Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ANEMIA APLASTIK
DI RUANG 7B PEDIATRIK RSSA MALANG
Disusun untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan klinik Departemen Pediatrik
Disusun Oleh :
Lia Dewi Mustika Sari
125070200111010
PSIK A Kelompok 16
B. EPIDEMIOLOGI
Dari tahun 1980 sampai tahun 2003 tercatat 235 kasus anemia aplastik2.
Insidennya adalah 3-6 kasus per 1 juta penduduk pertahun dan insiden meningkat
berdasarkan umur penderita. Laki-laki lebih sering terkena anemia aplastik
dibandingkan dengan wanita. Kebanyakan kasus anemia aplastik adalah kasus
berat. Angka bertahan hidup dari 3 bulan, 2 tahun dan 15 tahun adalah 73%,57%,
dan 51%.
C. ETIOLOGI
Penyebab anemia aplastik sebagian besar tidak diketahui atau bersifat
idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh proses
penyakit yang berlangsung perlahan-lahan. Penulusuran penyebab dilakukan melalui
penelitian epidemiologik. Penyebab anemia aplastik dapat dibagi dua sebagai
berikut:
a. Penyebab Kongenital (20% dari kasus) antara lain :
- anemia fanconi
- non fanconi Seperti cartilage hair hypoplasia,
pearson
syndrome,
terpaparnya
radiasi,
bahan
kimia
seperti
Benzene,
Chlorinated
c. Obat-obatan
Pemaparan pada bahan-bahan kimia, obat obatan dapat menekan
hematopoiesis Obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi pada sumsum
tulang dapat dibagi dua:
1. Sering atau selalu menyebabkan depresi sumsum tulang: Sitostatika
2. Kadang-kadang menyebabkan depresi sumsum tulang
- Antikonvulsan, misalnya: metilhidantoin
- Antibiotik, misalnya: kloramfenikol, sulfonamide, penicilin dan lain-lain
- Analgesik, misalnya: fenilbutazon
- Relaksan otot, misalnya: meprobamat
Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia
aplastik. Misalnya pemberian kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2- 3
d. Radiasi
Penyinaran yang bersifat kronis untuk radiasi dosis rendah atau radiasi lokal
dikaitkan dengan meningkat namun lambat dalam perkembangan anemia
aplastik dan akut leukemia. Pasien yang diberikan thorium dioxide melalui
kontras intravena akan menderita sejumlah komplikasi seperti tumor hati,
leukemia akut, dan anemia aplastik kronik. Penyinaran dengan radiasi dosis
besar berasosiasi dengan perkembangan aplasia sumsum tulang dan sindrom
pencernaan. Makromolekul besar, khususnya DNA, dapat dirusak oleh: (a)
secara langsung oleh jumlah besar energi sinar yang dapat memutuskan ikatan
kovalen ; atau (b) secara tidak langsung melalui interaksi dengan serangan
tingkat tinggi dan molekul kecil reaktif yang dihasilkan dari ionisasi atau radikal
bebas yang terjadi pada larutan. Secara mitosis jaringan hematopoesis aktif
sangat sensitif dengan hampir segala bentuk radiasi. Sel pada sumsum tulang
kemungkinan sangat dipengaruhi oleh energi tingkat tinggi sinar, yang dimana
dapat menembus rongga perut. Kedua, dengan menyerap partikel dan (tingkat
energi yang rendah membakar tetapi tidak menembus kulit). Pemaparan secara
tulang.
Kerusakan pada microenvironment
Ditemukan gangguan pada mikrovaskuler, faktor humoral (misal eritropoetin)
maupun bahan penghambat pertumbuhan sel. Hal ini mengkibatkan gagalnya
jaringan sumsum tulang untuk berkembang. Gangguan pda microenvironment
merupakan kerusakan lingkungan sekitar sel induk pluripoten sehingga
menyebabkan kehilangan kemampuan sel tersebut untuk berdiferensiasi menjadi
sel-sel darah. Sealin itu pada beberapa penderita anemia aplastik ditemukan cell
inhibitor atau penghambat pertumbuhan sel. Hal ini dibuktikan dengan adanya
limfosit T yang menghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang
Sampai saat ini, teori yang paling dianut sebagai penyebab anemia aplastik
adlah gangguan pada sel induk pluriprotein.
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada penderitan anemia aplastik dapat ditemukan tiga gejala utama yaitu anemia,
trombositopenia, dan leukopenia. Ketiga gejala ini disertai dengan gejala-gejala lain
yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- Anemia biasanya ditandai dengan pucat, mudah lelah, lemah, hilang selera
makan dan palpitasi. Menstruasi berat atau menorrhagia sering terjadi pada
Hiposeluler <25%
Pemeriksaan sumsum tulang bini dilakukan pemeriksaan biopsi dan aspirasi
dengan paling sedikit jumlah neutropil kurang dari 500/ l (0.5x10 9/liter), jumlah
platelet kurang dari 20.000/l (20x109/liter), dan anemia dengan indeks
koreksi retikulosit kurang dari 1 persen. Pengembangan in vitro menunjukkan,
kumpulan
granulosit
monosit
atau
Colony
Forming
Unit-
Granulocyte/Macrophage (CFU-GM) dan eritroid atau Burst Forming UnitErythroid (BFU-E) dengan pengujian kadar logam menyatakan tanda
pengurangan dalam sel primitif
Penemuan Radiologi
Nuclear Magnetic Resonance Imaging (NMRI) dapat digunakan untuk
membedakan antara lemak sumsum dan sel hemapoetik. Ini dapat
memberikan perkiraan yang lebih baik untuk aplasia sumsum tulang dari
pada teknik morpologi dan mungkin membedakan sindrom hipoplastik
mielodiplastik dari anemia aplastik.
Diagnosis Laboratorium
Tanda pasti yang menunjukkan seseorang menderita anemia aplastik
adalah pansitopenia dan hiposelular sumsum tulang, serta dengan
menyingkirkan adanya infiltrasi atau supresi pada sumsum tulang. Anemia
aplastik dapat digolongkan menjadi ringan, sedang, dan berat berdasarkan
tingkat keparahan pansitopenia. Menurut International Agranulocytosis and
Aplastic Anemia Study Group (IAASG) kriteria diagnosis anemia aplastik
dapat digolongkan sebagai satu dari tiga sebagai berikut :
(a) Hemoglobin kurang dari 10 g/dl, atau hematokrit kurang dari 30%
(b) Trombosit kurang dari 50 x 109/L;
(c) Leukosit kurang dari 3.5 x 109/L, atau neutrofil kurang dari 1.5x109/L.
Retikulosit < 30 x 109/L (<1%).
Gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen adekuat):
atau
infiltrasi
neoplastik.
Trombositopenia
Pada trombositopenia berikan tranfusi trombosit jika terdapat
pendarahan aktif atau trombosit kurang dari <20.000/mm3.
membutuhkan
perawatan
khusus
karena
obat
dapat