Vous êtes sur la page 1sur 7

REVIEW PEMIKIRAN FILSAFAT ABAD YUNANI, ABAD

PERTENGAHAN, ABAD MODERN DAN ABAD POST-MODERN


REVIEW PEMIKIRAN FILSAFAT ABAD YUNANI, ABAD PERTENGAHAN, ABAD
MODERN DAN ABAD POST-MODERN
Oleh. Muhammad syaiful munir

A. Karakteristik pemikiran abad Yunani


Filsafat Yunani adalah sebuah filsafat rasional pertama yang pernah ada dalam
sejarah kehidupan manusia. Pada abad ini mungkin kita kenal yang namanya Thales, inilah
orang pertama yang mengajukan pertanyaan yang sangat mendasar tentang kosmos, What is
the nature of the world stuff ? dan dia menjawab Water. Pertanyaan ini sangat mendasar
sekali, karena pertanyaan dan jawabannya itu menggunakan akal, tidak menggunakan agama
atau kepercayaan lainnya. Alasannya ialah karena air penting bagi kehidupan. Disinilah akal
mulai digunakan dan lepas dari keyakinan atau kepercayaan. Pada tahap permulaan, yaitu
pada Thales dan pemikir-pemikir lainnya akal mulai menonjol dominasinya meskipun iman
juga masih memainkan perannya.
Dalam sejarah Yunani, dapat dikatakan bahwa filsafat pada abad ini adalah di
dominasi oleh akal rasio. Hal ini terbukti pada zaman sofis. Pada zaman ini akal dapat
dikatakan menang mutlak. Manusia adalah ukuran kebenaran dan semua kebenaran bersifat
relatif, yang merupakan ciri filsafat sofisme. Jika semua kebenaran relatif, maka yang terjadi
adalah kekacauan kebenaran. Akibat selanjutnya adalah teori sains diragukan, semua
kepercayaan dan akidah keagamaan dicurigai sehingga manusia pada waktu itu hidup tanpa
pegangan. Dan lebih parah lagi pada zaman ini ditambahi oleh pembela-pembela kebenaran,
yaitu kaum sofis. Mereka mengajar, menjadi guru terutama bagi pemuda yang belajar filsafat,
mereka menjadi filosof dan menjadi hakim.
Terlepas dari itu dapat kita pahami bahwa pemikiran pada abad ini, terutama
pemikiran sofis yang menganggap bahwa kebenaran itu relatif. Pemikiran inilah yang
menjadi penyebab kekacauan dan menggoyahkan keyakinan Agama. Dari sinilah muncul
seorang tokoh yang hendak menyelamatkan pemikiran-pemikiran orang Yunani. Dialah
Socrates, orang pertama yang ingin menyelamatkan pemikiran Yunani dari relativisme.
Metode yang digunakan oleh Socrates hampir sama dengan orang-orang sofis. Dia berkata
bahwa tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran yang sifatnya objektif atau kebenaran
umum yang dapat diterima oleh semua orang. Akan tetapi pemikiran Scrates harus rela
dibayar dengan nyawa yang ia milki, dengan dipaksa minum racun.
Masa Yunani Kuno. Pada tahap awal kelahirannya filsafat menampakkan diri sebagi
suatu bentuk mitologi, serta dongeng-dongeng yang dipercayai oleh Bangsa Yunani, baru
sesudah Thales (624-548 S.M) mengemukakan pertanyaan aneh pada waktu itu, filsafat
berubah menjadi suatu bentuk pemikiran rasional (logos). Pertanyaan Thales yang
menggambarkan rasa keingintahuan bukanlah pertanyaan biasa seperti apa rasa kopi ?, atau
pada tahun keberapa tanaman kopi berbuah ?, pertanyaan Thales yang merupakan pertanyaan
filsafat, karena mempunyai bobot yang dalam sesuatu yang ultimate (bermakna dalam) yang
mempertanyakan tentang Apa sebenarnya bahan alam semesta ini (What is the nature of the
world stuff ?), atas pertanyaan ini indra tidak bisa menjawabnya, sains juga terdiam, namun

Filsuf berusaha menjawabnya. Thales menjawab Air (Water is the basic principle of the
universe), dalam pandangan Thales air merupakan prinsip dasar alam semesta, karena air
dapat
berubah
menjadi
berbagai
wujud
Kemudian silih berganti Filsuf memberikan jawaban terhadap bahan dasar (Arche) dari
semesta raya ini dengan argumentasinya masing-masing. Anaximandros (610-540 S.M)
mengatakan Arche is to Apeiron, Apeiron adalah sesuatu yang paling awal dan abadi,
Pythagoras (580-500 S.M) menyatakan bahwa hakekat alam semesta adalah bilangan,
Demokritos (460-370 S.M) berpendapat hakekat alam semesta adalah Atom, Anaximenes
(585-528 S.M) menyatakan udara, dan Herakleitos (544-484 S.M) menjawab asal hakekat
alam semesta adalah api, dia berpendapat bahwa di dunia ini tak ada yang tetap, semuanya
mengalir . Variasi jawaban yang dikemukakan para filsuf menandai dinamika pemikiran yang
mencoba mendobrak dominasi mitologi, mereka mulai secara intens memikirkan tentang
Alam/Dunia, sehingga sering dijuluki sebagai Philosopher atau akhli tentang Filsafat Alam
(Natural Philosopher), yang dalam perkembangan selanjutnya melahirkan Ilmu-ilmu
kealaman.
Pada perkembangan selanjutnya, disamping pemikiran tentang Alam, para akhli fikir Yunani
pun banyak yang berupaya memikirkan tentang hidup kita (manusia) di Dunia. Dari titik
tolak ini lahir lah Filsafat moral (atau filsafat sosial) yang pada tahapan berikutnya
mendorong lahirnya Ilmu-ilmu sosial. Diantara filsuf terkenal yang banyak mencurahkan
perhatiannya pada kehidupan manusia adalah Socrates (470-399 S.M), dia sangat menentang
ajaran
kaum
Sofis

A. Karakteristik pemikiran abad pertengahan


Jika pada abad Yunani rasio sangat mendominasi sebuah pemikiran, maka pada
pertengahan ini rasio benar-benar telah kehilangan jati dirinya. Hal ini tergambar dalam
pemikiran Plotinus, yang mengatakan filsafat rasional dan sains tidak penting mempelajariny
merupakan usaha yang membuang waktu dan sia-sia saja. Oleh karena itu tujuan filsafat
secara umum adalah bersatu dengan Tuhan. Plotinus juga berkata bahwa Tuhan bukan untuk
dipahami melainan untuk dirasakan.dan di imani. Jadi dalam hidup, manusia akan dituntun
oleh suara kitab suci, Injil.
Augustinus, potensi manusia yang diakui pada zaman Yunani diganti dengan kuasa
Tuhan. Ia mengatkan bahwa kebenaran itu tidak relatif melainkan kebenaran itu mutlak yaitu
kebenaran Agama. Pendapat Augustinus yang lain adalah bahwa bumi adalah pusat jagat
raya, Heliosentrisme ditolaknya karena ia berpegang pada ajaran Injil. Intelektualitas
pemikiran tidak penting, cinta kepada Tuhan lebih penting.
Jika mengikuti alur pemikiran Anselmus dapat dikatakan kalau filsafat abad
pertengahan terletak pada rumusan terkenalnya yaitu credo ut intelligam (beriman dulu baru
mengerti).
Abad Pertengahan. Semenjak meninggalnya Aristoteles, filsafat terus berkembang
dan mendapat kedudukan yang tetap penting dalam kehidupan pemikiran manusia meskipun
dengan corak dan titik tekan yang berbeda. Periode sejak meninggalnya Aristoteles (atau
sesudah meninggalnya Alexander Agung (323 S.M) sampai menjelang lahirnya Agama
Kristen oleh Droysen (Ahmad Tafsir. 1992) disebut periode Hellenistik (Hellenisme adalah
istilah yang menunjukan kebudayaan gabungan antara budaya Yunani dan Asia Kecil, Siria,

Mesopotamia, dan Mesir Kuno). Dalam masa ini Filsafat ditandai antara lain dengan
perhatian pada hal yang lebih aplikatif, serta kurang memperhatikan Metafisika, dengan
semangat yang Eklektik (mensintesiskan pendapat yang berlawanan) dan bercorak Mistik.
Filsafat abad pertengahan sering juga disebut filsafat scholastik, yakni filsafat yang
mempunyai corak semata-mata bersifat keagamaan, dan mengabdi pada teologi. Pada masa
ini memang terdapat upaya-upaya para filsuf untuk memadukan antara pemikiran Rasional
(terutama pemikiran-pemikiran Aristoteles) dengan Wahyu Tuhan sehingga dapat dipandang
sebagai upaya sintesa antara kepercayaan dan akal. Keadaan ini pun terjadi dikalangan umat
Islam yang mencoba melihat ajaran Islam dengan sudut pandang Filsafat (rasional), hal ini
dimungkinkan mengingat begitu kuatnya pengaruh pemikiran-pemikiran ahli filsafat
Yunani/hellenisme dalam dunia pemikiran saat itu, sehingga keyakinan Agama perlu
dicarikan landasan filosofisnya agar menjadi suatu keyakinan yang rasional.
Pemikiran-pemikiran yang mencoba melihat Agama dari perspektif filosofis terjadi baik di
dunia Islam maupun Kristen, sehingga para ahli mengelompokan filsafat skolastik ke dalam
filsafat
skolastik
Islam
dan
filsafat
skolastik
Kristen.
Di dunia Islam (Umat Islam) lahir filsuf-filsuf terkenal seperti Al Kindi (801-865 M), Al
Farabi (870-950 M), Ibnu Sina (980-1037 M), Al Ghazali (1058-1111 M), dan Ibnu Rusyd
(1126-1198), sementara itu di dunia Kristen lahir Filsuf-filsuf antara lain seperti Peter
Abelardus (1079-1180), Albertus Magnus (1203-1280 M), dan Thomas Aquinas (1225-1274).
Mereka ini disamping sebagai Filsuf juga orang-orang yang mendalami ajaran agamanya
masing-masing, sehingga corak pemikirannya mengacu pada upaya mempertahankan
keyakinan agama dengan jalan filosofis, meskipun dalam banyak hal terkadang ajaran Agama
dijadikan Hakim untuk memfonis benar tidaknya suatu hasil pemikiran Filsafat (Pemikiran
Rasional).

B. Karakteristik pemikiran abad modern


Berbicara abad modern tidak akan lepas dari tokoh fenomenal yang sangat terkenal
yaitu, Rene Descartes. Karena dialah yang melepaskan kebebasan berfilsafat dari hegemoni
Agama. Zaman ini juga sering disebut dengan zaman Renaissance. Seiring dengan
terbukanya untuk berfikir, maka pada abad ini banyak bermunculan aliran, diantaranya
Rasionalisme, Empirisisme, Idealisme dan pecahan-pecahan dari tiga aliran tersebut. Dari
semua aliran tersebut dapat dipahami kalau semua pemikiran mengacu pada pemikiran
Yunani.
Masa Modern. Pada masa ini pemikiran filosofis seperti dilahirkan kembali
dimana sebelumnya dominasi gereja sangat dominan yang berakibat pada upaya
mensinkronkan antara ajaran gereja dengan pemikiran filsafat. Kebangkitan kembali
rasio mewarnai zaman modern dengan salah seorang pelopornya adalah Descartes, dia
berjasa dalam merehabilitasi, mengotonomisasi kembali rasio yang sebelumnya hanya
menjadi
budak
keimanan.
Diantara pemikiran Desacartes (1596-1650) yang penting adalah diktum kesangsian,
dengan mengatakan Cogito ergo sum, yang biasa diartikan saya berfikir, maka saya ada.
Dengan ungkapan ini posisi rasio/fikiran sebagai sumber pengetahuan menjadi semakin
kuat, ajarannya punya pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan,
segala sesuatu bisa disangsikan tapi subjek yang berfikir menguatkan kepada kepastian.
Dalam perkembangnnya argumen Descartes (rasionalisme) mendapat tantangan keras
dari para filosof penganut Empirisme seperti David Hume (1711-1776), John Locke

(1632-1704). Mereka berpendapat bahwa pengetahuan hanya didapatkan dari


pengalaman lewat pengamatan empiris. Pertentangan tersebut terus berlanjut sampai
muncul Immanuel Kant (1724-1804) yang berhasil membuat sintesis antara rasionalisme
dengan empirisme, Kant juga dianggap sebagai tokoh sentral dalam zaman modern
dengan pernyataannya yang terkenal sapere aude(berani berfikir sendiri), pernyataan ini
jelas makin mendorong upaya-upaya berfikir manusia tanpa perlu takut terhadap
kekangan
dari
Gereja.
Pandangan empirisme semakin kuat pengaruhnya dalam cabang ilmu pengetahuan
setelah munculnya pandangan August Comte (1798-1857) tentang Positivisme. Salah
satu buah pikirannya yang sangat penting dan berpengaruh adalah tentang tiga
tahapan/tingkatan cara berpikir manusia dalam berhadapan dengan alam semesta yaitu :
tingkatan
Teologi,
tingkatan
Metafisik,
dan
tingkatan
Positif
Tingkatan Teologi (Etat Theologique). Pada tingkatan ini manusia belum bisa memahami
hal-hal yang berkaitan dengan sebab akibat. Segala kejadian dialam semesta merupakan
akibat dari suatu perbuatan Tuhan dan manusia hanya bersifat pasrah, dan yang dapat
dilakukan adalah memohon pada Tuhan agar dijauhkan dari berbagai bencana. Tahapan
ini terdiri dari tiga tahapan lagi yang berevolusi yakni dari tahap animisme, tahap
politeisme,
sampai
dengan
tahap
monoteisme.
Tingkatan Metafisik (Etat Metaphisique). Pada dasarnya tingkatan ini merupakan suatu
variasi dari cara berfikir teologis, dimana Tuhan atau Dewa-dewa diganti dengan
kekuatan-kekuatan abstrak misalnya dengan istilah kekuatan alam. Dalam tahapan ini
manusia mulai menemukan keberanian dan merasa bahwa kekuatan yang menimbulkan
bencana dapat dicegah dengan memberikan berbagai sajian-sajian sebagai penolak
bala/bencana.
Tingkatan Positif (Etat Positive). Pada tahapan ini manusia sudah menemukan
pengetahuan yang cukup untuk menguasai alam. Jika pada tahapan pertama manusia
selalu dihinggapi rasa khawatir berhadapan dengan alam semesta, pada tahap kedua
manusia mencoba mempengaruhi kekuatan yang mengatur alam semesta, maka pada
tahapan positif manusia lebih percaya diri, dengan ditemukannya hukum-hukum alam,
dengan bekal itu manusia mampu menundukan/mengatur (pernyataan ini
mengindikasikan adanya pemisahan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang
diketahui) alam serta memanfaatkannya untuk kepentingan manusia, tahapan ini
merupakan tahapan dimana manusia dalam hidupnya lebih mengandalkan pada ilmu
pengetahuan.
Dengan memperhatikan tahapan-tahapan seperti dikemukakan di atas nampak bahwa
istilah positivisme mengacu pada tahapan ketiga (tahapan positif/pengetahuan positif)
dari pemikiran Comte. Tahapan positif merupakan tahapan tertinggi, ini berarti dua
tahapan sebelumnya merupakan tahapan yang rendah dan primitif, oleh karena itu filsafat
Positivisme merupakan filsafat yang anti metafisik, hanya fakta-fakta saja yang dapat
diterima. Segala sesuatu yang bukan fakta atau gejala (fenomin) tidak mempunyai arti,
oleh karena itu yang penting dan punya arti hanya satu yaitu mengetahui (fakta/gejala)
agar
siap
bertindak
(savoir
pour
prevoir).
Manusia harus menyelidiki dan mengkaji berbagai gejala yang terjadi beserta hubunganhubungannya diantara gejala-gejala tersebut agar dapat meramalkan apa yang akan
terjadi, Comte menyebut hubungan-hubungan tersebut dengan konsep-konsep dan
hukum-hukum yang bersifat positif dalam arti berguna untuk diketahui karena benarbenar
nyata
bukan
bersifat
spekulasi
seperti
dalam
metafisika.
Pengaruh positivisme yang sangat besar dalam zaman modern sampai sekarang ini, telah
mengundang para pemikir untuk mempertanyakannya, kelahiran post modernisme yang
narasi awalnya dikemukakan oleh Daniel Bell dalam bukunya The cultural contradiction

of capitalism, yang salah satu pokok fikirannya adalah bahwa etika kapitalisme yang
menekankan kerja keras, individualitas, dan prestasi telah berubah menjadi hedonis
konsumeristis.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang
bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana
yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang
benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran
bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang
menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat.
Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan
lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah
melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan
sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah
bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.
Suatu raksi dari idealisme berbeda dengan materealisme yang berasal dari pemikiran
denmark yang bernama soren kierkegaard. Petama-tama kierkegaard mengutarakan kritiknya
terhadap hegel. Ia berkenalan dengan filsafat hegel ketika belajar teologi di univirsitas
kopenhagen, keberatan yang di ajukan olehnya pada hegel adalah meremehkan eksistensi
yang kngkrit karna hegel mekedepankan idea yang sifatnya umum.menurutnya
kierkegaard,manusia tidak hidup sebagai aku umum tetapi sebagai aku induvidual .
Dengan itu kiekegaard menawarkan istilah eksistensi yang mempunyai arti peran penting
pada abad ke-20.akan tetapi pengaruh kiekegaard masih belum tampak ketika ia masih hidup
bahkan namanya bertahun-tahun belum terkenal, baru setelah akhir abad ke-19 karyanya
mulai di terjemahkan kedalam bahasa jerman dan karyanya menjadi sumber yang sangat
penting sekali dalam abad ke-20 yang di sebut dengan eksistensialisme sehingga dia
mempunyai sebutan bapak filsafat eksistensialisme.dan dia merupakan orang yang menganut
agama kristen.
KaraktKristik pemikiran abad post-moder
Postmodernisme, pada dasarnya merupakan pandangan yang tidak/kurang
mempercayai narasi-narasi universal serta kesamaan dalam segala hal, faham ini lebih
memberikan tempat pada narasi-narasi kecil dan lokal yang berarti lebih menekankan pada
keberagaman dalam memaknai kehidupan. Meskipun pada abad ini pemikiran filsafat menitik
beratkan pada analitik kebahasaan, seperti yang telah diungkapkan oleh Derrida. Konsep
dekonstruksinya (Derrida sendiri menolak merumuskan dekonstruksi sebagai konsep, teori,
atau semacamnya) telah mewarnai wacana pemikiran di berbagai bidang, dari sastra hingga
tata busana, dari senirupa hingga arsitektur. Dekonstruksi selalu menyertai wacana pemikiran
filsafat kontemporer seperti strukturalisme, pascastrukturalisme, pasacamodernisme,
pascakolonialisme, teori kritis, dan kritik baru (new criticism).
Tokoh utama yang paling berpengaruh pada era kritik sastra post-strukturalis
adalah seorang filsuf perancis Jacques Derrida. Selain itu, buah karya pemikiran psikoanalis
Jacques Lacan dan ahli teori kebudayaan Michael Foucault juga berperan penting dalam
kemunculan post strukturalisme tersebut.

Strukturalisme dibangun atas prinsip Saussure bahwa bahasa sebagai sebuah


sistem tanda harus dilihat ke dalam tahapan tunggal sementara (single temporal plane).
Aspek diakronis bahasa, yakni bagaimana bahasa berkembang dan berubah dari masa ke
masa, dilihat sebagai bagian yang kurang penting. Dalam pemikiran post strukturalis, berpikir
sementara menjadi hal yang utama.

III. Perbedaan Modernisme Dan Postmodernisme


Pemikir evalengical, Thomas Oden, berkata bahwa periode modern dimulai dari
runtuhnya Bastille pada tahun 1789 (Revolusi Perancis) dan berakhir dengan
kolapsnya komunisme dan runtuhnya tembok berlin pada tahun 1989.
Modernisme adalah suatu periode yang mengafirmasi keeksistensian dan
kemungkinan mengetahui kebenaran dengan hanya menggunakan penalaran
manusia. Oleh karena itu, dalam arti simbolik penalaran menggantikan posisi
Tuhan, naturalisme menggantikan posisi supernatural. Modernisme sebagai
pengganti dinyatakan sebagai penemuan ilmiah, otonomim manusia, kemajuan
linier, kebenaran mutlak (atau kemungkinan untuk mengetahui), dan rencana
rasional dari social order Modernisme dimulai dengan rasa optimis yang tinggi.
Sedangkan postmodernisme adalah sebuah reaksi melawan modernisme yang
muncul sejak akhir abad 19. Dalam postmodernisme, pikiran digantikan oleh
keinginan, penalaran digantikan oleh emosi, dan moralitas digantikan oleh
relativisme. Kenyataan tidak lebih dari sebuah konstruk sosial; kebenaran
disamakan dengan kekuatan atau kekuasaan. Identitas diri muncul dari
kelompok. Postmodernisme mempunyai karakteritik fragmentasi (terpecahpecah menjadi lebih kecil), tidak menentukan (indeterminacy), dan sebuah
ketidakpercayaan terhadap semua hal universal (pandangan dunia) dan struktur
kekuatan.
Dalam situs http://www.fni.com/cim/briefing/decon.doc disebutkan perbedaan
mendasar mengenai modernisme dan postmodernisme. Situs tersebut
menyebutkan bahwa modernisme adalah kata lain dari penerangan humanis.

Berfilsafat itu penting, dengan berfilsafat orang akan mempunyai pedoman


untuk bersikap dan bertindak secara sadar dalam menghadapi gejala-gejala yang
timbul dalam alam dan masyarakat, sehingga tidak mudah tejebak dalam timbultenggelamnya gejala-gejala yang terjadi. Untuk belajar berfilsafat orang harus
mempelajari filsafat. Cara belajar filsafat adalah menangkap pengertiannya secara
ilmu lalu memadukan ajaran dan pengertiannya dalam praktek. Kemudian
pengalaman dari praktek diambil dan disimpulkan kembali secara ilmu.
Ditinjau dari sudut sejarah, filsafat memiliki empat periodisasi. Periodisasi ini
didasarkan atas corak pemikiran yang dominan pada waktu itu. Pertama, adalah

zaman Yunani Kuno, ciri yang menonjol dari filsafat Yunani kuno adalah
ditujukannya perhatian terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai
ikhtiar guna menemukan asal mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya
gejala-gejala. Para filosof pada masa ini mempertanyakan asal usul alam semesta dan
jagad raya, sehingga ciri pemikiran filsafat pada zaman ini disebut kosmosentris.
Kedua, adalah zaman Abad Pertengahan, ciri pemikiran filsafat pada zaman ini di
sebut teosentris. Para filosof pada masa ini memakai pemikiran filsafat untuk
memperkuat dogma-dogma agama Kristiani, akibatnya perkembangan alam
pemikiran Eropa pada abad pertengahan sangat terkendala oleh keharusan untuk
disesuaikan dengan ajaran agama, sehingga pemikiran filsafat terlalu seragam
bahkan dipandang seakan-akan tidak penting bagi sejarah pemikiran filsafat
sebenarnya. Ketiga, adalah zaman Abad Modern, para filosof zaman ini menjadikan
manusia sebagai pusat analisis filsafat, maka corak filsafat zaman ini lazim disebut
antroposentris. Filsafat Barat modern dengan demikian memiliki corak yang berbeda
dengan filsafat Abad Pertengahan. Letak perbedaan itu terutama pada otoritas
kekuasaan politik dan ilmu pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas
kekuasaan mutlak dipegang oleh Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada
zaman Modern otoritas kekuasaan itu terletak pada kemampuan akal manusia itu
sendiri. Manusia pada zaman modern tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun,
kecuali oleh kekuasaan yang ada pada dirinya sendiri yaitu akal. Kekuasaan yang
mengikat itu adalah agama dengan gerejanya serta Raja dengan kekuasaan
politiknya yang bersifat absolut. Keempat, adalah Abad Kontemporer dengan ciri
pokok pemikiran logosentris, artinya teks menjadi tema sentral diskusi filsafat.

1. Zaman Modern
Dikenal juga sebagai masa Rasionalisme, yang tumbuh di zaman modern dengan
tokoh utama, yaitu Rene Descartes (1596 1650) yang dikenal sebagai Bapak Filsafat
Modern, Spinoza (1633 1677), dan Leibniz (1646 1716). Descartes
memperkenalkan metode berpikir deduktif logis yang umumnya diterapkan untuk
ilmu alam.

Vous aimerez peut-être aussi