Vous êtes sur la page 1sur 16

Askep emfisema dan empiema (Revisi)

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan di Indonesia, pola penyakit saat ini telah
mengalami transisi epidemologi yang di tandai dengan beralihnya kematian yang semula di
dominasi oleh penyakit menular telah bergeser ke penyakit tidak menular

( non

communicable desease). Perubahan penyakit terdsebut dipengaruhi oleh keadaan demografi,


sosial ekonomi dan sosial budaya.
Emfisema tergabung dalam Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang merupakan salah satu
kelompok penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM dan PL di lima rumah
sakit di Indonesia ( Jawa Barat, Jawah Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera selatan),
pada tahun 2004 menunjukan PPOK termasuk emfisema masuk dalam urutan pertama
penyumbang angka kesakitan yaitu 35%, asma bronkial 33%, kanker paru 30% dan lainnya 2% .
Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 sebanyak
54,5% penduduk laki laki dan 1,2 % perempuan merupakan perokok, sehingga emfisema
mempunyai faktor penyebab dari rokok sebesar 92% 5.
2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan terdiri dari tujuan umum dan tujuan umum.
A.
B.
-

Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas perdana dari matakuliah Medikal Bedah II.
Mengatahui tentang emfisema dan empiema.
Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengerti dan menjelaskan tentang denifinisi, etiologi, patofisiologi, gejala,

komplikasi dan pemeriksaan laboratorium pada empisema dan empiema.


Dapat melakukan intervensi keperawatan pada empisema dan empiema.

BAB II
PEMBAHASAN
1. EMFISEMA

A. Definisi
Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding
alveolus atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962)1.
B. Epidemologi
Dari angka mortalitas, WHO memperkirakan pada tahun 2020 pasien PPOK termasuk
emfisema akan meningkat dan menjadi terbesar dan menyebabkan 8,4 juta jiwa kematian setiap
tahun. Di Indonesia emfisema paru menjadi penyakit utama yang disebabkan oleh rokok dan
mencapai 70 % kematian karena rokok. Data WHO menunjukan di dunia pada tahun 1990,
PPOK termasuk empfisema menempati urutan ke 6 sebagai penyebab utama kematian penyakit
tidak menuular2,5.
C. Etiologi

Rokok

Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitits kronik dan emfisema paru. Secara patologis
rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaplasia epitel skuamus
saluran pernapasan.
Faktor Genetik
Factor genetic mempunyai peran pada penyakit emfisema. Factor genetic diataranya adalah atopi
yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum,
adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi
protein alfa 1 anti tripsin.
Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya
tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru

rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.


Infeksi
Infeksi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih berat. Infeksi
pernapasan bagian atas pasien bronchitis kronik selalu menyebabkan infeksiparu bagian dalam,
serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah
haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.

Polusi
Sebagai factor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah
merokok resiko akan lebih tinggi1.

D. Patofisioogi
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini
disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu
defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan
demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam
paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak
terjadi kerusakan1.
Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru
akan berubah dan timbul emfisema.Sumber anti elastase yang penting adalah pankreas. Asap
rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system
anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin
(alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan
akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paruparu normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang
disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik
jaringan paru kedalam yaitu elastisitas paru1.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan
paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien
emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya
saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi
yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi
kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran
darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas1.
E. Pembagian Emfisema
Emfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola morfologik dari
emfisema yaitu:
CLE (Emfisema Sentrilobular)

CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dindingdinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang.
Mula-mula duktus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan penyakit ini sering kali lebih
berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. CLE lebih
banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan pada
mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price 1995).
PLE (Emfisema Panlobular)
Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal
dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini
mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruhparu-paru . PLE juga ditemukan pada
sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema
akibat usia tua dan bronchitis kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah
diketahui adanya devisiensi enzimalfa 1-antitripsin. Alfa-antitripsin adalah anti protease.
Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang
terbentuk secara alami( Cherniack dan cherniack, 1983).
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak.Biasanya
bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkhiolus. Pada waktu inspirasi lumen
bronkhiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan
banyaknya mucus.. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkhiolus tersebut kembali menyempit,
sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara1.
F. Tanda dan gejala
Pada awal penyakit emfisema tidak memberi gejala sampai 1/3 parenkim paru tidak
mampu berfungsi. Pada penyakit selanjutnya, pada awalnya ditandai oleh sesak napas. Gejala
lain adalah batuk, whezeeng, berat badan menurun. Tanda klasik dari emfisema adalah dada
seperti tong ( barrel chested) dan ditandai dengan sesak napas disertai ekspirasi memanjang
karena terjadi pelebaran rongga alveoli lebih banyak dan kapasitas difus gas rendah3.
G.
1.
2.
3.
4.

Komplikasi
Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan
Daya tahan tubuh kurang sempurna
Proses peradangan yang kronis di saluran napas
Tingkat kerusakan paru makin parah6.

H. Pemeriksaan labolatorium
Pemeriksan Radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan penyakit-penyakit lain.
Foto dada pada emfisema paru
Terdapat dua bentuk kelainan foto dada pada emfisema paru, yaitu:
Gambaran defisiensi arteri
Overinflasi
Terlihat diafragma yang rendah dan datar, kadang-kadang terlihat konkaf.

Oligoemia

Penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal.


Corakan paru yang bertambah sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrilobular dan
blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
Pemeriksaan Fungsi Paru
Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
Analisis Gas Darah
Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh pasien emvisema
paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.
Pemeriksaan EKG
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung.
I.

Penatalaksanaan emfisema paru

Penyuluhan
Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus
dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
Pencegahan

Rokok

Merokok harus dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan usaha yang optimal harus dilakukan
Menghindari lingkungan polusi
Sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrikpabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.

Vaksin
Dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan infeksi
pneumokokus.

Terapi Farmakologi
Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai komponen
yang

reversible

meskipun

sedikit.

Hal

ini

dapat

dilakukan

dengan:

1. Pemberian Bronkodilator
Golongan Teofilin
Biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin
dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15 mg/L
Golongan Agonis B2
Biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi
2.

menghilang dengan pemberian agak lama.


Pemberian Kortikosteroid
Pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran
nafas.Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4

minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan.


3. Mengurangi Sekresi Mucus
Minum cukup,supaya tidak dehidrasi dan mucus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat.
. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium
klorida.
Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum.
Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.
Fisioterapi dan Rehabilitasi
Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas
hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional. Program
fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk :
Mengeluarkan mucus dari saluran nafas.
Memperbaiki efisiensi ventilasi.
Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisik
Pemberian O2 Dalam Jangka Panjang

Pemberian O2 dalam jangka panjang akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan


toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau
waktu latihan. Menurut Mike, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih
baik dari pada pemberian 12 jam/hari.
Intervensi keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus dengan empiema torakal, antara lain:
1.

Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan penurunan ekspansi paru-paru


sekunder terhadap dorongan dalam rongga pleura.
Intervensi :

a)
b)
c)
d)
e)

Kaji pernafasan, catat perubahan, frekuensi, kedalaman, dan kualitasnya.


Kaji gerakan dada, perhatian tanda simetris.
Auskultasi bunyi dada setiap 2 sampai 4 jam.
Baringkan pada dalam posisi duduk, dengan bagian kepala tempat tidur ditinggikan 60-90
Berikan oksigen per nasal kanul dengan 2-6 liter/menit sesuai pesanan kecuali terdapat kontra

f)
g)
h)
i)
j)
k)
a)
b)
c)
d)
e)

indikasi.
Kaji pemasangan selang dada.
Berikan oksigen dan IPPB sesuai pesanan.
Pantau TD, S, P, dan nadi apikal setiap 2 jam sampai 4 jam.
Berikan obat-obatan sesuai pesanan.
Tinjau ulang seri pemeriksaan sinar x dada dan GDA sesuai pesanan.
Bantu dan ajarkan pasien untuk:
Nafas dalam setiap 2-4 jam
Berikan dorongan untuk menggunakan spirometer ansentif.
Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif pada ekstremitas setiap 4 jam.
Berikan dorongan untuk batuk: bantu pasien untuk membebat bagian yang terkena ketika batuk.
Hindari peregangan, penjuluran atau gerakan yang tiba-tiba.

2. Nyeri dada yang berhubungan dengan faktor-faktor biologis (trauma jaringan) dan faktor-faktor
fisik (pemasangan selang dada).
Intervensi :
Kaji terhadap adanya nyeri (verbal dan nor verbal).
a)
b)
c)
d)
e)

Berikan analgesik sesuai pesanan.


Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri.
Berikan obat pada pasien sebe-lum latihan batuk /bernapas.
Instruksikan pasien pada teknik pembebatan.
Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi.

3.

Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit
dan penatalaksanaan perawatan diri.
Intervensi

a) Kaji tingkat pengertian tentang proses penyakit.


b) Diskusikan gejala untuk dilaporkan pada dokter: kesulitan bernapas, nyeri dada saat inspirasi,
peningkatan suhu tubuh, batuk menetap, batuk dengan banyak mengandung sputum.
c) Jelaskan pentingnya untuk menghindari orang dengan infeksi terutama ISPA.
d) Diskusikan gejala demam atau flu untuk dilaporkan pada dokter.
e) Diskusikan pentingnya batuk dan nafas dalam.
f)

Jelaskan pentingnya melakukan latihan toleransi: rencanakan waktu istirahat dan hindari
keletihan.

g) Jelaskan pentingnya vaksinasi influenza sesuai pesanan.


h) Diskusikan obat-obatan: nama, dosis, waktu pemberian, tujuan, dan efek sampingnya.
i)

Jelaskan pentingnya menghindari obat-obatan yang dijual bebas tanpa membicarakannya


terlebih dahulu dengan dokter1

2. Empiema
A. Definisi
Empiema adalah adanya eksudat purulent dalam cavum pelura. Pus dalam rongga pleura
yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia atau abses paru-paru terjadi setelah operasi atau
akibat luka tusuk dada6.
Empiema umumnya terjadi pada pneumonia. Sekitar 20-60 % dari seluruh kasus
pneumonia berhubungan dengan efusi parapneumoni. Dengan antibiotik yang tepat, efusi
parapneumoni

akan

tidak

teratasi,

maka

yang

diakibatkan

sembuh
dikatakan

tanpa
efusi

menimbulkan

komplikasi.

terkomplikasi.

perlekatan.

Cairan

Namun,

Infeksi
yang

dan

bila
respon

terinfeksi

efusi
inflamasi

menjadi

pus

yang terlokalisir di pleura7.


B. Etiologi
. Empiema dapat disebabkan oleh penyebab selain pneumonia bakterial. Setiap
proses

yang

membawa

patogen

ke

dalam

celah

pleura

suatu empiema.Beberapa sebab empiema adalah sebagai berikut :

dapat

menyebabkan

Trauma thoraks
Ruptur abses paru ke dalam celah pleura
Penyebaran infeksi non pleura (mediastinitis, infeksi abdomen)
C. Patofisiologi
Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah peradangan akut yang diikuti
dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup
maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.
Adanya endapan endapan fibrin akan membentuk kantung kantung yang melokalisasi nanah
tersebut4.
Sekresi
dengan

cairan

drainase

menuju
oleh

celah

pleura

limfatik

normalnya

subpleura.

membentuk

Sistem

keseimbangan

limfatik

pleura

dapat

mendrainase hampir 500 ml/hari. Bila volume cairan pleura melebihi kemampuan
limfatik untuk mengalirkannya maka, efusi akan terbentuk.
Efusi
parapnemonia
merupakan
sebab
umum
mencetuskan

respon

inflamasi.

meningkatkan

permeabilitas

dari

Sel

pleura.

Inflamasi

sel

mesotelial

yang

mesotelial,
yang

terjadi

yang

terkena

empiema.

dekat

dengan

merupakan

meningkat

Pneumonia
pleura

dapat

sel

terluar

lapisan

permeabilitasnya

terhadap

albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa suatu efusi pleura karena infeksi
kaya akan protein. Mediator kimia dari proses inflamasi menstimulasi mesotelial untuk melepas
kemokin,

yang

merekrut

sel

inflamasi

lain.

Sel

mesotelial

memegang

peranan

penting untuk menarik neutrofil ke celah pleura. Pada kondisi normal, neutrofil
tidak

ditemukan

pada

cairan

pleura.

Neutrofil

ditemukan

pada

cairan

pleura

hanya jika direkrut sebagai bagian dari suau proses inflamasi. Netrofil, fagosit, mononuklear, dan
limfosit

meningkatkan

respon

inflamasi

dan

mengeleluarkan

mediator untuk menarik sel-sel inflamator lainya ke dalam pleura7.


Efusi pleura parapneumoni dibagi menjadi 3 tahap berdasarkan patogenesisnya,
yaitu

efusi

parapneumoni

tanpa

komplikasi,

dengan

komplikasi

dan

empiema

torakis.

Efusi
neutrofil

parapneumoni
yang

terjadi

tanpa
saat

komplikasi
cairan

merupakan

interstisiil

paru

efusi

meningkat

eksudat
selama

predominan
pneumonia.

Efusi ini sembuh dengan pengobatan antibiotik yang tepat untuk pneumonia.
Efusi parapneumoni komplikasi merupakan invasi bakteri pada celah pleura yang mengakibatkan
peningkatan

jumlah

neutrofil,

asidosis

cairan

pleura

dan

peningkatan

konsentrasi

LDH.

Efusi

ini

sering

bersifat

steril

karena

bakteri

biasanya dibersihkan secara cepat dari celah pleura.


Pembentukan empiema terjadi dalam 3 tahap, yaitu :

Fase

eksudatif

secara
dan

cepat
LDH

Selama

ke

dalam

yang

fase

celah

rendah,

eksudatif,
pleura.

glukosa

cairan

Cairan

dan

pH

pleura

pleura

dalam

steril

berakumulasi

memiliki

batas

kadar

normal.

WBC

Efusi

ini

sembuh dengan terapi antibiotik, penggunaan chest tube tidak diperlukan.

Fase

fibropurulen

akumulasi

leukosit

lokulasi,

pH

invasi

PMN,

dan

bakteri

bakteri

kadar

terjadi

dan

glukosa

pada

debris.

celah

Terjadi

menurun,

pleura,

dengan

kecendrungan

sedangkan

kadar

untuk
LDH

menngkat.
Fase organisasi : Bentuk lokulasi. Aktivitas fibroblas menyebabkan pelekatan pleura visceral dan
parietal. Aktivitas ini berkembang dengan pembentukan perlengketan dimana lapisan pleura
tidak dapat dipisahkan. Pus, yang kaya akan protein dengan sel inflamasi dan debris berada pada
celah pleura. Intervensi bedah diperlukan pada tahap ini7.
Gambaran
seiring

berjalannya

didapatkan
ini,

bakteriologis

adalah

organisme

anaerob.

waktu.

efusi

Sebelum

Streptococcus
aerob

Staphylococcus

parapneumoni

lebih
aureus

dan

era

antibiotik,

pneumoniae
sering
S

dengan

kultur
bakteri

danstreptococci

diisolasi

pneumoniae

positif
yang

pada

umumnya

hemolitik.

dibandingkan
tumbuh

berubah

70

Saat

organisme
%

kultur

bakteri gram positif aerob. Bakteriologi suatu efusi parapneumoni berhubungan erat dengan
bakteriologi pada proses pneumoni. Organisme aerob gram positif dua kali lebih sering diisolasi
dibandingkan organisme aerob gram negatif. Klebsiela, Pseudomonas, dan Haemophilus
merupakan 3 jenis organisme aerob gram negatif yang paling sering diisolasi.
Bacteroides danPeptostreptococcus merupakan organisme anaerob yang paling sering
diisolasi. Campuran bakteri aerob dan anaerob lebih sering menghasilkan suatu empiema
dibandingkan infeksi satu jenis organisme. Bakteri anaerob telah dikultur 36 sampai 76 % dari
empiema. Sekitar 70 % empiema merupakan suatu komplikasi dari pneumoni. Pasien dapat
mengeluh menggigil, demam tinggi, berkeringat, penurunan nafsu makan, malaise, dan batuk.
Sesak napas juga dapat dikeluhkan oleh pasien7.

D. Gejala Empiema
Manifestasi klinis empiema hampir sama dengan penderita pneumonia bakteria, gejalanya antara
lain adalah panas akut, nyeri dada (pleuritic chest pain), batuk, sesak, dan dapa juga sianosis.
Inflamasi pada ruang pleura dapat menyebabkan nyeri abdomen dan muntah. Gejala dapat
terlihat tidak jelas dan panas mungkin tidak dialami penderita dengan sistem imun yang tertekan.
Juga terdapat batuk pekak pada perkusi dada, dispneu, menurunnya suara pernapasan, demam
pleural

rub

(pada

fase

awal)

ortopneu, menurunnya vokal fremitus, nyeri dada8.


E. Komplikasi
Komplikasi Yang sering timbul adalah vistula Bronchopleura dan komplikasi lainnya. Yang
mungkin timbul misalnya syock, sepsis, kegagalan jantung, kongestif, dan otitis media.
F. Pemeriksaan Penunjang
Ultra Sonograf( USG)
Empiema merupakan perkembangan penyakit atau stadium dari efusi parapneumonia.
Drainase sulit dilakukan karena cairan yang bersifat kental dan adanya lokulasi fibrin dalam
ruang pleura. Meskipun beberapa penelitian menemukan adanya cara efektif mendapatkan
keparahan penyakit, memperkirakan prognosis dan merencanakan penanganan penderita
empiema dengan ultrasonik, terdapat ketidaksesuaian pada hasil penelitian tersebut, karena
setelah pemberian urokinase intrapleura secara acak pada anak dengan empiema, ternyata hasil
ultrasonik masih tidak berpengaruh. Selain itu ultrasonik kurang spesifik dalam membedakan
daerah kistik yang padat pada ruang pleura dan menentukan apakah cairan pleura sudah
terinfeksi atau belum. Walaupun gambaran ultrasund penderita dengan empiema biasanya
ekogenik homogen, efusi hemoragik dan kilotoraks juga memiliki gambaran yang sama.
Ekogenitas cairan pleura disebabkan karena elemen-elemen sel seperti eritrosit, sel-sel radang,
droplet-droplet lemak atau gelembung udara, dan uultrasonik tidak dapat membedakan elemenelemen tersebut.
Foto dada posisi frontal, lateral, dan dekubitus

Kultur darah
Apusan nasofaringeal/ sampel sputum
Hitung arah lengkap dengan diferensiasi (tidak spesifik namun bisa mencari penyebab infeksi
atau diskrasia darah)
Torakosenstesis jika etiologi efusi tidak diketahui atau tidak dapat ditentukan dari proses infeksi
yang telah dicurigai sebelumn
Pemeriksaan cairan pleura
Hitung sel darah dan diferensiasi
Protein, laktat dehidrogenase (LDH), glucosa, dan Ph
Kultur bakteri aerob dan anaerob, mikobakteri, fungi, mikoplasma, dan bila ada indikasi disertai
dengan pemeriksaan viral patogen8.
G. Intervensi Dan Rasional.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchus spsame, peningkatan produksi
secret.
2. Pertahankan jalan nafasa paten dengan bunyi nafas bersih.
3.

Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas, kaji dan pantau suara pernafasan.
Rasional:
Untuk mengetahui adanya obstruksi jalan nafas, tachipneu merupakan derajat yang ditemukan
adanya proses infeksi akut.

4.

Catat

adanya

atau

derajat

dispneu,

gelisah

,ansietas

dan

distress

pernafasan

Rasional:
Disfungsi pernafasan merupakan tahap proses kronis yang yang dapat menimbulkan infeksi atau
reaksi alergi.
5.

Kaji pasien untuk posisi yang nyaman , misalnya peninggian kepala tempat tidur.
Rasional:
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.

6. Bantu latihan nafas abdomen atau bibir.


Rasional:
Memberikan pasien berbagai cara untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan
jebakan udara.
7. Observasi karakteristik batuk

Rasional:
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan.
8. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml per hari sesuai toleransi jantung.
Rasional:
Hidrasi

membantu

menurunkan

kekentalan

secret

mempermudah

pengeluaran

sekret.
9. Kaji frekwensi, kedalaman pernapasan
Rasional:
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya penyakit
10. Tinggikan kepala tempat tidur
Rasional ;
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi tinggi dan latihan napas untuk menurunkan
kolap jalan napas8.

BAB. III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding
alveolus atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962)1.
Emfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola morfologik
dari emfisema yaitu:
CLE (Emfisema Sentrilobular)
PLE (Emfisema Panlobular)

Tanda klasik dari emfisema adalah dada seperti tong ( barrel chested) dan ditandai dengan
sesak napas disertai ekspirasi memanjang karena terjadi pelebaran rongga alveoli lebih banyak
dan kapasitas difus gas rendah3.
Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah peradangan akut yang diikuti
dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup
maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.
Adanya endapan endapan fibrin akan membentuk kantung kantung yang melokalisasi nanah
tersebut4.
Empiema adalah adanya eksudat purulent dalam cavum pelura. Pus dalam rongga pleura
yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia atau abses paru-paru terjadi setelah operasi atau
akibat luka tusuk dada6.
Efusi
mencetuskan

parapnemonia
respon

inflamasi.

meningkatkan

permeabilitas

dari

Sel

pleura.

merupakan

mesotelial

sel

Inflamasi

sebab
yang

mesotelial,
yang

terkena

umum
terjadi

yang

empiema.

dekat

merupakan

meningkat

dengan
lapisan

Pneumonia
pleura

dapat

sel

terluar

permeabilitasnya

terhadap

albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa suatu efusi pleura karena infeksi
kaya akan protein.

B. Saran
Selelah kita mempelajari apa yang telah dibahas, maka kita perlu menerapkan dalam
profesi kita. Kiranya makalah ini dapat berguna dan memberi wawasan tentang patologi sistem
pernapasan khusunya penyakit emfisema dan empiema.

DAFTAR PUSTAKA
1. Supriono.Askep Emfisema .( Available at : http: emfisema/askep-emfisema-paru.html).diakses :
8 february 2011.
2.
Anonim.Program

Yankes.(

www.docstoc.com/docs/33517186/program-yankes-emfisema-

3.

paru ).diakses:8 february 2011.


Poppy M. Lintong,SpPa.Bahan Ajar Patologi Anatomi.2007.Manado. Fakultas Keperawatan

4.

Unika De La Salle.p 46
Irman
Somantri.Keperawatan

Medikal

Bedah.Dalam

:Askep

Sistem

Pernapasan.2007.Jakarta.Salemba Medika
5. Depkes RI.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1022/MENKES/SK/XI/2008/Tentang
Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
6. Anonim.Makalah Sistem Respirasi.
(AvailableAt: http://kesehatanstikes27.wordpress.com/2011/01/13/emfisema). diakses pada : 12
February 2011
7. Anonim.Epiema Thorax ( Available at : www.scribd.com/doc/33194993/EMPIEMATORAKS)di akses pada : 12 February 2011
8. Zieshila.Askep Empiema. ( Available at :http://zieshila.wordpress.com/ibu-dan-anak/asuhankeperawatan-empiema).diakses pada:12 February 2011

Vous aimerez peut-être aussi