Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan organ terbesar
tubuh manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5 meter persegi. Kulit merupakan
organ yang vital dan bervariasi mengikut keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga
bergantung lokasi tubuh. Warna kulit ad
a bermacam-macam, dari kulit yang
terang (
fairskin
), pirang dan hitam, warna mera
h muda pada telapak kaki dan
tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan
pada genitalia orang dewasa. Demikian
pula kulit bervariasi mengenai lembut, ti
pis dan tebalnya; kulit yang elastik dan
longgar terdapat pada palpebra, bibir,
dan preputium. Kulit yang tebal dan tegang
terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka,
yang lembut pada leher dan badan, yang
berambut kasar terdapat pada kepala
(Wasitaatmadja, 2007).
Kulit terbagi menjadi tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis, lapisan
dermis dan lapisan subkutis.
2.1.1. Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas:
1.
stratum korneum
2.
stratum lusidum
3.
stratum granulosum
4.
stratum spinosum
5.
stratum basale (Wasitaatmadja, 2007)
Stratum korneum adalah lapisan kulit
yang paling luar dan terdiri atas
beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati,
tidak berinti, dan protoplasma telah
berubah menjadi keratin. Stratum lusidum
terdapat langsung di bawah lapisan
korneum, merupakan lapisan
sel-sel gepeng tanpa inti
dengan protoplasma yang erubah menjadi protein yang disebut eleidi
n. Lapisan tersebut
tampak lebih jelas
di telapak tangan dan kaki.
Stratum granulosum merupakan dua atau tiga lapis selsel gepenag dengan sitoplasma berbutir
kasar dan terdapat inti di antaranya.
Stratum spinosum terdiri atas beberapa
lapis sel yang berbentuk poligonal yang
besarnya berbeda-beda karena adanya pros
es mitosis. Stratum basale terdiri atas
sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vert
ikal. Lapisan ini merupakan lapisan
epidermis yang paling bawah. Selain itu, sel ini membentuk melanin yang
mengandung butir pigmen (
melanosomes
)(Wasitaatmadja, 2007).
2.1.2. Lapisan Dermis
Lapisan dermis adalah
lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal
daripada epidermis. Lapisan ini terdiri
atas lapisan elastik dan fibrosa padat
dengan elemen-elemen selular dan folikel
rambut. Secara garis besar lapisan
dermis dibagi menjadi dua bagian yakni:
1.
pars papilare
2.
pars retikulare
Pars papilare merupakan bagian ya
ng menonjol ke epidermis, berisi
serabut saraf dan pembuluh darah. Pars
retikulare merupakan bagian dibawahnya
yang menonjol ke arah subkutan. Bagian in
i terdiri atas serabut-serabut penunjang
misalnya serabut kolagen, elastin,
dan retikulin (Wasitaatmadja, 2007).
2.1.3. Lapisan subkutis
Lapisan subkutis adalah lanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat berisi
sel-sel lemak di dalamnya. Lapisan selsel lemak ini disebut panikulus adiposa,
berfungsi sebagai cadangan ma
kanan (Wasitaatmadja, 2007).
(gambar)
Gambar 1. Anatomi kulit.
PENDAHULUAN
Impetigo adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan infeksi piogenik
oleh bakteri Gram positif. Impetigo lebih sering terjadi pada usia anak-anak walaupun
pada orang dewasa dapat terjadi. Penularan impetigo tergolong tinggi, terutama
melalui kontak langsung. Individu yang terinfeksi dapat menginfeksi dirinya sendiri
atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat di
sekolah, tempat penitipan anak atau pada tempat dengan hygiene buruk atau juga
tempat tinggal yang padat penduduk
1,2,3
Impetigo krustosa merupakan jenis infeksi piogenik yang paling banyak
ditemukan di dunia (70% dari kasus impetigo).
2,3,4
Impetigo krustosa harus diobati
secara cepat dan tepat karena dapat menyebabkan beberapa komplikasi terutama
glomerulonefritis akut.
5
Terapi antibiotik topikal merupakan pilihan pertama impetigo
terutama bila lesi yang terbatas, tanpa gejala sistemik atau komplikasi sementara
terapi sistemik dipertimbangkan bila diperlukan.
1,5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi piogenik kulit superfisial
yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus group A betahemolitikus (GABHS), atau kombinasi keduanya dan digambarkan dengan perubahan
vesikel berdinding tipis, diskret, menjadi pustul dan ruptur serta mengering
membentuk krusta Honey-colored. dengan tepi yang mudah dilepaskan.
1,5
Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan sedikit oleh Streptococcus group A beta-hemolitikus
(Streptococcus pyogenes).
Banyak penelitian yang menemukan 50-60% kasus
impetigo krustosa penyebabnya adalah Staphylococcus aureus dan 20-45% kasus
merupakan kombinasi Staphylococcus aureus dengan Streptococcus pyogenes.
Namun di negara berkembang, yang menjadi penyebab utama impetigo krustosa
adalah Streptococcus pyogenes.
4,5,6
Staphylococcus aureus banyak terdapat pada
faring, hidung, aksila dan perineal merupakan tempat berkembangnya penyakit
impetigo krustosa
2
2.2 EPIDEMIOLOGI
Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif
sering. Penyakit ini banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan
rasio yang sama antara laki-laki dan perempuan. Di Amerika, impetigo merupakan
10% dari penyakit kulit anak yang menjadi penyakit infeksi kulit bakteri utama dan
2
penyakit kulit peringkat tiga terbesar pada anak. Di Inggris kejadian impetigo pada
anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15
tahun
3
.
1,3,4,6
Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab,
seperti Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan, dengan
puncak insiden di akhir musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah paling
sering terinfeksi. Pada usia dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.
2
Disamping itu, ada beberapa faktor yang dapat mendukung terjadinya impetigo
krustosa seperti:
- hunian padat
- higiene buruk
- hewan peliharaan
- keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan
serangga, herpes simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar.
1,4,5
2.3 PATOGENESIS
Gambar 1. Struktur Stretoccocus Pyogenes dan substansinya
3
Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal
sebagai portal of entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan
pasien atau dengan seseorang yang menjadi carrier. Kuman tersebut berkembang
biak dikulit dan akan menyebabkan terbentuknya lesi dalam satu sampai dua
minggu.
6
Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi
sekunder.
Infeksi Primer
Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman menyebar
dari hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi
lesi pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar
lubang hidung) atau ekstremitas setelah trauma.
4
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya
(impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris,
SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster,
pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet,
luka goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada semua umur
2,7
.
Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan
pada epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu
protein yang mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi
impetigo krustosa
2
. Keluhan biasanya gatal dan nyeri
4
Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak
langsung dari orang ke orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca
yang lembab. Pada anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku
tangan yang kotor, anak-anak lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan
4
pada dewasa sumbernya yaitu tukang cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari
anak-anak yang telah terinfeksi
5
.
2.4 HISTOPATOLOGI
Terjadinya inflamasi superfisialis pada folikel pilosebaseus bagian atas.
Terdapat vesikopustul di subkorneum yang berisi coccus serta debris berupa leukosit
dan sel epidermis. Pada dermis terjadi inflamasi ringan yang ditandai dengan dilatasi
pembuluh darah, edema, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
5
Seringkali terjadi
spongiosis yang mendasari pustula. Pada lesi terdapat kokus Gram positif.
2
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya pada
bagian tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan ekstremitas.
Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm
yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian
vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen
mengering dan menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan
dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas
secara irreguler. Pada kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi
atau hiperpigmentasi. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang
eritema tanpa pembentukan jaringan scar.
1,4,5,8
Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu beberapa
minggu apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi spontan dalam 23 minggu atau lebih lama terutama bila terdapat penyakit akibat parasit atau pada
iklim panas dan lembab, namun lesi juga dapat meluas ke dermis membentuk ulkus
(ektima).
1,4
5
Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien tanpa
pengobatan (terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai demam.
Membran mukosa jarang terlibat.
1,4,5
Gambar 2. impetigo krustosa di ekstremitas superior pada anak-anak
1
.
Gambar 3. impetigo krustosa di sekitar lubang hidung dan mulut pada anak- anak
4
.
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis impetigo krustosa ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik dengan mengidentifikasi tanda dan gejala yang ada dan dapat dibantu dengan
pemeriksaan penunjang seperti pewarnaan Gram, biakan kuman, dan tes serologi
serta histopatologi.
2,8
Pada pulasan gram, ditemukan coccus Gram positif yang lebih terlihat bila
pemeriksaan dilakukan saat lesi masih berupa vesikel. Biasanya diperlukan
pemeriksaan biakan kuman dan sensitivitas bila terapi tidak menghasilkan respon
baik yang menunjukkan sudah terjadi resistensi kuman. Pada pemeriksaan serologi
6
didapatkan ASO titer positif lemah pada pioderma streptococcus. Leukositosis
ditemukan pada sebagian penderita impetigo krustosa.
2,8
2.7 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding Impetigo krustosa terdiri dari:
a. Dermatitis Atopik
Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik
dan kulit kering abnormal dapat disertai likenifikasi.
3,9
b. Dermatitis Kontak
Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan.
3
c. Herpes Simpleks
Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta.
Umumnya terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati.
3,9
d. Varisela
Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel dinding
tipis dengan dasar eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke wajah dan
ekstremitas) yang kemudian ruptur membentuk krusta (lesi berbagai
stadium).
3
e. Kandidiasis
Kandidiasis (infeksi jamur candida): papul eritem, basah, umumnya di daerah
1,5
4. Rheumatic Fever.
1
Sebuah kelainan inflamasi yang dapat terjadi karena komplikasi infeksi
streptokokus yang tidak diobati strep throat atau scarlet fever. Kondisi
tersebut dapat mempengaruhi otak, kulit, jantung,dan sendi tulang.
5. Pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit ynag banyak ditemui setiap tahun. Penyakit
ini biasa terjadi pada perokok dan seseorang yang menggunakan obat yang
menekan sistem imunitas.
6. Infeksi Methicilin- resistant staphylococcus aureus (MRSA).
MRSA adalah sebuah strain bakteri stafilokokus yang resisten terhadap
sejumlah antibiotik. MRSA dapat menyebabkan infeksi serius pada kulit yang
sangat sulit diobati. Infeksi kulit dapat dimulai dengan sebuah eritem, papul,
atau abses yang mengeluarkan pus. MRSA juga dapat menyebabkan
pneumonia dan bakterimia.
7. Osteomielitis
Sebuah inflamasi pada tulang disebabkan bakteri. Inflamasi biasanya berasal
dari bagian tubuh yang lain yang berpindah ke tulang melalui darah.
8. Meningitis
Sebuah inflamasi pada membran dan cairan serebrospinal yang melingkupi
otak dan medula spinalis. Meningitis merupakan sebuah penyakit serius yang
dapat mempengaruhi kehidupan dan menghasilkan komplikasi permanen
seperti koma, syok, dan kematian.
2.9 PENATALAKSANAAN
9
A. Umum
Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.
9
Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area
kulit yang terkena untuk mencegah infeksi.
9
Mengurangi kontak dekat dengan penderita
9
Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo
diharapkan dapat melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa:
9
- Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air
mengalir serta membalut lesi.
- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak
menggunakan peralatan harian bersama-sama.
- Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah
itu mencuci tangan sampai bersih.
- Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat
lesi.
BAB III
PENYAJIAN KASUS
I. ANAMNESIS
Identitas
Nama : An. SAS
Jenis Kelamin : perempuan
Usia : 2 tahun 10 bulan
Alamat : Jl. Kuala 2 A. Yani supadio Gg. Dirgantara No. D5
Agama : Islam
Pekerjaan : belum bekerja
Status : Anak
Aloanamnesis dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2012 pukul 11.00 WIB
l.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit RSUD Soedarso dibawa oleh kedua orang tuanya
dengan keluhan gatal - gatal pada tangan dan kaki. Keluhan dirasakan sejak 1
minggu 4 hari yang lalu, tepatnya sewaktu berada di kota pontianak. Pada
awalnya, pasien beserta keluarga intinya tinggal di daerah kabupaten provinsi dan
baru pindah sekitar 2 minggu yang lalu ke kota pontianak. Menurut sang ayah
Sekitar 1 minggu 4 hari yang lalu gatal mulai timbul dengan bentol kemerahan
terlokalisasi yang dipicu oleh gigitan nyamuk, yang digaruk oleh pasien sehingga
menjadi luka dan kadang berdarah. Dipontianak pasien tinggal di rumah dinas
ayahnya bersama ayah dan ibunya namun selalu dibawa kerumah kakek dari kedua
pihak setiap 2 hari sekali secara bergantian. Disana mereka menggunakan kelambu
setiap malam untuk menghindari nyamuk. Pasien pernah di olesi salep anti gatal
oleh kakeknya dan Karena tidak kunjung sembuh, akhirnya pasien dibawa ke RS
oleh orang tuanya untuk diperiksa di klinik kulit dan kelamin RSUD dr Soedarso.
Riwayat Penyakit Dahulu
Menurut orang tuanya Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelumnya. Sekitar 2 bulan yang lalu Pernah menderita skabies sewaktu disintang
dan sembuh. Ayahnya menambahkan adanya riwayat alergi yang diturunkan dari
si Ayah.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Ada Riwayat
alergi pada keluarga dari ayah.
14
Riwayat Kebiasaan dan lingkungan
Pasien makan 3-4x sehari dengan pola hidup yang dinyatakan sehat oleh orang
tuanya. Biasanya pasien bermain dengan kakek dan neneknya yang sering disertai
oleh ibunya pula.
Resume Anamnesis
Pasien Batita 2 tahun 10 bulan, dibawa ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD dr Soedarso dengan keluhan gatal gatal. Pada awalnya, 1 minggu 4 hari
yang lalu, pasien merasa gatal gatal pada bagian ekstremitas disertai dengan
timbulnya papul, namun lama-kelamaan papul menjadi eritema menyebar
keseluruh tubuhnya (ekstremitas terlokalisir). Papul eritema dirasakan pasien
dengan sensasi gatal. Pasien pernah diberikan salep anti gatal oleh kakeknya
namun tidak ada perubahan. Pasien pernah terkena skabies dan dinyatakan
th
Ed. New York: McGraw Hill.
2008. p.1695-1705.
5. Arnold, Odom, James. Bacterial Infection. In: James W.D, Berger T.G, Elston
D.M (eds). Andrews Disease of the Skin Clinical Dermatology. 10
th
Ed.
Canada: Saunders Elsevier. 2006. p.255-6.
22
6. Amini Sadegh. Impetigo. Dikutip dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1109204-treatment. Last update: May
20/2010.
7. Norrby A, Teglund, Kotb M. Host Microbe Interactions in The Pathogenesis
of Invasive Group A Streptococcal Infections. Journal Medical Microbiology.
Vol.49. 2000. p.849-52.
8. Trozak D.J, Tennenhouse D.J, Russel D.J. Impetigo (Impetigo Crustosa). In:
Skolnik N.S (eds). Dermatology Skills For Primary Care: An Ilustrated Guide.
New Jersey: Humana Press. 2006. p.317-23.
9. Wolff K, Richard Allen Johnson. Color Atlas and Sypnosis Of Clinical
Dermatology. Part 3
rd
rd
.9
th
Ed. New york: McGraw Hill. 2009. p.597-604.
10. Bonner M.W, Benson P.M, James W.D. Topical Antiboiotics. In: Wolff K et
all (eds). Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7
th
Ed. New
York: McGraw Hill. 2008. p.2113-15.
11. Koning S at all. Fusidic Acid Cream in The Treatment of Impetigo in General
Practice: Double Blind Randomised Placebo Controlled Trial. British Medical
Journal. 2002. Vol.324. p.203.
23
Download
of 23