Vous êtes sur la page 1sur 6

Asam sulfat adalah bahan kimia yang diproduksi dalam jumlah besar di dunia.

Manfaatnya berkisar
mulai dai pengolahan logam sampai produksi obat-obatan dan manufaktur pupuk. Bagaimana asam
kuat yang sangat reaktif ini menjadi begitu penting dalam kimia dan dalam industri modern? Pada
kenyataannya peranannya dimulai antara tahun 1750 dan tahun 1900. Pada tahun 1750 asam sulfat
diproduksi dan digunakan dalam skalan kecil dalam pengujian dan pengolahan logam dan
digunakan oleh beberapa dokter untuk pengobatan sekalipun tidak ada dasar ilmiahnya.
Penggunaan-penggunaan

baru

asam

ini

merangsang

pencarian

cara-cara

baru

untuk

memproduksinya, dengan menurunnya harga, penggunaan-penggunaan yang lebih lanjut


ditemukan dan dieksploitasi. Dari tahun 1750 sampai 1900, harga asam sulfat menurun secara
tunak, dan jumlah yang diproduksi tumbuh dengan sangat pesat. Rangsangan mutual antara
penggunaan baru dan proses baru ini merupakan pertanda industri kimia, bahkan sampai sekarang,
dan kisah tentang asam sulfat adalah contoh yang baik untuk menggambarkannya.
Asam sulfat mungkin pertama kali dihasilkan oleh alkimiawan yang memanaskan vitriol hijau kristali,
atau besi (II) sulfat heptahidrat, dalam sebuah tabung kimia:
FeSO4.7H2O(s) H2SO4(l) + FeO(s) + 6H2O(g)
Menjelang abad ke-17, asam ini diproduksi dalam skala komersial yang terbatas dari bijih besi pirit.
FeS2 dalam bijih dikonversi menjadi FeSO 4, kemudian dioksidasi menjadi padatan besi (III) sulfat,
Fe2(SO4)3. Padatan ini dihancurkan dan dengan kuat dipanaskan dalam bejana tanah liat yang kecil,
suatu pengolahan yang mengurainya menjadi besi (III) oksida dan sulfur trioksida:
Fe2(SO4)3(s) Fe2O3(s) + 3SO3(g)
Gas yang diproduksi kemudian diabsorpsi dalam air untuk membuat asam sulfat:
SO3(g) + H2O(l) H2SO4(l)
Produksi asam sulfat dirangsang oleh penemuan pada tahun 1744 ketika zat pewarna nila yang
berharga, yang digunakan bertahun-tahun untuk mewarnai kapas, ternyata dapat juga digunakan
untuk mewarnai wol setelah wol direndam dengan asam sulfat pekat.

PROSES BILIK TIMBAL PEMBUATAN ASAM SULFAT

proses bilik timbal


Proses bilik-timbal yang dikembangkan pada pertengahan kedua abad ke-18, mungkin juga berasal
dari laboratorium para alkimiawan, yang membakar sulfur dalam bejana tanah liat. Sejumlah kecil
SO3 yang dihasilkan (bersama SO2 yang menjadi produk utamanya) diembunkan dan dimasukkan ke
dalam air untuk membuat asam sulfat. Suatu penemuan yang tak sengaja mengungkapkan bahwa
penambahan natrium nitrat atau kalium nitrat meningkatkan rendemen SO 3. Garam-garam ini terurai
untuk menghasilkan nitrogen dioksida, yang bereaksid dengan dan menghasilkan SO3:
SO2(g) + NO2(g) SO3(g) + NO(g)
Pada tahun 1736, Joshua Ward mengambil langkah penting berikutnya dengan mengganti bejana
tanah liat tempat sulfur dibakar dengan botol kaca besar yang disusun berseri, untuk mempercepat
proses.
Pengembangan bilik-timbal (lead chamber) berukuran kamar, yang digunakan pertama kali oleh
John Roebuck pada tahun 1746, secara dramatis memperluas manufaktur asam sulfat. Produk dari
bejana tanah liat yang kuno itu hanya menghasilkan beberapa kilogram. Sebaliknya, bilik-timbal
dapat memproduksi asam sulfat dalam jumlah ratusan pound hingga berton-ton, menurunkan harga
produksi karena skalanya yang besar serta menurunkan biaya tenaga kerja. Dalam proses bilik
timbal, campuran sulfur dan kalium itrat diletakkan dalam cedok (ladle) dan dibakar di dalam bilik
besar yang dilapisi timbal, lantainya digenangi dengan air. Gas mengembun pada dinding dan
diabsorpsi oleh air. Sesudah proses ini diulang beberapa kali, asam sulfat encer diambil dan

dididihkan untuk memekatkannya lebih lanjut. Pengembangan terakhir meliputi penghembusan uap
air untuk mempercepat reaksi dengan air dan menyebarkan gas serta memisahkan bilikpembakar
dari bilik absorpsi.
Joseph gay-Lussac mengambil langkah maju yang nyata pada tahun 1835 ketika ia membangun
menara untuk mengambil kembali NO yang sebelumnya telah dihembuskan ke luar dan
mengkonversinya kembali menjadi NO 2 melalui reaksi dengan oksigen. Tepatnya, dalam menara
Gay-Lussac, NO dikonversi menjadi asam nitrit (HNO2) yang dilarutkan dalam asam sulfat berair:
2NO(g) + O2(g) + H2O(l) 2HNO2(aq)
Asam nitrit kemudian direaksikan dalam menara kedua (yang diberi nama sesuai dengan
pengembangnya, John Glover) untuk mengoksidasi sulfur dioksida:
2HNO2(aq) + SO2(g) H2SO4(aq) + 2NO(g)
Reaksi keseluruhan reaksi-reaksi ini ternyata:
SO2(g) + 1/2O2(g) +H2O(l) H2SO4(aq)
Pendaurulangan oksida nitrogen sangat mengurangi konsumsi natrium nitrat atau kalium nitrat, yang
sekarang hanya diperlukan untuk menggantikan kehilangan dalam proses. Disamping itu, menara
Glover memproduksi asam sulfat yang lebih pekat (75 sampai 85% H 2SO4 berdasar massa
dibandingkan 60 sampai 70% yang diperoleh dengan metode terdahulu.

PROSES KONTAK PEMBUATAN ASAM SULFAT

proses kontak
Sudah sejak tahun 1831, seorang pria berkebangsaan Inggris Peregrine Phillips mengamati bahwa
platinum dapat mengkatalisis proses konversi SO 2 menjadi SO3, langkah yang sangat penting dalam
produksi asam sulfat. Temuan ini belum banyak mendapat perhatian sampai tahun 1870-an, ketika
pertumbuhan industri zat warna di Jerman mendorong pencarian suatu metode untuk memproduksi
asam sulfat yang lebih pekat daripada yang dibuat dengan menara Glover. Katalis platinum
ditemukan kembali dan dipatenkan tetapi pada awalnya manfaatnya hanya terbatas sebab katalis ini
diracuni dan karena acanya zat asing dalam umpan sufur dioksida. Akibatnya, aplikasi awal metode
ini, mengunakan, mesipun agak mengandung pertentangan, asam sulfat dari menara Glover
sebagai bahan baku. Asam sulfat diuraikan dengan pemanasan,
H2SO4(aq) SO2(g) H2O(l) + O2(g)
dan SO2 yang relatif murni dikonversi menjadi SO 3 dengan katalis dan kemudian kembali menjadi
H2SO4. Dengan cara ini, asam yang sangat pekat diperoleh namun dengan biaya tinggi. Setelah 30
tahun kemudian, para peneliti mengenali peran arsenik dan zat asing lain yang meracuni katalis dan
mengambil langkah untuk menyingkirkan zat asing ini dari umpan SO 2, yang mengakibatkan dapat
diproduksinya asam sulfat pekat secara langsung tanpa melewati langkah bilik-timbal lebih dulu.
Katalis ini juga dikaji, yang akhirnya terpilih adalah oksida dari vanadium (V 2O5) yang merupakan
katalis utama yang digunakan sekarang ini.
Produksi katalitik asam sulfat dari SO 2 disebut proses kontak (contact process). Dalam reaksi
SO2dengan oksigen,

SO2(g) + 1/2O2(g) SO3(g)


Jumlah mol gas menurun. Ini menunjukan agar reaksi dijalankan pada tekanan total yang tinggi
untuk meningkatkan rendemen produk. Namun demikian, sedikit keuntungan yang diperoleh dengan
menggunakan tekanan dalam reaksi ini tidak menutup biaya tinggi yang dikeluarkan untuk
peralatan. Dengan demikian, reaksi ini dilakukan pada tekanan atmosfer.
Karena reaksi ini eksotermik, semakin rendah suhu, semakin tinggi tetapan kesetimbangan, dan
semakin tinggi tingkat konversi menjadi produk pada kesetimbangan. Suhu harus dopertahankan
jauh dibawah titik 780oC untuk mencapai rendemen produk yang signifikan.
Masalahnya adalah bahwa pada suhu rendah reaksi menjadi lambat, meskipun katalis dapat
membantu mempercepatnya. Umumnya diperlukan suatu proses dengan dua sampai empat tahap.
SO2(g) yang masuk mencapai katalis pertama pada suhu 420 oC. Begitu reaksi dimulai, kalor
dilepaskan dan suhu campuran gas yang bereaksi meningkat. Sesudah beberapa detik, campuran
telah mencapai kesetimbangan pada suhu sekitar 600 oC dengan konversi 60 sampai 70% SO2. Gas
kemudian didinginkan kembali ke suhu 420 oC dan dibiarkan beraksi satu atau dua kali lagi dengan
katalis, dengan menggunakan suhu yang lebih rendah adn periode pemaparan yang lebih lama.
Hasilnya ialah konversi sekitar 97% dari SO 2 menjadi SO3. Untuk konversi yang lebih besar lagi, gas
kemudian dilewatkan ke dalam menara tempat SO 3 larut dalam asam sulfat. Proses ini membuang
produk reaksi, sehingga sekali lagi reaksi bergeser ke kanan bila SO 2 yang tidak beraksi dilewatkan
pada katalis untuk terakhir kali. SO 3 dari tahap terakhir ini kemudian diabsorpsi, memberikan hasil
keseluruhan sekitar 99,7% dari SO 2 yang semula diberikan. Pertimbangan yang cermat mengenai
termodinamika dan kinetika telah membuat proses yang sangat efisien. Hampir semua asam sulfat
saat ini dibuat menggunakan proses kontak.
Jika SO3 diabsorpsi ke dalam air dan bukan ke dalam asam sulfat, produknya akan lebih encer dan
sedikit SO3 yang diabsorpsi. Selain itu, reaksi langsung SO 3 dengan air menghasilkan kabut asam
yang halus yang sukar mengembun. Absorpsi SO 3 ke dalam asam sulfat menghasilkan asam sulfat
berasap, atau oleum, yang dapat langsung digunakan atau diencerkan dengan air dengan air sesuai
dengan

konsentrasi

yang

diinginkan.

Jumlah

ekuimolar

SO 3 yang

dilarutkan

dalam

H2SO4menghasilkan asam disulfat (H2S2O7).


Jumlah SO2 yang dibebaskan oleh proses kontak utuk mencemari udara sangat kecil, tetapi
penyingkiran lanjutan SO2 dari gas lombong (tail gas) dapat dilakukan (dengan biaya tambahan)
pada langkah lain. Sebagian H2SO4, yang tentu saja tersedia melimpah, dioksidasi secara elektrolitik
menjadi asam peroksidisulfat (H2S2O8):
2H2SO4(aq) + 2H2O(l) H2S2O8(aq) + 2H3O+(aq) + 2e (anode)

2H3O+(aq) + 2e H2(g) + 2H2O(l) (katode)


H2S2O8 dengan cepat bereaksi:
H2O(l) + H2S2O8(aq) H2SO4(aq) + H2SO5(aq)
H2SO5 dinamakan asam peroksimonosulfat. Gas yang keluar dilewatkan melalui skruber agar
bercampu dengan larutan zat pengoksidasi kuat ini. Dalam Skruber, reaksi
SO2(g) + H2SO5(aq) + H2O(l) 2H2SO4(aq)
mengkonversi SO2(g) menjadi asam sulfat. Lebih dari 90% dari jumlah SO 2(g) yang sudah sedikit ini
dapat dsingkirkan dengan cara ini. Produknya, yaitu asam sulfat encer, didaur kembali ke proses
utama.

Vous aimerez peut-être aussi