Vous êtes sur la page 1sur 21

ABSORBSI

I.

TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan penurunan tekanan didalam kolom absorbsi.
Menentukan kelarutan CO2, didalam air.

II.

PERINCIAN KERJA
1. Menentukan penurunan tekanan dalam kolom isian kering dengan variasi laju alir
udara
2. Menentukan penurunan tekanan dalam kolom isian basah dengan variasi laju alir
udara
3. Menentukan konsentrasi CO2, yang tidak diserap dalam alat HEMPL
4. Menentukan kadar CO2, didalam air dengan cara titrasi.

III.

ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan
Seperangkat alat absorbsi dengan kolom isian
Gelas kimia
Erlenmeyer asah
Buret labu semprot
Gelas ukur
Pipet skala
Bola isap
Bahan yang digunakan
Indikator pp
NaOH 0,01 N
Aquades
Gas CO2
REAKSI :- CO2
- H2CO3

IV.

DASAR TEORI

+
+

H2O
NaOH

H2CO3
Na2CO3 + H2O

A. Definisi dan Prinsip Dasar Absorbsi

Gambar 1. Kolom absorber


Absorpsi merupakan proses yang terjadi ketika suatu komponen gas (absorbat)
berdifusi ke dalam cairan (absorben) dan membentuk suatu larutan. Prinsip dasar dari
absorpsi adalah memanfaatkan besarnya difusivitas molekul-molekul gas pada larutan
tertentu dan dapat dilakukan pada gas-gas atau cairan yang relatif berkonsentrasi rendah
maupun yang berkonsentrasi tinggi (konsentrat). Bila campuran gas dikontakkan
dengan cairan yang mampu melarutkan salah satu komponen dalam gas tersebut dan
keduanya dikontakkan dalam jangka waktu yang cukup alam pada suhu tetap, maka
akan terjadi suatu kesetimbangan dimana tidak terdapat lagi perpindahan massa.
Driving force dalam perpindahan massa ini adalah tingkat konsentrasi gas terlarut
(tekanan parsial) dalam total gas melebihi konsentrasi kesetimbangan dengan cairan
pada setiap waktu.
Prinsip Absorbsi :
Udara yang mengandung komponen terlarut (misalnya CO2) dialirkan ke dalam
kolom pada bagian bawah. Dari atas dialirkan alir. Pada saat udara dan air bertemu
dalam kolom isian, akan terjadi perpindahan massa. Dengan menganggap udara tidak
larut dalam air (sangat sedikit larut),maka hanya gas CO2 saja yang berpindah ke dalam
fase air (terserap). Semakin ke bawah, aliran air semakin kaya CO2. Semakin ke atas
,aliran udara semakin miskin CO2.
Operasi absorpsi dapat digambarkan secara skematik sebagai berikut :

Keterangan :
G = laju alir udara bebas CO2
Y1 = rasio laju alir CO2 terhadp udara pada aliran gas
keluar
Yn+1 = rasio laju alir CO2 terhadap udara pada aliran gas
masuk
L = laju alir air bebas CO2
X0 = rasio laju alir CO2 terhadap udara pada aliran air
masuk
Xn

rasio

laju

alir

CO2

terhadap

udara

pada

aliran

air

keluar

Gambar 1.Skema proses Absorpsi.


Tabel 1. Perbedaan distilasi, absorpsi, ekstraksi, dan leaching
Berdasarkan interaksi antara absorbent dan absorbate, absorpsi dibedakan menjadi:

Absorpsi Fisika
komponen yang diserap pada absorpsi ini memiliki

kelarutan yang lebih tinggi

(dibanding komponen gas lain) dengan pelarut (absorben) tanpa melibatkan reaksi
kimia.
Contoh: Absorpsi menggunakan pelarut shell sulfinol, SelexolTM, RectisolTM (LURGI),
flour solvent (propylene carbonate).

Absorpsi Kimia
melibatkan reaksi kimia saat absorben dan absorbat berinteraksi. Reaksi yang terjadi
dapat mempercepat laju absorpsi, serta meningkatkan kapasitas pelarut untuk
melarutkan komponen terlarut.
Contoh: Absorpsi yang menggunakan pelarut MEA, DEA, MDEA, Benfield Process
(Kalium Karbonat).

B. Faktor yang Mempengaruhi Laju Absorpsi


Luas pemukaan kontak
Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju absorpsi yang
terjadi juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan, permukaan kontak yang
semakin luas akan meningkatkan peluang gas untuk berdifusi ke pelarut.

Laju alir fluida


Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas dengan pelarut
akan semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan jumlah gas yang berdifusi.

Konsentrasi gas
Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses difusi yang
terjadi antar dua fluida.

Tekanan operasi
Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.

Temperatur komponen terlarut dan pelarut


Temperatur pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi.

Kelembaban Gas
Kelembaban yang tinggi akan membatasi kapasitas gas untuk mengambil kalor
laten, hal ini tidak disenangi dalam proses absorpsi. Dengan demikian, proses
dehumidification gas sebelum masuk ke dalam kolom absorber sangat dianjurkan.
C. Jenis-jenis Kolom Absorber

Sieve tray
Pada kolom absorber jenis ini uap akan mengalir ke atas melalui lubang-lubang
berukuran diameter 3-12 mm dan melalui cairan absorben yang mengalir. Luas
penguapan atau lubang-lubang ini biasanya sekitar 5-15% luas tray. Dengan mengatur
energi kinetika dari gas-gas dan uap yang mengalir melalui lubang ini, maka dapat
diupayakan agar cairan tidak jatuh mengalir melalui lubang-lubang tersebut.
Kedalaman cairan pada tray dipertahankan dengan overflow pada tanggul (outlet
weir).

Valve tray
Menara valve tray adalah bentuk modifikasi dari bentuk menara sieve tray dengan
penambahan katup-katup (valves) untuk mencegah kebocoran atau mengalirnya cairan
ke bawah pada saat tekanan uap rendah. Oleh karena itu, valve tray menjadi sedikit
lebih mahal daripada sieve tray. Kelebihan valve tray adalah memilliki rentang
operasi laju alir yang lebih lebar daripada sieve tray.
Spray tower
Menara jenis ini memiliki tingkat efisiensi yang rendah.

Bubble-cap tray
Jenis ini telah dipakai lebih dari 100 tahun lalu, namun penggunaannya mulai
digantikan oleh jenis valve tray sejak tahun 1950. Alasan utama berkurangnya
pemakaian bubble-cap tray adalah alasan ketidakekonomisan.

Packed Bed
Menara absorpsi ini paling banyak digunakan karena luas permukaan kontak dengan
gas yang cukup besar.
Sementara itu, aliran fluida dalam kolom absorber dapat dibedakan menjadi tiga jenis,
yaitu:

Cross-flow
Counter-current
Co-current

Gambar Aliran a) Cross-flow dan b) Countercurrent dalam Plate Column

D. Neraca Massa Absorbsi


Untuk memahami persamaan neraca massa yang berlaku pada kolom absorber,
perhatikan gambar berikut:

Gambar. Diagram neraca massa untuk packed column

Neraca massa
Pada menara absorpsi akan terjadi variasi komposisi secara kontinu dari suatu stage ke
stage lain diatasnya.
Neraca massa bagian atas kolom
Neraca massa total

La + V = L + Va

(1)

Neraca massa komponen A

Laxa + Vy = Lx + Vaya(2)

Neraca massa total

La + Vb = Lb + Va (3)

Neraca massa komponen A

Laxa + Vbyb = Lbxb + Vaya (4)

Persamaan garis operasinya

Neraca massa keseluruhan

5)

Ket:
V= laju alir molal fasa gas dan L adalah fasa liquid pada titik yang sama di menara.
E. Koefisien Transfer Massa Gas Menyeluruh
Koefisien transfer massa gas menyeluruh (Overall Mass Transfer Coefficient, gas
concentration) merupakan parameter yang erat kaitannya dengan laju difusi atau
perpindahan massa gas ke liquid. Semakin besar nilai koefisien, semakin besar pula laju
difusi gas. Persamaan yang digunakan untuk menentukan KOG adalah sebagai berikut:

(6)

Ket:
KO

= koefisien transfer massa gas menyeluruh

(gr.mol/atm.m2.sekon)

Ga

= jumlah gas terlarut dalam liquid

= luas spesifik (440 m2/m3)

A
H

= volume kolom

Pi

= Fraksi mol inlet

Po

= Fraksi mol outlet

tekanan total
tekanan total

Persamaan diatas menunjukkan bahwa semakin besar nilai koefisien transfer massa
gas, maka jumlah gas yang terlarut dalam liquid akan lebih banyak. Selain itu,
persamaan tersebut menunjukkan adanya pengaruh tekanan kolom dalam menentukan
nilai koefisien transfer massa gas. Hal ini karena pengaruh adanya isian pada kolom
yang menyebabkan pressure drop yang selalu harus diperhitungkan dalam kolom isian.
Semakin besar pressure drop maka perpindahan massa gas ke liquid akan semakin
kecil.
F. Laju Absorpsi

Gambar. Lokasi komposisi antar-muka (interface)


Laju absorpsi dapat diketahui dengan menggunakan koefisien individual atau
koefisien keseluruhan berdasarkan pada fasa gas atau liquid. Koefisien volumetrik biasa

digunakan pada banyak perhitungan, karena akan lebih sulit untuk menentukan
koefisien per unit area dan karena tujuan dari perhitungan desain secara umum adalah
untuk menentukan volume absorber total.
Laju absorpsi per unit volume packed column ditunjukkan dalam beberapa
persamaan dimana x dan y adalah fraksi mol komponen yang diabsorp :
r = kya (y yi) (7)
r = kxa (xi x)(8)
r = Kya (y y*)(9)
r = Kxa (x* x)(10)
Komposisi antar-muka (yi,xi) dapat diperoleh dari diagram garis operasi
menggunakan persamaan (7) dan (8) :

(11)
Driving force keseluruhan dapat dengan mudah ditentukan sebagai garis vertikal
atau horizontal pada diagram x-y. Koefisien keseluruhan diperoleh dari kya dan kxa
menggunakan slope lokal kurva kesetimbangan m.

(12)

(13)
G. Faktor Pemilihan Solven
Terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan solven, terutama
faktor fisik :

Kelarutan gas
Kelarutan gas yang tinggi akan meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan
kuantitas solven yang diperlukan. solven yang memiliki sifat yang sama dengan bahan
terlarut akan mudah dilarutkan. Jika gas larut dengan baik dalam frkasi mol yang
sama pada beberapa jenis solven, maka harus dipilih solven yang memiliki berat
molekul terkecil. Sehingga akan diperoleh fraksi mol gas terlarut lebih besar. Jika

terjadi reaksi kimia dalam absorpsi, maka kelarutan akan sangat besar. Namun jika
pelarut akan diregenerasi, maka reaksi tersebut harus reversible.

Volatilitas
Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah karena jika gas yang meninggalkan
kolom absorpsi jenuh dengan pelarut, maka akan ada banyak solven yang terbuang.
Bila diperlukan, dapat digunakan cairan pelarut kedua, yaitu pelarut yang
volatilitasnya lebih rendah untuk menangkap porsi gas yang teruapkan.

Korosivitas
Material bangunan menara absorpsi sebisa mungkin tidak dipengaruhi oleh sifat
solven. Solven atau pelarut yang korosif dapat merusak menara, sehingga diperlukan
material menara yang mahal atau tidak mudah dijumpai.

Viskositas
Viskositas pelarut yang sangat rendah amat disukai karena memungkinkan laju
absorpsi yang tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam kolom, pressure drop
yang kecil, dan sifat perpindahan panas yang baik.

V.

PROSEDUR KERJA
a) Menentukan penurunan tekanan aliran gas
-

Mengeringkan kolom dan isinya dengan jalan mengalirkan udara


kedalam kolom lewat bagian bawah sehingga semua airnya keluar.

-Mengalirkan air dengan laju 0 L/menit


-Mengalirkan uadara dengan laju alir udara 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120, dan 130
L/menit Mencatat penurunan tekanan yang terjadi.
-Mengulangi langkah diatas dengan memvariasi laju alir air yaitu: 2 L/Menit dan 3
L/Menit

b) Menentukan kadar CO2

Mengalirkan air dengan laju 2,5 L/Menit


Mengalirkan udara dengan laju 70 L/Menit
Mengalirkan CO2 dengan laju 2 L/Menit
Mencatat perubahan tekanan setiap 20 menit hingga menit ke 60.

Mengambil masing masing 20ml sampel masuk dan keluar ke dalam


erlenmeyer setiap 20 menit. Dilakukan secara duplo.

Menambah indikator PP sebanyak 2-3 tetes

Dititrasi dengan NaOH 0.01 N

Mencatat volume NaOH 0,01 N yang digunakan

Mengulangi percobaan diatas dengan mengubah laju alir air = 3


L/Menit, laju alir udara = 70 L/Menit, dan laju alir CO2 = 2 L/Menit.

VI.

DATA PENGAMATAN

Data Kalibrasi
Penentuan Penurunan Tekanan (Kololm kering)
Q air = 0 L/menit
No

Q udara (L/menit)

P (cmH2O)

50

13

60

14

70

15

4
5
6
7

80
90
100
110

16
17
19
20

Penentuan Penurunan Tekanan (kolom basah )


Q air = 2 L/menit
No

Q udara (L/menit)

P (cmH2O)

50

19

60

22

70

26

80

90

37

100

41

110

30

43

Q udara (F2)= 70 L/menit, Q air (F1) = 2,7 L/menit, Q CO2 (F3) = 2 L/menit

Q
Volume
N
o.

t(meni
t)

V1(m
l)

V2(m
l)

Masuk
V
s I I
I

Keluar

Vp
rata-rata

V
s

Vp
I

II

ratarata

10

0.33

2
0

0 0

0.2

2
0

0.
2

0.2

27

20

10

0.31

2
0

1 1

0.5

2
0

0.
6

0.55

66

40

10

0.28

1 1

0.75

0.

0.9

80

0
4

60

10

0.24

2
0

0
1 1

2
0

0.9

9
0,
9

1.
2

1.2

84

Q udara (F2 )= 70 L/menit, Q air (F1)= 3 L/menit, Q CO2 (F3)= 2 L/menit


Volume
No
.

VII.

t(menit
)

V1(ml
)

V2(ml
)

V
s

Masuk

Keluar

Vp

Vp

I
I

rata-rata

V
s

II

ratarata

10

0.29

20 0 0

0.3

20 0

0.
3

0.3

108

20

10

0.28

20 1 1

0.55

20 1

0.
7

0.7

115

40

10

0.25

20 1 1

0.95

20 1

1.
2

1.15

126

60

10

0.22

20 1 1

1.15

20 2

1.
5

1.5

129

PERHITUNGAN

Penentuan Penurunan Tekanan (Kololm kering)


Q air = 0 L/menit

No.

Log Q udara

Log DP

1.69897

1.113943

1.778151

1.146128

1.845098

1.176091

1.90309

1.20412

1.954243

1.230449

1.278754

2.041393

1.30103

Penentuan Penurunan Tekanan (kolom basah )


Q air = 2 L/menit

No

Log Q

1.69897

2
3
4
5
6
7

Log P
1.27875

1.77815

4
1.34242

1
1.84509

3
1.41497

3
1.47712

1.90309
1.95424
3
2

1
1.56820
2
1.61278

2.04139

4
1.63346

Grafik Hubungan Log Q Vs Log P (kolom kering) Qair= 0 L/menit terlampir


dibelakang
Grafik Hubungan Log Q Vs Log P (kolom basah) Qair = 2 L/menit terlampir
dibelakang

Untuk data II

CO2 Yang Terserap

Yo = V2 / V1
= 0,31 ml/ 10 ml
= 0,031
Pt = 66 cmH2O = 660 mmH2O

=
= 0,063854489 atm
Pi = Yi . Pt
= 0,032 x 0,063854489 atm
= 0.002201879 atm
Po = Yo . Pt
= 0,031 x 0,063854489 atm
= 0.001979489 atm
CO2 yang diserap dalam kolom (Fa)

Fa

= 0.260577915 L/menit

= 0.0000008798 g.mol CO2 terabsorpsi/menit

= 0,004 m2

Kog

= 0.0001709545851g.mol/m2 menit

Dengan menggunakan cara yang sama maka di peroleh data sebagai berikut:

Tabel nilai Yi, Yo, Pt, Pi, Po, Fa, N, Kog pada Qair= 2,5 L/menit

Tabel nilai Yi, Yo, Pt, Pi, Po, Fa, N, Kog pada Qair= 3 L/menit

Total CO2 yang diserap


Untuk data II t = 20 menit
= Fa x t
= 0.260577915 L/menit x 20 menit
= 5.211558308 L
Dengan menggunakan cara yang sama maka di peroleh data sebagai berikut:
Qair= 2,5 L/menit
Fa

Waktu

Total CO2
terabsorpsi

(L/menit)

(menit)

(L)

0.11116856
0.2605779
2
0.4835390
9
0.7786885
2

20

5.211558308

40

19.34156379

60

46.72131148

3 L/menit
Fa

Waktu

Total CO2
terabsorpsi

(L/menit)

(menit)

(L)

20

19.67078189

40

48.20512821

60

85.52147239

0.9093717
8
0.9835390
9
1.2051282
1
1.4253578

Penentuan Nilai Co (Masuk) dan Cd (Keluar)


Untuk Q udara (F2)= 70 L/menit, Q air (F1) = 2,5 L/menit, Q CO2 (F3) = 2 L/menit
V1 . C1
Co atau Cd =
V2
Umpan Masuk (Co)
Untuk t = 20 menit
0,5 ml . 0,01 N
Co =
20 ml
= 0,00025 N
Umpan Keluar (Cd)
Untuk t = 20 menit
0,55 ml . 0,01 N
Cd =
20 ml
= 0.000275 N
CO2 diabsorpsi = Cd-Co
= (0.000275 0,00025) N
= 0.000025 N

Dengan menggunakan cara yang sama maka di peroleh data sebagai berikut:
Tabel nilai Co, Cd dan C yang terabsorpsi
Waktu (menit)
0
20

CO (Masuk)
0.0001
0.00025

Cd

(Keluar)

(N)

0.0001
0.000275

0
0.000025

40
60

0.000375
0.00045

0.00045
0.0006

0.000075
0.00015

Untuk Q udara (F2 )= 70 L/menit, Q air (F1)= 3 L/menit, Q CO2 (F3)= 2 L/menit
Umpan Masuk
Untuk t = 20 menit
0,55 ml. 0,01 N
Co =
20 ml
= 0.000275 N
Umpan Keluar
Untuk t = 20 menit
0,7 ml . 0,01 N
Cd =
20 ml
= 0.00035 N
CO2 diabsorpsi = Cd-Co
= (0.00035 - 0.000275 ) N
= 0,00007 N

Dengan menggunakan cara yang sama maka di peroleh data sebagai berikut:
Tabel nilai Co, Cd dan C yang terabsorpsi

Waktu (menit)

CO (Masuk)

Cd
(Keluar)

C
(N)

0.0001

0.0001

20

0.00025

0.000275

0.00007

40

0.000375

0.00045

0.0001

60

0.00045

0.0006

0.000175

Grafik Hubungan Log Q Vs Log P (kolom kering) Qair= 0 L/menit

Grafik Hubungan Log Q Vs Log P (kolom basah) Qair = 2 L/menit

VIII.
IX.
X.

PEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Vous aimerez peut-être aussi