnya

diletakkan

kertas

saring

dan

ditambahkan lagi selapis pasir sehingga jika ditambahkan pelarut


permukaan penjerap tidak terganggu. Kemudian pelarut pengelusi

16

dibiarkan mengalir ke bawah melalui penjerap dengan keran terbuka


sampai permukaan pelarut tepat sedikit di bagian atas kolom (Melani,
2008).
II.4.3 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Kromatografi lapis tipis preparatif adalah cara yang ideal untuk
pemisahan cuplikan kecil (50 mg sampai 1 g) dari senyawa. Tebal lapisan
adsorben dibuat sekitar 0,5-2 cm, ukuran pelat kromatografi biasanya
20x20 cm atau 20x40 cm, setelah adsorben dilapiskan, pelat harus
dikeringkan pada suhu kamar sebelum diaktifkan, untuk mencegah
keretakan pada lapisan absorben (Gritter, dkk., 1995).
Pada KLT preparatif, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan
berupa garis pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan dikembangkan
secara tegak lurus pada cuplikan sehingga campuran akan terpisah
menjadi beberapa pita. Pita yang kedudukannya telah diketahui melalui
KLT, dikerok dari pelat dengan menggunakan spatula. Hasil kerokan
tersebut dikumpulkan diatas corong dengan kertas filter. Kemudian
diekstrak dengan pelarut, yang polaritasnya cukup untuk melarutkan
secara kuantitatif. KLT preparatif harus dikerjakan secepat mungkin untuk
tidak terjadi kerusakan pada masing-masing komponen penyusun (Gritter,
dkk., 1985).
Penampakan pita yang mengandung cuplikan pada KLT
Preparatif dapat dilakukan dengan menggunakan sinar UV dan pereaksi
semprot (Adnan, 1997).

17

II.4.4 Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi


KLT dua dimensi atau KLT dua arah ini bertujuan untuk
meningkatkan

resolusi

sampel

ketika

komponen-komponen

solut

mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karena nilai Rf juga


hampir sama, selain itu dua sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat
digunakan secara berurutan pada suatu campuran tertentu sehingga
memingkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai
tingkat polaritas yang hampir sama. KLT dua arah dilakukan dengan
melakukan penotolan sampel disalah satu sudut lapisan lempeng tipis dan
mengembangkannnya

sebagaimana

biasa

dengan

eluen

pertama.

Lempeng kromatografi selanjutnya dipindahkan dari chamber yang


menggunakan eluen kedua sehingga pengembangan dapat terjadi pada
arah kedua yang tegak lurus dengan arah pengembangan yang pertama.
Suksesnya pemisahan tergantung pada kemampuan untuk memodifikasi
selektifitas eluen kedua dibandingkan dengan selektifitas eluen pertama
(Hostettman dan Marston, 1995).
II.5 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri

UV-Vis

adalah

anggota

tekhnik

analisis

spetroskopik yang memakai radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrument
spekrofotometer.
Metode spektrofotometri UV-Vis merupakan penyerapan sinar
tampak oleh suatu larutan berwarna atau dikenal dengan metode

18

kolorimetri. Hanya larutan berwarna yang dapat ditentukan metode ini.


Alasan dilakukan pengukuran serapan pada bilangan gelombang
maksimum (Mulya dan Syahrani, 1990):
1. Perubahan

serapan

untuk

setiap

konsentrasi

adalah

bilangan

gelombang maksimum dan akan diperoleh kepekaan analisis maksimal


2. Disekitar bilangan gelombang maksimum bentuk kurva serapan kadar
3. Pengukuran ulang serapan bilangan gelombang maksimum akan
memberikan kesalahan yang kecil sekali.
Unsur unsur terpenting suatu spektrofotometri ultraviolet
ditunjukkan secara skematik berikut :
SK
SR

VD

Keterangan :
SR

: Sumber radiasi

: Monokromator

SK

: Sampel kompartemen

: Blanko

: Detektor

: Amplifier / Penguat

VD

: Visual display

Setiap bagian peralatan dari spektrofotometri memegang fungsi dan


peranan tersendiri (Mulya dan Suharman, 1995).

19

a. Sinar radiasi
Sumber radiasi yang biasanya digunakan pada spektroskopi absorbsi
adalah lampu hidrogen atau lampu deuterium yang digunakan sebagai
sumber radiasi pada daerah sinar lembayung.
b. Monokromator
Monokromator digunakan untuk memeproleh sumber sinar yang
monokromatis alatnya dapat berupa prisma.
c. Tempat sampel
Biasa disebut kuvet yang merupakan wadah sampel yang dianalisa.
d. Detektor UV VIS
Detektor berfungsi untuk mengubah tenaga radiasi menjadi arus listrik
atau listrik atau perubah panas lainnya dan biasanya terintegrasi
dengan pencatat (printer). Tenaga cahaya yang diubah menjadi tenaga
listrik akan mencatat secara kuantitatif tenaga cahaya tersebut.
Persyaratan detector yang baik adalah sensivitas tinggi, respon pendek,
stabilitas lama dan sinyal elektronik mudah di perjelas (Mulja ,1990;
Rohman, 2007).
II.6 Spektrofotometer Infra Merah
Spektroskopi infra merah membantu mengidentifikasi macammacam ikatan yang terdapat dalam suatu senyawa. Dengan diketahuinya
macamnya ikatan kovalen yang ada dan mana yang tidak ada dapat kita
perkirakan gugus fungsional yang ada atau tidak ada dalam suatu struktur
misalnya, bila suatu senyawa mempunyai ikatan OH, maka senyawa

20

dapat berupa asam karboksilat (RCOH2), alkohol (ROH) atau suatu fenol
(ArOH).

Spektrofotometer

IR

digunakan

dalam

penentuan

gugus

fungsional dari suatu senyawa seperti gugus : N-H, C-H, O-H, C-X, C=O,
C-C, C=C,C=N dan juga digunakan untuk analisis kuantitatif, seperti
analisis kuantitatif untuk pencemar udara misalnya karbon monoksida
dalam udara dengan teknik non-dispersive. Spektrum infra merah
memberikan

puncak-puncak

maksimal

yang

jelasnya

puncak

minimumnya. Pada dasarnya, instrumentasi yang digunakan dalam radiasi


inframerah menggunakan dasar-dasar optik yang sama seperti yang
terdapat

dalam

spektrofotometer

ultravaliolet

dan

tampak

(Sastrohamidjojo, 2001)
Bagian pokok dari spektrofotometer infra merah adalah sumber
cahaya infra merah, monokrometer dan detektor. Cahaya dari sumber
dilewatkan

melalui

cuplikan,

dipecah

menjadi

frekuensi-frekuensi

individunya dalam monokromator dan intesitas relatif dari frekuensi


individu diukur oleh detektor.
1. Sumber cahaya infra merah
Sumber yang umum digunakan adalah merupakan batang yang
dipanaskan oleh listrik yang berupa Nemst glower dan Globar. Nemst
glower biasanya merupakan tabung hampa dari zirkinium dan ytrium oksid
yang dipanaskan dan mempunyai suhu operasi antara 750 hingga
1200C. Nemst glower lebih tinggi tanpa mengurangi waktu hidupnya.

21

2. Monokromator
Monokromator yang mendispresikan energi sinar awal menjadi
banyak frekuensi dan kemudian setelah melalui serangkaian celah yang
menyeleksi frekuensi tertentu yang akan dideteksi oleh detektor.
Prisma dan grating keduanya dapat digunakan. Kebanyakan
prisma yang digunakan adalah NaCI, hal ini disebabkan karena NaCI
hanya transparan dibawah 625 cm1, sedang halida logam lainya harus
digunakan dalam pekerjaan dengan frekuensi yang rendah. Grating dan
prisma mempunyai peranan dalam meresolusi spectra dan dapat dibuat
dari bermacam-macam bahan.
3. Detektor
Ada tiga macam detektor yang digunakan pada spektrofotometer
infra merah, yaitu Bolometer Termokopel, dan Sel pneumatic Golay.
Ketiga macam detektor tersebut bekerja berdasarkan pada pengaruh
panas yang dihasilkan bila radiasi infra merah diserap dari bekas sinar
yang mengenai. Pada umumnya detektor harus mempunyai daerah peka
kecil, kapasitas panas yang rendah, sensitivitas panas yang tinggi,
absorptivitas tidak selektif terhadap semua frekuensi radiasi infra merah.
Sinar yang berasal dari celah keluar monokromator difokuskan
pada suatu detektor yang berfungsi mendeteksi dan mengukur energi
cahaya yang ditimbulkan oleh pengaruh pemanasannya. Variasi suhu
kecil yang diakibatkan oleh variasi energi cahaya yang dideteksi
ditimbulkan bolometer atau termokopel. Pada bolometer kenaikan suhu

22

menyebabkan

perubahan

tegangan

listrik

yang

digunakan

untuk

mengubah tegangan. Termokopel menggunakan energi cahaya untuk


memanaskan salah satu dari dua lempeng logam mulia yang dihubungkan
dan menghasilkan gaya elektromotif

diantara hubungan tersebut.

Tegangan yang dihasilkan adalah berbanding langsung dengan jumlah


energi cahaya. Jenis

detektor lain yang banyak digunakan adalah

pneumatic Golay. Detektor ini terdiri dari ruangan yang berisi gas yang
mengalami kenaikan tekanan bila terkena panas oleh energi cahaya.
Daerah spektrum infra merah terletak pada bilangan gelombang
4000 hingga 650 cm-1. Proses serapan infra merah seperti halnya
penyerapan energi yang lain, molekul akan tereksitasi ke tingkatan yang
lebih tinggi bila menyerap radiasi infra merah. Hanya frekuensi tertentu
dari radiasi infra merah yang akan diserap oleh molekul. Penyerapan
radiasi infra merah sesuai dengan perubahan energi. Radiasi dalam
kisaran energi ini sesuai dengan kisaran frekuensi vibrasi rentangan dan
vibrasi bengkokan dari ikatan kovalen dalam kebanyakan molekul.
Namun, tidak semua ikatan dalam molekul dapat menyerap energi infra
merah, meskipun radiasi tetap sesuai dengan gerakan ikatan (Wagner,
dkk., 1999).

23

BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
penelitian eksperimen berskala laboratorium.
III.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November tahun 2015
sampai bulan Januari tahun 2016 di Laboratorium Biologi Farmasi STIFAAKFAR

Kebangsaan

Makassar

dan

Laboraturium

Terpadu

MIPA

Universitas Hasanudin.
III.3 Alat dan Bahan
III.3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : alat-alat
kaca, cawan porselin, lampu ultra violet 254 dan 366 nm, lempeng
kromatografi lapis tipis (KLT) GF
preparative

(KLTP), seperangkat

254,

lempeng kromatografi lapis tipis

alat

maserasi,

seperangkat

alat

kromatografi kolom, Spektrofotometer FT-IR, Spektrofotometer UV-Vis,


dan timbangan analitik.
III.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : etanol, etil
asetat, n-heksan, metanol, kloroform, sampel umbi talas dan serbuk silika
gel 60 GF 254.

24

III.4 Metode Kerja


III.4.1 Pengambilan sampel
Sampel umbi talas dikumpulkan dari desa Laloya kabupaten
Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan.
III.4.2 Pengolahan sampel
Umbi talas yang telah dikumpulkan disortasi basah, dicuci,
dirajang (dipotong kecil-kecil), dikeringkan dengan diangin-anginkan dan
dilanjutkan proses pengeringannya dalam lemari pengering kemudian
dilakukan sortasi kering lalu diserbukkan.
III.4.3 Pembuatan Ekstrak
Simplisia kering umbi talas safira sebanyak 500 gram diekstraksi
dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70% selama 5 hari,
lalu disaring dan diremaserasi dengan pelarut etanol 70% selama 3 hari.
Hasil maserasi diuapkan dan diperoleh ekstrak kental sebanyak 62 gram.
III.4.4 Proses Pemisahan
III.4.4.1 Kromatografi Lapis Tipis Orientasi Eluen
Lempeng diaktivkan dalam oven dengan suhu 115C selama 15
menit, selanjutnya ekstrak dilarutkan ke dalam cawan poselin dengan
pelarut etanol kemudian ditotolkan pada lempeng yang telah di aktivkan.
Dilakukan orientasi eluen dengan cara dibuat eluen n-Heksan :
Etil Asetat (3:7), n-heksan : kloroform (3:7), kloroform : metanol (3:7) dan
n-heksan : metanol (3:7), lalu eluen dimasukkan ke dalam chamber dan
dielusi. Kemudian dilakukan pengamatan pada penampakan noda dengan

25

menggunakan UV 254 nm dan 366 nm dan dipilih eluen koloroform :


metanol (3:7) yang memiliki pemisahan yang baik.
III.4.4.2 Fraksinasi
Seperangkat alat kromatografi kolom disiapkan dan dimasukkan
silica

gel

sebanyak 40

gram

ke

dalam

tabung kolom dengan

menggunakan metode basah sambil diketuk-ketuk tabung kolom hingga


mampat.
Ekstrak sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam tabung kolom
dan dimasukkan sedikit silica gel kering diatasnya. Dielusi dengan
menggunakan eluen kloroform : metanol ( 10 : 0 ; 9 : 1 ; 8 : 2 ; 7 : 3 ; 6 : 4
; 4 : 6 ; 3 : 7 ; 2 : 8 ; 1 : 9 ; 0 : 10) dengan perbandingan kepolaran yang
semakin meningkat. Hasil yang keluar ditampung dalam 121 vial dan vialvial tersebut dipilih secara acak kemudian diKLT, vial-vial yang memiliki
nilai Rf yang sama atau pola kromatogram yang sama digabung menjadi
satu fraksi, 9 fraksi yang didapat diuapkan dan diperoleh bobot dari tiap
fraksi.
III.4.5. Isolasi
Fraksi 6 dengan bobot yang paling besar dilanjutkan pada
kromatografi lapis tipis preparatif ( KLTP ) dengan menggunakan eluen
n-heksan : etil asetat (3:2). Selanjutnya pita yang diperoleh dari hasil
KLTP dikerok kemudian dilarutkan dengan etanol dan dipisahkan dari
silikanya dengan cara di saring menggunakan pipet yang telah dimasukan
kapas.

26

III.4.6. Uji Kemurnian


Uji kemurnian dilakukan menggunakan KLT dua dimensi
menggunakan eluen tunggal yaitu n-heksan : etilasetat (3:2). isolat
menunjukkan noda tunggal pada plat kromatografi maka isolat tersebut
relatif murni secara KLT ( hanya mengandung satu macam senyawa ).
III.4.7.Karakterisasi Isolat
Karakterisasi

isolat

dilakukan

dengan

menggunakan

alat

spektrofotometer UV-Vis dan spektrofotometer FT-IR.


III.5. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan dan pengolahan data mencakup pemisahan,
pemurnian dan pengkarakterisasian.

27

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian isolasi dan karakterisasi senyawa dari fraksi VI
ekstrak etanol Umbi Talas safira (Colocasia esculenta Schott var.
antiquorum) dilakukan dalam enam tahap meliputi preparasi sampel,
ekstraksi komponen aktif, pemisahan senyawa aktif menggunakan
Kromtografi Kolom yang dilanjutkan dengan Kromatografi Lapis Tipis
Preparatif (KLTP), dan karakterisasi senyawa aktif menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis dan FTIR serta analisis data.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian umbi
dari

tanaman talas safira. Pada proses pengeringan simplisia dengan

cara diangin-anginkan ditemukan masalah yaitu simplisia berubah warna


menjadi hitam berjamur. Masalah ini disebabkan karena sifat umbi talas
yang higroskopis sehingga perlu dilakukan pengeringan lanjutan dalam
lemari oven. Pengeringan dimaksudkan untuk mengurangi kadar air,
menghentikan aktifitas mikroba dan mencegah timbulnya jamur sehingga
komposisi kimianya tidak mengalami perubahan. Sampel yang telah
kering ini kemudian diperkecil lagi ukurannya namun tidak sampai halus
karena di khawatirkan akan mengapung saat perendaman dalam metode
maserasi yang akan mempengaruhi proses penarikan senyawa.
Ektraksi merupakan proses pemisahan senyawa campuran
dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode yang digunakan

28

dalam penelitian ini adalah metode maserasi. Maserasi adalah salah satu
metode pemisahan senyawa dengan cara perendaman menggunakan
pelarut

organik

pada

suhu

ruangan.

Proses

maserasi

sangat

menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah


dan mudah dilakukan, dan aman untuk senyawa yang tidak tahan panas,
sedangkan kerugian dari maserasi adalah pengerjaannya yang lama
(Guanther, 1990).
Maserasi dilakukan dengan cara merendam sampel dalam
pelarut. Proses perendaman sampel tumbuhan akan menyebabkan
terjadinya pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan
tekanan antara di dalam sel dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder
yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut. Pelarut yang
mengalir ke dalam sel dapat menyebabkan protoplasma membengkak dan
bahan kandungan sel akan larut sesuai dengan kelarutannya. Pemilihan
pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi
dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam terhadap pelarut
tersebut (Lenny, 2006)
Simplisia umbi talas sebanyak 500 gram diektraksi dengan metode
maserasi selama 5 hari menggunakan pelarut etanol 70%. Ekstrak etanol
yang diperoleh adalah ekstrak kental sebanyak 42 gram dan remaserasi
diperoleh ekstrak kental sebanyak 20 gram, total ekstrak kental yang di
peroleh adalah 62 gram dengan hasil rendamen sebesar 12,4 %.

29

Sebelum dilakukan pemisahan senyawa menggunakan teknik


kromatografi kolom, terlebih dahulu dilakukan pemilihan eluen terbaik
menggunakan metode KLT. Pemilihan eluen dilakukan dengan mencoba
campuran yang memiliki perbedaan kepolaran yaitu : n-heksan : etil asetat
(3:7), n-heksan : kloroform : (3:7), n-heksan : metanol (3:7), dan kloroform
: metanol (3:7). Dari keempat eluen tersebut dipilih eluen koloroform :
metanol (3:7) karena memiliki pemisahan yang terlihat baik di lampu UV
254 nm dan 366 nm. Dengan mengamati jumlah noda terbanyak dan jarak
pemisahan antar noda cukup terpisah maka dapat digunakan sebagai
dasar pemilihan campuran eluen terbaik ( Suirta, 2007).
Sebanyak 5 gram ekstrak kental umbi talas digunakan untuk
kromatografi kolom. Pemisahan kromatografi kolom didasarkan pada
absorbsi komponen-komponen campuran dengan afinitas berbeda-beda
terhadap fase diam. Pada saat terabsorbsi, komponen dipaksa untuk
berpindah oleh aliran fase gerak yang ditambahkan secara kontinyu
akibatnya hanya komponen yang mempunyai afinitas lebih besar terhadap
fase diam akan secara selektif tertahan. Komponen dengan afinitas lebih
kecil akan bergerak lebih cepat mengikuti aliran fase gerak. Dari hasil
kolom di dapatkan 121 vial yang memiliki perbedaan warna dan
kekentalan masing-masing.
Berdasarkan pola noda hasil analisis KLT, eluet dapat di gabung
dan dikelompokkan menjadi 9 kelompok fraksi yaitu fraksi 1 vial (1-9),
fraksi 2 vial (10-14), fraksi 3 vial (15-19), fraksi 4 vial (20-26), fraksi 5 vial

30

(27-29), fraksi 6 vial (30-39), fraksi 7 vial (40-50), fraksi 8 vial (51-71),
fraksi 9 vial (72-121).
Hasil penampakan noda pada lempeng KLT ke 9 fraksi tersebut
tidak menunjukan pemisahan yang baik sehingga dilakukan pencarian
eluen yang lebih baik lagi dan didapatkan eluen n-heksan : etilasetat (3:7).
Dari eluen tersebut didapatkan 7 fraksi berdasarkan kesamaan jarak pada
profil penampakan nodanya di KLT. 7 fraksi tersebut diuapkan dan di
dapatkan bobot dari masing-masing fraksi yaitu fraksi 1 (739,5 mg), fraksi
2 (410 mg), fraksi 3 (509,9 mg), fraksi 4 (666,8 mg), fraksi 5 (939 mg),
fraksi 6 (2,37 gram) dan fraksi 7 (272 mg).
Dari ke 7 fraksi , fraksi 1 dan 2 yang memiliki pemisahan yang
bagus pada metode KLT, namun karna terdapat banyak pemisahan
senyawa sehingga dipilih fraksi yang memiliki bobot paling besar untuk di
lanjutkan ke KLTP yaitu fraksi 6. Hasil KLT fraksi 6 menggunakan eluen nheksan : etilasetat (3:7) tidak menunjukan pemisahan senyawa yang baik
sehinggga dilakukan pencarian eluen yang lebih baik lagi untuk fraksi 6,
dan didapatkan eluen n-heksan : metanol (3:7). Namun pada saat di
lakukan KLTP menggunakan eluen n-hkesan : metanol (3:7) pemisahan
senyawanya sangat tidak bagus sehingga dilakukan pencarian eluen
kembali untuk mendapatkan pemisahan senyawa yang bagus dan
didapatkan eluen n-heksan : etilasetat (3:2). Dari hasil KLTP didapatkan 1
pita menunjukan penampakan noda yang jelas di bawah lampu UV 254
nm dan 366 nm.

31

Kromatografi lapis tipis preparatif merupakan metode pemisahan


senyawa dalam jumlah besar. Hasil pemisahan dengan KLTP hampir
sama dengan KLT hanya berbeda pada jumlah ekstrak dan lempeng yang
digunakan. Untuk metode KLTP digunakan lempeng kaca

dan cara

penotolan sampelnya berupa garis lurus sepanjang lampeng. Dari hasil


KLTP diperoleh bobot isolat yaitu 27 mg.
Dilakukan uji kemurnian terhadap isolat dengan mengggunakan
metode KLT dua dimensi menggunakan eluen tunggal yaitu n-heksan : etil
asetat ( 3:2). Setelah dilakukan KLT 2 dimensi diperoleh 1 noda tunggal.
Kemudian hasil isolat diidentifikasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis
dan FTIR.
Tabel 3. Hasil Pembacaan Spektrum UV-Vis
No.
1.
2.
3.
4
5
6

panjang gelombang
(nm)
745,00
692,50
303,00
291,50
262,50
200,50

Isolat

murni

Absorbansi
0,286
0,296
0, 749
0,763
0,850
3,185

yang

diperoleh

selanjutnya

dikarakterisasi

menggunakan instrumen UV-Vis. adanya golongan senyawa flavanoid


flavonol pada bilangan gelombang 250-270 nm (Harborne, 1987).

32

Tabel 4. Hasil Pembacaan Spektrum FTIR


NO

Bilangan
gelombang
isolate (cm-1)

Pustaka
(silverstein)

Pustaka
(Fessenden)

Pustaka
( Creswell et
all,)

Prediksi
gugus
fungsi

617,22

1000-650

C-H

651,94

1000-650

C-H

796,6

675-870

1900-1300

C-H

C-O

1099,43

1050-1260

1417,68

1475-1300

C-H

1560,41

1500-1600

C=C

1645,28

1900-1650

C=O

1826,59

1900-1650

C=O

10

1867,09

1900-1650

C=O

11

2270,22

2000-3600

O-H

12

2335,8

2000-3600

O-H

13

2360,87

2000-3600

O-H

14

2403,3

2000-3600

O-H

15

2856,58

2850-2960

2800-3000

C-H

16

2927,94

2850-2960

2800-3000

C-H

17

2962,66

2850-2960

2800-3000

C-H

28

3450,65

3000-3600

19

3728,4

O-H
3750-3000

O-H

Isolat murni selanjutnya dikarakterisasi menggunakan instrumen


FT-IR. Data spektra FT-IR menunjukan adanya serapan pada frekuensi
617,22 cm-1 hal ini mengindikasikan adanya gugus C-H karena absorbsi
terjadi

pada

bilangan

gelombang

1000-650

cm-1.

Data

spektra

menunjukkan adanya serapan pada frekuensi 796,6 cm -1 dan hal ini


mengindikasikan adanya gugus CH alifatik karena absorbsi senyawa

33

aromatik terjadi pada bilangan gelombang 675-870 cm-1. Data spektra


menunjukkan adanya serapan pada frekuensi 1099,43cm -1. Hal ini
mengindikasikan adanya gugus CO eter karena absorbsi terjadi pada
panjang gelombang 1050-1260 cm-1. Data spektra menunjukkan adanya
serapan pada frekuensi 1417,68 cm-1. Hal ini mengindikasikan adanya
gugus CH alifatik karena serapan terjadi pada bilangan gelombang 14751300 cm-1. Data spektra 1560,41cm-1 juga mengindikasikan

adanya

gugus C=C aromatik karena serapan C=C aromatik terjadi pada bilangan
gelombang 1500-1600 cm1. Data spektra menunjukkan adanya serapan
pada frekuensi 1645,28 cm-1. Hal ini mengindikasikan adanya gugus C=O
karena serapan terjadi pada bilangan gelombang 1900-1650 cm-1. Data
spektra menunjukkan adanya serapan pada frekuensi, 2927,94 cm-1, dan
2962,66 cm-1. Hal ini mengindikasikan adanya gugus C-H alifatik karena
terjadi pada bilangan gelombang 2850 cm-1 2960 cm-1. Data spectra
menunjukan adanya serapan pada frekuensi 3450,65 cm -1, hal ini
mengindikasikan adanya gugus O-H karena terjadi serapan pada panjang
gelombang 3000-3600 cm-1 (Fessenden,1997; Silverstein,2005).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Markus, tahun 2014 yaitu
isolasi dan karakterisasi senyawa flavonoid dari fraksksi III ekstrak umbi
Talas Safira dengan melakukan uji golongan flavonoid dan melakukan
karakterisasi mengggunakan FT-IR menunujukaan adanya gugus fungsi
O-H, C-H alifatik, C-C alifatik C=C aromatik dan C-O mengindikasikan
adanya senyawa flavonoid. Begitu juga pada penelitian ini yaitu isolasi

34

dalam karakterisasi senyawa fraksi VI dari ekstrak etanol umbi talas safira
mengunakan FT-IR menunjukan adanya Gugus fungsi O-H, C-H alifatik,
C=C aromatik dan C-O namun belum bisa dikatakan adanya senyawa
yang di duga flavonoid karna tidak di lakukan pengujian spesifik golongan
flavonoid.

35

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan

penelitian

yang

telah

dilakukan,

diperoleh

kesimpulan yaitu analisis fraksi VI berupa isolat berwarna putih dengan


nilai Rf 0,83 cm menggunakan
menunjukan adanya senyawa

instrument spektrofotometer FT-IR

yang memiliki gugus fungsi O-H, C-H

alifatik ,C=C aromatik dan C-O.


V.2 Saran
Diharapkan agar dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan
instrumen spektrofotometer Nuclear Magnetic Resonance (NMR) untuk
mengetahui karakteristik yang lebih detail dari isolat dan dilakukan uji efek
farmakologi terhadap isolat tersebut.

36

DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M.,( 1997), Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan.
Edisi I. cetakan pertama. Yogyakarta. PustakaPelajar. p. 9.
Akmal, Dkk. 2009. Pemanfaatan Talas Bogor Dalam Minuman Probiotik
Strategi Peningkatan Kesejahteraan Petani Talas: Institute Pertanian
Bandung
Biren, N.S., B.S. Nayak, S.P. Bhatt, S.S. Jalalpure, & A.K. Seth., ( 2007)
,The Anti-Inflamatory Activity of The Leaves of Colocasia esculenta.
SPJ, Vol. 15, Nos.3-4.
Creswll.,C, Ollaf Ruquist dan Malkom Campbell. Analisis Senyawa
Oraganic. Bandung : ITB
Dalimartha, S., (2006), Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 4. Depok :
Puspa Swara.
Depkes., (1986), Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta,
10-12.
Depkes., (1989), Materia Medika Indonesia. Jilid V, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta, 194-197, 516-553.
Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S.,(1997), Dasar-Dasar Kimia
Organik, Binarupa Aksara, Jakarta, 151
Gritter,R.J.,dan Bobbits, J.M.,(1991),Pengantar Kromatografi edisi II.
Penerjemah Dr. Kokasih Padmawanita. Bandung. Penerbit ITB. p.
107, 140-141.
Harborne. J.B.,(1987), Metode Fitokimia, Institut Tekhnologi Bandung,
Bandung, 2, 1-8..
Hostettmann, K.M., dan A. Marston., (1995), Cara Kromatografi Preparatif,
Diterjemahkan oleh Kosasi Padmawinata, Institute Tekhnologi
Bandung, Bandung
Lenny. S. 2006. Senyawa terpemoid dan steroid Medan : FMIPA
Universitas Sumatra Utara. Katya Ilmiah
Leong, A.C., Yoshinori K., Masakuni T., Hironori I., Hirosuke O., dan
Hajime T.,( 2009.) Flavonoid glycosides in the shoot syste of
Okinawa Taumu (Colocasia esculenta S.). J. Food Chem.

37

Melani,F.,(2008),Skripsi.Elusidasi dan karakterisasi senyawa penanda


ekstrak methanol daun pegagan (Centellaasiatica L).Sekolah Tinggi
Ilmu Farmasi
Mulja, Syahrani.,(1990),
Aplikasi
MecphisoGrafik. Surabaya. p. 3.

Spektrofotometer

UV-VIS.

Mulya, M., dan H., Suharman., (1995), Analisis Instrumen, Airlangga,


University Press, Surabaya.
Prihatman, Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott), (online),(http://lc.bppt.
go.id/ttg/Data/bididaya%20pertanian/pangan/talas.pdf,
2000.
(diakses pada tanggal 15 Mei 2014).
Purwono, & Heni Purnamawati., (2007), Budidaya 8 Jenis Tanaman
Pangan Unggul, Jakarta.
Rawuh, Sugeng., (2008), Penghilangan Rasa Gatal Pada Talas.
http://yellashakti. wordpress.com.(diakses pada tanggal 5 agustus
2014)
Rohman A.,Ibnu GG.,( 2007.), Kimia FarmasiAnalisis. PustakaPelajar.
Yogyakarta. p. 20.
Sastrohamidjojo, H., (2001), Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta, 22-36.
Sastrohamidjojo, H., Kromatografi. Yogyakarta. UGM-Press. 2007; p. 11,
39, 42.
Slamet D.S dan lg. Tarkotjo .,(1990), Majalah Gizi Jilid 4. Pusat penelitian
dan pengembangan kesehatan Depkes RI.Jakarta.
Syahbaniah Nur., (2012), Studi Pemanfaatan Talas (Colocasia esculenta)
Sebagai Bahan Pengisi Dalam Pembuatan Es Krim, Univesitas
Hasanudin, Makasar.
Silverstein,R.M.,
Webster.Fx.,Kiemle
DJ.,
(2005;),Spectrometric
identification of organic Compounds. New York, 75.
Stahl, E., (2001), Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi,
Intitute Teknologi Bandung, Bandung.
Sudjadi. 1998. Metode pemisahan. Edisi Pertama. Karnesius : Jakarta

38

Suirta I.W., Puspita, N.M, dan Gumiati N.K.2007. Isolasi Dan Identifikasi
Senyawa Aktif Larvarida Dari Biji Mimba (Azadirachta Imdika.A.Juss)
Terhadap Larva Nyamuk Demam Berdarah ( Aeges Aegepty). Jurna
Kimia. 1 (1) : 47-54
Sumarno.,( 2001 ),Kromatografi Teori Dasar. Yogyakarta Bagian Kimia
Farmasi Universitas Gajah Mada. p. 29.
Talamona, A.,( 2005), Laboratory Chromatography Guide.Switzerland.
Penerbit Bchi Labortechnik AG. p. 12.
Wagner, W.L., D.R., Herbst and S.H. Sohmer., (1999), Manual of The
Flowering Plants of HawaiI, Bishop Museum Special Publication,
University of HawaiI and Bishop Museum Press, Honolulu.
Yazid, E., (2005), Kimia Fisika Untuk Paramedis, Andi Yogyakarta,
Yogyakarta.

39

Lampiran 2. Sampel Penelitian Umbi Talas

Tanaman talas safira

Umbi talas safira

Sampel setelah di cuci

Perajangan sampel

Pengeringan sampel

Sampel kering

40

Lampiran 3. Proses ekstraksi sampel

Maserasi sampel

Ekstrak sampel talas safira

41

Lampiran 4. Profil KLT Orientasi Eluen

Keterangan Gambar :
a. N : E = n-heksan: etil asetat (3:7)
b. N : K = n-heksan: kloroform (3:7)
c. K : M = kloroform: metanol (3:7)
d. E : M = n-heksan: metanol (3:7)

42

Fase gerak klorofrom : metanol (3:7

9 fraksi dengan fase gerak koloroform : metanol (3:7)

43

9 fraksi dengan fase gerak n-heksan : etil asetat (3:7)

5 fraksi dengan fase gerak n-heksan : etil asetat (3:7)

44

Fraksi 6 dengan fase gerak


n-heksan : etil asetat (3:2)

45

Lampiran 5. Profil KLTP Hasil Kromatografi Kolom dengan


Menggunakan Fase Gerak n-heksan : etil asetat (3:2)

46

Lampiran 6. Profil KLT dua dimensi

Noda A pada
penampakan UV 254 nm

Noda B pada
penmapakan UV 254 nm

Noda A pada
penampakan UV 366 nm

Noda C pada
penampakan UV 254 nm

47

Lampiran 7. Frekuensi dan Absorbansi Infra Merah


Jenis ikatan

-1

Frekuensi abosorbansi (cm )

Karbon karbon
c = c (alkenil)

1600 1700

c c (aril)

1450 1600

c = c (alikinil)

2100 2250

Karbon hidrogen
3

2800 3000

3000 3300

Sp C - H

~ 3300

Aldehida C - H

2700 2780

Sp C H
Sp C H

Alkohol, eter, fenol, dan amin


OH

3000 3700 (lebar)

NH

3000 3700

Alkohol C O

900 1300

Eter C O

1050 1260

Senyawa karbonil
Aldehid C = O

1720 1740

Keton C = O

1705 1750

Karbonil C = O

1700 1725

Ester C = O

1735 1750

48

Lampiran 8. Serapan Khas Gugus Fungsi Pada Infra Merah

Gugus fungsi

Jenis senyawa

Daerah serapan (cm-1)

C-H

Alkana

2850-2960, 1350-1470

C-H

Alkena

3020-3080, 675-870

C-H

Aromatik

3000-3100, 675-870

C-H

Alkuna

3300

C=C

Alkena

1640-1680

C=C

Aromatik (cincin)

1500-1600

C-O

Alkohol, eter, asam karboksilat, ester

1080-1300

C=O

Aldehida, keton, asam karboksilat, ester

1690-1760

O-H

Alkohol ,fenol (monomer)

3610-3640

O-H

Alkohol, fenol (ikatan H)

2000-3600

O-H

Asam karboksilat

3000-3600 (lebar)

N-H

Amina

3310-3500

C-N

Amina

1180-1360

49

Lampiran 9. Hasil FT-IR Fraksi VI

Lampiran 10. Hasil FT-IR fraksi III ( markus, 2014)


50

Lampiran 11. Hasil UV-Vis Fraksi VI


51

52

Vous aimerez peut-être aussi