Vous êtes sur la page 1sur 31

BAB I

PENDAHULUAN
Sekitar 0,2-4% kehamilan di negara maju disertai komplikasi penyakit
kardiovaskular. Spektrum kejadian penyakit kardiovaskular selama kehamilan
berubah sepanjang waktu dan berbeda antara masing-masing negara. Risiko
seorang wanita untuk mengalami gangguan jantung pada masa kehamilan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni usia ibu saat pertama kali mengandung,
gangguan metabolik seperti diabetes mellitus, hipertensi dan obesitas. Penyakit
kardiovaskular ini merupakan penyebab tingginya angka kematian maternal
selama masa kehamilan terutama di negara maju. 1
Penyakit jantung dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab
kematian maternal non-obstetrik yang cukup penting. Angka kejadian penyakit
jantung dalam kehamilan bervariasi antara 0,4-4,1 %. Angka kejadian penyakit
jantung dalam kehamilan di Indonesia tahun 2005-2006 sekitar 1,2%. Penelitian
tahun 2007 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi periode 2001-2005
kematian ibu ketiga disebabkan gagal jantung (21%) setelah infeksi (29%) dan
perdarahan (22,6%). Sementara angka kejadian di negara lainnya 56-89%
kelainan kardiovaskular yang terjadi adalah penyakit jantung rematik. Maka,
tanpa diagnosis yang akurat dan penanganan yang baik penyakit jantung dalam
kehamilan dapat menjadi penyebab yang signifikan terhadap mortalitas dan
morbiditas ibu. 2-4
Resiko terhadap ibu dan janin meningkat seiring dengan kompleksitas
penyakit. Secara umum, toleransi kehamilan pada ibu dengan pernyakit jantung
tergantung pada signifikansi hemodinamik dari lesi, kelas fungsional NYHA , ada
atau tidaknya sianosis, dan adanya hipertensi pulmonal. 5, 6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Kardiovaskular selama Kehamilan

Wanita normal yang mengalami kehamilan akan mengalami perubahan


fisiologik dan anatomi pada berbagai sistem organ yang berhubungan dengan
kehamilan akibat terjadi perubahan hormonal didalam tubuhnya, Perubahan yang
terjadi dapat mencakup sistem gastrointestinal, respirasi, kardiovaskuler,
urogenital, muskuloskeletal dan saraf. Perubahan yang terjadi pada satu sistem
dapat saling memberi pengaruh pada sistem lainnya dan dalam menanggulangi
kelainan yang terjadi harus mempertimbangkan perubahan yang terjadi pada
masing-masing sistem. Perubahan ini terjadi akibat kebutuhan metabolik yang
disebabkan kebutuhan janin, plasenta dan rahim. Adaptasi normal yang dialami
seorang wanita yang mengalami kehamilan termasuk sistem kardiovaskuler akan
memberikan gejala dan tanda yang sukar dibedakan dari gejala penyakit jantung.
Keadaan ini yang menyebabkan beberapa kelainan yang tidak dapat ditoleransi
pada saat kehamilan. 7

Kehamilan merupakan proses fisiologis yang akan menyebabkan


terjadinya beberapa adaptasi perubahan sistem kardiovaskuler untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan metabolisme maternal dan fetus selama periode gestasi.
Adaptasi ini meliputi peningkatan volume darah dan curah jantung serta
penurunan resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah. Perubahan ini dimulai
sejak usia kehamilan 5 hingga 8 minggu dan mencapai puncaknya di akhir
trimester kedua. Adaptasi kardiovaskular ini sangat penting untuk diketahui, yang
mana pada wanita dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya mungkin
akan menunjukkan pemburukan klinis selama masa kehamilan . 3, 7, 8
Pada periode kehamilan akan terjadi ekspansi volume plasma darah
mencapai 40% lebih tinggi dibanding kondisi sebelum hamil yang dimulai pada
usia kehamilan 5-6 minggu dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 24
minggu, menyebabkan peningkatan curah jantung sebesar 30-50% selama periode
kehamilan normal. Hal ini disebabkan oleh stimulasi sistem renin-angiotensinaldosteron oleh estrogen, menyebabkan retensi cairan dan garam melalui ginjal.
Selama trimester ke-3 kehamilan, curah jantung dapat mencapai angka 7
liter/menit dan mengalami peningkatan lebih lanjut hingga mencapai 10-11
liter/menit selama proses melahirkan. Pada trimester awal kehamilan, peningkatan
curah jantung terutama disebabkan oleh peningkatan volume sekuncup akibat
besarnya volume darah maternal (preload), namun pada kehamilan tahap akhir,
peningkatan ini terjadi akibat meningkatnya laju denyut nadi dan berkurangnya
resistensi vaskuler sistemik (afterload). Peningkatan laju denyut nadi terjadi mulai
20 minggu hingga mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu dan
bertahan tinggi sampai 2-5 hari setelah melahirkan. Selain itu sejak awal trimester
kehamilan terjadi penurunan tekanan darah sistolik akibat penurunan resistensi
pembuluh darah perifer dan tekanan darah diastolik akan mencapai 10 mmHg
lebih rendah dari kondisi sebelum kehamilan pada trimester ke-2. Hal ini terjadi
karena vasorelaksasi yang dicetuskan oleh sekresi mediator vasomotor lokal
prostasiklin dan nitric oxide. Sedangkan pada trimester akhir kehamilan, tekanan
darah diastolik akan meningkat hingga mencapai nilai yang sama dengan kondisi
sebelum hamil untuk mempersiapkan proses melahirkan secara fisiologis. Hal

yang perlu diketahui selama periode trimester ke-3 kehamilan adalah bahwa curah
jantung dan volume sekuncup sangat dipengaruhi oleh posisi tubuh, yang akan
meningkat saat berbaring posisi lateral dan berkurang saat berbaring terlentang
akibat kompresi vena cava inferior oleh uterus yang telah membesar (sindrom
uterocaval). Pada periode ini organ jantung dapat mengalami peningkatan ukuran
sebesar kurang lebih 30% dibandingkan dengan ukuran asal sebelum kehamilan,
sebagian akibat dilatasi ruang jantung.1, 5
Wanita yang sedang hamil akan mengalami perubahan hemostasis
bermakna, terjadi peningkatan kadar faktor koagulasi, fibrinogen, agregasi
trombosit, berkurangnya kadar protein S plasma darah, penurunan aktivitas
fibrinolisis, hipertensi vena serta obstruksi aliran vena cava inferior akibat uterus
yang membesar. Semua faktor ini akan menyebabkan kondisi stasis aliran darah
serta hiperkoagulabilitas yang meningkatkan risiko tromboemboli. Selain itu
melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri ukuran sedang dan besar
selama kehamilan disebabkan oleh berkurangnya deposisi serabut kolagen akibat
pelepasan estrogen, elastase dan relaksin ke dalam sirkulasi maternal. Hal ini
membuat wanita hamil terutama pada trimester akhir menjadi lebih rentan
mengalami diseksi pembuluh darah, yakni diseksi aorta atau arteri koroner.9
Perubahan fisiologis selama periode kehamilan dapat mengubah profil
farmakokinetik obat yang diberikan pada masa ini. Hal ini terjadi karena ekspansi
volume plasma darah, volume distribusi, penurunan kadar protein serum,
perubahan afinitas pengikatan terhadap protein plasma, peningkatan akitivitas
metabolisme oleh enzim hepatik serta peningkatan aliran darah ke ginjal
menyebabkan peningkatan klirens obat-obatan yang terutama diekskresi melalui
organ ini. Pada periode kehamilan penting dilakukan penyesuaian dosis dan
monitoring kadar obat dalam darah secara ketat akibat beberapa perubahan
adaptasi ini.1
Proses melahirkan akan meningkatkan curah jantung dan tekanan darah
lebih lanjut akibat kontraksi uterus serta peningkatan kebutuhan oksigen,
perubahan hemodinamik ini sangat dipengaruhi oleh pilihan metode melahirkan.
Curah jantung juga akan tetap meningkat sesaat setelah melahirkan pada periode

nifas akibat bertambahnya volume darah sirkulasi maternal yang berasal dari
pergeseran aliran darah uterus dan plasenta sehingga menyebabkan peningkatan
preload. Hal ini menyebabkan pasien rentan mengalami edema pulmoner pada
periode pasca melahirkan. Pada kebanyakan kasus,perubahan hemodinamik ini
akan berangsur-angsur kembali normal seperti keadaan sebelum hamil dalam 1-3
hari, namun pada beberapa wanita dapat bertahan hingga beberapa minggu.1, 8
Tabel 2.1 Perubahan Hemodinamik Kardiovaskuler 8

2.2 Klasifikasi Penyakit Jantung


Penggolongan penyakit jantung didasarkan pada beberapa hal yakni
berdasarkan fungsi, kelainan anatomis, dan etiologi.
a. Berdasarkan fungsional ( NYHA)
Tabel 2.2 Klasifikasi NYHA8

b. Berdasarkan kelainan anatomis

Tabel 2.3 Stadium gagal jantung menurut ACC/AHA8

c. Berdasarkan etiologi
1. Penyakit jantung kongenital
a) Penyakit jantung kongenital asianotik
b) Penyakit jantung kongenital sianotik
2. Penyakit jantung didapat (acquired heart disease)
a) Penyakit jantung rematik
b) Penyakit jantung koroner
3. Penyakit jantung spesifik pada kehamilan, yaitu kardiomiopati
peripartum 8

2.3 Penilaian Resiko


Klasifikasi fungsional dari NYHA sering digunakan sebagai prediksi untuk
keberhasilan kehamilan. Pada umumnya pasien sebelum hamil dengan NYHA
kelas I dan II dapat melalui kehamilannya dengan aman. Akan tetapi khusus

pasien-pasien dengan obstruksi ventrikel kiri, hipertensi pulmonal dan penyakit


aorta yang fragile tidak hanya memperhatikan kelas fungsional. Perempuan
dengan kelas fungsi III dan IV sebelum hamil mempunyai resiko tinggi dalam
kehamilan. Namun, ada pengecualian yang juga termasuk risiko tinggi yaitu
hipertensi pulmonal, mitral stenosis, kardiomiopati, penyakit aorta, atrial septal
defect dan penyakit jantung koroner. Sedangkan penilaian risiko maternal menurut
WHO mengintegrasikan semua faktor risiko kardiovaskuler maternal yang ada
termasuk penyakit jantung penyerta dan komorbiditas lainnya.6, 8
Tabel 2.4 Klasifikasi WHO yang dimodifikasi untuk resiko kardiovaskular
maternal8

Tabel 2.4 Klasifikasi WHO yang dimodifikasi untuk resiko kardiovaskular


maternal (lanjutan)8

WHO kelas I merupakan risiko sangat rendah, dan tindak lanjut kardiologi
selama kehamilan dapat terbatas pada satu atau dua pertemuan. WHO kelas II
merupakan risiko rendah atau moderat, dan direkomendasikan untuk tindak lanjut
tiap trimester. WHO kelas III, terdapat risiko komplikasi yang tinggi, dan
peninjauan kardiologi dan obstetrik berkala direkomendasikan tiap bulan atau tiap
dua bulan. WHO kelas IV perlu disarankan tidak hamil. Tetapi, jika hamil dan

tidak menginginkan terminasi, diperlukan peninjauan tiap bulan ataupun dua


bulan.8, 10
Tabel 2.5 Mortalitas maternal penyakit jantung pada kehamilan8

Tabel 2.6 Prediktor Resiko Maternal untuk Komplikasi Jantung6, 8, 11

2.4 Diagnosis Kardiovaskular pada kehamilan


Penegakkan diagnosis penyakit jantung yang lengkap dan benar
membutuhkan proses anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama. Sebagian
besar diagnosis penyakit jantung dapat ditegakkan dengan prosedur non-invasif
misalnya anamnesa, pemeriksaan fisik, EKG, foto toraks, maupun ekokardiografi.
Jika diperlukan dapat dilanjutkan dengan kateterisasi dan fluoroskopi.8
2.4.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada saat anamnesis perlu dilakukan secara teliti mengenai riwayat
kesehatan ibu dan riwayat kesehatan keluarga terutama untuk penyakit-penyakit
seperti kardiomiopati, Marfan syndrome, penyakit jantung kongenital, juvenile
sudden death, long QT syndrome, dan Brugada syndrome. Sangat penting untuk
menanyakan secara spesifik mengenai kemungkinan adanya kematian mendadak
pada keluarga. Penilaian terhadap dispneu penting untuk diagnosis dan prognosis
dari lesi katup pada gagal jantung. 3
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pertimbangan adanya perubahan
fisiologis yang terjadi selama kehamilan. Pemeriksaan fisiknya termasuk
auskultasi adanya murmur dan tanda-tanda gagal jantung. Penting untuk
mengukur tekanan darah dan bisa disertai dengan pemeriksaan tambahan protein
urin terutama pada pasien dengan riwayat keluarga hipertensi ataupre eklampsia.
Oksimetri juga perlu dilakukan pada pasien dengan gagal jantung kongenital.

3, 8

10

Tabel 2.7 Anamnesis dan pemeriksaan fisik normal5


Anamnesis
Palpitasi

Pemeriksaan Fisik
Takikardi
Denyut apex jantung berpindah ke

Fatigue
Dispnoe
Penurunan toleransi latihan

arah lateral dan arah atas


Bunyi jantung ireguler
Murmur
Edema perifer

Tabel 2.8 Gejala dan tanda kardiovaskuler pada kehamilan8

2.4.2 Pemeriksaan penunjang


1. Elektrokardiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai dan memantau aktivitas
kelistrikan otot jantung secara non-invasif dengan tingkat akurasi cukup tinggi.
Dengan pemeriksaan EKG dapat dideteksi tanda adanya gagal jantung dan faktor
pencetus lain misalnya gangguan irama jantung (takikarida ventrikular, takikardia
supraventrikular dan sindroma preeksitasi) serta abnormalitas segmen ST dan
gelombang T. Beberapa penemuan umum termasuk ST segmen transien dan T
wave changes, Q wave dan gelombang T inversi di lead III, attenuated Q wave in
lead AVF, gelombang T inversi di lead V1, V2, dan V3. Perubahan EKG dapat
terjadi sesuai perubahan posisi jantung yang dapat terlihat sebagai hipertrofi

11

ventrikel kiri dan penyakit jantung struktural lainnya. Pasien-pasien dengan


palpitasi dan riwayat aritmia perlu dimonitor. 1, 3, 8
Tabel 2.9 Adaptasi normal pada pemeriksaan EKG5
Deviasi axis kiri
Transien segmen ST dan T inverted
Atrium ectopic beats
Ventricular ectopic beats
2. Echocardiography
Pemeriksaan ekokardiograi dapat digunakan untuk mencari
kemungkinan penyebab utama gagal jantung lain, misalnya iskemia,
kardiomiopati, gangguan katup jantung dan sebagainya. Pemeriksaan ini
menggunakan alat yang tidak menggunakan radiasi dan dapat diulang berulangulang sesuai kebutuhan, sehingga pemeriksaan ini diperlukan selama kehamilan
dan merupakan metode yang lebih dipilih untuk penilaian fungsi jantung. 3, 11
3. Transoesophageal echocardiography
Pemeriksan ini digunakan terutama untuk pasien dengan penyakit
jantung bawaan yang kompleks. Pemeriksaan ini, meskipun jarang dilakukan,
tetapi merupakan metode yang aman digunakan selama kehamilan. Adanya isi
lambung beresiko terhadap muntah dan aspirasi, serta peningkatan tekanan
abdomen. Bila menggunakan sedasi maka harus dilakukan monitoring janin.3
4. Rontgent thoraks
Pemeriksaan radiologi dapat menilai ukuran jantung (kardiomegali),
kondisi parenkim paru, derajat kongesti, edema alveoli, edema interstitial, efusi
pleura dan dilatasi pembuluh darah lobus superior paru/sefalisasi. Pemeriksaan ini
dilakukan hanya bila metode lain gagal untuk menentukan penyebab dari dispneu
atau gejalan lainnya. Bila informasi diagnostik bisa didapatkan tanpa
menggunakan radiasi ion, maka itu lah pemeriksaan utamanya. Namun bila tetap
harus dilakukan maka dosis yang diberikan serendah mungkin. 1, 3, 8
5. MRI dan CT-scan
MRI digunakan pada penyakit jantung yang kompleks atau dengan
patologi aorta. MRI aman digunakan diatas kehamilan trimester ketiga. CT scan

12

tidak dilakukan pada penyakit kardiovaskuler selama kehamilan karena


radiasinya, kecuali bisa diperlukan untuk diagnosis akurat atau eksklusi definitive
dari emboli pulmonal. 3
6. Pemeriksaan dengan latihan
Pemeriksaan dengan latihan / Exercise testing berguna untuk menilai
secara obyektif dari kapasitas fungsional, kronotropik dan respon tekanan darah.
Pemeriksaan ini menjadi bagian penting pada pasien dengan penyakit jantung
bawaan dan penyakit katup asimptomatis. Pada pasien dengan kelainan jantung
yang telah diketahui, diperlukan pemeriksaan sejak sebelum kehamilan untuk
menilai risiko komplikasi akibat kehamilan.8, 10

13

Gambar 2.1 Alur diagnosis 8


2.5 Fetal Assesment
USG pada trimester pertama menunjukkan deteksi dini terhadap adanya
malformasi janin. Diagnosis dari malformasi kardiak dapat ditegakkan mulai usia
13 minggu dan keluarga dengan riwayat penyakit jantung. Waktu optimal untuk
skrining penyakit jantung kongenital adalah pada usia kehamilan 18-22 minggu.
Velosimetri Doppler merupakan cara pengukuran non-invasif pada status
hemodinamik fetoplasenta. Abnormalitas dari index Doppler di arteri umbilikalis
berhubungan dengan masalah perkembangan vaskularisasi fetoplasenta, hipoksia
janin, dan asidosis. 8
Komplikasi neonatal terjadi pada 2028% pasien dengan penyakit jantung
dengan mortalitas neonatal antara 1% dan 4%. Prediktor komplikasi neonatal
adalah sebagai berikut ( Perkiraan maternal untuk kejadian neonatus pada wanita
dengan penyakit jantung ) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Berdasar NYHA kelas >II atau sianosis


Obstruksi jantung kiri maternal
Merokok selama kehamilan
Gestasi multiple
Penggunaan antikoagulan oral selama kehamilan
Prostesis katup mekanik11

2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Prekonsepsi
Pada semua wanita yang menunjukkan gejala dan tanda adanya
penyakit jantung sebaiknya dilakukan evaluasi menyeluruh tentang status
kardiologinya sebelum kehamilan. Evaluasi itu antara lain:
a. Riwayat penyakit jantung yang diderita beserta penanganannya
b. Pemeriksaan fisik umum
c. Pemeriksaan foto toraks dan EKG 12-lead
d. Pemeriksaan pulse oxymetri
e. Pemeriksaan trans-toraks ekokardiografi (untuk mencari lesi
spesifik maupun menentukan fraksi ejeksi)
f. Evaluasi status fungsional jantung (menurut NYHA atau
ACC/AHA)
g. Pengelompokan penyakit jantung berdasarkan kelompok resiko
14

h. Bila perlu dilakukan pemeriksaan MSCTscan jantung11, 12

Tabel 2.10 Penilaian Resiko 8

2.6.2

Antepartum
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pasien melakukan kunjungan

antenatal antara lain :


a. Kunjungan rutin terutama pada usia kehamilan 10-12 minggu
b. Pendekatan multidisiplin
c. Konfirmasi usia kehamilan berdasarkan HPHT maupun USG dan
penentuan taksiran persalinan
d. Pemeriksaan ekokardiografi janin dilakukan pada usia kehamilan
20-24 minggu khususnya pada ibu dengan penyakit jantung
kongenital
e. Pemeriksaan kesejahteraan janin dilakukan untuk menilai
pertumbuhan janin baik dengan biometri janin, Doppler
velocimetry, maupun NST dimulai saat usia kehamilan 30-34
minggu.
f. Deteksi dini kelainan yang menyertai misalnya preeklampsia,
anemia, hipertiroid, maupun infeksi.
g. Perencanaan kapan terminasi kehamilan dan cara persalinannya11, 12

15

Percutaneous therapy
Bila diperlukan intervensi maka waktu yang tepat untuk melakukan
intervensi tersebut adalah pada usia kehamilan 4 bulan pada trimester kedua.
Pada waktu tersebut organogenesis lengkap, tiroid janin masih belum aktif,
dan volume uterus masih kecil, sehingga terdapat jarak yang lebih jauh antara
janin dan thoraks ibu. 10
Pembedahan
Mortalitas maternal selama bypass mirip seperti mortalitas pada wanita
tidak hamil. Pembedahan hanya direkomendasikan ketika terapi medis atau
prosedur intervensi gagal dan nyawa ibu terancam. Waktu terbaik untuk
dilakukan pembedahan adalah antara 13 dan 28 minggu kehamilan.
Pembedahan selama trimester pertama lebih beresiko pada malformasi fetal,
dan kejadian persalinan preterm serta komplikasi maternal lebih tinggi.
Operasi sesar dipertimbangkan sebelum dilakukan bypass pada kehamilan 26
minggu. 10
2.6.3

Intrapartum
Induksi persalinan, penanganan persalinan, dan pascapersalinan

memerlukan perhatian dan keahlian khusus serta manajemen kolaboratif oleh


dokter ahli kandungan, ahli jantung, dan ahli anestesi, dengan pengalaman
yang tinggi terhadap unit dan obat maternal-fetal.
a. Waktu Kelahiran
Pada pasien dengan penyakit jantung lebih disarankan untuk
melakukan induksi persalinan. Waktu yang tepat sangatlah
individual tergantung pada status jantung gravida, skor Bishop,
kesejahteraan janin dan maturitas paru janin.
b. Induksi Persalinan
Oksitosin dan pecah ketuban buatan diindikasikan jika skor
Bishop >5. Waktu induksi yang memanjang perlu dihindari jika
serviks belum matang. Metode-metode mekanik seperti
penggunaan kateter Foley lebih baik jika dibandingkan dengan
agen farmakologis, khususnya pada pasien dengan sianosis dimana

16

adanya penurunan tahanan vaskular sistemik atau tekanan darah


akan sangat merugikan.10
c. Monitor hemodinamik
Pulse oxymetri dan pengawasan EKG digunakan sesuai
kebutuhan. Tekanan arterial sistemik dan denyut jantung ibu
dipantau ketat dikarenakan anestesi lumbal epidural dapat
menyebabkan hipotensi.8, 10
d. Analgesia/ Anastesi
Analgesia lumbal epidural seringkali dianjurkan. Analgesia lumbal
epidural secara kontinyu dengan anestesi lokal atau opiat, atau
anestesia spinal opioid secara kontinyu dapat diberikan . Anestesi
regional dapat menyebabkan hipotensi sistemik, oleh karena itu
harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan lesi katup
obstruktif. Perfusi intravena harus dipantau hati-hati.
e. Persalinan pervaginam atau perabdominam
Rencana persalinan harus dilakukan per individu, hal yang perlu
diinformasikan adalah waktu persalinan, metode persalinan,
induksi persalinan, anestesi analgesia / regional, dan monitoring
yang diperlukan. Persalinan harus dilakukan di pusat kesehatan
tersier dengan tim perawatan multidisiplin.
Secara umum, persalinan sesar dilakukan bila ada indikasi
obstetrik. Persalinan sesar dianjurkan untuk wanita dengan:
1. Stenosis aorta berat (AS), diseksi aorta, dan diameter aorta >
45 mm
2. Bentuk hipertensi pulmonal berat (termasuk sindrom
Eisenmenger)
3. Gagal jantung akut
4. Dipertimbangkan pada pasien dengan prostesis katup jantung
mekanik untuk mencegah masalah dengan persalinan
pervaginam yang terencana.
5. Sindrom Marfan dengan diameter aorta 40-45 mm
6. Diseksi aorta kronik atau akut8, 10
2.6.4

Persalinan
Prinsip umum manajemen intrapartum adalah meminimalkan stres

kardiovaskular. Pada sebagian besar kasus, prinsip ini akan dicapai dengan

17

penggunaan anestesi epidural inkremental awal lambat dan dibantu persalinan


pervaginam. Saat persalinan, hindari posisi supinasi dan pasien pada posisi
lateral dekubitus serta pemberian oksigen untuk meminimalisir dampak
hemodinamik dari kontraksi uterus.Kontraksi uterus harus dapat menurunkan
kepala janin hingga ke perineum tanpa adanya dorongan mengejan, untuk
menghindari efek samping dari manuver valsava. Persalinan sebaiknya
dibantu dengan forsep rendah atau ekstraksi vakum. Disarankan untuk
melakukan monitoring denyut jantung janin secara terus-menerus. 11
Berikut merupakan poin-poin yang harus diperhatikan selama
persalinan :
a.
b.
c.
d.

Monitoring ketat
Posisi left lateral decubitus
Balans cairan
Bila memungkinkan pengukuran saturasi O2 dengan pulse

e.
f.
g.
h.

oxymetri
Pada kasus risiko tinggi pertimbangkan monitoring invasif
Pertimbangkan penggunaan intrapartum analgesia
Pada persalinan pervaginam dilakukan percepat kala II
Pada pasien yang menggunakan warfarin harus dihentikan
minimal 2 minggu sebelum persalinan dan diganti heparin8

2.6.5

Pascapersalinan
a. Infus oksitosin i.v lambat (<2 U/menit) diberikan setelah
pengeluaran plasenta. Metilergonovine dikontraindikasikan karena
adanya risiko (>10%) vasokonstriksi dan hipertensi.
b. Bantuan berupa pemasangan stoking elastik pada tungkai bawah,
dan ambulasi dini sangat penting untuk mengurangi risiko
tromboemboli. Pemantauan hemodinamik harus dilanjutkan
selama minimal 24 jam setelah melahirkan. Selain itu diperlukan
saran yang tepat tentang penggunaan kontrasepsi.
c. Laktasi dapat berhubungan dengan risiko rendah terjadinya
bakteremia sekunder akibat mastitis. Pada pasien gangguan
jantung berat/ simptomatis, perlu dipertimbangan untuk menyusui

2.6.6

menggunakan botol.11
Terminasi Kehamilan

18

Dilatasi dan evakuasi adalah prosedur yang paling aman pada


trimester pertama dan kedua. Dapat pula digunakan prostaglandin E1 atau E2,
atau misoprostol untuk mengeluarkan konsepsi. Trimester pertama adalah
waktu yang paling aman untuk terminasi kehamilan elektif dan harus
dilakukan di rumah sakit. Selain itu perlu juga perhatian pada anestesi dan
disesuaikan untuk tiap individu. 8

Gambar 2.2 Alur rujukan pasien 5


Tatalaksana spesifik
1. Atrial septal defect
Pasien dengan gejala atau rasio aliran pirau pulmonal-sistemik >2:1
dipertimbangkan untuk dilakukan penutupan dari defek. Pencegahan
stasis vena sangatlah penting. Pencegahan stasis vena dilakukan saat
19

ambulasi dini setelah persalinan. Persalinan pervaginam spontan


dipilih pada sebagian besar kasus.

20

2. Defek septum ventrikel


VSD dengan hipertensi pulmonal beresiko tinggi terhadap maternal.
VSD perimembran kecil (tanpa dilatasi jantung kiri) memiliki risiko
rendah komplikasi selama kehamilan. Persalinan pervaginam spontan
dilakukan pada sebagian besar kasus. Seksio sesarea dilakukan sesuai
indikasi obstetri.
3. Defek septum atrioventrikuler
Pada pasien dengan AVSD yang telah dikoreksi, kehamilan biasanya
dapat ditoleransi dengan baik bila residu regurgitasi katup tidak berat
dan fungsi ventrikel normal (risiko WHO kelas II). AVSD dengan
hipertensi pulmonal merupakan kondisi risiko tinggi maternal. Tindak
lanjut klinis dan ekokardiografi diindikasikan dilakukan setiap bulan
atau dua bulan pada pasien dengan regurgitasi katup sedang atau berat
ataupun gangguan fungsi ventrikel. Persalinan pervaginam spontan
dilakukan pada sebagian besar kasus.
4. Koarktasio Aorta
Wanita dengan koarktasio aorta yang tidak diperbaiki, koartasio aorta
dengan hipertensi, koartasio aorta residual, atau aneurisma aorta
memiliki peningkatan risiko ruptur aorta dan ruptur aneurisma serebral
selama kehamilan dan persalinan. Hipertensi harus diterapi. Persalinan
pervaginam spontan lebih dipilih dengan menggunakan
anestesiaepidural pada pasien hipertensi.
5. Tetralogi Fallot
Wanita dengan tetralogi Fallot yang diperbaiki biasanya mentoleransi
kehamilannya dengan baik (WHO risiko kelas II). Pada wanita
simptomatik dengan ditandai dilatasi ventrikel kanan karena
regurgitasi pulmonal berat, penggantian katup pulmonal sebelum
kehamilan perlu dipertimbangkan. Implantasi katup transkateter atau
persalinan dini harus dipertimbangkan pada mereka yang tidak
berespon terhadap terapi konservatif. Persalinan pervaginam spontan
dipilih pada sebagian besar kasus.
6. Transposition of the Great Arteries (TGA)
Hal yang perlu diawasi adalah ekokardiografi, fungsi ventrikel kanan,
dan ritme jantung Cara persalinan pada pasien asimptomatik dengan

21

fungsi ventrikel sedang atau baik, persalinan pervaginam disarankan.


Jika fungsi ventrikel memburuk, persalinan sesar dini perlu
direncanakan untuk mencegah perkembangan atau pemburukan gagal
jantung.Pasien dengan TGA dengan gangguan sedang atau lebih dari
fungsi ventrikel kanan dan/atau regurgitasi trikuspidalis berat harus
disarankan untuk tidak hamil.
7. Sindroma Marfan 8, 12
Pada wanita hamil dengan sindroma Marfan, diameter aortic root >4
cm dan peningkatan diameter aortic root selama kehamilan
merupakan faktor risiko terjadinya diseksi aorta. Follow up dan terapi
medis tergantung dari diameter aorta. Pasien dengan kelainan aorta
harus dipantau dengan ekokardiografi pada interval 4-12 minggu
selama kehamilan dan 6 bulan postpartum. Terapi dengan agen bbloker dapat mengurangi dilatasi aorta dan mungkin akan
meningkatkan angka kelangsungan hidup. Penggunaan b-bloker pada
pasien dengan sindroma Marfan selama kehamilan dilakukan untuk
mencegah diseksi dan dilatasi aorta. Perkembangan janin harus
dipantau saat ibu mengkonsumsi b-bloker. Intervensi bedah sebelum
hamil direkomendasikan ketika aorta ascenden 45 mm, tergantung
pada karakteristik individu.
Cara persalinan
Tujuan utama manajemen intrapartum pada pasien dengan pembesaran
aorta asenden adalah untuk mengurangi stres kardiovaskular dari
persalinan. Jika wanita tersebut mengkonsumsi b-bloker selama
kehamilan sebaiknya diteruskan hingga periode peripartum. Jika
diameter aorta asendens 40-45 mm, persalinan pervaginam dengan
kala dua dipercepat dan anestesi regional disarankan untuk mencegah
peningkatan tekanan darah yang berakibat diseksi aorta. Persalinan
sesar harus dipertimbangkan ketika diameter aorta melebihi 45 mm.
Rekomendasi tatalaksana berupa :
- Wanita dengan sindroma Marfan perlu dikonseling tentang risiko
diseksi aorta selama kehamilan dan rekurensi risiko terhadap
keturunan.
22

Pada pasien dengan sindrom Marfan, pencitraan seluruh aorta

(CT/MRI) perlu dilakukan sebelum hamil


Wanita dengan sindroma Marfan dengan aorta ascenden >45 mm

perlu diterapi bedah sebelum hamil


Pada sindrom Marfan dengan aorta 40-45 mm, perlu
dipertimbangkan persalinan pervaginam dengan anestesi epidural

dan percepatan kala dua.


Pada sindrom Marfan, dan pasien lain dengan aorta 40-45 mm,
operasi sesar dapat dipertimbangkan. Pencitraan ekokardiografi
ulang tiap 4-8 minggu harus dilakukan selama kehamilan pada

pasien dengan dilatasi aorta ascenden.


Untuk pencitraan wanita hamil dengan dilatasi aorta ascenden
distal, arkus aorta atau aorta, direkomendasikan MRI (tanpa

gadolinium).
Pada wanita dengan katup aorta bikuspid, direkomendasikan

pencitraan aorta ascenden.


Pada pasien dengan aorta ascenden <40 mm, persalinan

pervaginam lebih dipilih.


Wanita dengan dilatasi aorta atau riwayat diseksi aorta sebaiknya
melahirkan di pusat kesehatan yang menyediakan bedah

kardiotoraks.
Pada pasien dengan aorta ascenden >45 mm, persalinan sesar harus

dipertimbangkan.
Terapi bedah sebelum hamil harus dipertimbangkan pada wanita
dengan penyakit aorta yang berhubungan dengan katup aorta

bikuspid ketika diameter aorta >50mm (atau >27 mm/m2 BSA).


Bedah profilaksis harus dipertimbangkan selama kehamilan jika

diameter aorta 50 mm dan meningkat secara cepat.


Pasien dengan (atau riwayat) diseksi tipe B harus disarankan untuk

tidak hamil.
8. Stenosis katup mitral/ Mitral stenosis (MS)
Tujuan dari terapi adalah :
1. Mencegah takikardia: manajemen nyeri, pemberian -blocker.
Target denyut jantung <100 x/m
2. Menjaga pengisian ventrikel kiri (preload).
Apabila muncul gejala-gejala atau terjadi hipertensi pulmonal (secara

23

ekokardiografi diperkirakan PAP sistolik >50 mmHg), aktivitas harus


dibatasi dan diberikan terapi 1-selective blocker. Diuretik dapat
digunakan jika gejala-gejala menetap, hindari penggunaan diuretik
dosis tinggi. 8
Persalinan pervaginam diperbolehkan pada pasien dengan MS ringan
serta MS sedang dan MS berat yang termasuk NYHA kelas I/II tanpa
adanya hipertensi pulmonal. Operasi sesar dipertimbangkan pada
pasien dengan MS sedang atau berat yang termasuk NYHA kelas
III/IV atau pasien dengan hipertensi pulmonal meski telah dilakukan
terapi medis, diantaranya komisurotomi mitral perkutaneus yang tidak
bisa dilakukan atau gagal. 6
Rekomendasi tatalaksanan berupa :
1. Pada pasien dengan gejala-gejala atau hipertensi pulmonal,
pembatasan aktivitas dan 1-selective blocker
direkomendasikan.
2. Diuretik direkomendasikan ketika gejala-gejala kongestif
menetap meski dengan -blocker.
3. Pasien dengan MS berat menjalani intervensi sebelum
kehamilan.
4. Terapi antikoagulan direkomendasikan pada kasus dengan
riwayat atrial fibrilasi, trombosis atrium kiri, atau emboli
sebelumnya.
5. Komisurotomi mitral perkutaneus harus dipertimbangkan pada
pasien hamil dengan gejala-gejala berat atau tekanan arteri
pulmonal sistolik >50 mmHg meskipun telah diterapi medis.8
9. Stenosis katup aorta / Valvular Aortic Stenosis (AS)
Pada AS berat, evaluasi jantung dilakukan setiap satu bulan atau dua
bulan, termasuk ekokardiografi yang digunakan untuk menentukan
status gejala, progresi AS, atau komplikasi lain. Terapi medis diuretik
dapat diberikan jika terdapat gejala kongestif.
Idealnya, harus dilakukan koreksi katup sebelum pasien hamil.
Kehamilan tidak perlu dicegah pada pasien yang tidak menunjukkan
adanya gejala, bahkan pada AS berat dengan ukuran dan fungsi

24

ventrikel kiri yang normal serta tidak ditemukannya hipertrofi


ventrikel kiri yang berat. 6, 8
Berdasarkan gejala yang tampak, pembedahan sebelum hamil harus
dipertimbangkan pada pasien dengan aorta asenden >50 mm (27,5
mm/m2). Selama hamil pada pasien dengan gejala yang berat dan tidak
berespon terhadap terapi medis, valvuloplasti perkutaneus dapat
dilaksanakan pada katup non-kalsifikasi dengan regurgitasi minimal.
Pada AS berat, terutama dengan gejala-gejala selama paruh kedua
kehamilan, dilakukan persalinan sesar dengan intubasi endotrakheal
dan anestesia umum. Pada AS yang tidak berat, persalinan pervaginam
lebih dipilih dengan memonitor hemodinamik dan profilaksis
antibotik. 6, 8
Rekomendasi :
1. Pasien dengan AS berat perlu menjalani intervensi sebelum hamil
jika simptomatik atau disfungsi LV ( LVEF <50%)
2. Pasien asimptomatik dengan AS berat perlu menjalani intervensi
sebelum hamil ketika mengalami gejala-gejala selama tes latihan.
3. Pasien asimptomatik dengan AS berat perlu dipertimbangkan untuk
intervensi sebelum hamil ketika tekanan darah turun di bawah garis
dasar selama tes latihan terjadi.8
10. Regurgitasi mitral
Pasien dengan gejala regurgitasi berat atau gangguan fungsi ventrikel
kiri yang terkompensasi atau dilatasi ventrikel kiri perlu diarahkan
untuk pembedahan sebelum hamil untuk memperbaiki katup. Bila
belum diperbaiki dan terjadi komplikasi gagal jantung kiri maka
terminasi kehamilan dini harus dipertimbangkan karena dapat
memperburuk gagal jantungnya selama kehamilan. Persalinan
pervaginam lebih dipilih. Pada pasien simptomatik, anestesia epidural
dan disarankan pemendekan kala dua. Seksio sesarea dilakukan jika
ada indikasi obstetri.6, 8
11. Regurgitasi trikuspidal
Pada regurgitasi trikuspidal simptomatik yang berat, perbaikan perlu
dipertimbangkan sebelum hamil. Cara persalinan yang dipilih adalah
pervaginam pada sebagian besar kasus.
12. Stenosis dan regurgitasi katup pulmonal8

25

Stenosis katup pulmonal (SP) umumnya ditoleransi dengan baik


selama kehamilan. Pada wanita dengan gejala SP atau jika fungsi
ventrikel kanan abnormal karena regurgitasi pulmonal berat,
penggantian katup pulmonal sebelum kehamilan (lebih baik
bioprostesis) harus dipertimbangkan. SP ringan dan moderat dianggap
lesi risiko rendah (WHO risiko kelas I dan II). Pada SP berat,
dilakukan evaluasi jantung tiap bulan atau dua bulan, termasuk
ekokardiografi. Pada kasus wanita hamil dengan SP simptomatik berat
yang tidak berespon terhadap terapi medis dan tirah baring,
valvuloplasti perkutaneus dapat dilakukan.
Persalinan pervaginam lebih dipilih pada pasien dengan SP tidak berat,
atau SP berat yang termasuk NYHA kelas I/II. Operasi sesar
dipertimbangkan pada pasien dengan SP berat yang termasuk NYHA
kelas III/IV yang telah gagal dilakukan terapi medis, tirah baring, dan
valvotomi pulmonal perkutaneus.
Rekomendasi :
- Meringankan stenosis sebelum hamil (biasanya dengan
valvulotomi balon) harus dilakukan pada stenosis katup pulmonal
-

berat (puncak gradien Doppler >64 mmHg)


Pasien dengan regurgitasi mitral atau aorta berat disertai gejala-

gejala atau gangguan fungsi ventrikel


Terapi medis direkomendasikan pada wanita hamil dengan lesi

regurgitasi saat gejala-gejala muncul.


13. Hipertensi Pulmonal8, 12
Terminasi harus dipertimbangkan. Prostasiklin intravena atau iloprost
aerosol digunakan saat antenatal dan peripartum untuk memperbaiki
hemodinamik selama persalinan. Antikoagulasi juga harus
dipertahankan selama kehamilan. Cara persalinan dinilai secara
individual. Persalinan sesar yang telah direncanakan ataupun
persalinan pervaginam lebih dipilih jika dibandingkan dengan
persalinan sesar darurat.
14. Sindroma Eisenmenger8
Pertimbangan khusus diberikan pada hipertensi pulmonal dengan
sianosis akibat pirau kanan ke kiri. Angka mortalitas maternal 20-50%

26

pada saat periode peri atau postpartum. Sianosis menimbulkan risiko


signifikan bagi janin, angka kelahiran hidup rendah (<12%) jika
saturasi oksigen <85%. Risiko yang ada harus didiskusikan dan
ditawarkan terminasi kehamilan. Jika pasien tetap ingin melanjutkan
kehamilan, perawatan harus dilanjutkan di unit spesialistik.
Jika kondisi ibu atau janin memburuk, persalinan sesar dini harus
direncanakan. Jika pasien masuk rumah sakit tepat waktu, adanya
persalinan elektif yang terencana, dan anestesi regional inkremental
dapat memperbaiki keluaran maternal.
15. Penyakit jantung sianotik tanpa hipertensi pulmonal8
Dilakukan pembatasan aktivitas fisik, pemberian oksigen tambahan,
dan pencegahan stasis vena (penggunaan stoking kompresi dan
menghindari posisi telentang). Persalinan pervaginam disarankan pada
sebagian besar kasus. Jika kondisi maternal atau fetal memburuk,
persalinan sesar dini perlu direncanakan. Persalinan elektif terencana,
dan anestesia regional inkremental dapat meningkatkan keluaran
maternal.
16. Sindroma koroner akut8
Langkah awal pada ACS dengan ST elevasi adalah merujuk pasien
segera ke pusat intervensi berpengalaman untuk diagnostik angiogram
dan percutaneuous coronary intervention (PCI) awal. Jika pada
kondisi stabil, dengan gejala-gejala yang mengarah ke ACS dengan ST
elevasi, dilakukan pengawasan ketat dan terapi medis.
Rekomendasi :
- EKG dan kadar troponin harus diperiksa pada kasus wanita hamil
-

dengan nyeri dada.


Angioplasti koroner merupakan terapi reperfusi pilihan untuk
STEMI selama kehamilan.
Manajemen konservatif perlu dipertimbangkan untuk ACS non-ST
elevasi tanpa kriteria risiko.
Manajemen invasif harus dipertimbangkan untuk ACS non-ST

elevasi
17. Kardiomiopati peripartum1, 8
Kriteria diagnosis dari kardiomiopati peripartum antara lain (semua
harus terpenuhi):

27

1. Adanya tanda & gejala gagal jantung yang terjadi bulan akhir
kehamilan atau lima bulan pascapersalinan
2. Tidak ditemukannya penyebab dari gagal jantung.
3. Tidak ada penyakit jantung yang diketahui sebelum akhir bulan
kehamilan.
4. Fraksi ejeksi <45%, atau kombinasi dari suatu M-mode fractional
shortening <30% dan dimensi end-diastolic >2,7 cm/m2
Penanganan pasien kardiomiopati peripartum dengan tanda dan
gejala gagal jantung kronik dapat menggunakan dua pendekatan klinis,
yakni terapi non-medikamentosa (mekanik) dan terapi medikamentosa.
Terapi non-medikamentosa yang dapat dilakukan antara lain edukasi
pasien, melakukan aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi klinis,
intervensi diet dengan pembatasan konsumsi garam, mencegah asupan
cairan berlebih, menghindari penggunaan obat golongan NSAID tanpa
indikasi mutlak, dan vaksinasi terhadap agen penyebab infeksi saluran
pernafasan yang dapat memperburuk status klinis pasien.
Persalinan segera, tanpa memperhatikan usia kehamilan harus
dipertimbangkan pada wanita dengan gagal jantung stadium lanjut dan
ketidakstabilan hemodinamik. Segera setelah bayi dilahirkan, dan
pasien stabil secara hemodinamik, terapi standar untuk gagal jantung
dapat diterapkan. Persalinan pervaginam selalu lebih baik dibandingkan
dengan persalinan seksio sesarea jika hemodinamik pasien stabil dan
tidak ada indikasi obstetrik. Diperlukan monitor hemodinamik secara
ketat dan lebih dipilih analgesia epidural. Operasi seksio sesarea
direkomendasikan dengan kombinasi anestesi spinal dan epidural.
Rekomendasi :
- Wanita dengan DCM (dilatation cardiomyopathy) perlu
diinformasikan tentang risiko pemburukan kondisi selama gestasi
-

dan peripartum.
Pada pasien dengan riwayat lalu atau riwayat keluarga dengan

kematian mendadak, dilakukan pengawasan ketat.


Terapi antikoagulasi dengan LMWH atau antagonis vitamin K
direkomendasikan untuk pasien dengan atrial fibrilasi.

28

Perlu dilakukan dengan proteksi -blocker pada wanita dengan

HCM (hypertrophy Cardiomiopathy).


-blockers harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan
HCM atau ketebalan dinding maksimal >15mm untuk mencegah

kongesti pulmonal mendadak.


Karena kebutuhan metabolik tinggi dari laktasi dan menyusui,
pencegahan laktasi pada PPCM (peripartum cardiomiopathy) dapat

dipertimbangkan.
Pada wanita dengan PPCM, kehamilan berikutnya tidak
direkomendasikan jika fraksi ejeksi ventrikel kiri tidak kembali
normal.

29

BAB III
KESIMPULAN
Semua wanita dengan penyakit jantung perlu mendapatkan konseling
multidisiplin dan pemeriksaan jantung sebelum konsepsi. Perkiraan resiko
maternal dan fetal perlu dipertimbangkan bila wanita dengan penyakit jantung
ingin hamil.
Beberapa penyakit jantung yang beresiko tinggi terhadap kehamilan
adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Hipertensi pulmonal
Penyakit jantung sianosis (tanpa perbaikan)
Penyakit jantung bawaan kompleks
Kardiomiopati peripartum
Stenosis berat
Sindroma marfan dengan dilatasi aorta > 45 mm

Manajemen dan penatalaksanaan pada ibu hamil dilakukan seperti pada


pasien yang tidak hamil, namun dengan pengawasan ketat dengan pertimbangan
adanya perubahan kardiovaskular pada wanita hamil. Penatalaksanaan diberikan
sebelum konsepsi, antepartum, intrapartum, dan post partum.

DAFTAR PUSTAKA
30

1. Simahendra A. Gagal Jantung pada Masa Kehamilan sebagai Konsekuensi


Kardiomiopati Peripartum. CDK-202. 2013;40(3):182-91.
2. Wiyati P, Wibowo B. Luaran Maternal dan Perinatal pada Hamil dengan
Penyakit Jantung di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Majalah Obstetri &
Ginekologi. 2013;21(I):20-3-.
3. Zagrosek V. ESC Guidelines on the management of cardiovascular disease
in pregnancy. European heart journal. 2011:3150-91
4. Shah TM, Mishra K, Ninama P, Parikh C. Cardiac diseases with
pregnancy-A study of maternal and fetal outcome. IAIM. 2015;2(1):22-9.
5. Elliott C. Pregnancy and cardiac disease. S Afr Med J. 2014;104(9):641.
6. Sarwono P. Ilmu Kebidanan. 4 ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2009.
7. Wanita Kehamilan Dan Penyakit Jantung [Internet]. Bagian Kardiologi
dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
[cited 9 Juni 2016]. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/3485/1/gizi-bahri11.pdf.
8. Soewarto S, Wahjudi I, Keman K, Prasetyorini N, Rahardjo B, Nooryanto
M, et al. Panduan Klinis Praktis Tatalaksana Kehamilan dengan Penyakit
Jantung Malang Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Perkumpulan
Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2012.
9. Choure A, Grifin BP, Raymond R. Manual of Cardiovascular Medicine
Third Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2009.
10.Zagrosek VR, al e. ESC Guidelines on the management of cardiovascular
diseases during pregnancy. European heart journal. 2011;32:314797.
11.Karkata MK, Kristanto H, Gondo HK, Wicaksana IB, Wijayanti KRD,
Mamo HI. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri: Himpunan
Kedokteran Fetomaternal; 2012.
12.Department of Health GoSA. Clinical Guideline Cardiac disease in
pregnancy. Australia: SA Health; 2014.

31

Vous aimerez peut-être aussi

  • CRS Mata: Katarak
    CRS Mata: Katarak
    Document31 pages
    CRS Mata: Katarak
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • CSS Fever
    CSS Fever
    Document25 pages
    CSS Fever
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • CRS Mata: Katarak
    CRS Mata: Katarak
    Document31 pages
    CRS Mata: Katarak
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • Anti Jamur
    Anti Jamur
    Document32 pages
    Anti Jamur
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • CRS Mata: Katarak
    CRS Mata: Katarak
    Document31 pages
    CRS Mata: Katarak
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • Clinical Science Session
    Clinical Science Session
    Document19 pages
    Clinical Science Session
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • CRS Mata: Katarak
    CRS Mata: Katarak
    Document31 pages
    CRS Mata: Katarak
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • Anti Jamur
    Anti Jamur
    Document32 pages
    Anti Jamur
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • CSS
    CSS
    Document3 pages
    CSS
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • Lapkas DKA
    Lapkas DKA
    Document21 pages
    Lapkas DKA
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Document31 pages
    Bab I Pendahuluan
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • Clinical Science Session
    Clinical Science Session
    Document24 pages
    Clinical Science Session
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • Tugas Syok Kebidanan
    Tugas Syok Kebidanan
    Document37 pages
    Tugas Syok Kebidanan
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • Obsessive Compulsive Disorder
    Obsessive Compulsive Disorder
    Document18 pages
    Obsessive Compulsive Disorder
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • Hydrocephalus Css
    Hydrocephalus Css
    Document26 pages
    Hydrocephalus Css
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • Autism Spectrum Disorder Resume
    Autism Spectrum Disorder Resume
    Document7 pages
    Autism Spectrum Disorder Resume
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • CSS Demam
    CSS Demam
    Document30 pages
    CSS Demam
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation
  • Clinical Science Session
    Clinical Science Session
    Document26 pages
    Clinical Science Session
    RiZka Dewi RahMiati
    Pas encore d'évaluation