Vous êtes sur la page 1sur 2

Ini Biang Kerok Perlambatan

Pertumbuhan Ekonomi RI

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2015


tercatat 4,67 persen, atau turun dari realisasi kuartal sebelumnya yang berada di
level 4,72 persen. Ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7 persen hingga semester
I 2015, turun dari periode sama tahun lalu sekitar 5,17 persen.
Ekonom BCA, David Sumual menuturkan, perlambatan ekonomi Indonesia itu
dimulai dalam dua hingga tiga tahun lalu. Hal itu seiring perlambatan ekonomi
global dan harga komoditas turun. Padahal sebagian besar ekspor Indonesia
komoditas. "60 persen ekspor Indonesia adalah komoditas jadi harga komoditas
turun turut pengaruhi ekonomi Indonesia," ujar David saat dihubungi
Liputan6.com, Senin (10/8/2015).
David menilai, Indonesia tidak pernah belajar dari pengalaman sebelumnya
terutama saat harga komoditas melonjak. Indonesia dinilai terlena dengan harga
komoditas tinggi, sehingga giat ekspor sumber daya alam, dan tidak
memberikan nilai tambah terhadap ekspor itu.
"Indonesia alami booming minyak pada 1970, lalu pada 1980 harga minyak
turun kita mengalami devaluasi. Saat itu juga booming hutan tetapi tidak bisa
dimanfaatkan. Lalu pada 2008-2013 booming komoditas, ini mirip-mirip tetapi
Indonesia seperti jatuh lubang yang sama," kata David.
Karena itu, David menilai, Indonesia belum memiliki perencanaan ekonomi
terintegrasi dan tak memiliki struktur bagus. Contoh saja Masterplan Percepatan
dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) kini sudah jarang terdengar
gaungnya. David menilai, pemerintah tidak konsisten untuk menerapkan konsep
pembangunannya.
"Jadi perlu perencanaan jangka panjang yang diatur dalam Undang-undang jadi
tidak seenaknya diubah-ubah. Saat ini ganti pemerintahan ganti kebijakan," ujar
David.

Selain itu, David mengatakan, Indonesia perlu mencari sumber pertumbuhan


baru untuk mendukung ekonomi ke depan. Ekspor komoditas kini tidak dapat
menjadi andalan di tengah harga komoditas tertekan. Indonesia harus
menciptakan industri manufaktur sehingga tidak mengandalkan impor. "Ekspor
manufaktur baru dapat terasa tiga hingga empat tahun lagi," kata David.

Vous aimerez peut-être aussi