Vous êtes sur la page 1sur 12

TINJAUAN TEORITIS

Masalah Penyalahgunaan NAPZA


A; Definisi
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/ bahan berbahaya. Selain
narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini, baik "narkoba" ataupun "napza",
mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi
penggunanya. Menurut pakar kesehatan, narkoba sebenarnya adalah senyawasenyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak
dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini persepsi itu
disalahartikan akibat pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun 1997).
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.
Bahan adiktif lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika
yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan. Minuman beralkohol
adalah minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian
ataupun secara sintetis yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi
destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, maupun yang diproses dengan cara
mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman
yang mengandung etanol. Berdasarkan efek yang ditimbulkan terhadap
pemakainya, narkoba dikelompokkan menjadi golongan halusinogen, depresan,
stimulan, dan adiktif.

Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA dalam jumlah


berlebihan, secara berkala atau terus-menerus, berlangsung cukup lama sehingga
dapat merugikan kesehatan jasmani, mental dan kehidupan sosial (Joewana, 2004).
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai
setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan
sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku
psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi
karena kebutuhan biologic terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat
untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan
tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).
B; Jenis Dan Efek Yang Ditimbulkan Oleh Narkotika
Narkotika

merupakan

narkoba

yang

sangat

cepat

menimbulkan

ketergantungan, berupa serbuk putih dengan rasa pahit. Dalam pasaran warnanya
bisa putih, coklat atau dadu, cara penggunaan dapat disuntikan, dihirup dan
dimakan.

Menimbulkan

rasa

kantuk,

lesu,

penampilan

dungu,

jalan

mengambang, rasa senang yang berlebihan. Konsumsi dihentikan menimbulkan


rasa sakit dan kejang-kejang, kram perut, menggigil, muntah-muntah, mata berair,
hidung berlendir, hilang nafsu makan dan kehilangan cairan tubuh. Menimbulkan
kematian bila over dosis.
Ganja menimbulkan ketergantungan psikis yang diikuti oleh kecanduan fisik
dalam waktu lama, terutama bagi mereka yang telah rutin menggunakannya.
Bentuk daun kering, cairan yang lengket, minyak damar ganja. Menurunkan
keterampilan motorik, peningkatan denyut jantung, rasa cemas, banyak bicara,
perubahan persepsi tentang ruang dan waktu, halusinasi, rasa ketakutan dan
agresif, rasa senang berlebihan, selera makan meningkat. Pengaruh jangka panjang
peradangan paru-paru, aliran darah ke jantung berkurang, daya tahan tubuh
terhadap infeksi menurun, mengurangi kesuburan, daya pikir berkurang, perhatian
ke sekitar berkurang.
Morfin merupakan analgesik yang kuat, tidak berbau, berupa kristal putih
yang warnanya menjadi kecoklatan. Mengurangi rasa nyeri, kantuk atau turunnya
kesadaran.

Menyebabkan

sembelit,

gangguan

menstruasi

dan

impotensi.

Pemakaian dengan jarum suntik menyebabkan HIV/AIDS, Hepatitis B & C.

Pemakaian dikurangi atau dihentikan : hidung berair, keluar air mata otot kejang,
mual, muntah dan mencret.
Psikotropika memiliki bentuk berupa tablet dan kapsul warna warni. Cara
penggunaan ditelan secara langsung. Mendorong tubuh melakukan aktivitas
melampaui batas maksimum. Meningkatkan detak jantung dan tekanan darah, rasa
senang yang berlebihan, hilangnya rasa percaya diri. Setelahnya akan terjadi
perasaan lelah, cemas dan depresi yang dapat berlangsung beberapa hari. Gerakan
tak terkontrol, mual dan muntah, sakit kepala, hilang selera makan dan rasa haus
yang berlebihan. Kematian terjadi karena tidak seimbangnya cairan tubuh, baik
karena dehidrasi ataupun terlalu banyak cairan, menimbulkan kerusakan otak yang
permanen.
Methamphetamine dikenal shabu atau ubas. Bentuknya berupa serbuk kristal
dan cairan. Mudah larut dalam alkohol dan air. Cara penggunaannya dihisap
dengan bantuan alat (bong). Menimbulkan perasaan melayang sementara yang
berangsur-angsur membangkitkan kegelisahan luar biasa. Aktivitas tubuh
dipercepat berlebihan. Penggunaan shabu yang lama akan merusak tubuh, bahkan
kematian karena over dosis. Pada mata, anda akan melihat sesuatu yang tidak ingin
anda lihat, karena sangat mengerikan. Pada otak, menyebabkan depresi, kepanikan,
kecemasan yang berlebihan dan dapat menyebabkan kerusakan otak secara
permanen. Pada kulit, pembuluh darah akan mengalami panas berlebihan dan
pecah. Pada hati, bahan-bahan kimia yang terkandung dalam shabu bisa
melemahkan aktivitas sel-sel hati yang mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi
hati.
Obat penenang dikenal obat tidur, pil koplo, BK, Nipam, Valium, Lexotan,
dll. Bentuknya berupa tablet. Digunakan dengan cara ditelan secara langsung.
Memiliki efek bicara jadi pelo, jalan sempoyongan, persepsi terganggu
memperlambat kerja otak, pernapasan dan jantung. Dalam dosis tinggi akan
membuat

pengguna

tidur. Penggunaan

campuran

dengan

alkohol

akan

menghasilkan kematian. Gejala putus zat bersifat lama dan serius, sakit kepala,
cemas, tidak bisa tidur, halusinasi, mual, muntah dan kejang.
Alkohol

memiliki

efek

memperlambat

kerja

sistem

syaraf

pusat,

memperlambat refleks motorik, menekan pernafasan, denyut jantung dan


mengganggu penalaran dan penilaian. Menimbulkan perilaku kekerasan,
meningkatkan resiko kecelakaan lalu lintas. Gejala putus zat mulai dari hilangnya

nafsu makan, sensitif, tidak dapat tidur, kejang otot, halusinasi dan bahkan
kematian.
Zat yang mudah menguap/solvent dikenal Lem Aica Aibon, Thinner, Bensin,
Spiritus. Efeknya begitu dihisap masuk ke darah dan segera ke otak.
Memperlambat kerja otak dan sistem syaraf pusat. Menimbulkan perasaan senang,
pusing, penurunan kesadaran, gangguan penglihatan dan pelo. Problem kesehatan
terutama merusak otak, ginjal, paru-paru, sumsum tulang dan jantung. Kematian
timbul akibat otak kekurangan oksigen, berhentinya pernafasan dan gangguan pada
jantung.
Zat yang menimbulkan halusinasi dikenal jamur, kotoran kerbau, sapi,
kecubung. Efek yang ditimbulkan bekerja pada sistem syaraf pusat untuk
mengacaukan kesadaran dan emosi pengguna. Perubahan pada proses berfikir,
hilangnya kontrol, hilang orientasi dan depresi.
C; Tanda Dan Gejala
Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala yang sering tampak pada para
pengguna NAPZA, dilihat dari :
1; Ciri-ciri Umum
a; Terjadi perubahan perilaku yang signifikan
b; Sulit diajak bicara
c; Mulai sulit untuk diajak terlibat dalam kegiatan keluarga
d; Mulai sering pulang terlambat tanpa alasan
e; Mudah tersinggung
f; Mulai berani membolos dan meninggalkan pekerjaan sehari-hari
2; Perubahan Fisik dan Lingkungan
a; Jalan sempoyongan, bicara pelo, dan tampak terkantuk-kantuk
b; Mata merah dan berair
c; Hidung berair atau seperti pilek

d; Pola tidur berubah, bangun di malam hari dan bangun di siang hari
e; Kamar tidak mau diperiksa atau selalu terkunci
f; Sering menerima telpon atau tamu yang tidak dikenal
g; Ditemukan obat-obatan, kertas timah, jarum suntik, dan korek api di kamar
atau di dalam tas
h; Terdapat tanda-tanda bekas suntikan atau sayatan di bagian tubuh
i; Sering kehilangan uang atau barang di rumah
j; Mengabaikan kebersihan diri
3; Perubahan Perilaku Sosial
a; Menghindari kontak mata langsung ketika berbicara dengan orang lain
b; Berbohong atau memanipulasi keadaan
c; Kurang disiplin
d; Bengong atau linglung
e; Suka membolos sekolah atau dari pekerjaan kantor
f; Mengabaikan kegiatan ibadah
g; Menarik diri dari aktivitas bersama keluarga
h; Sering menyendiri atau bersembunyi di kamar mandi, di gudang atau tempattempat tertutup
4; Perubahan Psikologis
a; Mudah tersinggung
b; Sering terjadi perubahan mood yang mendadak
c; Malas melakukan aktivitas sehari-hari
d; Sulit berkonsentrasi

e; Tidak memiliki tanggung jawab


f; Emosi tidak terkendali
g; Tidak peduli dengan nilai dan norma yang ada
h; Merasa dikucilkan atau menarik diri dari lingkungan
i; Cenderung melakukan tindak pidana kekerasan
D; Terapi
Upaya pemulihan yang sesungguhnya adalah dengan merubah gaya hidup
dan sikap pada seorang pecandu secara mendasar, yaitu pola pikir dan perilaku
adiktif yang menyebabkannya kecanduan narkoba (martono 2006).
1; Pengobatan
Terapi pengobatanyang dilakukan untuk pasien NAPZA misal dengan
detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan
gejala putus zat dengan dua cara:
a; Detoksifikasi tanpa substitusi
Klien hanya dibiatkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti
sendiri.

Klien

yang

ketergantungan

tidak

diberikan

obat

untuk

menghilangkan gejala putus obat tersebut.


b; Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara
bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat
juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat
penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala
yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.

2; Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan
terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar
pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai
kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan
pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi
yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan
(Depkes, 2001).
Sesudah

klien

penyalahgunaan/ketergantungan

NAPZA

menjalani

program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan
dilanjutkan dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua)
minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya
yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).
Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan
selama 1 minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan
terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi
(rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan
lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut medis
bisa beragam 6 bulan dan 1 tahunmungkin saja bisa sampai 2 tahun.
Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani
detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA,
oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes,
2001).
Jenis program rehabilitasi:
a; Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali
ke masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi
dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau
balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan

bila klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali


sekolah/kuliah atau bekerja.
b; Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang
semua berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain
sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat
bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing
dan mengasuhnya.
Meskipun sudah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku
maladaptif tadi belum hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA
kembali atau craving masih sering muncul, juga keluhan lain seperti
kecemasan dan depresi serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan
yang sering disampaikan ketika melakukan konsultasi dengan psikiater. Oleh
karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat dilanjutkan, dengan catatan jenis
obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat adiktif (menimbulkan
ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi
kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara individual maupun
secara kelompok.
Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi
keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga
brokenhome. Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan jka
konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat memahami aspekaspek kepribadian anaknya yang mengalami penyalahgunaan NAPZA.
c; Rehabilitasi komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal
dalam satu tempat. Dipimpin oleh seorang mantan pemakai yang dinyatakan
memenuhi syarat sebagai konselor, setelah mengikuti pendidikan dan
pelatihan. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien
dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif dalam
kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan
narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah relaps.

Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka
bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang
lain.
d; Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu
detoksifikasi

tidaklah

cukup

untuk

memulihkan

klien

rehabilitasi

menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing.


Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini
dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang
sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam
penyalahgunaan NAPZA.
E; Asuhan Keperawatan
1; Pengkajian
a; Identitas klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak
dengan klien tentang: nama klien, panggilan klien, jenis kelamin (pria >
wanita), usia (biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat
pendidikan beresiko menggunakan NAPZA), pekerjaan (tingkat keseriusan/
tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah), status (belum
menikah, menikah atau bercerai), kemudian nama perawat, tujuan, waktu,
tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
b; Alasan masuk
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA
(fsikososial) atau mungkin klien mengatakan tidak tahu, karena yang
membawanya ke RS adalah keluarganya. Alasan masuk tanyakan kepada
klien dan keluarga.
c; Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi
pecandu/ pengguna NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga.

d; Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ akibat gejala
yang biasa timbul dari jenis NAPZA yang digunakan seperti tanda-tanda
vital, berat badan,dll.
e; Psikososial
1; Genogram
2; Konsep diri
a; Gambaran diri : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
b; Identitas

: Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri

c; Peran

: Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara

d; Ideal diri

: Klien menginginkan keluarga dan orang lain

menghargainya
e; Harga diri

: Kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya

3; Hubungan social
Klien penyalahgunaan NAPZA biasanya menarik diri dari aktivitas
keluarga maupun masyarakat. Klien sering menyendiri, menghindari
kontak mata langsung, sering berbohong dan lain sebagainya.
4; Spiritual
a; Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik untuk
kesehatan.
b; Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama menggunakan
NAPZA.

f; Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan

Intoksikasi

Penyalahgunaan Zat

Harga Diri Rendah

Gangguan Konsep Diri

Koping Individu tidak efektif

2; Diagnosa Keperawatan
a; Resiko perilaku kekerasan
b; Intoksikasi
c; Penyalahgunaan zat
d; Harga diri rendah
e; Gangguan konsep diri
f; Koping individu tidak efektif

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E., et all. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri Edisi 3.
Jakarta: EGC
Keliat, Budi A., dkk. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN (Intermediate
Course). Jakarta: EGC
Martono lydia harlina, dkk. 2006. Pemulihan pecandu narkoba berbasis masyarakat.
Jakarta: Balai Pustaka.
Saddock, Benjamin J. dan Virginia A. Saddock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi
2. Jakarta: EGC.
Tira.

2012.

Indonesia

Sejahtera

Tanpa

Narkoba.

http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=1539
diakses pada 20 September 2014 pukul 09.30
www.narconon.org/drug-abuse.html diakses pada 22 September 2014 pukul 21.00
WIB
http://usupress.usu.ac.id/files/Asuhan%20Keperawatan%20pada%20Klien%20dengan
%20Masalah%20Psikososial%20dan%20Gangguan%20Jiwa_Normal_bab
%201.pdf (diakses pada 22 september 2014 pukul 22.11 WIB)
journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/1243/1148

Vous aimerez peut-être aussi