Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Penyusun ........................................................................................................
Pengantar ..............................................................................................
ii Kata
iii Daftar
Isi ........................................................................................................
1 1.2
Tujuan ..................................................................................................
2 1.3
Manfaat ...............................................................................................
Pengertian ............................................................................................
Menjelang Ajal ................................................................
3 2.2 Tahap-tahap
Kematian ...........................................
Kematian ............................................
Meninggal ....................................................
Klinis .................................................
Pengkajian ...........................................................................................
Keperawatan ........................................................................
10 3.2 Diagnosa
11 3.3 Intervensi
Keperawatan .......................................................................
12 3.4
Implementasi .......................................................................................
17 3.5
Evaluasi ...............................................................................................
Kesimpulan ..........................................................................................
20 4.2
Saran ....................................................................................................
I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Berjumpa dengan pasien yang menderita karena Terminal
Ilness (penyakit yang tidak tersembuhkan), merupakan hal yang umum bagi dokter yang merawat
pasien lanjut usia (lansia). Meskipun hal itu umum, namun tugas untuk menangani orang yang
sedang meninggal (menjelang ajal, sakaratul maut, sekarat, dying) tidak mudah. Tantangan dan
stress bagi dokter memang berbeda; sama-sama beratnya, baik telah lama merawat pasien itu atau
belum. Kebanyakan dokter tidak memiliki pendidikan formal yang langsung berkaitan dengan filosofi
atau penomenologi derita manusia, atau sangat sedikit pelatihan menangani pasien menjelang ajal.
Biasanya, pengalaman konkret merawat pasien menjelang ajal diperoleh ketika dilakukan koas.
Namun refleksi mendalam atas kasus terminal illness dan pendidikan formal sangat jarang.
Pendidkan dokter dan perawat pada umumnya tetap terpusat pada penyembuhan, memperpanjang
hidup, dan memulihkan. Agaknya, fungsi utama pertolongan medis tetap menghilangkan
penderitaan. Meskipun perawatan manusia utuh sudah didengungkan, paradigma Cartesian yang
memisahkan jiwa dengan raga tetap menguasai pelatihan klinis dokter. Penderitaan, dianggap
sebagai sakit fisik:. Bahkan dengan wacana, fisik pun, dalam teori dan praktik menangani derita
atau berbgai sumber-sumber lain, derita menjelang ajal (dema) memang sangat langka dalam buku
dan kurikulum kedokteran dan keperawatan. Padahal demi kesejahteraan optimal pasien dan
kemantapan pelayanan medis, sesungguhnya pendekatan dan penanganan pasien terminal harus
didahului dengan pendidikan dan pelatihan yang memadai. Banyak masalah legal melingkupi
peristiwa kematian, meliputi definisi dasar dari titik yang aktual dimana seseorang dipertimbangkan
meninggal. Hukum mengidentifikasi kematian terjadi ketika ada penurunan fungsi otak yang hebat,
selain fungsi organ yang lainnya. Ketika klien tidak mengizinkan pemberi pelayanan kesehatan untuk
mencoba menyalamatkan hidup mereka, fokus perawat harus menjadi tujuan perawatan versus
penyembuhan. Pada situasi lain yang melibatkan kematian, perawat memiliki tugas legal yang
khusus. Misalnya, perawat memiliki kewajiban hukum untuk menjaga orang yang meninggal secara
bermartabat. Penanganan yang salah untuk orang yang meninggal dapat membahayakan emosional
bagi orang yang selamat. Asuhan keperawatan klien dengan penyakit terminal sangat menuntut dan
menegangkan. Namun demikian, membantu klien menjelang ajal untuk meraih kembali martabatnya
dapat menjadi salah satu penghargaan terbesar keperawatan. Perawat dapat berbagi penderitaan
klien menjelang jal dan mengintervensi dalam cara meningkatkan kualitas hidup. Klien menjelang
ajal harus dirawat dengan respek dan perghatian. Peningkatan Kenyamanan bagi klien menjelang
ajal termasuk pengenalan dan peredaan distres psikobiologis. Perawat memberi berbagai tindakan
penenangan bagi klien sakit terminal. Kontrol nyeri terutama penting karena nyeri mengganggu tidur,
nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis. Higiene personal adalah bagian rutin dari
mempertahankan kenyamann klien dengan penyakit terminal. Klien mungkin pada akhirnya bergantu
ng pada perawat atau keluarganya untuk pemunuhan kebutuhan dasarnya. 1.2Tujuan Tujuan Umum
Meningkatkan ilmu tentang praktek keperawatan terutama penanganan terhadap pasien terminal.
Tujuan Khusus Sebagai salah satu syarat dalam menempuh pendidikan keperawatan professional
dengan menambah wawasan dan pengatahuan tentang salah satu penanganan pasien. 1.3Manfaat
Dapat melaksanakan asuhan keperawatan yang bersifat kuratif paliatif, memperpanjang hidup,
mempersiapkan dalam menghadapi kematian dengan tenang dan bantuan untuk menerima
kehilangan/berduka cita sesuai dengan kebutuhan fisik, psiko-sosial, spiritual dan kultural bagi
pasien/klien dengan sakit terminal beserta keluarganya. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian
Keadaan Terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak ada harapan
lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu
kecelakaan. Kematian adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan
mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan suatu
kehilangan. 2.2 Tahap-tahap Menjelang Ajal Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan/ membagi
tahap-tahap menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu: 1. Menolak/Denial Pada fase ini ,
pasien/klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan menunjukkan reaksi
menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti: Seharusnya tidak terjadi dengan diriku, tidak
salahkah keadaan ini?. Beberapa orang bereaksi pada fase ini dengan menunjukkan keceriaan
yang palsu (biasanya orang akan sedih mengalami keadaan menjelang ajal). 2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah
diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada diri klien, seperti:
Mengapa hal ini terjadi dengan diriku? Kemarahan-Kemarahan tersebut biasanya diekspresikan
kepada obyek-obyek yang dekat dengan klien, seperti:keluarga, teman dan tenaga kesehatan yang
merawatnya. 3. Menawar/bargaining Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien
malahan dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya. Pada
pasien yang sedang dying, keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien berkata: Ya Tuhan,
jangan dulu saya mati dengan segera, sebelum anak saya lulus jadi sarjana. 4.
Kemurungan/Depresi Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara dan mungkin
banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang
sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal. 5. Menerima/Pasrah/Acceptance Pada fase
ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan
hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila kien dapat menyatakan
reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin
bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat, dsbg. 2.3 Tipe-tipe Perjalanan Menjelang
Kematian Ada 4 tipe dari perjalanan proses kematian, yaitu: 1. Kematian yang pasti dengan waktu
yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik. 2. Kematian yang pasti
dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada kondisi penyakit yang kronik. 3. Kematian
yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada pasien dengan operasi
radikal karena adanya kanker. 4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada
pasien dengan sakit kronik dan telah berjalan lama. 2.4 Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian 1.
Kehilangan Tonus Otot, ditandai: a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun. b. Kesulitan
dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan. c. Penurunan kegiatan traktus
gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut kembung, obstipasi, dsbg. d. Penurunan control
spinkter urinari dan rectal. e. Gerakan tubuh yang terbatas. 2. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dalam sensasi. b. Cyanosis pada daerah ekstermitas. c. Kulit dingin, pertama kali
pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung. 3. Perubahan-perubahan dalam tandatanda vital a. Nadi lambat dan lemah. b. Tekanan darah turun. c. Pernafasan cepat, cepat dangkal
dan tidak teratur. 4. Gangguan Sensori a. Penglihatan kabur. b. Gangguan penciuman dan
perabaan. Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang-kadang klien
tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan sensori terakhir yang berfungsi sebelum
meninggal. 2.5 Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal 1. Pupil mata melebar. 2. Tidak mampu untuk
bergerak. 3. Kehilangan reflek. 4. Nadi cepat dan kecil. 5. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok. 6.
Tekanan darah sangat rendah 7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka. 2.6 Tanda-tanda Meninggal
Secara Klinis Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahanperubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly,
menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu: 1. Tidak ada respon terhadap
rangsangan dari luar secara total. 2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan. 3. Tidak
ada reflek. 4. Gambaran mendatar pada EKG. 2.7 Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien
dan Keluarganya Terhadap Kematian Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 tipe: 1.
Closed Awareness/Tidak Mengerti Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak
memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi
perawat hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan
keluarganya. Perawat sering kal dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan
sembuh, kapan pulang, dsbg. 2. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi Pada fase ini
memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi
walaupun merupakan beban yang berat baginya. 3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan
Terbuka Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang
menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan ini
memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat
akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal tersebut. 2.8 Bantuan yang dapat
Diberikan 1. Bantuan Emosional a). Pada Fase Denial Perawat perlu waspada terhadap isyarat
pasien dengan denial dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien
dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya. b). Pada Fase Marah Biasanya pasien akan
merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah. Perawat perlu membantunya
agar mengerti bahwa masih me rupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan
menjelang kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang
dapat dipercaya, memberikan ras aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan
asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman. c). Pada Fase Menawar Pada
fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong pasien untuk dapat
berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal. d). Pada Fase
Depresi Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh
pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang
disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa
aman bagi pasien. e). Pada Fase Penerimaan Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang,
damai. Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima
keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk
menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya. 2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis a).
Kebersihan Diri Kebersihan dilibatkan unjtuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dsbg. b). Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit terminal, seperti
morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang
dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra
Muskular/Subcutan, karena kondisi system sirkulasi sudah menurun. c). Membebaskan Jalan Nafas
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran sekresi lendir
perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi yang
baik adalah posisi sim dengan dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen. d). Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak, seperti: turun dari tempat
tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan
dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah menurun. e). Nutrisi
Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat diberikan annti ametik
untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan
protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu
menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau
Intra Vena/Invus. f). Eliminasi Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi
konstipasi, inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi. Klien
dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganjti
setiap saat atau dilakukan kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum,
apabila terjadi lecet, harus diberikan salep. g). Perubahan Sensori Klien dengan dying, penglihatan
menjadi kabur, klien biasanya menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Klien
masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara
dengan jelas dan tidak berbisik-bisik. 3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial Klien dengan dying
akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat
melakukan: a). Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan klien
dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain. b).
Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi. c). Menjaga
penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu
dengan memberikan klien untuk membersihkan diri dan merapikan mdiri. d). Meminta
saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain dan membawa bukubuku bacaan bagi klien apabila klien mampu membacanya. 4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan
Spiritual a). Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-rencana
klien selanjutnya menjelang kematian. b). Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka
agama dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual. c). Membantu dan mendorong klien untuk
melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas kemampuannya. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1
Pengkajian 1)Riwayat Kesehatan a.Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang penyakit yang
diderita klien pada saat sekarang b. Riwayat kesehatan dahulu Berisi tentang keadaan klien
apakah klien pernah masuk rumah sakit dengan penyakit yang sama c.Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien 2)Head To Toe
Perubahan fisik saat kematian mendekat: 1.Pasien kurang rensponsif. 2.Fungsi tubuh melambat.
3.Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja. 4.Rahang cendrung jatuh. 5.Pernafasan tidak
teratur dan dangkal. 6.Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah. 7.Kulit
pucat. 8.Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya. 3.2 Diagnosa Keperawatan
a)Ansietas/ ketakutan (individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang
tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif
pada pada gaya hidup. b)Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang
dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain. c)Perubahan
proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga,takut akan hasil
( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat perawatan ). d)Resiko terhadap
distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang
pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian. KRITERIA HASIL a)Klien
atau keluarga akan : 1.Mengungkapkan ketakutan yang berhubungan dengan gangguan.
2.Menceritakan pikiran tentang efek gangguan pada fungsi normal , tanggung jawab peran dan
gaya hidup. b)Klien akan : 1.Mengungkapkan kehilangan dan perubahan. 2.Mengungkapkan
perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan. 3.Menyatakan kematian akan terjadi. Anggota
keluarga akan melakukan hal berikut : Mempertahankan hubungan erat yang efektif, yang
dibuktikan dengan cara berikut: a.Menghabiskan waktu bersama klien. b.Memperthankan kasih
sayang , komunikasi terbuka dengan klien. c.Berpartisipasi dalam perawatan. c)Anggota keluarga
atau kerabat terdekat akan: 1. Megungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien.
meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan kematian yang terjadi. 4 Bantu klien mengatakan
dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur. Proses berduka,
proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima. 5
Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidak nyamanan dan
dukungan. Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai tindakan
keperawatan berikut : a. Membantu berdandan. b. Mendukung fungsi kemandirian. c. Memberikan
obat nyeri saat
1982 ). Diagnosa III Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan
takut akan hasil ( kematian ) dan lingkungannya penuh stres ( tempat perawatan ). Anggota kelurga
atau kerabat terdekat akan : 1. Mengungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien.
2. Mengungkapkan kekhawatirannnya mengenai lingkungan tempat perawatan 3.
melaporkan
fungsi keluarga yang adekuat dan kontiniu selama perawatan klien. No Intervensi Rasional 1
Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang empati.
Kontak yang sering dan mengkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat
membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran. 2 Izinkan keluarga klien atau
orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan dan kekawatiran. Saling berbagi
memungkinkan perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian merencanakan
intervensi untuk mengatasinya. 3 Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU Informasi ini dapat
membantu mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidaktakutan. 4 Jelaskan tindakan
keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan dan berikan informasi spesifik tentang
kemajuan klien. 5 Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan perawatan.
Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat meningakatkan interaksi keluarga berkelanjutan. 6
Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber lainnya. Keluarga dengan
masalah-masalah seperti kebutuhan financial , koping yang tidak berhasil atau konflik yang tidak
selesai memerlukan sumber-sumber tambahan untuk membantu mempertahankankan fungsi
keluarga. Diagnosa IV Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari
sistem pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi
ancaman kematian Klien akan mempertahankan praktik spritualnuya yang akan mempengaruhi
penerimaan terhadap ancaman kematian. No Intervensi Rasional 1 Gali apakah klien menginginkan
untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi
kesempatan pada klien untuk melakukannya. Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada doa
atau praktek spiritual lainnya, praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi
sumber kenyamanan dan kekuatan. 2 Ekspesikan pengertian dan penerimaan anda tentang
pentingnya keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien. Menunjukkan sikap tak menilai dapat
membantu mengurangi kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan prakteknya. 3 Berikan
prifasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat dilaksanakan. Privasi dan
ketenangan memberikan lingkungan yang memudahkan refresi dan perenungan. 4 Bila anda
menginginkan tawarkan untuk berdoa bersama klien lainnya atau membaca buku keagamaan.
Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien dapat
membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya. 5 Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin
religius atau rohaniwan rumah sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan
( kapel dan injil RS ). Tindakan ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan
mempraktikkan ritual yang penting ( Carson 1989 ). 3.4 Implementasi Diagnosa I 1. Membantu
klien untuk mengurangi ansientasnya : a.
dengan pengobotannya. d.
tingkat ansientas klien. Merencanakan penyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang.
3. Mendorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan atau pikiran mereka.
4. Memberikan klien dan keluarga dengan kepastian dan penguatan prilaku koping positif.
5. Memberikan dorongan pada klien untuk menggunakan teknik relaksasi seperti paduan imajines
dan pernafasan relaksasi. Diagnosa II 1. Memberikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, diskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi dari
kehilangan.Jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan sehat. 2. Memberikan
dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti memberikan keberhasilan pada masa
lalu. 3.Memberikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut dari yang positif.
4.Membantu klien menyatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan
dengan jujur. Meningkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan
ketidaknyamanan dan dukungan. Diagnosa III 1.Meluangkan waktu bersama keluarga/orang
terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang empati. 2.Mengizinkan keluarga klien/orang terdekat
untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan dan kekhawatiran. 3.Menjelaskan akan lingkungan dan
peralatan itu. 4.Menjelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan dan
memberikan informasi spesifik tentang kemajuan klien. 5.Menganjurkan untuk sering berkunjung
dan berpartisipasi dalam tindakan keperawatan. 6.Mengkonsul atau memberikan rujukan ke sumber
komunitas dan sumber lainnya. Diagnosa IV 1.Menggali apakah klien menginginkan untuk
melaksanakan praktik atau ritual keagamaan atau spiritual yang diizinkan bila ia memberikan
kesempatan pada klien untuk melakukannya. 2.Mengekpresikan pengertian dan penerimaan anda
tentang pentingnya keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien. 3.Memberikan privasi dan
ketenangan untuk ritual, spiritual sesuai kebutuhan klien dan dapat dilaksanakan. 4.Menawarkan
untuk menghubungi religius atau rohaniwan rumah sakit untuk mengatur kunjungan menjelaskan
ketersediaan pelayanan misalnya : alquran dan ulama bagi yang beragama islam 3.5 Evaluasi a).
Klien 1.Klien merasa nyaman (bebas dari rasa sakit) dan mengekpresikan perasaannya pada
perawat. 2.Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan. 3.Klien selalu ingat kepada Allah
dan selalu bertawakkal dan klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Allah SWT akan kembali
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/detra18/kebutuhan-dasar-manusia-iikonsep-dan-asuhan-keperawatan-pada-pasien-terminal-dan-menjelangajal_552bc1ae6ea834027a8b4616