Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DESKRIPSI PROSES
2. Tahapan proses
Tahapan proses ini dibagi menjadi dua unit yaitu :
3. Tahapan akhir
Tahapan akhir ini dibagi menjadi dua unit yaitu :
3.1.
Persiapan Bahan
3.1.1.
di
daerah
perbukitan
51
sekitar
lokasi
pabrik
maupu
52
mendatangkan bahan baku dari luar lokasi pabrik. Bahan baku yan
ditambang adalah batu kapur (limestone) dan tanah liat (clay), sedangkan
pasir silika, pasir besi dan gypsum didatangkan dari luar pabrik.
1.
dilakukan
dengan
menghilangkan
lapisan
tanah
Dinamit
(Demotin)
atau
TNT
(Trinitrotoluena)
sebagai
baha
n
peledak
e
detonator listrik.
4. Pemuatan (Loading).
Batuan
yang
telah
diledakkan
kemudian
diangkut
secara
menggunakan
dump
truck
yang
sebagian
besar
bermer
k
Caterpillar tipe 769C dengan kapasitas 30 60 ton ke dalam hopper
(C11 04.2 K331 HP1) untuk ditampung sementara.
6. Penghancuran batu kapur (Crushing)
Crushing bertujuan untuk mereduksi batuan menjadi suatu
poduk yang diharapkan berukuran maksimum 80 mm. Alat yan
g
54
batu
kapur
ke
plant
dari
Quarry
Dalam
bangunan
ini
material
mengalami
prehomogenasi
mengambil
material
digunakan
front
reclaimer
atau
bridg
e
scrapper. Kemudian dengan menggunakan Apron Conveyor (C11
02.3 K331 AF2 dan C11 04.3 K331 AF2) material dimasukkan ke
hopper (E11 0101 K341 FB1).
2.
ton/hari.
PT.
Indocement
Tunggal
Prakarsa
penambangan
Tbk
melakuka
n
penambangan di daerah Hambalang yang jaraknya kurang lebih 5 km
dari lokasi pabrik. Tahap-tahap penambangannya adalah sebagai berikut:
1. Pembongkaran kulit batuan (Loosening)
Pengulitannya dilakukan dengan menggunakan Bulldozer tipe D
155A merk Komatsu dan Caterpillar D 9L, namun karena batuan
55
Tujuannya
adalah
agar
produk
yang
diproses
memili
ki
spesifikasi tertentu, ukuran maksimalnya 80 mm.
5. Pengiriman material (Conveying)
Pengiriman material dari Hambalang Quarry dilakukan dengan
menggunakan belt conveyor (C11-04 K331-BC2) dengan kapasitas
1000 ton/jam. Tanah Liat disusun membentuk susunan pile yang lurus
dengan metode chevron dengan menggunakan stacker, sedangkan
untuk mengambil material digunakan side reclaimer (C12 02.1 K232
ST1). Kemudian dengan menggunakan Belt Conveyor (C12 07
K332 BC3) material dimasukkan ke hopper (E11 0501 K341
FB2).
56
3.
memenuhi persyaratan.
i
tambang daerah sekitar Plant 12 di Tarjun, Kalimantan Selatan dan
pasir silika, trass atau pozzoland dibeli dari daerah Cibadak Sukabumi.
Sedangkan kebutuhan gypsum yang berfungsi sebagai retarder
(pengontrol setting time)
hingga saat
l
Prakarsa Tbk diperoleh dari PT. Petrokimia Gresik atau mengimpor dari
Taiwan, Jepang dan Australia. Pasir besi, pasir silika, dan gypsu
m
disusun membentuk susunan pile yang lurus dengan metode chevron
dengan menggunakan stacker, sedangkan untuk mengambil material
digunakan side reclaimer (C13 02.1 K233 ST1). Kemudian dengan
menggunakan Belt Conveyor (C13 04.1 K333 BC1, C13 0 4.
1
K333 BC2) pasir besi dan pasir silika dimasukkan ke hopper (E11
0301 K341 FB3,E11 0701 K341 FB4).
3.1.2.
setiap
hopper
terdapat
Apron
Conveyor
yang
berfung
si
mengambil bahan baku yang disimpan dalam hopper. Alat ini dapat
diatur kecepatannya untuk mengambil sesuai dengan proporsi yang
telah ditetapkan oleh departemen PCM (Process Control Monitoring).
Material kemudian diangkut ke weighing feeder yang secara otomatis
dapat
mengatur
kecepatannya
agar
didapat
berat
bahan
ng
57
ya
Material
yang
kombinasi
dengan
pengeringan
pada
penggilingan
bahan
dikeringkan oleh udara panas dengan suhu 300 C yang berasal dari
Suspension Preheater .
Material yang telah digiling di meja penggiling akan terbawa
oleh udara panas dari Suspension Preheater dan isapan Electrostatic
Precipitator menuju separator. Disini material hasil penggilingan yang
masih kasar akan terlempar dengan gaya sentrigugal ke dinding Sepol
Separator (E11 2601 k341 SS1) dan dijatuhkan kembali ke meja
penggilingan sedangkan material yang sudah halus diisap oleh EP
(E11 3401 K322 EP1).
Dengan sistem closed circuit yang selalu ditandai dengan
pemakaian separator, partikel distribusi dan kehalusan dapat dikontrol
batasnya sesuai dengan persyaratan yang diperlukan.
Material yang terlempar dari meja penggiling dikumpulkan oleh
scrapper dan dijatuhkan ke bucket elevator (E11 3301 K361 BE1).
Oleh bucket elevator, material dimasukkan dari atas separator dan
dijatuhkan kembali ke meja penggiling untuk kembali digiling.
59
elevator (E11 5201 K391 BE2) untuk dialirkan ke blending silo (G11
0113, G11 0163) untuk ditampung dan dihomogenasi.
3.1.3. Homogenisasi Bahan Baku (Blending Silo Unit)
Tepung
menggunakan
baku
udara
mengalami
bertekanan
proses
tinggi
homogenisasi
yang
dengan
dihembuskan
ole
h
kompresor
yang
berada
dibawah
silo.
Kemudian
udara
terseb
ut
mengangkat partikel partikel tercampur secara vertikal sehingga
partikel naik dan jatuh demikian seterusnya. Sedangkan diatas raw mill
silo terdapat dust collector (E11 3401 K322 EP1) yang berfungsi
untuk membantu menarik
a
didalamnya terjadi pergantian udara secara kontinyu. Selain itu dust
collector juga berfungsi untuk menangkap debu yang terbawa oleh
udara dan debunya dikembalikan kedalam raw mill silo.
Kehomogenan tepung baku (raw meal) akan mempengaruhi
proses pembentukan klinker antara lain :
Operasi lebih stabil dalam jangka waktu yang lebih lama
Mutu klinker yang dihasilkan lebih baik dan seragam
Penggunaan bahan bakar menjadi lebih hemat
Batu tahan api lebih tahan lama, karena terbentuk coating yang
merata pada dinding kiln.
60
disebar
dalam
buah
saluran
yang
berada
diatas
sil
homogenisasi
kontinyu
lebih
sesuai
dipakai
karena
plat
berpori
yang
dapat
ditembus
udara
dan
sifatnya
3.2.
Tahapan Proses
Proses pembakaran dan pendinginan klinker dibagi dalam 2 tahap
yaitu :
3.2.1.
2.
Preheater
memberikan
beberapa
keuntungan
digunakan sebagai pemanas di raw mill dan coal mill, Rotary kiln lebih
pendek, dan penghematan bahan bakar.
Umpan blending silo (raw meal) yang berfungsi sebagai kiln feed
dialirkan oleh air slide (E11 0401 K431 AS1.3) dan bucket elevator
(E11 4801 K391 BE1) menuju ke Suspension Preheater. Pada plant
11, Suspension Preheater
Line Calsiner (421 120 K451 PR1) dan SLC, yaitu Separate Lin
e
Calsiner (421 110 K452 PR1) Raw meal masuk melalui saluran
penghubung yang ada pada siklon 1 dan 2 pada masingmasing
kalsiner, sedangkan gas panas mengalir berlawanan arah dengan
umpan.
Adanya
susunan
siklon
di
Suspension
Preheater
Siklon
1
2
3
4
kalsiner
5
Gaya
ILC
360
526
621
772
840
842
dorong
347
533
640
805
850
859
Suhu ( C)
dari
SLC
355 360
528 530
662 650
852 850
1135 1021
828 870
gas
panas
Gas Panas
ILC
dari
SLC
siklon
akan
panas akan naik. Hal yang sama terjadi pada siklon 3 dan siklon 4
.
Material yang jatuh dari siklon 4 masuk ke dalam ILC sebelum masuk
ke silklon 5. Untuk memaksimalkan proses prekalsinasi di Suspension
Preheater
ner
dipasang
buah
burner
di
kalsiner
dimana
bur
dimana CaCO3 yang terdapat dalam material akan terurai menjadi CaO
dan CO2. Reaksi : CaCO3
CaO + CO2
ke
siklon
pada
line
SLC.
Dari
siklon
material
63
Diameter
dan
panjang
kiln
lebih
kecil
sehingga
menguran
gi
pemakaian
batu
tahan
api
di
burning
zone,
karena
sebagia
n
pembakaran di burning zone telah dilakukan di pre kalsiner.
3.2.2.
Transformasi Kimia
CaCO3 CaO + CO2
CaO + SiO2 CaO.SiO2
CaO + Al2O3 CaO.Al2O3
CaO.SiO2 + CaO 2CaO.SiO2
2CaO + SiO2 2CaO.SiO2
CaO.Al2O3 + 2CaO 3CaO.Al2O3
CaO.Al2O3 + CaO + Fe2O3 4CaO.
Al2O3. Fe2O3
2CaO.SiO2 + CaO 3CaO.SiO2
Proses transisi
3.
Proses sintering
Proses pembakaran di Rotary kiln menggunakan bahan bakar
batu bara. Bahan bakar ini dialirkan ke arah pembakar atau burner di
ujung
n
pengeluaran
kiln.
Batu
bara
dibakar
dengan
menggunaka
bantuan udara primer (primary air) yang dihembuskan oleh primary fan
blower dan udara sekunder (secondary air) yang berasal dari cooler.
Hasil pembakaran berupa gas panas dengan temperatur tinggi pada
rotary kiln yang digunakan untuk membantu pemanasan di Suspension
Preheater, raw mill dan coal mill.
65
Zona kalsinasi.
Pada daerah ini digunakan bata tahan api jenis fire cla
y
alumina 50 %, CaCO3 hampir terkonversi seluruhnya menjadi CaO.
Terjadi kalsinasi lanjutan dari proses kalsinasi yang
terjadi d
i
Suspension Preheater dan diharapkan di daerah ini proses kalsinasi
selesai dan mulai terbentuk C2S (dicalsium silikat). Temperaturnya
o
Zona Transisi.
Pada daerah ini digunakan bata tahan api jenis magnesit
chrom 65 %. Merupakan daerah perubahan antara zona kalsinasi
dan
sintering.
Sebagian
material
mengalami
perubahan
fas
a
menjadi cair yang berfungsi sebagai pengikat pada reaksi
pembakaran di zona sintering. Temperatu pada zona ini berkisar
antara 900 1200C
3.
Zona Sintering
Pada daerah ini digunakan bata tahan api jenis magnesit
chrom brick 80 85 % karena memiliki ketahanan terhadap beban
panas
tinggi,
memiliki
ketahanan
terhadap
radiasi
flame
da
4.
Zona Pendinginan.
Pada daerah ini digunakan bata tahan api jenis high alumina
brick 90 95 % karena memiliki ketahanan yang baik terhada
p
perubahan temperature, memiliki porositas yang rendah sehingga
ketahanan terhadap serangan zat kimia baik. Merupakan daerah
pendinginan klinker yang pertama yang dilakukan di dalam rotary
o
didinginkan
terlebih
dahulu
sebelum
diangkut
ke
nit
penggilingan karena :
sebagai
udara
tertiary
untuk
pembakaran
di
Menghindari peruraian
gypsum
yang
ditambahkan
pada
penggilingan akhir.
Menghindari terbentuknya
crystal
periclase,
yang
akan
1 C turun
o.
tersier
dimanfaatan
untuk
pembakaran
di
Suspensio
dikeluarkan
melalui
cerobong.
Pada
Electrostatic
grate
cool
Gambar 5.
68
3.3.
Tahapan Akhir
3.3.1.
separator
dan
produk
yang
keluar
mempunyai
blai
ne
(kehalusan) 325 mesh yang akan menghasilkan kuat tekan awal yang
tinggi dan peningkatan kuat tekan beton pada tahap berikutnya.
Sebelum digiling dalam finish mill, klinker terlebih dahulu digiling
dalam pregrinding mill sebagai penggilingan awal. Klinker dari klinker
silo diangkut oleh apron conveyor (L12 04.1 K511 AC5), bucke
t
elevator (L12 05.1 K511 BE1) dan belt conveyor (D14 13 K541
BC6) ke dalam hopper (N11 01.1 K531 KP1). Dari hopper, klinker
dibawa oleh belt conveyor (D14 16 K541 BC8) ke pregrinding mill
(N11 05.3 K561 NG1). Pregrinding mill mempunyai 3 pasang roller
yang berada diatas meja penggiling, dimana tiap roller ditekan oleh 2
buah silinder hidrolik.
Proses penggilingan terjadi karena adanya gaya tekan antara
roller dan meja penggilingan yang berputar. Klinker masuk melalui
bagian atas pregrinder ke pusat meja penggiling yang berputar. Klinker
yang sudah tergilas, baik yang kasar maupun yang halus terlempar dari
69
buck
dari dua chamber yang dibatasi oleh difragma. Chamber 1 diisi bolabola baja (stell ball) dengan ukuran diameter 40, 50, 60 dan 70 mm
,
sedangkan chamber 2 diisi bola bola baja dengan ukuran diameter
17, 20, 25, dan 30 mm. Dinding (shell) finish mill dilapisi liner yan
g
berfungsi mengarahkan gerakan stell ball dan melindungi shell.
Adanya putaran mill mengakibatkan benturan antara stell ball
dengan klinker, hal tersebut akan menaikkan suhu dalam alat. Suhu
dalam alat penggilingan ini harus dijaga tidak lebih 120
a
C. Karen
apabila suhu dalam Finish mill lebih dari 120 C maka air kristal yang
terkandung dalam gypsum menguap dan tidak akan berfungsi lagi
sebagai retarder sehingga semen yang dihasilkan akan mengalami
proses false set yang lebih cepat. Oleh karena itu untuk menjag
a
supaya gipsum tidak rusak, pada finish mill dilengkapi Cement Grinding
70
Aid (CGA) dengan yang ditempatkan pada inlet mill dimana ini bekerja
secara otomatis.
o
Pada temperatur > 140 C gypsum sudah mulai terhidrasi dan ini
menyebabkan timbulnya coating (lapisan material) yang mengelilingi
steel ball sehingga dapat mengurangi efek tumbukan dari steel ball.
Secara kualitas dengan terhidrasinya gypsum maka akan mengganggu
setting time pada semen.
Semen yang dihasilkan oleh finish mill diangkut dengan air slide
(N11 11.1 K561 AS1) dan kemudian dengan bucket elevator (N11
12 K561 BE2) menuju O Sepa Separator (N11 14 K561 SR2
)
yang berfungsi untuk memisahkan partikel halus dan partikel kasar.
Partikel kasar akan kembali masuk ke dalam mill sebagai tailin
g
sedangkan partikel halus akan melewati dust collector jenis bag filter
(N11 16.1 K561 BF1). Chain conveyor (R11 18.1 K621 CV1)
akan membawa partikel halus tersebut ke air slide (N11 19.1 K591
AS2) yang kemudian oleh bucket elevator (N11 20 K591 BE1
)
dimasukkan ke dalam cement silo (P11 01.1A K611 AS1, P11
01.1B K611 AS2, P11 01.1C K611 AS3) melalui air slide (N11
21.1 K591 AS3). Diagram alir Finish Mill Unit dapat dilihat dala
m
Gambar 8.
71
3.3.2.
pemasukan
yang
semen
terpasang
dengan
pada
air
menggunakan
slide
tepat
di
bottom
atas
hoop
er.
Pengoperasian bottom discharge telah diprogram, sehingga pengisian
ke dalam hopper bisa bergantian secara otomatis. Pada masing
masing
hopper
memberikan
dilengkapi
signal
bila
dengan
hopper
level
kosong
indicator,
atau
yang
penuh.
akan
Signal
yan
g
diterima akan mengaktifkan / menonaktifkan flow gate di semen silo,
sehingga pengisian hopper bisa kontinyu. Setelah itu semen diteruskan
ke distributed gate (R11 06 K651 FY1), disini semen dipisahkan
alirannya ke rotary packer (R11 09 K651 PM1) yang ak
an
mengepak semen ke kantong kantong semen dan Bulk Loader (R11
20A1 K631 BK1) ke truk truk semen curah (bulk semen).
Semen yang ke rotary packer didistribusikan ke 5 buah rotary
packer yang masing masing berkapasitas 2200 kantong semen/jam,
dengan setiap kantong berisi 50 kg semen. Batasan berat semen yang
diperbolehkan adalah 50 kg
72
(R11 16.A
Untuk
mengurangi
jumlah
semen
yang
terbuang
karen
a
tumpahan pada saat pengisian ke dalam kantong ataupun dari kantong
yang bocor maka dipasang screw conveyor (R11 17 K651 SC1)
yang akan mengangkut semen tumpahan tersebut ke bucket elevator
(R11 01 K651 BE1) dan dikembalikan lagi ke dalam vibrati
ng
screen.
Sedangkan semen curah ditimbang dengan cara menghitung
selisih antara berat truk kosong dan berat truk isi. Dari hopper semen
yang dilengkapi dengan slide gate dan flow control gate serta air slide,
semen dialirkan menuju ke telescopic bulk loading. Telescopic bulk
loading bisa dinaikkan / diturunkan secara otomatis sesuai dengan
ketinggian lubang bulk truck.
Bila truck telah berada pada posisi pengisian, maka operator
akan menurunkan telescopic bulk loading masuk ke dalam lubang
pengisian. Bila telescopic bulk loading telah terpasang pada posisinya,
maka operator mengoperasikan sistem tersebut, sehingga semen akan
mengalir dari hopper melalui flow control gate dan selanjutnya melalui
air slide menuju telescopic bulk loading dan akhirnya masuk ke dalam
bulk truck.
Di bawah bulk truck terpasang timbangan, sehingga operator
bisa memantau jumlah semen yang telah masuk ke dalam bulk truck.
Dan operator akan menghentilan operasi pengisian bila berat semen
yang
a
diisikan
telah
sesuai
dengan
yang
diinginkan.
Selanjutny
73
operator
menaikkan
telescopic
bulk
loading,
dan
truck
bisa