Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Angiofibroma nasofaring adalah suatu tumor jinak nasofaring yang secara
histologik jinak namun secara klinis bersifat ganas karena mendestruksi tulang
dan meluas ke jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasalis, pipi, mata dan
tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan1. Tumor jenis ini
bersifat sangat agresif dan sering dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas
dan mortalitas karena kecenderungan tumor yang mudah berdarah2.
Tumor ini merupakan tumor pembuluh darah lokal yang agresif dari anak
atau remaja laki-laki, pernah juga dilaporkan pada perempuan tetapi sangat jarang.
Itulah sebabnya tumor ini disebut juga angiofibroma nasofaring belia 5. Insidens
angiofibroma nasofaring belia sebesar 0,05-0,5% dari seluruh tumor kepala-leher.
Lesi ini hampir selalu ditemukan pada pasien laki-laki remaja, dalam kisaran usia
9-19 tahun2, seringnya pada usia 15 tahun dan jarang pada usia diatas 25 tahun1.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Angiofibroma nasofaring adalah suatu tumor jinak pembuluh darah di
nasofaring yang secara histologik jinak namun secara klinis bersifat ganas karena
mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya, seperti ke sinus
paranasalis, pipi, mata dan tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang sulit
dihentikan1.
2.2 Etiologi
Etiologi pasti dari angiofibroma belum diketahui. Berbagai macam teori
banyak dikemukakan. Dari beberapa teori yang telah banyak diajukan oleh para
ahli dapat di ambil dua kelompok penyebab utama, yaitu5 :
a. Teori jaringan asal tumbuh
Teori jaringan asal tumbuh pertama kali ditemukan oleh Verneuil yang
diikuti oleh Bensch, ia menduga bahwa tumor terjadi karena pertumbuhan
abnormal jaringan fibrokartilago embrional di daerah oksipitalis os sfenoidalis.
Teori yang sekarang banyak dianut adalah teori Neel, yang berpendapat
bahwa tempat perlekatan spesifik angiofibroma adalah dinding posterolateral atap
rongga hidung tempat prosesus sfenoid palatum bertemu dengan ala horizontal
dari vomer dan akar prosesus pterigoideus tulang sfenoid.
b. Teori hormonal
Teori hormonal menyatakan bahwa terjadinya angiofibroma diduga karena
ketidakseimbangan hormonal, yaitu adanya kekurangan hormon androgen atau
kelebihan estrogen. Anggapan ini didasarkan atas adanya hubungan erat antara
tumor dengan jenis kelamin dan usia penderita serta hambatan pertumbuhan pada
semua penderita angiofibroma nasofaring.
Banyak bukti memperlihatkan secara langsung adanya reseptor seks-hormon,
seperti reseptor androgen (RA), reseptor estrogen (RE), dan reseptor progesteron
(RP), pada tumor ini. Bukti ini secara langsung memperlihatkan bahwa reseptor
seks-hormon muncul pada angiofibroma dengan menggunakan teknik sensitive
immunocytochemical dan mencatat populasi sel yang mana memperlihatkan
reseptor
tersebut.
24
angiofibroma
nasofaring
diperoleh
dari
jaringan
2.4 Patogenesis
Tumor pertama kali tumbuh di bawah mukosa di tepi sebelah posterior dan
lateral koana di atap nasofaring. Tumor akan tumbuh besar dan meluas di bawah
mukosa, sepanjang atap nasofaring, mencapai tepi posterior septum dan meluas ke
arah bawah membentuk tonjolan massa di atap rongga hidung posterior. Perluasan
ke arah anterior akan mengisi rongga hidung, mendorong septum ke sisi
kontralateral dan memipihkan konka. Pada perluasan ke arah lateral, tumor
melebar ke arah foramen sfenopalatina, masuk ke fisura pterigomaksila dan akan
mendesak dinding posterior sinus maksila. Bila meluas terus, akan masuk ke fosa
intratemporal yang akan menimbulkan benjolan di pipi, dan rasa penuh di
wajah. Apabila tumor telah mendorong salah satu atau kedua bola mata maka
tampak gejala yang khas pada wajah, yang disebut muka kodok.
Perluasan ke intrakranial dapat terjadi melalui fosa infratemporal dan
pterigomaksila masuk ke fosa serebri media. Dari sinus etmoid masuk ke fosa
serebri anterior atau dari sinus sfenoid ke sinus kavernosus dan fosa hipofise1.
2.5 Patologi anatomi
Secara makroskopik, angiofibroma nampak keras, berlobulasi membengkak
terasa agak lembut, menyesuaikan dengan peningkatan umur. Warnanya bervariasi
dari merah muda sampai putih. Bagian yang terlihat di nasofaring dibungkus oleh
membran mukous tetap berwarna merah muda, sedangkan bagian yang keluar ke
daerah yang berdekatan ekstrafaringeal sering berwarna putih atau abu-abu1.
Secara histologik, angiofibroma kebanyakan terdiri dari jaringan fibrosa padat
dengan pembuluh darah dari ukuran bervariasi dan konfigurasi. Pembuluh darah
biasanya mudah pecah dan dilapisi oleh lapisan tunggal dari endotelium. Karena
dindingnya hanya dari lapisan elastik dan lapisan otot halus, pembuluh darah ini
tidak dapat mengalami vasokonstriksi ketika terjadi trauma, menyebabkan
perdarahan yang berlimpah7.
4
2.7 Diagnosis
2.7.1 Gejala Klinis
Sumbatan hidung merupakan keluhan yang paling sering (80 90%),
sumbatan ini bersifat progresif disertai epistaksis yang berulang (45 60%),
kebanyakan unilateral dan rekuren, sehingga penderita sering datang dengan
keadaan umum yang lemah dan anemia, nyeri kepala (25%); khususnya bila sudah
meluas ke sinus paranasal, pembengkakan wajah (10-18%). Adanya obstruksi
hidung memudahkan terjadinya penimbunan sekret, sehingga timbul rinore kronis
yang diikuti oleh gangguan penciuman. Tuba eustachius akan menimbulkan
ketulian atau otalgia, sefalgia hebat biasanya menunjukkan bahwa tumor sudah
meluas ke intrakranial. Gejala lain adalah pembengkakan palatum dan deformitas
pipi. Tumor ini sangat sulit untuk di palpasi, palpasi harus sangat hati-hati karena
sentuhan jari pada permukaan tumor dapat menimbulkan perdarahan yang
ekstensif4.
2.7.2
Anamnesis
Pasien datang dengan riwayat epistaksis berulang diikuti dengan obstruksi
nasal, karena kedua gejala ini merupakan gejala klasik angiofibroma nasofaring.
Angiofibroma merupakan tumor yang tidak tumbuh dengan cepat dan sehingga
terkadang orang tua merasa tidak ada masalah yang serius dengan anaknya.
Kebanyakan ada keterlambatan enam sampai tujuh bulan antara onset gejala dan
presentasi angiofibroma. Pada waktu itu, biasanya anak akan mengeluh ada gejala
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik secara rinoskopi posterior akan terlihat massa tumor
yang konsistensinya kenyal, warnanya bervariasi dari abu-abu sampai merah
muda. Bagian tumor yang terlihat di nasofaring biasanya diliputi oleh selaput
lendir berwarna keunguan, sedangkan bagian yang meluas ke luar nasofaring
berwarna putih atau abu-abu. Pada usia muda warnanya merah muda, pada usia
yang lebih tua warnanya kebiruan karena lebih banyak komponen fibromanya.
Mukosanya mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan adanya
ulserasi1.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis
1. Foto sinar-X
Pada foto sinar-X (AP, lateral dan posisi waters) tumor nampak
sebagai massa jaringan lunak dalam nasofaring yang dapat
mengerosi dinding orbita, arkus zigoma, dan tulang di sekitar
nasofaring. Selain itu juga dapat terlihat gambaran klasik yang
disebut sebagai tanda Holman Miller yaitu pendorongan
dinding posterior dari sinus maksila dan prosesus pterigoideus ke
belakang, sehingga fisura pterigopalatina melebar7.
bahwa
massa
tersebut
adalah
angiofibroma
4. Angiografi
Dengan angiografi terlihat gambaran vaskuler yang banyak
(ramai). Pada Angiografi ini terlihat lesi vaskuler yang terutama
disuplai oleh cabang dari arteri maxillaris interna. Angiografi
terutama dilakukan pada kasus dengan kecurigaan adanya
penyebaran
intrakranial
atau
pada
pasien
dimana
pada
2.8 Stadium
Sebagai neoplasma dari nasofaring, stadium tumor berdasarkan pada daerah
yang terlibat adalah penting untuk evaluasi individu dan pengobatannya. Untuk
menentukan derajat atau stadium tumor umumnya saat ini menggunakan
klasifikasi Radkowsky yang paling sering dan dapat diterima secara luas.
Klasifikasi menurut Radkowsky sebagai berikut7:
10
Stage I
nares
posterior
dan/atau
sinus paranasal
IIA. Perluasan
lateral
minimal
ke
dalam
fossa
pterigomaksila.
IIB. Mengisi seluruh fossa pterigomaksila dengan atau
tanpa erosi superior ke tulang orbita
IIC. Perluasan ke fosa infratemporal atau perluasan
Stage III
tengkorak
(fosa
kranial
mengungkapkan
bahwa dengan
pemberian
testosteron
akan
cara ini tidak digunakan secara rutin. Flutamide digunakan secara oral 10
mg/kgBB dengan dosis terbagi 37.
2. Embolisasi
Embolisasi pada pembuluh darah tumor mengakibatkan tumor menjadi
jaringan parut dan menghentikan perdarahan. Embolisasi dilakukan dengan
memasukkan suatu zat dalam pembuluh darah untuk membendung aliran
darah dapat berupa gel foam dapat bertahan selama 2 minggu dan polyvinyl
alcohol foam dapat bertahan selamnya di pembuluh darah. Dengan terjadinya
oklusi pada pembuluh darah asal dapat mengurangi pendarahan1. Embolisasi
saja cukup untuk menghentikan perdarahan hidung, atau dapat diikuti dengan
pembedahan untuk mengangkat tumor yang tidak melebihi 24-48 jam setelah
embolisasi7.
b. Pembedahan
Pembedahan merupakan pilihan utama angiofibroma nasofaring belia yang
disesuaikan dengan stage klasifiksasi menurut radkowsky yaitu7:
Radkowsky
Midfasial
degloving/rhinotomy
lateral
dengan
perluasan fosa
kraniotomy temporal
pterigoid
Radkowsky
13
dengan
perluasan tumor
melalui fisura
orbita superior
atau invasi
tulang sfenoid,
tumor lateral ke
sinus
kavernosus
c. Radioterapi
Beberapa pusat melaporkan rata-rata menyembuhkan 80% dengan terapi
radiasi. Bagaimanapun, menganggap hubungan efek potensial dari radiasi
membuat terapi radiasi modalitas yang tidak berguna dalam banyak kasus.
Radioterapi stereotaktik (seperti sinar Gamma) mengirim sedikit dosis dari
radiasi ke jaringan sekitarnya4. Dosis radiasi dengan 36-40 Gy diberikasn
selama 3 minggu. Bagaimanapun, kebanyakan penulis menyiapkan
radioterapi untuk penyakit intrakranial atau kasus rekuren7.
2.10 Prognosis
Pembedahan untuk tumor yang masih berada diekstra kranial memberikan
hasil yang lebih optimal dibandingkan untuk tumor yang telah berada diintra
kranial.Angka kesembuhannya turun 30%. Resiko rekurensi untuk angiofibroma
untuk semua kasus 20.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
16