Vous êtes sur la page 1sur 22

BAB III

DESKRIPSI PROSES

Proses pembuatan semen di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk


secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
1. Persiapan bahan
Persiapan bahan ini dibagi menjadi dua unit yaitu :

Penambangan Bahan Baku (Mining Unit)

Pengeringan dan Penggilingan Bahan Baku (Raw Mill Unit)

Homogenisasi Bahan Baku (Blending Silo Unit)

2. Tahapan proses
Tahapan proses ini dibagi menjadi dua unit yaitu :

Pemanasan Awal Tepung Baku (Suspension Preheater Unit)

Pembakaran Tepung Baku (Rotary Klin Unit)

Pendinginan Klinker (Air Quenching Cooler Unit)

3. Tahapan akhir
Tahapan akhir ini dibagi menjadi dua unit yaitu :

Penggilingan Akhir (Finish Mill Unit)

Pengantongan Semen (Packing Unit)

3.1.

Persiapan Bahan

3.1.1.

Penambangan Bahan Baku (Mining Unit)


Bahan baku yang digunakan untuk pembutan semen adalah batu
kapur, tanah liat, pasir silika, dan pasir besi. PT. Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk telah memiliki sumber bahan baku, baik berupa
penambangan

di

daerah

perbukitan

51

sekitar

lokasi

pabrik

maupu

52

mendatangkan bahan baku dari luar lokasi pabrik. Bahan baku yan
ditambang adalah batu kapur (limestone) dan tanah liat (clay), sedangkan
pasir silika, pasir besi dan gypsum didatangkan dari luar pabrik.

1.

Penambangan Batu Kapur (Limestone)


Kebutuhan batu kapur di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
mencapai 45.000 ton/hari. Kebutuhan ini dipenuhi dengan jalan
melakukan penambangan batu kapur di daerah Quarry D yang berjarak
kurang lebih 7 km dari lokasi pabrik. Quarry merupakan istilah tambang
terbuka yang menambang bahan galian industri atau mineral industri,
juga bisa didapatkan hasil tambang yang sudah pecah atau bongkahan
bongkahan yang teratur contohnya seperti : batu gamping, clay, sand
stone, dll. Sifat fisik batu kapur yang keras mengharuskan penambangan
dilakukan dengan peledakan untuk melepaskan dari batuan induknya.
Adapun kegiatan penambangan batu kapur di PT. Indocement
Tunggal Prakarsa meliputi tahapan sebagai berikut :
1. Pembersihan (Clearing)
Clearing

dilakukan

dengan

menghilangkan

lapisan

tanah

bagian atas setebal + 30 cm dengan bulldozer.


2. Pengeboran (Drilling)
Pengeboran bertujuan untuk membuat lubang tembak dimana
di dalamnya dimasukkan bahan peledak. Kedalamannya mencapai
sekitar 913 m dengan luas sekitar 3 inci x 6,75 inchi.
3. Peledakan (Blasting)
Peledakan bertujuan untuk membongkar batuan kapur dari
batuan induk yang memiliki kekerasan tinggi.
53

Bahan peledak dan perlengkapan yang digunakan antara lain :

Dinamit

(Demotin)

atau

TNT

(Trinitrotoluena)

sebagai

baha

n
peledak

Amonium Nitrat Fuel Oil (ANFO), campuran antara amonium nitrat


sebanyak 94-95 persen dengan 5-6 persen solar dan digunakan
sebagai bahan peledak.

Detonator listrik, sebagai alat pemicu ledakan.

Blasting machine, sebagai penimbul arus listrik untuk meledakkan


detonator listrik.

Kabel, untuk menyalurkan arus listrik dari blasting machine k

e
detonator listrik.

Blasting ohm meter, untuk pengetesan kesempurnaan rangkaian


peledak.

4. Pemuatan (Loading).
Batuan

yang

telah

diledakkan

kemudian

diangkut

secara

konvensional dengan whell loader caterpillar tipe 988B, yang


3

berkapasitas bucket kurang lebih 5 10 m .


5. Pengangkutan (Hauling).
Batuan dipindahkan dari lokasi peledakan ke alat penghancur
dengan

menggunakan

dump

truck

yang

sebagian

besar

bermer

k
Caterpillar tipe 769C dengan kapasitas 30 60 ton ke dalam hopper
(C11 04.2 K331 HP1) untuk ditampung sementara.
6. Penghancuran batu kapur (Crushing)
Crushing bertujuan untuk mereduksi batuan menjadi suatu
poduk yang diharapkan berukuran maksimum 80 mm. Alat yan
g
54

digunakan adalah jenis Double Rotor Hummer Crusher (C11 01


K341 CR1) dengan kapasitas 1000 ton/jam.
7. Pengiriman Batu Kapur ke plat (Conveying)
Pengiriman
menggunakan

batu

kapur

ke

plant

dari

Quarry

belt conveyor (C11 04 K331 BC1) DP 2 system

berkapasitas 2.000 ton/jam. Batu kapur yang telah direduksi tersebut,


sebagian langsung dikirim ke plant-plant dan sebagian lagi disimpan
terlebih dahulu dalam Intermediate Storage Quarry D. Tujuannya untuk
pengontrolan kualitas batu kapur yang akan dikirim ke plant. Bat
u
kapur yang dikirim ke plant disimpan dalam bangunan berbentu
k
sirkular.

Dalam

bangunan

ini

material

mengalami

prehomogenasi

pertama. Batu kapur disusun membentuk susunan pile yang melingkar


dengan metode chevron dengan menggunakan stacker, sedangkan
untuk

mengambil

material

digunakan

front

reclaimer

atau

bridg

e
scrapper. Kemudian dengan menggunakan Apron Conveyor (C11
02.3 K331 AF2 dan C11 04.3 K331 AF2) material dimasukkan ke
hopper (E11 0101 K341 FB1).
2.

Penambangan Tanah Liat (Clay)


Kebutuhan tanah liat dipenuhi dengan melakukan
8.000

ton/hari.

PT.

Indocement

Tunggal

Prakarsa

penambangan
Tbk

melakuka

n
penambangan di daerah Hambalang yang jaraknya kurang lebih 5 km
dari lokasi pabrik. Tahap-tahap penambangannya adalah sebagai berikut:
1. Pembongkaran kulit batuan (Loosening)
Pengulitannya dilakukan dengan menggunakan Bulldozer tipe D
155A merk Komatsu dan Caterpillar D 9L, namun karena batuan
55

yang akan ditambang sangat keras dan abrasive, sehingga alternative


peledakan akhir-akhir ini sering dilakukan meskipun masih dalam skala
yang kecil.
2. Pemuatan (Loading)
Pengangkutan material ke dalam alat penghancur dilakukan
dengan menggunakan whell loader caterpillar tipe 966D.
3. Pengangkutan (Hauling)
Material diangkut dari lokasi penambangan ke crusher dengan
menggunakan dump truck Komatsu HD-200 yang mempunyai
kapasitas 30 - 60 ton dan dimasukkan ke hopper (E11 01.2 K331
HP2) untuk disimpan sementara.
4. Pengecilan ukuran (Size Reduction)
Pengecilan ukuran dilakukan dengan menggunakan Double
Roller Crusher (C11 01 K341 CR2) dengan kapasitas 10
00
ton/jam.

Tujuannya

adalah

agar

produk

yang

diproses

memili

ki
spesifikasi tertentu, ukuran maksimalnya 80 mm.
5. Pengiriman material (Conveying)
Pengiriman material dari Hambalang Quarry dilakukan dengan
menggunakan belt conveyor (C11-04 K331-BC2) dengan kapasitas
1000 ton/jam. Tanah Liat disusun membentuk susunan pile yang lurus
dengan metode chevron dengan menggunakan stacker, sedangkan
untuk mengambil material digunakan side reclaimer (C12 02.1 K232
ST1). Kemudian dengan menggunakan Belt Conveyor (C12 07
K332 BC3) material dimasukkan ke hopper (E11 0501 K341

FB2).
56

3.

Pengadaan Pasir Besi , Pasir Silika dan Gypsum


Pasir besi dalam pembuatan semen digunakan sebagai bahan
pengoreksi yang ditambahkan dalam bahan baku apabila komposisinya
belum

memenuhi persyaratan.

Kebutuhan pasir besi dipenuhi dar

i
tambang daerah sekitar Plant 12 di Tarjun, Kalimantan Selatan dan
pasir silika, trass atau pozzoland dibeli dari daerah Cibadak Sukabumi.
Sedangkan kebutuhan gypsum yang berfungsi sebagai retarder
(pengontrol setting time)

hingga saat

ini PT. Indocement Tungga

l
Prakarsa Tbk diperoleh dari PT. Petrokimia Gresik atau mengimpor dari
Taiwan, Jepang dan Australia. Pasir besi, pasir silika, dan gypsu
m
disusun membentuk susunan pile yang lurus dengan metode chevron
dengan menggunakan stacker, sedangkan untuk mengambil material
digunakan side reclaimer (C13 02.1 K233 ST1). Kemudian dengan
menggunakan Belt Conveyor (C13 04.1 K333 BC1, C13 0 4.
1
K333 BC2) pasir besi dan pasir silika dimasukkan ke hopper (E11
0301 K341 FB3,E11 0701 K341 FB4).
3.1.2.

Pengeringan dan Penggilingan Bahan Baku (Raw Mill Unit)


Pada proses selanjutnya terjadi pencampuran bahan baku
yang terdiri dari batu kapur, tanah liat, pasir silika, dan pasir besi. Di
bawah

setiap

hopper

terdapat

Apron

Conveyor

yang

berfung

si
mengambil bahan baku yang disimpan dalam hopper. Alat ini dapat
diatur kecepatannya untuk mengambil sesuai dengan proporsi yang
telah ditetapkan oleh departemen PCM (Process Control Monitoring).
Material kemudian diangkut ke weighing feeder yang secara otomatis
dapat

mengatur

kecepatannya

agar

didapat

berat

bahan

ng
57

ya

diinginkan. Berdasarkan proporsi yang telah ditentukan tersebut setiap


bahan ditimbang dan diumpankan oleh weighing feeder (E11 0911
K341 WF1, E11 1211 K341 WF2, E11 1011 K341 WF3, E11
1011 K341 WF4) kepada belt conveyor (E11 1401 K341 BC1,
E11 1411 K341 BC2) yang menuju Vertical Roller Mill.
Sebelum bahan baku dimasukkan ke dalam kiln, bahan baku
tersebut harus melalui tahapan proses penggilingan dan pengeringan.
Pada Plant 11, pengeringan dan penggilingan bahan baku terjadi di
satu alat yaitu raw mill. Jenis raw mill yang digunakan adalah Vertical
Roller Mill (E11 27.01 K361 RM1). Alat ini terdiri dari mej
a
penggiling, dua pasang roller penggiling dan separator yang terpasang
diatasnya.

Material

yang

masuk raw mill mempunyai kehalusan 0

80 mm dengan kadar air maksimum 9,5 persen dan diinginkan produk


dengan ukuran 170 mesh dengan residu < 12 persen (90 mikron) dan
kadar air 0,5 1 pesen. Pengaturan kadar air dalam Vertical Roller Mill
dimaksudkan untuk memperoleh karakteristik aliran yang baik.
Penggilingan vertikal yaitu dengan roller mill pada umumnya
dipakai

kombinasi

dengan

pengeringan

pada

penggilingan

bahan

mentah. Hal ini memungkinkan karena untuk pengangkutan material


halus untuk proses klasifikasi dipakai aliran udara, dimana udara yang
dipakai dapat berupa udara panas. Roller mill ini dapat dipakai untuk
pemanfaatan udara panas dari Suspension Preheater dalam jumlah
besar. Diperlukan fan kapasitas besar untuk terjadinya aliran udara
didalam mill.
58

Bahan baku yang masuk raw mill akan dijatuhkan ke pusat


meja bundar yang diputar oleh motor penggerak. Di atas meja tersebut
tergantung dua pasang roller yang berputar pada sumbunya. Proses

penggilingan terjadi karena material yang berada di atas meja yang


berputar cenderung bergerak ke arah tepi meja akibat adanya gaya
sentrifugal. Pada saat melewati roller, material akan tergilas karena
adanya gaya tekan antara roller dan meja penggiling. Tekanan tersebut
berasal dari silinder hidraulik yang dipasang sebanyak 2 buah untuk
tiap roller. Selama proses penggilingan berlangsung, bahan baku
o

dikeringkan oleh udara panas dengan suhu 300 C yang berasal dari
Suspension Preheater .
Material yang telah digiling di meja penggiling akan terbawa
oleh udara panas dari Suspension Preheater dan isapan Electrostatic
Precipitator menuju separator. Disini material hasil penggilingan yang
masih kasar akan terlempar dengan gaya sentrigugal ke dinding Sepol
Separator (E11 2601 k341 SS1) dan dijatuhkan kembali ke meja
penggilingan sedangkan material yang sudah halus diisap oleh EP
(E11 3401 K322 EP1).
Dengan sistem closed circuit yang selalu ditandai dengan
pemakaian separator, partikel distribusi dan kehalusan dapat dikontrol
batasnya sesuai dengan persyaratan yang diperlukan.
Material yang terlempar dari meja penggiling dikumpulkan oleh
scrapper dan dijatuhkan ke bucket elevator (E11 3301 K361 BE1).
Oleh bucket elevator, material dimasukkan dari atas separator dan
dijatuhkan kembali ke meja penggiling untuk kembali digiling.
59

Di dalam EP, debu yang tidak dapat tertangkap dibuang ke


3

udara bebas melalui cerobong. Batas emisi debu adalah 80 mg/m .


Sedangkan material halus yang dapat tertangkap EP akan jatuh ke
rotary feeder, kemudian oleh screw conveyor (E11 5111 K391 SC6)
dan air slide (E11 4601 K391 AS5) dibawa masuk ke buck
et

elevator (E11 5201 K391 BE2) untuk dialirkan ke blending silo (G11
0113, G11 0163) untuk ditampung dan dihomogenasi.
3.1.3. Homogenisasi Bahan Baku (Blending Silo Unit)
Tepung
menggunakan

baku
udara

mengalami
bertekanan

proses
tinggi

homogenisasi

yang

dengan

dihembuskan

ole

h
kompresor

yang

berada

dibawah

silo.

Kemudian

udara

terseb

ut
mengangkat partikel partikel tercampur secara vertikal sehingga
partikel naik dan jatuh demikian seterusnya. Sedangkan diatas raw mill
silo terdapat dust collector (E11 3401 K322 EP1) yang berfungsi
untuk membantu menarik

udara keluar dari blending silo supay

a
didalamnya terjadi pergantian udara secara kontinyu. Selain itu dust
collector juga berfungsi untuk menangkap debu yang terbawa oleh
udara dan debunya dikembalikan kedalam raw mill silo.
Kehomogenan tepung baku (raw meal) akan mempengaruhi
proses pembentukan klinker antara lain :
Operasi lebih stabil dalam jangka waktu yang lebih lama
Mutu klinker yang dihasilkan lebih baik dan seragam
Penggunaan bahan bakar menjadi lebih hemat
Batu tahan api lebih tahan lama, karena terbentuk coating yang
merata pada dinding kiln.
60

Proses homogenasi menggunakan sistem yang bekerja secara


kontinyu. Material masuk melalui air slide (E11 4901 K391 AS6) yang
kemudian
o.

disebar

dalam

buah

saluran

yang

berada

diatas

sil

Pengeluaran material dilakukan bersama melalui 2 dari 8 flow gate pada


setiap silo. Pengeluaran melalui flow gate ini diulang dalam selang waktu

tertentu, dimana satu siklus lengkap memerlukan waktu 12 menit.Di plant


3

11 terdapat dua buah blending silo dengan kapasitas 25.800 m /silo.


Di dalam silo material tersebut mengalami proses blending
yaitu proses menghomogenkan raw meal, yang berasal dari raw mill
sehingga silo ini disebut blending silo.
Sistem

homogenisasi

kontinyu

lebih

sesuai

dipakai

karena

kualitas bahan mentah hanya mempunyai sedikit fluktuasi atau dimana


bahan mentah sudah mengalami prehomogenisasi sebelumnya. Dengan
sistem ini memungkinkan hanya digunakan satu tingkat blending silo.
Komponen dasar homogenisasi dengan udara tekan adalah
dipakainya unit aerasi yang dipasang pada bagian dasar silo. Unit aerasi
terdiri

plat

berpori

yang

dapat

ditembus

udara

dan

sifatnya

semipermiable artinya udara dapat menembusnya tetapi dalam keadaan


tdak ada aliran udara material tidak akan dapat menembus plat tersebut.
Dasar yang digunakan sistem ini adalah in and out flow, dimana
material yang masuk diatur dengan mendistribusikan kedalam 8 outlet,
sehingga diharapkan akan terjadi pencampuran yang lebih merata dan
selanjutnya di dalam silo juga dilakukan aerasi sambil material tersebut
dikeluarkan. Diagram alir Raw Mill Unit dapat dilihat pada Gambar 4.
61

3.2.

Tahapan Proses
Proses pembakaran dan pendinginan klinker dibagi dalam 2 tahap
yaitu :

3.2.1.

Pemanasan Awal Tepung Baku (Suspension Preheater Unit)


Proses pemanasan awal terjadi dalam beberapa tahap proses :
1.

Proses pemanasan awal dan penguapan air

2.

Proses kalsinasi awal


Suspension

Preheater

memberikan

beberapa

keuntungan

diantaranya : gas panas yang keluar dari Suspension Preheater dapat

digunakan sebagai pemanas di raw mill dan coal mill, Rotary kiln lebih
pendek, dan penghematan bahan bakar.
Umpan blending silo (raw meal) yang berfungsi sebagai kiln feed
dialirkan oleh air slide (E11 0401 K431 AS1.3) dan bucket elevator
(E11 4801 K391 BE1) menuju ke Suspension Preheater. Pada plant
11, Suspension Preheater

yang digunakan adalah jenis ILC, yaitu In

Line Calsiner (421 120 K451 PR1) dan SLC, yaitu Separate Lin
e
Calsiner (421 110 K452 PR1) Raw meal masuk melalui saluran
penghubung yang ada pada siklon 1 dan 2 pada masingmasing
kalsiner, sedangkan gas panas mengalir berlawanan arah dengan
umpan.

Adanya

susunan

siklon

di

Suspension

Preheater

mengakibatkan raw meal mengalami pemanasan sepanjang tingkatan


siklon. Gaya sentrifugal, gaya gravitasi dan gaya tangensial di siklon
membuat material turun terpisah dengan gas panas.
62

Tabel 23. Suhu pada Suspension Preheater


Material

Siklon

1
2
3
4
kalsiner
5

Gaya

ILC
360
526
621
772
840
842

dorong

347
533
640
805
850
859

Suhu ( C)

dari

SLC
355 360
528 530
662 650
852 850
1135 1021
828 870

gas

panas

Gas Panas
ILC

dari

SLC

siklon

akan

mengakibatkan material masuk ke siklon 2. Di dalam siklon 2 jug


a
terjadi pemisahan antara material dan gas panas, dimana material.
akan jatuh ke saluran antara siklon 3 dan siklon 4, sedangkan ga
s

panas akan naik. Hal yang sama terjadi pada siklon 3 dan siklon 4
.
Material yang jatuh dari siklon 4 masuk ke dalam ILC sebelum masuk
ke silklon 5. Untuk memaksimalkan proses prekalsinasi di Suspension
Preheater
ner

dipasang

buah

burner

di

kalsiner

dimana

bur

menghasilkan gas panas tambahan. Dari ILC material. keluar menuju


siklon 5, sedangkan gas panas keluar menuju siklon 4. Sedangkan
material. yang keluar dari siklon 5 masuk ke dalam SLC bergabung
dengan material di line SLC (prosesnya sama dengan pada siklon line
ILC).
Di dalam

kalsiner, material akan mengalami prekalsinasi

dimana CaCO3 yang terdapat dalam material akan terurai menjadi CaO
dan CO2. Reaksi : CaCO3

CaO + CO2

Proses kalsinasi pada ILC berlangsung hingga sebesar 80 %


sedangkan pada SLC hingga sebesar 90 %. Material dari SLC akan
keluar
aru

ke

siklon

pada

line

SLC.

Dari

siklon

material

63

dimasukkan ke kiln inlet hood. Waktu tinggal di Suspension Preheater

25 detik. Pada siklon 5 diusahakan agar suhunya tidak melebihi 870


o

C karena akan membentuk Calsium Silika yang sticky (lengket) yang

akan menyumbat aliran ke kiln inlet hood.


Penggunaan precalsiner memberikan keuntungan antara lain :

Diameter

dan

panjang

kiln

lebih

kecil

sehingga

menguran

gi
pemakaian

batu

tahan

api

di

burning

zone,

karena

sebagia

n
pembakaran di burning zone telah dilakukan di pre kalsiner.

Beban panas yang lebih rendah terutama untuk kiln berkapasitas


besar.

Waktu tinggal material didalam kiln lebih singkat.

Tabel 24. Reaksi yang terjadi dalam Suspension Pre heater


Temperatur
Proses
Transformasi Kimia
0
( C)
100
Pengeringan (lepasnya
kandungan air bebas)
100 400 Lepasnya kandungan
air terikat
400 700 Dekomposisi clay
Al2O3.2SiO2.2H2O
Al2O3.2SiO2
+ 2H2O
600 900 Dekomposisi
Al2O3.2SiO2 Al2O3 + 2SiO2
metakaolinite dan
senyawa-senyawa
lainnya dan
pembentukan campuran
oksida
64

Tabel 25. Reaksi yang terjadi di Kiln


Temperatur
Proses
0
( C)
Dekomposisi lime dan
600 1000 pembentukan CS dan
CA
800 1300 Reaksi lime dengan C2S
dan C3A serta
pembentukan C4AF

1250 1450 Reaksi lanjut lime


dengan C2S (Sintering
/Klinkerisasi), pembentukan fasa cair
1450 1240 Pendinginan

3.2.2.

Transformasi Kimia
CaCO3 CaO + CO2
CaO + SiO2 CaO.SiO2
CaO + Al2O3 CaO.Al2O3
CaO.SiO2 + CaO 2CaO.SiO2
2CaO + SiO2 2CaO.SiO2
CaO.Al2O3 + 2CaO 3CaO.Al2O3
CaO.Al2O3 + CaO + Fe2O3 4CaO.
Al2O3. Fe2O3
2CaO.SiO2 + CaO 3CaO.SiO2

Pembakaran Tepung Baku (Rotary Klin Unit)


Proses pembakaran tepung baku terjadi dalam beberapa tahap
proses
1. Proses kalsinasi lanjutan
2.

Proses transisi

3.

Proses sintering
Proses pembakaran di Rotary kiln menggunakan bahan bakar

batu bara. Bahan bakar ini dialirkan ke arah pembakar atau burner di
ujung
n

pengeluaran

kiln.

Batu

bara

dibakar

dengan

menggunaka

bantuan udara primer (primary air) yang dihembuskan oleh primary fan
blower dan udara sekunder (secondary air) yang berasal dari cooler.
Hasil pembakaran berupa gas panas dengan temperatur tinggi pada
rotary kiln yang digunakan untuk membantu pemanasan di Suspension
Preheater, raw mill dan coal mill.
65

Rotary kiln sebagai ruang pembakaran utama terbagi dalam


beberapa daerah (zona) yaitu :
1.

Zona kalsinasi.
Pada daerah ini digunakan bata tahan api jenis fire cla

y
alumina 50 %, CaCO3 hampir terkonversi seluruhnya menjadi CaO.
Terjadi kalsinasi lanjutan dari proses kalsinasi yang

terjadi d

i
Suspension Preheater dan diharapkan di daerah ini proses kalsinasi
selesai dan mulai terbentuk C2S (dicalsium silikat). Temperaturnya
o

berkisar antara 800 900 C.


2.

Zona Transisi.
Pada daerah ini digunakan bata tahan api jenis magnesit
chrom 65 %. Merupakan daerah perubahan antara zona kalsinasi
dan

sintering.

Sebagian

material

mengalami

perubahan

fas

a
menjadi cair yang berfungsi sebagai pengikat pada reaksi
pembakaran di zona sintering. Temperatu pada zona ini berkisar
antara 900 1200C
3.

Zona Sintering
Pada daerah ini digunakan bata tahan api jenis magnesit
chrom brick 80 85 % karena memiliki ketahanan terhadap beban
panas

tinggi,

memiliki

ketahanan

terhadap

radiasi

flame

da

perubahan temperature yang mendadak, memiliki ketahanan baik


terhadap zat kimia. Pembentukan komponen klinker yaitu C3S,
C4AF, C3A, dan C2S terjadi secara maksimum. Temperatur pada
zona ini berkisar antara 1200 1450C.
66

4.

Zona Pendinginan.
Pada daerah ini digunakan bata tahan api jenis high alumina
brick 90 95 % karena memiliki ketahanan yang baik terhada

p
perubahan temperature, memiliki porositas yang rendah sehingga
ketahanan terhadap serangan zat kimia baik. Merupakan daerah
pendinginan klinker yang pertama yang dilakukan di dalam rotary
o

kiln sampai temperatur sekitar 1300 1240


3.2.3.

Pendinginan Klinker (Air Quenching Cooler Unit)


Klinker yang keluar dari rotary klin (431 190 K461 KT1)
harus

didinginkan

terlebih

dahulu

sebelum

diangkut

ke

nit
penggilingan karena :

Klinker panas sukar di transformasikan

Udara panas yang dihasilkan pada pendinginan klinker dapat


digunakan

sebagai

udara

tertiary

untuk

pembakaran

di

Suspension Preheater dan udara secondary pada pembakaran di


rotary kiln.

Menghindari terurainya C3S dan C2S

Menghindari peruraian

gypsum

yang

ditambahkan

pada

penggilingan akhir.

Menghindari terbentuknya

crystal

periclase,

yang

akan

menurunkan kualitas semen.


Pendinginan klinker dilakukan secara mendadak dari
o

1240 C turun menjadi 120 C agar mudah dihancurkan pada finish

mill. Proses pendinginan klinker di plant 11 dilakukan dengan Grate


Cooler (441 200 K471 CC1). Hamparan klinker yang mengalir
67

sepanjang grate cooler digerakkan dengan sistem mekanis. Udara


pendingin dihembuskan dari bawah grate dengan menggunakan
cooling fan sejumlah 28 buah yang menembus hamparan klinker.
Setelah melewati grate 1, suhu klinker dari
240

1 C turun

o.

menjadi 850 C dan setelah melewati grate 2 suhunya turun lagi


o

menjadi 575 C. Suhu klinker keluar grate 3 120 C.


Diantara grate 2 dan 3 terdapat crusher (441 340 K471
RC1) yang berfungsi mereduksi ukuran klinker. Udara panas hasil
pendinginan klinker dibagi menjadi udara sekunder, tersier, dan gas
buang. Udara sekunder dimanfaatkan untuk pembakaran di kiln dan
udara
n

tersier

dimanfaatan

untuk

pembakaran

di

Suspensio

Preheater. Sedangkan gas buang setelah dilewatkan Electrostatic


Precipitator

dikeluarkan

melalui

cerobong.

Pada

Electrostatic

Precipitator (441 660 K471 EP1) dipisahkan antara gas buang


dengan partikel halus yang terikut.
Partikel halus dari EP yang telah dipisahkan dari gas buang
diangkut oleh Screw conveyor (441 705 K471 SC8) dan dibawa
dengan Apron Conveyor (L11 01.2 K491 AC2) menuju klinker
silo (CLS A, CLS B). Suhu klinker yang keluar dari
er
sekitar
a

grate

cool

90 120 C. Diagram alir Burning Unit dapat dilihat pad

Gambar 5.
68

3.3.

Tahapan Akhir

3.3.1.

Penggilingan Akhir (Finish Mill Unit)


Proses penggilingan akhir terjadi penghalusan 96% klinker
ditambah 4% gysum (OPC), kompisi feeding 74% klinker, 18% trass,
5% limestone, dan 3% gypsum (PPC). Klinker dan gypsum digiling
bersama sama di mesin penggilingan akhir yang didalamnya terdapat
steel ball yang menghancurkan klinker menjadi partikel partikel halus.
Kehalusan semen adalah salah satu faktor penentu dari semen
yang dihasilkan. Partikel keluar dari alat penggiling, yang kemudian
melewati

separator

dan

produk

yang

keluar

mempunyai

blai

ne
(kehalusan) 325 mesh yang akan menghasilkan kuat tekan awal yang
tinggi dan peningkatan kuat tekan beton pada tahap berikutnya.
Sebelum digiling dalam finish mill, klinker terlebih dahulu digiling
dalam pregrinding mill sebagai penggilingan awal. Klinker dari klinker
silo diangkut oleh apron conveyor (L12 04.1 K511 AC5), bucke
t
elevator (L12 05.1 K511 BE1) dan belt conveyor (D14 13 K541
BC6) ke dalam hopper (N11 01.1 K531 KP1). Dari hopper, klinker
dibawa oleh belt conveyor (D14 16 K541 BC8) ke pregrinding mill
(N11 05.3 K561 NG1). Pregrinding mill mempunyai 3 pasang roller
yang berada diatas meja penggiling, dimana tiap roller ditekan oleh 2
buah silinder hidrolik.
Proses penggilingan terjadi karena adanya gaya tekan antara
roller dan meja penggilingan yang berputar. Klinker masuk melalui
bagian atas pregrinder ke pusat meja penggiling yang berputar. Klinker
yang sudah tergilas, baik yang kasar maupun yang halus terlempar dari
69

meja penggiling dan jatuh. Klinker kemudian dibawa oleh


et

buck

elevator (N11 06 K561 BE1) menuju fluidized separator (N11 08.1


K561 DA1) dimana akan dipisahkan antara klinker halus dan klinker
kasar. Material kasar akan dikembalikan ke pregrinder oleh scre
w
conveyor (N11 08.2 K561 SC1), sedangkan material halus akan
dimasukkan ke finish mill (N11 10.1 K561 BM1) oleh belt conveyor
(N11 09 K561 BC1). Gypsum sebesar 3 5 % sebagai baha
n
tambahan dibawa dari storage menuju ke hopper (N11 01.2 K531
HP2) dengan menggunakan belt conveyor (N11 02.3 K531 UF2).
Gypsum dimasukkan finish mill setelah diatur oleh weighing feeder
(N11 02.2 K531 AF1) dan bercampur dengan klinker.
Finish mill

yang digunakan adalah jenis tube mill yang terdiri

dari dua chamber yang dibatasi oleh difragma. Chamber 1 diisi bolabola baja (stell ball) dengan ukuran diameter 40, 50, 60 dan 70 mm
,
sedangkan chamber 2 diisi bola bola baja dengan ukuran diameter
17, 20, 25, dan 30 mm. Dinding (shell) finish mill dilapisi liner yan
g
berfungsi mengarahkan gerakan stell ball dan melindungi shell.
Adanya putaran mill mengakibatkan benturan antara stell ball
dengan klinker, hal tersebut akan menaikkan suhu dalam alat. Suhu
dalam alat penggilingan ini harus dijaga tidak lebih 120
a

C. Karen

apabila suhu dalam Finish mill lebih dari 120 C maka air kristal yang
terkandung dalam gypsum menguap dan tidak akan berfungsi lagi
sebagai retarder sehingga semen yang dihasilkan akan mengalami
proses false set yang lebih cepat. Oleh karena itu untuk menjag
a
supaya gipsum tidak rusak, pada finish mill dilengkapi Cement Grinding
70

Aid (CGA) dengan yang ditempatkan pada inlet mill dimana ini bekerja
secara otomatis.
o

Pada temperatur > 140 C gypsum sudah mulai terhidrasi dan ini
menyebabkan timbulnya coating (lapisan material) yang mengelilingi
steel ball sehingga dapat mengurangi efek tumbukan dari steel ball.
Secara kualitas dengan terhidrasinya gypsum maka akan mengganggu
setting time pada semen.
Semen yang dihasilkan oleh finish mill diangkut dengan air slide
(N11 11.1 K561 AS1) dan kemudian dengan bucket elevator (N11
12 K561 BE2) menuju O Sepa Separator (N11 14 K561 SR2
)
yang berfungsi untuk memisahkan partikel halus dan partikel kasar.
Partikel kasar akan kembali masuk ke dalam mill sebagai tailin
g
sedangkan partikel halus akan melewati dust collector jenis bag filter
(N11 16.1 K561 BF1). Chain conveyor (R11 18.1 K621 CV1)
akan membawa partikel halus tersebut ke air slide (N11 19.1 K591
AS2) yang kemudian oleh bucket elevator (N11 20 K591 BE1
)
dimasukkan ke dalam cement silo (P11 01.1A K611 AS1, P11
01.1B K611 AS2, P11 01.1C K611 AS3) melalui air slide (N11
21.1 K591 AS3). Diagram alir Finish Mill Unit dapat dilihat dala
m
Gambar 8.
71

3.3.2.

Pengantongan Semen (Packing Unit)


Dari cement silo, semen diangkut dengan menggunakan air
slide (R11 28.1 K612 AS1) menuju ke bucket elevator (P11 01.1A
K611 BE1) yang kemudian dimasukkan ke vibrating screen (R11

02A K611 VS1) yang berfungsi untuk memisahkan semen yan


g
menggumpal dan kotoran yang terbawa ke dalam produk semen
.
Material kasar dibuang dan partikel halus (< 325 mesh) diangkut oleh
air slide (R11 04 K611 AS1). Selama semen diangkut oleh air slide,
debu dari semen dihisap oleh dust collector (R11 25AF K621 BF6).
Cara
discharge

pemasukan

yang

semen

terpasang

dengan

pada

air

menggunakan

slide

tepat

di

bottom
atas

hoop

er.
Pengoperasian bottom discharge telah diprogram, sehingga pengisian
ke dalam hopper bisa bergantian secara otomatis. Pada masing

masing

hopper

memberikan

dilengkapi

signal

bila

dengan

hopper

level

kosong

indicator,
atau

yang

penuh.

akan

Signal

yan

g
diterima akan mengaktifkan / menonaktifkan flow gate di semen silo,
sehingga pengisian hopper bisa kontinyu. Setelah itu semen diteruskan
ke distributed gate (R11 06 K651 FY1), disini semen dipisahkan
alirannya ke rotary packer (R11 09 K651 PM1) yang ak
an
mengepak semen ke kantong kantong semen dan Bulk Loader (R11
20A1 K631 BK1) ke truk truk semen curah (bulk semen).
Semen yang ke rotary packer didistribusikan ke 5 buah rotary
packer yang masing masing berkapasitas 2200 kantong semen/jam,
dengan setiap kantong berisi 50 kg semen. Batasan berat semen yang
diperbolehkan adalah 50 kg

2 kg. Setelah ditimbang, kantong

72

kantong tersebut dijatuhkan ke dalam belt conveyor


1
K651 LN1) menuju truk pengangkut.

(R11 16.A

Untuk

mengurangi

jumlah

semen

yang

terbuang

karen

a
tumpahan pada saat pengisian ke dalam kantong ataupun dari kantong
yang bocor maka dipasang screw conveyor (R11 17 K651 SC1)
yang akan mengangkut semen tumpahan tersebut ke bucket elevator
(R11 01 K651 BE1) dan dikembalikan lagi ke dalam vibrati
ng
screen.
Sedangkan semen curah ditimbang dengan cara menghitung
selisih antara berat truk kosong dan berat truk isi. Dari hopper semen
yang dilengkapi dengan slide gate dan flow control gate serta air slide,
semen dialirkan menuju ke telescopic bulk loading. Telescopic bulk
loading bisa dinaikkan / diturunkan secara otomatis sesuai dengan
ketinggian lubang bulk truck.
Bila truck telah berada pada posisi pengisian, maka operator
akan menurunkan telescopic bulk loading masuk ke dalam lubang
pengisian. Bila telescopic bulk loading telah terpasang pada posisinya,
maka operator mengoperasikan sistem tersebut, sehingga semen akan
mengalir dari hopper melalui flow control gate dan selanjutnya melalui
air slide menuju telescopic bulk loading dan akhirnya masuk ke dalam
bulk truck.
Di bawah bulk truck terpasang timbangan, sehingga operator
bisa memantau jumlah semen yang telah masuk ke dalam bulk truck.
Dan operator akan menghentilan operasi pengisian bila berat semen
yang
a

diisikan

telah

sesuai

dengan

yang

diinginkan.

Selanjutny
73

operator

menaikkan

telescopic

bulk

loading,

dan

truck

bisa

meninggalkan tempat pengisian untuk mengirim semen. Kapasitas bulk


loading umumnya 250 ton/jam.

Vous aimerez peut-être aussi