Vous êtes sur la page 1sur 7

ANALISA KASUS

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?


Jawab : Sudah tepat
Kasus : Untuk diagnosis KAD pada kasus ini sudah tepat, karena berdasarkan hasil
-

pemeriksaan sebagai berikut :


Anamnesis: pasien mengatakan 1 hari sebelum dilarikan ke RSUD cilegon GDS:
518
Hasil pemeriksaan fisik: Saat datang ke IGD, keadaan umum pasien lemah,
kesadaran apatis, TD: 100/70, N: 84, pernapasan kusmaul (32 x/menit), bau

aseton (+), suhu : 36oC, pemeriksaan GDS awal kedatangan: 242


Hasil pemeriksaan laboratorium :
Keton urin : Positive +2, pH : 6.0, Protein urin : Positive +1, pH (AGD) : 7.28.
Jika anion gap dihitung : AG = kadar Na+ ( kadar Cl- + kadar HCO3 - )AG =
129.0 - ( 103.1 + 11 ) = 14.9

Untuk diagnosis DM tipe 1 ditegakkan berdasarkan hasil anamesis : Pasien


mengatakan sejak kurang lebih 1 bulan ini mengeluh sering lapar dan banyak
makan, sering merasa haus dan sering buang air kecil terutama malam hari. Pasien
mengatakan berat badannya turun dari 52 kg ke 40 kg dalam waktu 1 bulan terakhir
tanpa diketahui sebabnya, Riwayat DM pada keluarga ada dari kakek pihak ayah,

tapi terkenanya di usia tua


- Hasil pemeriksaan GDS di IGD : 242
-Usia pasien masih < 30 tahun

Teori
Kriteria diagnosis untuk Ketoasidosis Diabetikum adalah sebagai berikut:
- Klinis : poliuria, polidipsia, mual dan atau muntah, pernapasan Kussmaul (dalam
dan frekuens), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai syok, kesadaran terganggu
-

sampai koma
Darah: hiperglikemia lebih dari 300 mg/dl (biasanya melebihi 500 mg/dl).

Bikarbonat kurang dari 20 mEq/l (dan pH < 7,35)


Urine : glukosuria dan ketonuria

Kriteria Diagnosis KAD


Kadar glukosa darah > 250 mg%
pH < 7,35
Anion Gap yang tinggi

Keton serum positif

Kriteria diagnosis untuk diabetes melitus tipe 1 hampir sama sama dengan diabetes
mellitus tipe 2, yaitu (American Diabetes Association, 2009);
1

Gejala klasik diabetes (poliuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan tanpa
sebab yang jelas) ditambah dengan konsentrasi glukosa darah sewaktu >200 mg/dl

2
3

(11,1 mmol/l)
Gula darah puasa > 126 mg/dl (7,0 mmol)
Gula darah 2 jam post prandial > 200 mg/dl (11,1 mmol/l) selama oral glucose
tolerance test (OGTT). Tes dilakukan sesuai prosedur WHO, yaitu menggunakan

glukosa sebanyak 75 g glukosa anhidrat dilarutkan dalam air.


Hb A1C > 6,5%
Oleh karena kriteria yang digunakan sama, penting untuk mengetahui perbedaan

karakteristik diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 , yaitu (Crandall, 2007) :

Karakteristik

DM tipe 1

DM tipe 2

o
Onset usia
Berhubungan dengan obesitas
Kecenderungan terjadi ketoasidosis

Umumnya

<

tahun
Tidak

30

Umumnya > 30 tahun


Ya

yang membutuhkan insulin sebagai Ya

Tidak

control dan survive


Variatif
Kadar insulin dalam plasma

Sangat

rendah normal,

mungkin

sampai tergantung

tidak terdeteksi

dapat
atau

D spesifik
Antibodi sel islet pada diagnosis

meningkat,

pada

derajat

resistensi insulin dan defek


sekresi insulin

Berhubungan dengan antigen HLA-

rendah,

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Insulitis,
Patologi sel islet

kehilangan sel beta


secara selektif

Lebih kecil, normal sel islet ;


umumnya deposisi amyloid

Kecenderungan terjadi komplikasi


(retinopati,

nefropati,

aterosklerosis,

dan

cardiovascular)
Respon
terhadap

neuropati,
penyakit
obat

oral

antihiperglikemia

Ya

Ya

Tidak

Ya

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?


Jawab: sudah tepat
Kasus :
terapi yang diberikan kepada pasien saat awal kedatangan berupa
- IVFD NaCl secara loading 1000 cc
- Sliding scale sesuai GDS
- Bicnat
- Curcuma
- antibiotik ceftriaxone
- dan pemasangan DC

Teori :
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD ialah :
1 Penggantian cairan dan garam yang hilang
2) Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoeogenesis sel hati dengan pemberian
insulin
3) Mengatasi stres sebagai pencetus KAD
4) Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan
serta penyesuaian pengobatan.
Pada pengobatan KAD hal- hal yang perlu diperhatikan diantaranya ialah:

Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis. Berdasarkan
perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat badan, maka pada

jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1 liter dan selanjutnya sesuai
protokol.
Tujuannya ialah untuk memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormon
kontraregulator insulin. Bila kadar glukosa kurang dari 200 mg% maka perlu diberikan
larutan yang mengandung glukosa (dekstrosa 5% atau 10%).
Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang

memadai. Pemberian insulin akan ,menurunkan hormon glukagon sehingga dapat


menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak,
pelepasan asam amino dari jaringan otot, dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh
jaringan. Tujuan pemberian insulin ini bukan hanya untuk mencapai kadar glukosa
normal tetapi untuk mengatasi keadaan ketonemia. Oleh karena itu bila kadar glukosa
kurang dari 200 mg% insulin diteruskan dan untuk mencegah hipoglikemia diberikan
cairan yang mengandung glukosa sampai asupan kalori oral pulih kembali.
Kalium
Pada awal KAD biasanya kadar ion K serum meningkat. Hiperkalemia yang fatal

sangat jarang dan bila terjadi harus segera diatasi dengan pemberian bikarbonat. Bila
pada elektro kardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan
insulin dapat segera mengatsi keaadan hiperkalemia tersebut.
Glukosa

Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah akan turun.
Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan kadar glukosa sekitar
60 mg%/ jam. Bila kadar glukosa mencapai kurang dari 200 mg% maka dapat dimulai infus
yang mengandung glukosa. Perlu ditekankan tujuan terapi KAD bukan untuk menormalkan
kadar glukosa tapi untuk menekan ketogenesis.
5

Bikarbonat
Terapi bikarbonat pada KAD menjadi topik perdebatan selama beberapa tahun.

Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Hal ini disebabkan karena
pemberian bikarbonat dapat :
o

Menurunkan pH intraseluler akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat

menimbulkan efek negatif pada disosiasi oksigen di jaringan

hipertonis dan kelebihan natrium

meningkatkan insiden hipokalemia

gangguan fungsi serebral

terjadi alkaliemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keto


Saat ini bikarbonat diberikan bila pH kurang dari 7,1 namun walaupun demikian

komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan indikasi
pemberian bikarbonat.
Disamping hal tersebut diatas pengobatan umum tak kalah penting yaitu :
1 antibiotik yang adekuat
2 oksigen bila tekanan O2 kurang dari 80 mmHg
3 heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (lebih dari 380 mOsm/liter)

3. Bagaimana bisa terjadi KAD pada pasien ini?


Jawab :
Kasus :
- Dari hasil anamesis diketahui bahwa pasien sebelumnya tidak mengetahui tentang
penyakit diabetes yang dideritanya, dan pasien belum pernah menggunakan insulin
-

sebelumnya.
Dari hasil pemeriksaan lab : didapatkan leukosit meningkat (24760) yang
menandakan kemungkinan infeksi dalam tubuh pasien. Dimana proses infeksi dapat

mencetuskan KAD pada penderita DM


Hasil pemeriksaan pH dari analisa gas darah rendah yaitu 7.28 yang menandakan
asidosis metabolik

Teori :
- Ada sekitar 20% paseien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama
kali. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali
adanya faktor pencetus ini penting untuk pengobatan dan pencegahan ketoasidosis
-

berulang.
Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark
miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, mengehentikan,

atau mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20% pasien KAD tidak ditemukan
-

faktor pencetus.
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif
dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, ketokolamin, kortisol, dan
hormone pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati
meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir

hiperglikemia.
Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh
terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi
hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontra
regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan

lemak.
Akibat lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan
asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati

dapat menyebabkan metabolik asidosis.


4. Apakah komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini?
Komplikasi yang dapat terjadi pada KAD adalah :
1. Hipoglikemia
Sebelum penggunaan protokol insulin dosis rendah, kedua komplikasi ini dapat
dijumpai pada kurang lebih 25% pasien yang diterapi dengan insulin dosis tinggi.
Kedua komplikasi ini diturunkan secara drastis dengan digunakannya terapi insulin
dosis rendah. Namun, hipoglikemia tetap merupakan salah satu komplikasi potensial
terapi yang insidensnya kurang dilaporkan secara baik. Penggunaan cairan infus
menggunakan dekstrosa pada saat kadar glukosa mencapai 250 mg/dL pada KAD
dengan diikuti penurunan laju dosis insulin dapat menurunkan insidens hipoglikemia
lebih lanjut.
2. Edema Serebral
Peningkatan tekanan intrakranial asimtomatik selama terapi KAD telah dikenal
lebih dari 25 tahun. Penurunan ukuran ventrikel lateral secara signifikan, melalu
pemeriksaan eko-ensefalogram, dapat ditemukan pada 9 dari 11 pasien KAD selama
terapi. pembengkakan otak biasanya dapat ditemukan pada KAD bahkan sebelum
terapi dimulai. Edema serebral simtomatik, yang jarang ditemukan pada pasien KAD
dan HHS dewasa, terutama ditemukan pada pasien anak dan lebih sering lagi pada

diabetes awitan pertama. Tidak ada faktor tunggal yang diidentifikasikan dapat
memprediksi kejadian edema serebral pada pasien dewasa. Namun, suatu studi pada
61 anak dengan KAD dan serebral edema yang dibandingkan dengan 355 kasus
matching KAD tanpa edema serebral, menemukan bahwa penurunan kadar CO2
arterial dan peningkatan kadar urea nitrogen darah merupakan salah satu faktor risiko
untuk edema serebral. Untuk kadar CO2 arterial ditemukan setiap penurunan 7,8
mmHg PCO2 meningkatkan risiko edema serebral sebesar 3,4 kali (OR 3,4; 95% CI
1,9 6,3, p p=0,003).
3. Sindrom distres napas akut dewasa (adult respiratory distress syndrome)
Suatu komplikasi yang jarang ditemukan namun fatal adalah sindrom distres
napas akut dewasa (ARDS). Selama rehidrasi dengan cairan dan elektrolit,
peningkatan tekanan koloid osmotik awal dapat diturunkan sampai kadar subnormal.
Perubahan ini disertai dengan penurunan progresif tekanan oksigen parsial dan
peningkatan gradien oksigen arterial alveolar yang biasanya normal pada pasien
dengan KAD saat presentasi. Pada beberapa subset pasien keadaan ini dapat
berkembang menjadi ARDS. Dengan meningkatkan tekanan atrium kiri dan
menurunkan tekanan koloid osmotik, infus kristaloid yang berlebihan dapat
menyebabkan pembentukan edema paru (bahkan dengan fungsi jantung yang
normal). Pasien dengan peningkatan gradien AaO2 atau yang mempunyai rales paru
pada pemeriksaan fisis dapat merupakan risiko untuk sindrom ini. Pemantauan PaO2
dengan oksimetri nadi dan pemantauan gradien AaO2 dapat membantu pada
penanganan pasien ini. Oleh karena infus kristaloid dapat merupakan faktor utama,
disarankan pada pasien-pasien ini diberikan infus cairan lebih rendah dengan
penambahan koloid untuk terapi hipotensi yang tidak responsif dengan penggantian
kristaloid.

Vous aimerez peut-être aussi