Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Apendisitis akut atau radang appendiks akut merupakan kasus infeksi intra abdominal

yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada negara berkembang jumlahnya
lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern
(perkotaan), bila dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi serat.
Appendiksitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan
usia dibawah 40 tahun, khususnya antara 8 sampai 14 tahun, sangat jarang terjadi pada usia
dibawah 2 tahun.
Sampai saat ini, diagnosis pasti untuk appendiksitis masih susah untuk ditegakkan karena
gejalanya yang sangat umum sehingga diagnosa bandingnya menjadi sangat luas. Sejak tahun
1960, angka kematian pada penderita appendiksitis yang dilakukan appendiktomi telah menurun
tajam. Hal ini disebabkan oleh diagosa yang tepat secara dini, persiapan pre operasi dan anastesi
yang lebih baik.
1.2

MANFAAT DAN TUJUAN


Melatih dokter muda sebagai calon dokter agar nantinya dapat mendiagnosa secara dini

kasus-kasus appendiksitis berdasar anamnesa, gejala klinik, pemeriksaan fisik dan penunjang,
serta mampu melakukan appendiktomi jika diperlukan.

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1

Anatomi
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, yang panjangnya kira kira 10 cm,

berkisar antara 3-15 cm dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi penyebab redahnya
insiden appendiksitis pad usia bayi. Pada 65% kasus, appendiks biasanya terletak di
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya
tergantung pada panjang mesoappendiks penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, appendiks terletak di retroperitoneal, yaitu dibelakang kolon
assendens atau di tepi lateral kolon assendens. Gejala klinis appendiksitis ditentukan oleh letak
appendiks.
Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.appendikularis. sedangkan persyarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. oleh
karena itu, nyeri viseral pada appendiksitis bermula di umbilicus.
Perdarahan appendiks berasal dari arteri appendikularis (cabang dari arteri colica dextra).
yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada
infeksi, appendik akan mengalami gangren.

2.2

Definisi
Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat

awam adalah kurang tepat, karena usus buntu yang sebenarnya adalah caecum. Organ yang tidak
diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Appendisitis adalah proses
keradangan akut pada appendiks. Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.
2.3

Epidemiologi
Insidens appendisitis akut di negara maju lebih daripada di negara berkembang.

Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari 1 tahun jarang
dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens
pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada usia 20-30 tahun, insiden lelaki
lebih tinggi.
2.4

Etiologi
Etiologi appendisitis akut merupakan infeksi bacteria. Berbagai hal berperan sebagai

proses pencetusnya. Sumbatan lumen appendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor

pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor appendiks dan cacing ascaris dapat
pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendicitis ialah
erosi mukosa appendiks karena parasit seperti Entamoeba histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya
pertumbuhan flora normal pada kolon.

Konstipasi

Katup ileosekal kompeten

Flora kuman kolon meningkat

Tekanan di dalam caecum tinggi


Appendisitis mukosa

Erosi selaput lendir


(Entamoeba hystolitica))

Pengosongan isi appendiks


terhambat

Appendisitis komplit

2.5

Patologi
Patologi appendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh dinding

appendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses
radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga ternetuk
massa periappendikuler, yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate appendiks.
Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika

tidak terbentuk abses, appendicitis akan sembuh dan massa periappendikuler akan menjadi
tenang dan mengurai secara lambat.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk
jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini
dapat menimbulkan keluhan berulang di peut kanan bawah. Pada suatu ketika appendiks dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
2.6

Patofisiologi
Ada 2 hipotesa yang diajukan :
a. Adanya kotoran (tinja-fekalit), biji-bijian lain yang terperangkap dalam lumen dan
kemudian menimbulkan keradangan (obstruksi appendikuler).
b. Hematogen dari proses infeksi di luar appendiks (tampak serosa lebih merah daripada
mukosa).
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh hyperplasia

folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau
neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendik mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut
akan menghambat aliran limfe yang menyebabkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi appendiksitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah abdomen kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan appendiksitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendik yang diikuti
gangrene. Stadium ini disebut dengan appendiksiti gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu
pecah, maka akan terjadi appendiksitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah appendik hingga timbul suatu massa local yang disebut Periappendikuler
infiltrate. Peradangan appendik tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan appendik lebih panjang, dinding
appendik lebih tipis. Keadaan tersebut dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.
Selain penyumbatan luman, appendiksitis bisa juga disebabkan invasi/penyebaran
bacterial secara hematogen dan fokal infeksi ditempat lain (jarang).
2.7

Gejala Klinis
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak

appendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Gejala klasik appendisitis akut ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke
kanan bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan tersebut dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi, bila terdapat perangsangan
peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
Bila letak appendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh caecum,
tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa

nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat berjalan karena kontraksi musculus
psoas major yang menegang dari sisi dorsal.
Appendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan
tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltic meningkat, pengosongan rectum akan
menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika appendiks tersebut menempel di kandung kemih,
dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya. Pada beberapa
keadaan, appendisitis agak sulit ditegakkan sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi
komplikasi.
2.8

Pemeriksaan Fisik
Klinis didapatkan gejala-gejala rangsangan peritoneum dengan pusat di daerah

McBurney. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5C-38,5C. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksillar dan rectal sampai 1C.
Pada inspeksi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa
atau abses periappendikuler.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region illiaca kanan, bisa disertai nyeri
lepas (Rebound phenomen). Defans muskuler menujukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut
kiri bawah, akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut rovsing sign.
Pada auskultasi, peristaltik usus sering normal. Peristaltik usus dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri, bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari
telunjuk, misalnya pada appendisitis pelvika. Pada appendisitis pelvika, tanda perut sering

meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur, nyeri
pada jam 10.00-11.00.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan
untuk mengetahui letak appendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan
ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di musculus psoas major, tindakan tersebut
akan menimbulkan nyeri.
Uji obturator digunakan untuk melihat apakah appendiks yang meradang kontak dengan
musculus obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada appendicitis
pelvika. Gejala dan tanda-tanda tersebut di atas, tidak semua akan positif.
2.9

Diagnosis
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis appendisitis

akut masih mungkin salah pada sekitar 15%-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering pada
perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama
yang masih muda sering timbul gangguan yang mirip appendisitis akut. Untuk menurunkan
angka kesalahan diagnosis appendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan
observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam.
Pemeriksaan jumlah leukosit dapat membantu menegakkan diagnosis appendisitis akut.
Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi. Sedimen
urine perlu untuk menyingkirkan kelainan dari ureter.

Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi bisa meningkatkan akurasi


diagnosis. Pada foto polos abdomen menunjukkan adanya udara di daerah caecum dan ileum
distal (tidak mutlak dibuat kecuali untuk menyingkirkan kelainan ureter, misalnya batu ureter).
2.10

Diagnosis Banding
a. Golongan gastroenteritis
Pada gastroenteritis biasanya dimulai dengan mual dan muntah, baru disusul dengan rasa
sakit. Sebaiknya pada appendicitis akut dimulai dari sakit dan disusul dengan mual dan
muntah.
1. Limfadenitis mesenterik : jarang dan biasanya dijumpai pada anak-anak dan dewasa
muda.
2. Entero-kolitis : biasanya kronis. Ada faktor psikosomatik.
3. Ileitis terminalis : jarang dijumpai di Asia. Radiologis menunjukkan gambaran sarang
lebah (penyakit crohn).

b. Kelainan organ-organ pelvis wanita


1. Pecahnya folikel ovarium yang terjadi pada pertenahan siklus menstruasi.
2. Keradangan : salphingitis. Lokalisasi nyeri lebih rendah dan pada RT/VT didapatkan
nyeri pada genetalia interna.
3. Torsi kista ovarium
4. KET : amenore, cairan bebas dalam rongga peritoneum dan anemia.

c. Kelainan saluran air kemih


1. Batu ginjal/ ureter : nyeri kolik, terutama pinggang. Sedimen urin menunjukkan
kelainan dan pada BOF tampak batu radio opak.

2. Pielonefrits : piuria dan gejala sepsis


d. Kelainan-kelainan lain di dalam abdomen
1. Tukak peptic
2. Kolistitis
3. Pancreatitis
4. Divertikulitis
5. Perforasi karsinoma kolon
e. Penyakit-penyakit di luar abdomen
1. pneumonia
2. pleuriitis
3. infark miokard
2.11

Komplikasi
Dengan terapi medikamentosa appendiksitis akut sebagian dapat sembuh, tetapi jika tidak
diterapi dengan benar dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi antara lain:
1. Appendiksitis Perforata
Merupakan komplikasi appendicitis akut yang paling sering. Terutama pada orang
tua dan anak-anak karena keterlambatan diagnosa. Menyebabkan terjadinya
peritonitis generalisata yang ditandai dengan nyeri akut abdomen, demam tinggi,
nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltic usus menuru sampai
menghilang karena ileus paralitik. Penanganan dilakukan cito laparotomi.
2. Infiltrat periappendikuler
Gejala klinisnya teraba massa periappendikuler, rasa sakit di region iliaca dextra,
subfebril, tidak didapatkan fluktuasi. Penanganan dengan bed rest dulu, pasien diberi
antibiotic kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah
keadaan tenang yaitu sekitar 6-8 minggu, dilakukan appendektomi.
3. Abses periappendikuler

Gejala klinisnya teraba massa periappendikuler rasa sakit di region iliaca dextra,
didapatkan fluktuasi dan biasanya pasien demam. Penanganan dengan drainage atau
dilakukan appendiktomi setelah keadaan pasien tenang.
4. Appendiksitis kronika
Ditandai dengan nyeri abdomen kronik (berlangsung terus menerus) di daerah fossa
iliaca dextra, tetapi tidak terlalu parah dan bersifat continue dan intermitten, nyeri ini
terjadi lumen appendik mengalami parsial obstruksi. Pada obstruksi tertentu dapat
timbul keradangan akut seperti halnya appendiksitis akut yang dikenal sebagai
appendiksitis kronika exaserbasi akut. Penangannya adalah dengan operasi
( appendektomi ).
2.12

Terapi
Prinsip terapi appendiksitis akut adalah Operasi Appendektomi atau disebut juga

Appendikektomi, yaitu suatu tindakan pembedahan membuang appendik vermiformis.


Indikasi:
Appendiksitis akut
Infiltrate periappendikuler ( stadium tenang )
Appendiksitis kronik dengan eksaserbasi akut
Appendiksitis kronik yang mengganggu
Persiapan pembedahan
- Penderita di puasakan sedikitnya 4-6 jam sebelum operasi
- Infuse arutan garam fisiologis arau Ringer Lactat
- Pemberian antibiotik spectrum luas. Bila dalam operasi di temukan appendik yang
sudah mengalami perforasi, maka langsung di buar pembiakan kuman dan tes

kepekaan antibiotic
- Pemasangan kateter (atas indikasi tertentu)
- Pemberian premedikasi anastesi
- Mempersiapkan lapangan pembedahan dengan mencuci bila perlu cukur
Tekhnik pembedahan
Penderita ditidurkan dalam posisi terlentang dan operator berdiri di sisi kanan penderita.
a. Desinfeksi
Lapangan operasi disinfeksi dengan bahan iodium 3% dan alcohol 70% atau denga
betadine 10%. Kemudian lapangan pembedahan ditutup dengan duk steril.
b. Membuka dinding perut

Buat irisan Gridiron yaitu irisan kulit dengan arah oblique melalui titik
Mc.Burney tegak lurus garis SIAS dan umbilicus. Irisan diperdalam dengan
memotong lemak dan sampai tampak apponeurosis m.Obigus abdominis
externus (MOE).
MOE di buka sedikit dengan scapel searah searah seratnya kemudian di perlebar
ke lateral dan medial dengan pertolongan pinset anatomi.. Wound haak tumpul di
pasang di bawah MOE. Tampak di bawah tampak di bawah MOE ada MOI
Muskulus obliges abdominis internus (MOI) dan (otot dibawahnya)
m.Transversus abdominis di buka secara tumpul dengan gunting atau klem arteri
bengkok searah dengan seratnya sampai tampak lemak preperitonial . dengan
alat Langenbeck otot otot tsb dipisahkan searah dengan serat. Haak di pasang
di bawah Muskulus transverses abdominis.
Preperitoneal fat di singkirkan dan peritoneum yang berwarna putih mengkilap
di pegang dengan 2 pinset chirurgis kemudian di buka dengan gunting.kemudian
perhatikan apa yang keluar : pus, udara, atau cairan lainnya (darah, feses dll).
Peritoneum diperlebar dengan guntingatau scapel dengan melindungi usus atau
organ lainnya di bawah peritoneum dengan 2 jari atau sonde Kocher. Arah irisan
peritoneum sesuai dengan arah irisan kulit. Wound haak di letakkan di bawah
peritoneum.
c. Melakukan appendektomi
Sekum di cari kemudian di pegang dengan pinset tumpul. Setelah itu dengan
kasa steril basah, caecum dipegang oleh asisten dengan ibu jari berada di atas.
Dengan memakai kasa steril basah, caecum dikeluarkan secara hati-hati hingga
tampak appendiks.
Mesoappendik pada ujung appendik di pegang dengan klem kocher kemudian
mesoappendik di potong dan di ligasi sampai basis appendik dengan benang

sutera 3/0. Pangkal appendik di crush dengan klem kocher dan bekas crush di
ikat dengan catgut chromic no.1.
Dibuat jahitan tabakzaaknaad (kantong tembakau) atau pursestring pada serosa
sekitar pangkal appendik dengan benang sutera 3/0.
Distal dari ikatan tersebut, di klem kocher. Potong appendik dengan scapel yang
telah di olesi iodium di antara klem kocher dengan ikatan.
Sisa appendik (appendik stump) ditanam di dalam dinding saecum dengan
bantuan pinset anatomis, kemudian jahitan tabakzaaknaad di eratkan.
Buat jahitan penguat di atasnya. Setelah itu tidak ada perdarahan, caecum
dimasukkan kembali ke dalam rongga peritoneum
d. Penutupan luka operasi
Peritoneum di tutup dengan jahitan jelujur festoon dengan catgut plain 1/0
MOI dan m.transversus abdominisdi jahit secara simpul dengan catgut chromic
1/0 secara simpul, begitu juga dengan apponeurosis MOE.
Lemak di tutup dengan catgut plain 3/0 secara simpul dan kulit di jahit dengan
benang sutera 2/0 atau 3/0 secara simpul.
e. Appendektomi secara retrograde
Apabila ujung appendik melekat ke dalam dan sukar di cari maka appendektomi
dilakukan secara retrograde, yaitu appendektomi dimulai dari pangkal appendik.
Mencari pangkal appendik yaitu pertemuan antara 3 taenia coli dari caecum.
Dengan mempergunakan kromme klem (klem bengkok). pangkal appendik
dipisahkan dari caecum. Kemudian ikat pangkal appendik dengan catgut
chromic setelah dilakukan chrushing.
Distal dari ikatan tersebut, di klem kocher. Potong appendik dengan scapel
yang telah diolesi iodium di antara klem kocher dengan ikatan.
Pangkal appendik di tanam dalam caecum dengan jahitan tabakzaaknaad.
Kemudian appendik dibebaskan kea rah distal dengan hati-hati terutama saat
memotong mesoappendik.
Jika saat operasi ternyata appendik tidak dalam keadaan meradang maka harus
dilakukan eksplorasi untuk mencari kelainan atau penyakit lain sebagai penyebab
gejala klinis, diantaranya adalah:

1. Adakah keradangan pada divertikel meckel yang dapat diketaui dengan


mengeluarkan ileum sepanjang 1 meter dari ileocaecaljunction.
2. Ileum terminal, kemungkinan adanya ileitis terminalis atau perforasi
ileum karena tifus abdominalis.
3. Keadaan genetalia interna (adnexitis, ovarial abses,dll ).
4. Adakah keainan pada caecum dapat berupa keradangan atau diverticulitis.
5. Adakah perforasi duodenum, lambung atau kantong empedu yang tampak

sebagai warna cairan berwarna hijau di rongga perut atas.


Penyulit appendiktomi
a. Durante Operasi
Perdarahan intra peritoneal yaitu dari a.appendikularis atau dari omentum.
Perdarahan pada dinding perut dari otot-otot.
Adanya robekan dari caecum atau usus lain.
b. Pasca Bedah Dini
Perdarahan
Infeksi dinding perut
Hematom dinding perut
Paralitik ileus
Peritonitis
Fistel usus
Abses dalam rongga peritoneum
c. Pasca Bedah Lanjut
Streng ileus oleh karena adanya band
Hernia sikatrikalis
Perawatan pasca bedah
Pada hari operasi penderita diberi infuse menurut kebutuhan sehari kurang lebih 2

sampai 3 liter cairan RL dan dextrose.


Mobilisasi secepatnya setelah pasien sadar dengan menggerakkan kaki flexi dan

exstensi, miring ke kiri dan ke kanan bergantian dan duduk.


Pemeberian makanan peroral dimulai dengan memberi minum sedikitnya (50cc) tiap

jam bila sudah ada aktivitas usus yaitu flatus dan bising usus.
Bila pemberian minuman bebas perut tidak kembung maka makanan peroral.
Jahitan diangkat pada hari kelima sampai dengan hari ke tujuh pasca bedah.

Vous aimerez peut-être aussi