Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan di Indonesia, pola penyakit saat ini telah
mengalami transisi epidemologi yang di tandai dengan beralihnya kematian yang semula di
dominasi oleh penyakit menular telah bergeser ke penyakit tidak menular
( non
Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas perdana dari matakuliah Medikal Bedah II.
Mengatahui tentang emfisema dan empiema.
Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengerti dan menjelaskan tentang denifinisi, etiologi, patofisiologi, gejala,
BAB II
PEMBAHASAN
1. EMFISEMA
A. Definisi
Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding
alveolus atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962)1.
B. Epidemologi
Dari angka mortalitas, WHO memperkirakan pada tahun 2020 pasien PPOK termasuk
emfisema akan meningkat dan menjadi terbesar dan menyebabkan 8,4 juta jiwa kematian setiap
tahun. Di Indonesia emfisema paru menjadi penyakit utama yang disebabkan oleh rokok dan
mencapai 70 % kematian karena rokok. Data WHO menunjukan di dunia pada tahun 1990,
PPOK termasuk empfisema menempati urutan ke 6 sebagai penyebab utama kematian penyakit
tidak menuular2,5.
C. Etiologi
Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitits kronik dan emfisema paru. Secara patologis
rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaplasia epitel skuamus
saluran pernapasan.
Faktor Genetik
Factor genetic mempunyai peran pada penyakit emfisema. Factor genetic diataranya adalah atopi
yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum,
adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi
protein alfa 1 anti tripsin.
Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya
tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru
Polusi
Sebagai factor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah
merokok resiko akan lebih tinggi1.
D. Patofisioogi
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini
disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu
defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan
demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam
paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak
terjadi kerusakan1.
Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru
akan berubah dan timbul emfisema.Sumber anti elastase yang penting adalah pankreas. Asap
rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system
anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin
(alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan
akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paruparu normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang
disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik
jaringan paru kedalam yaitu elastisitas paru1.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan
paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien
emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya
saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi
yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi
kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran
darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas1.
E. Pembagian Emfisema
Emfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola morfologik dari
emfisema yaitu:
CLE (Emfisema Sentrilobular)
CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dindingdinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang.
Mula-mula duktus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan penyakit ini sering kali lebih
berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. CLE lebih
banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan pada
mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price 1995).
PLE (Emfisema Panlobular)
Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal
dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini
mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruhparu-paru . PLE juga ditemukan pada
sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema
akibat usia tua dan bronchitis kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah
diketahui adanya devisiensi enzimalfa 1-antitripsin. Alfa-antitripsin adalah anti protease.
Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang
terbentuk secara alami( Cherniack dan cherniack, 1983).
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak.Biasanya
bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkhiolus. Pada waktu inspirasi lumen
bronkhiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan
banyaknya mucus.. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkhiolus tersebut kembali menyempit,
sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara1.
F. Tanda dan gejala
Pada awal penyakit emfisema tidak memberi gejala sampai 1/3 parenkim paru tidak
mampu berfungsi. Pada penyakit selanjutnya, pada awalnya ditandai oleh sesak napas. Gejala
lain adalah batuk, whezeeng, berat badan menurun. Tanda klasik dari emfisema adalah dada
seperti tong ( barrel chested) dan ditandai dengan sesak napas disertai ekspirasi memanjang
karena terjadi pelebaran rongga alveoli lebih banyak dan kapasitas difus gas rendah3.
G.
1.
2.
3.
4.
Komplikasi
Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan
Daya tahan tubuh kurang sempurna
Proses peradangan yang kronis di saluran napas
Tingkat kerusakan paru makin parah6.
H. Pemeriksaan labolatorium
Pemeriksan Radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan penyakit-penyakit lain.
Foto dada pada emfisema paru
Terdapat dua bentuk kelainan foto dada pada emfisema paru, yaitu:
Gambaran defisiensi arteri
Overinflasi
Terlihat diafragma yang rendah dan datar, kadang-kadang terlihat konkaf.
Oligoemia
Penyuluhan
Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus
dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
Pencegahan
Rokok
Merokok harus dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan usaha yang optimal harus dilakukan
Menghindari lingkungan polusi
Sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrikpabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.
Vaksin
Dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan infeksi
pneumokokus.
Terapi Farmakologi
Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai komponen
yang
reversible
meskipun
sedikit.
Hal
ini
dapat
dilakukan
dengan:
1. Pemberian Bronkodilator
Golongan Teofilin
Biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin
dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15 mg/L
Golongan Agonis B2
Biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi
2.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
a)
b)
c)
d)
e)
indikasi.
Kaji pemasangan selang dada.
Berikan oksigen dan IPPB sesuai pesanan.
Pantau TD, S, P, dan nadi apikal setiap 2 jam sampai 4 jam.
Berikan obat-obatan sesuai pesanan.
Tinjau ulang seri pemeriksaan sinar x dada dan GDA sesuai pesanan.
Bantu dan ajarkan pasien untuk:
Nafas dalam setiap 2-4 jam
Berikan dorongan untuk menggunakan spirometer ansentif.
Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif pada ekstremitas setiap 4 jam.
Berikan dorongan untuk batuk: bantu pasien untuk membebat bagian yang terkena ketika batuk.
Hindari peregangan, penjuluran atau gerakan yang tiba-tiba.
2. Nyeri dada yang berhubungan dengan faktor-faktor biologis (trauma jaringan) dan faktor-faktor
fisik (pemasangan selang dada).
Intervensi :
Kaji terhadap adanya nyeri (verbal dan nor verbal).
a)
b)
c)
d)
e)
3.
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit
dan penatalaksanaan perawatan diri.
Intervensi
Jelaskan pentingnya melakukan latihan toleransi: rencanakan waktu istirahat dan hindari
keletihan.
2. Empiema
A. Definisi
Empiema adalah adanya eksudat purulent dalam cavum pelura. Pus dalam rongga pleura
yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia atau abses paru-paru terjadi setelah operasi atau
akibat luka tusuk dada6.
Empiema umumnya terjadi pada pneumonia. Sekitar 20-60 % dari seluruh kasus
pneumonia berhubungan dengan efusi parapneumoni. Dengan antibiotik yang tepat, efusi
parapneumoni
akan
tidak
teratasi,
maka
yang
diakibatkan
sembuh
dikatakan
tanpa
efusi
menimbulkan
komplikasi.
terkomplikasi.
perlekatan.
Cairan
Namun,
Infeksi
yang
dan
bila
respon
terinfeksi
efusi
inflamasi
menjadi
pus
yang
membawa
patogen
ke
dalam
celah
pleura
dapat
menyebabkan
Trauma thoraks
Ruptur abses paru ke dalam celah pleura
Penyebaran infeksi non pleura (mediastinitis, infeksi abdomen)
C. Patofisiologi
Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah peradangan akut yang diikuti
dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup
maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.
Adanya endapan endapan fibrin akan membentuk kantung kantung yang melokalisasi nanah
tersebut4.
Sekresi
dengan
cairan
drainase
menuju
oleh
celah
pleura
limfatik
normalnya
subpleura.
membentuk
Sistem
keseimbangan
limfatik
pleura
dapat
mendrainase hampir 500 ml/hari. Bila volume cairan pleura melebihi kemampuan
limfatik untuk mengalirkannya maka, efusi akan terbentuk.
Efusi
parapnemonia
merupakan
sebab
umum
mencetuskan
respon
inflamasi.
meningkatkan
permeabilitas
dari
Sel
pleura.
Inflamasi
sel
mesotelial
yang
mesotelial,
yang
terjadi
yang
terkena
empiema.
dekat
dengan
merupakan
meningkat
Pneumonia
pleura
dapat
sel
terluar
lapisan
permeabilitasnya
terhadap
albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa suatu efusi pleura karena infeksi
kaya akan protein. Mediator kimia dari proses inflamasi menstimulasi mesotelial untuk melepas
kemokin,
yang
merekrut
sel
inflamasi
lain.
Sel
mesotelial
memegang
peranan
penting untuk menarik neutrofil ke celah pleura. Pada kondisi normal, neutrofil
tidak
ditemukan
pada
cairan
pleura.
Neutrofil
ditemukan
pada
cairan
pleura
hanya jika direkrut sebagai bagian dari suau proses inflamasi. Netrofil, fagosit, mononuklear, dan
limfosit
meningkatkan
respon
inflamasi
dan
mengeleluarkan
efusi
parapneumoni
tanpa
komplikasi,
dengan
komplikasi
dan
empiema
torakis.
Efusi
neutrofil
parapneumoni
yang
terjadi
tanpa
saat
komplikasi
cairan
merupakan
interstisiil
paru
efusi
meningkat
eksudat
selama
predominan
pneumonia.
Efusi ini sembuh dengan pengobatan antibiotik yang tepat untuk pneumonia.
Efusi parapneumoni komplikasi merupakan invasi bakteri pada celah pleura yang mengakibatkan
peningkatan
jumlah
neutrofil,
asidosis
cairan
pleura
dan
peningkatan
konsentrasi
LDH.
Efusi
ini
sering
bersifat
steril
karena
bakteri
Fase
eksudatif
secara
dan
cepat
LDH
Selama
ke
dalam
yang
fase
celah
rendah,
eksudatif,
pleura.
glukosa
cairan
Cairan
dan
pH
pleura
pleura
dalam
steril
berakumulasi
memiliki
batas
kadar
normal.
WBC
Efusi
ini
Fase
fibropurulen
akumulasi
leukosit
lokulasi,
pH
invasi
PMN,
dan
bakteri
bakteri
kadar
terjadi
dan
glukosa
pada
debris.
celah
Terjadi
menurun,
pleura,
dengan
kecendrungan
sedangkan
kadar
untuk
LDH
menngkat.
Fase organisasi : Bentuk lokulasi. Aktivitas fibroblas menyebabkan pelekatan pleura visceral dan
parietal. Aktivitas ini berkembang dengan pembentukan perlengketan dimana lapisan pleura
tidak dapat dipisahkan. Pus, yang kaya akan protein dengan sel inflamasi dan debris berada pada
celah pleura. Intervensi bedah diperlukan pada tahap ini7.
Gambaran
seiring
berjalannya
didapatkan
ini,
bakteriologis
adalah
organisme
anaerob.
waktu.
efusi
Sebelum
Streptococcus
aerob
Staphylococcus
parapneumoni
lebih
aureus
dan
era
antibiotik,
pneumoniae
sering
S
dengan
kultur
bakteri
danstreptococci
diisolasi
pneumoniae
positif
yang
pada
umumnya
hemolitik.
dibandingkan
tumbuh
berubah
70
Saat
organisme
%
kultur
bakteri gram positif aerob. Bakteriologi suatu efusi parapneumoni berhubungan erat dengan
bakteriologi pada proses pneumoni. Organisme aerob gram positif dua kali lebih sering diisolasi
dibandingkan organisme aerob gram negatif. Klebsiela, Pseudomonas, dan Haemophilus
merupakan 3 jenis organisme aerob gram negatif yang paling sering diisolasi.
Bacteroides danPeptostreptococcus merupakan organisme anaerob yang paling sering
diisolasi. Campuran bakteri aerob dan anaerob lebih sering menghasilkan suatu empiema
dibandingkan infeksi satu jenis organisme. Bakteri anaerob telah dikultur 36 sampai 76 % dari
empiema. Sekitar 70 % empiema merupakan suatu komplikasi dari pneumoni. Pasien dapat
mengeluh menggigil, demam tinggi, berkeringat, penurunan nafsu makan, malaise, dan batuk.
Sesak napas juga dapat dikeluhkan oleh pasien7.
D. Gejala Empiema
Manifestasi klinis empiema hampir sama dengan penderita pneumonia bakteria, gejalanya antara
lain adalah panas akut, nyeri dada (pleuritic chest pain), batuk, sesak, dan dapa juga sianosis.
Inflamasi pada ruang pleura dapat menyebabkan nyeri abdomen dan muntah. Gejala dapat
terlihat tidak jelas dan panas mungkin tidak dialami penderita dengan sistem imun yang tertekan.
Juga terdapat batuk pekak pada perkusi dada, dispneu, menurunnya suara pernapasan, demam
pleural
rub
(pada
fase
awal)
Kultur darah
Apusan nasofaringeal/ sampel sputum
Hitung arah lengkap dengan diferensiasi (tidak spesifik namun bisa mencari penyebab infeksi
atau diskrasia darah)
Torakosenstesis jika etiologi efusi tidak diketahui atau tidak dapat ditentukan dari proses infeksi
yang telah dicurigai sebelumn
Pemeriksaan cairan pleura
Hitung sel darah dan diferensiasi
Protein, laktat dehidrogenase (LDH), glucosa, dan Ph
Kultur bakteri aerob dan anaerob, mikobakteri, fungi, mikoplasma, dan bila ada indikasi disertai
dengan pemeriksaan viral patogen8.
G. Intervensi Dan Rasional.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchus spsame, peningkatan produksi
secret.
2. Pertahankan jalan nafasa paten dengan bunyi nafas bersih.
3.
Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas, kaji dan pantau suara pernafasan.
Rasional:
Untuk mengetahui adanya obstruksi jalan nafas, tachipneu merupakan derajat yang ditemukan
adanya proses infeksi akut.
4.
Catat
adanya
atau
derajat
dispneu,
gelisah
,ansietas
dan
distress
pernafasan
Rasional:
Disfungsi pernafasan merupakan tahap proses kronis yang yang dapat menimbulkan infeksi atau
reaksi alergi.
5.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman , misalnya peninggian kepala tempat tidur.
Rasional:
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
Rasional:
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan.
8. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml per hari sesuai toleransi jantung.
Rasional:
Hidrasi
membantu
menurunkan
kekentalan
secret
mempermudah
pengeluaran
sekret.
9. Kaji frekwensi, kedalaman pernapasan
Rasional:
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya penyakit
10. Tinggikan kepala tempat tidur
Rasional ;
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi tinggi dan latihan napas untuk menurunkan
kolap jalan napas8.
BAB. III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding
alveolus atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962)1.
Emfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola morfologik
dari emfisema yaitu:
CLE (Emfisema Sentrilobular)
PLE (Emfisema Panlobular)
Tanda klasik dari emfisema adalah dada seperti tong ( barrel chested) dan ditandai dengan
sesak napas disertai ekspirasi memanjang karena terjadi pelebaran rongga alveoli lebih banyak
dan kapasitas difus gas rendah3.
Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah peradangan akut yang diikuti
dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup
maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.
Adanya endapan endapan fibrin akan membentuk kantung kantung yang melokalisasi nanah
tersebut4.
Empiema adalah adanya eksudat purulent dalam cavum pelura. Pus dalam rongga pleura
yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia atau abses paru-paru terjadi setelah operasi atau
akibat luka tusuk dada6.
Efusi
mencetuskan
parapnemonia
respon
inflamasi.
meningkatkan
permeabilitas
dari
Sel
pleura.
merupakan
mesotelial
sel
Inflamasi
sebab
yang
mesotelial,
yang
terkena
umum
terjadi
yang
empiema.
dekat
merupakan
meningkat
dengan
lapisan
Pneumonia
pleura
dapat
sel
terluar
permeabilitasnya
terhadap
albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa suatu efusi pleura karena infeksi
kaya akan protein.
B. Saran
Selelah kita mempelajari apa yang telah dibahas, maka kita perlu menerapkan dalam
profesi kita. Kiranya makalah ini dapat berguna dan memberi wawasan tentang patologi sistem
pernapasan khusunya penyakit emfisema dan empiema.
DAFTAR PUSTAKA
1. Supriono.Askep Emfisema .( Available at : http: emfisema/askep-emfisema-paru.html).diakses :
8 february 2011.
2.
Anonim.Program
Yankes.(
www.docstoc.com/docs/33517186/program-yankes-emfisema-
3.
4.
Unika De La Salle.p 46
Irman
Somantri.Keperawatan
Medikal
Bedah.Dalam
:Askep
Sistem
Pernapasan.2007.Jakarta.Salemba Medika
5. Depkes RI.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1022/MENKES/SK/XI/2008/Tentang
Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
6. Anonim.Makalah Sistem Respirasi.
(AvailableAt: http://kesehatanstikes27.wordpress.com/2011/01/13/emfisema). diakses pada : 12
February 2011
7. Anonim.Epiema Thorax ( Available at : www.scribd.com/doc/33194993/EMPIEMATORAKS)di akses pada : 12 February 2011
8. Zieshila.Askep Empiema. ( Available at :http://zieshila.wordpress.com/ibu-dan-anak/asuhankeperawatan-empiema).diakses pada:12 February 2011