Vous êtes sur la page 1sur 20

Aborsi Dilihat dari Berbagai Sudut Pandang

10 Februari 10 | 21:59
Masalah aborsi sampai sekarang tetap menjadi masalah kontroversial, tidak hanya dari sudut
pandang kesehatan, agama, psikologis tetapi juga sudut pandang hukum. Tulisan ini bertujuan
untuk mengupas masalah aborsi ditinjau dari empat sudut pandang tersebut serta
perkembangan terakhir masalah aborsi untuk mewujudkan aborsi yang aman di Indonesia.
Aborsi dari Sudut Pandang Kesehatan
Pengertian dari abortus atau aborsi adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat
tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk
hidup di luar kandungan. Abortus dibagi menjadi dua, yang pertama yaitu abortus spontan
dan yang kedua adalah abortus buatan. Abortus spontan adalah
Abortus yang terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya-upaya dari luar (keguguran).
Sedangkan abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat adanya upaya-upaya tertentu
untuk mengakhiri proses kehamilan. Istilah yang sering digunakan untuk peristiwa ini adalah
aborsi, pengguguran, atau abortus provokatus yaitu aborsi yang diprovokatori semisal dengan
obat-obatan.
Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada
kesakitan dan kematian dari seorang ibu yang melakukan aborsi. Sebagaimana diketahui
penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan dan infeksi
kandungan dan eklampsia (keracunan kehamilan dari janin/calon bayi kepada ibunya).
Sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk
komplikasi perdarahan. Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering
tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan saja. Hal itu
terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat.
Di satu pihak aborsi dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung
menyembunyikan kejadian aborsi, di lain pihak aborsi terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari
berita yang ditulis di surat kabar tentang terjadinya aborsi di masyarakat, selain dengan
mudahnya didapatkan jamu dan obat-obatan peluntur juga dukun pijat untuk mereka yang
terlambat datang bulan.
Dalam hal aborsi apabila terpaksa dilakukan sebenarnya harapannnya adalah pelayanan
aborsi yang aman merupakan bagian dari hak perempuan untuk hidup, hak perempuan untuk
menerima standar pelayanan kesehatan yang tertinggi dan hak untuk memanfaatkan
kemajuan teknologi kesehatan dan informasi. Dengan demikian, diperlukan perlindungan
hukum dalam menyelenggarakan pelayanan aborsi yang aman untuk menjamin hak
perempuan dalam menentukan fungsi reproduksi dan peran reproduksi tubuhnya sendiri.
Aborsi dari Sudut Pandang Hukum
Aborsi dipandanng dari sudut hukum terjadi suatu kontradiksi dalam Undang-undang No.
23/1992 tentang Kesehatan pasal 15 ayat 1 sebagai berikut :
"Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya* dapat dilakukan tindakan medis tertentu**."

Dari hal di atas yang dapat dijelasakan dari isi Undang-Undang tersebut adalah
- Bahwa kalimat untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya merupakan
pernyataan cacat hukum karena kalimat tersebut sepertinya menjelaskan bahwa pengguguran
kandungan diartikan sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janinnya. Padahal,
selama ini yang terjadi seseorang melakukan pengguguran kandungan tidak pernah diartikan
sebagai upaya untuk menyelamatkan janin yang dikandungnya, tetapi yang dalam
pemahaman masyarakat yang terjadi adalah malah sebaliknya.
- Bahwa selanjutnya "Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan
apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan,
dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu
dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. Dengan demikian
dapat diambil kesimpulan bahwa dasar hukum tindakan aborsi yang cacat hukum dan tidak
jelas itu menjadikan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan aborsi rentan di mata
hukum.
- Bahwa dalam kenyataaan secara hukum ada aborsi yang dapat diterima dan yang tidak
dapat diterima". Yang dapat diterima antara lain jika kehamilan membahayakan jiwa si ibu.
Ini berarti ada aborsi yang secara hukum boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
Pembedaaan antara yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan itulah yang perlu
diatur melalui sistem hukum. Artinya diperlukan undang-undang yang mengatur aborsi
sehingga dapat menolong perempuan yang mengalami KDRT dari bahaya menjadi korban
praktik yang membahayakan kesehatan bahkan jiwanya (Hartono 2005 : Issue Abortus dalam
RUU Kesehatan, Kompas)
Aborsi dari Sudut Pandang Psikologi
Aborsi dilihat dari segi psikologi sebenarnya lebih kepada bagaimana rasa aman dan nyaman
tersebut tercipta atau ada dalam diri seseorang yang akan melakukan aborsi. Sebagai salah
satu contoh untuk mereka perempuan yang mengalami perkosaan tentunya mereka akan
mengalami suatu traumatis yang lebih bila akhirnya mereka harus mengandung dan
melahirkan anak dari sesorang yang memperkosanya.
Tetapi hal ini tentunya tidaklah mutlak karena ada juga dari para korban perkosaan ini mereka
sangat kuat dan mampu mengolah traumatisnya sehinggga mereka merasa aman nyaman dan
enjoy melahirkan anak dari hasil perkosaan. Mereka memutuskan untuk menjadi single
parent, tentunya ini tidak mudah karena harus membuka kesadaran terdalam untuk dapat
merasa aman dan nyaman.
Akhirnya secara keseluruhan kita dapat menafsirkan sendiri mengenai masalah aborsi itu.
Karena kalau kita mengacu UU N0 23 1992 sebenarnya sudah berniat melakukan legalisasi
aborsi. Jadi semuanya terserah anda akan memilih yang mana dengan segala konsekuensi dan
akibat-akibat yang disebabkan oleh aborsi itu.

KONSEP ABORSI DITINJAU DARI BERBAGAI ASPEK


BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Setiap tahun, diperkirakan ada 2,5 juta nyawa tak berdosa melayang

sia-sia akibat aborsi. Angka ini terhitung besar sebab jumlahnya separuh dari
jumlah kelahiran di Indonesia, yaitu 5 juta kelahiran per tahun.Di antara
sekian juta pelaku aborsi, sebagian besar justru berasal dari kalangan remaja
berusia 15 -24 tahun. Diduga, hal ini disebabkan karena kurangnya
pendidikan seks dan sulitnya akses remaja mendapat alat kontrasepsi.
Dari 2,5 jutaan pelaku aborsi tersebut, 1 - 1,5 juta di antaranya adalah
remaja. Remaja sudah bisa aktif secara seksual, namun sulit memperoleh alat
kontrasepsi.
Sudibyo

menuturkan

bahwa

BKKBN

sendiri

tidak

merekomendasikan

pemberian alat kontrasepsi kepada remaja, namun menekankan pada


pembinaan

dari

keluarga

dan

pendidikan

seks

di

sekolah.

Dengan

memberikan pemahaman mengenai seks dan kesehatan reproduksi sejak dini


akan membuat remaja menyadari risiko dari berhubungan seks sebelum
menikah.Saat ini, remaja tidak cukup mendapat pemahaman yang baik
mengenai seks dan alat kontrasepsi. Apabila ada anak yang menanyakan alat
kontrasepsi kepada orangtuanya, maka dia di-juga di duga jangan-jangan
akan melakukan hubungan seksual
Selain remaja, aborsi juga bisa dilakukan oleh wanita menikah yang
mengalami kehamilan tak diinginkan. Berdasarkan data BKKBN tahun 2011,
ada sekitar 9% dari 45 juta juta pasangan menikah di Indonesia yang ingin
mengikuti KB namun terkendala berbagai hal sehingga tidak mendapatkan
alat kontrasepsi.Kelompok yang tidak kesampaian mendapat alat kontrasepsi
ini disebut unmeet need. Jika dihitung-hitung, jumlahnya sekitar 4,05 juta.
Beberapa pasangan yang terlanjur hamil ini akhirnya memilih untuk
melakukan

aborsi.

Data unmeet need di Indonesia yang diperoleh Australia's National University


bahkan lebih besar lagi, yaitu 35%. Tingginya persentase ini disebabkan

karena banyak remaja yang menginginkan alat kontrasepsi namun tidak


disediakan oleh BKKBN.Besarnya persentase aborsi pada remaja tidak
sepenuhnya diamini oleh beberapa pihak. Karena beberapa penelitian
mengenai aborsi ini hanya melibatkan sejumlah kecil sampel di kota-kota
besar di Indonesia, bisa jadi angkanya tidak sebesar yang dibayangkan.

1.2

Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan maka beberapa
masalah yang dapat penulis rumuskan dan akan dibahas dalam makalah ini
adalah:

1.

Apa pengertian aborsi?.

2.

Bagai mana sudut pandang dari berbagi pihak ?

1.3

Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang
diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan, sehingga para pembaca atau para calon biadn
tahu dan mengerti mengnai aborsi sesaua denganlegal etik kebidanan:

1.
2.

Untuk mengetahui pengertian istilah dari aborsi itu sendri.


Untuk mengetahui dari berbagi pendapan dan sudut pandang masalah
aborsi.

1.4

Manfaat Penulisan
Agar kita sebagai mahasiswa tahu dan mengerti bahwa apa yang kita
lakukan dalam aborsi harus sesuai dengan legal etik kebidanan dan serta
tidak menyalahi peraturan dalam segal aspek .

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1

Definisi
Aborsi menurut pengertian medis adalah mengeluarkan hasil konsepsi
atau pembuahan, sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibunya.Sedang
menurut bahasa Arab disebut dengan al-Ijhadh yang berasal dari kata
ajhadha - yajhidhu yang berarti wanita yang melahirkan anaknya secara
paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya. Atau juga bisa berarti
bayi yang lahir karena dipaksa atau bayi yang lahir dengan sendirinya.
Aborsi di dalam istilah fikih juga sering disebut dengan isqhoth
( menggugurkan ) atau ilqaa ( melempar ) atau tharhu ( membuang )
( al Misbah al Munir , hlm : 72 )Aborsi tidak terbatas pada satu bentuk, tetapi
aborsi

mempunyai

banyak

macam

dan

bentuk,

menghukuminya tidak bisa disamakan dan dipukul rata.

sehingga

untuk

Yang dimaksud dengan Aborsi dalam pembahasan ini adalah :


menggugurkan secara paksa janin yang belum sempurna penciptaannya atas
permintaan atau kerelaan ibu yang mengandungnya

2.2. Aborsi ditinjau dari berbagai sudut pandang


1.

Sudut pandang Kesehatan


a

Dilegalkan

Dinegara yang melegalkan tindakan aborsi, negara tersebut beralasan


karena sudah mempunyai tenaga kesehatan dan teknologi kesehatan yang
sudah lebih baik. Sehingga resiko untuk terkena komplikasi lebih kecil.,
sekaligus mereka dapat memanfaatkan kemajuan teknologi kedokteran.
Selain itu tidakan aborsi ini akan dilakukan karena telah melalui syaratsyarat, seperti tindakan ini memang harus dilakukan untuk menyelamatkan
nyawa ibu yang kritis. Tapi tetap saja tenaga kesehatan tetap harus
meminimalkan intervensi untuk melakukan tidakan aborsi, selagi hal yang
menjadi penyebab aborsi dapat dicegah dan diatasi.
b

Ilegal

Di negara yang pengakhiran kehamilnya belum legal, karena mereka


masih menggunakan tenaga penolong persalinan yang masih tradisional
seperti dukun yang memakai alat-alat yang yang sangat primitif dan tidak
bersih. Sehingga resiko komplikasi yang akan didapatkan lebih besar. Selain
itu diseluruh dunia, di negara-negara yang pengakhiran kehamilannya masih
illegal, pengakhiran kehamilan ini merupakan penyebab utama kematian ibu.
Apabila aborsi tersebut sudah dilakukan, dari petugas kesehatan tetap
harus memberikan konseling kontrasepsi yang pada intinya memberikan
informasi kepada klien untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
berikutnya yang pada akhirnya akan mencegah aborsi sehingga tindakan
aborsi semakin menurun.
2.

Sudut Pandang Hukum

Sebagai upaya untuk mengatasi masalah aborsi yang tidak aman,


dalam pelayanan kebidanan, pemerintah mengeluarkan Undang Undang
tentang aborsi yaitu:
a. Pasal 299 KUHP diatur untuk menjaring orang orang yang mengobati
perempuan

melakukan

sesuatu

terhadap

perempuan

dengan

memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa oleh karena perbuatan


itu

dapat terjadi

pengguguran

kandungan.

Jika seseorang melakukan

pengguguran kandungan dengan mengharapkan keuntungan, dan bila


melakukan kejahatan dalam jabatannya, maka ia bisa dipecat.
b.Pasal 346 KUHP mengatur pidana 4 tahun dapat dikenakan pada
perempuan yang mencari pertolongan aborsi.
C. Pasal 347 KUHP mengatur pidana dikenakan kepada siapa saja yang
dengan sengaja menyebabkan gugur kandungan tanpa seijin perempuan
tersebut. Dan bila perempuan tersebut meninggal dunia, maka hukumnya
akan lebih berat lagi (maksimal 12 tahun).

3.

Sudut Pandang Agama

Agama Islam
Umat

Islam

percaya

bahwa

Al-Quran

adalah

Undang-Undang

palingutama bagi kehidupan manusia. Allah berfirman: Kami menurunkan AlQuran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu. (QS 16:89). Berikut ini
adalah pandangan Al-Quran terhadap masalah Aborsi.
1.

Manusia

berapapun

kecilnya

adalah

ciptaan

Allah

yang

mulia.Agama Islam sangat menjunjung tinggik esuciank ehidupan. Banyak


sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini.Salah satunya,
Allah berfirman: Dan sesungguhnya Kami telah memuliakanumat manusia.
(QS 17:70)

2.

Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan terhadap

perintah Allah. Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal. Jenis aborsi


yang

dilakukan

kandungan

dengan

tanpa

tujuan

alasan

menghentikan

medis

dikenal

kehidupan

dengan

bayi

istilah

dalam

abortus

provokatuskriminalis yang merupakan tindakan kriminal tindakan yang


melawan Allah (QS 5:36).
3. Tidak ada kehamilan yang merupakan kecelakaan atau kebetulan.
Setiap

janin

yang

terbentuk

adalah

merupakan

rencana Allah.

Allah

menciptakan manusia dari tanah, k emudian menjadi segumpal darah dan


menjadi janin. Semua ini tidak terjadi secara kebetulan. Al-Quran mencatat
firman Allah: Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut
kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu
dari rahim ibumu sebagai bayi. (QS 22:5).
Menurut Fatwa MUI
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005, tentang Aborsi
menetapkan ketentuan hukum Aborsi sebagai berikut :
1.

Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada

dinding rahim ibu (nidasi).


2.

Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat

ataupun hajat.
a.

Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan

aborsi adalah Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker
stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya
yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.Dalam keadaan di mana kehamilan
mengancam nyawa si ibu.
b.

Keadaan

hajat

yang

berkaitan

dengan

kehamilan

yang

dapat

membolehkan aborsi adalah:


-

Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang kalau

lahir kelak sulit disembuhkan.

Kehamilan

akibat

perkosaan

yang

ditetapkan

oleh

Tim

yang

berwenang yang di dalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter,


dan ulama.
Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum
janin berusia 40 hari.
3.

Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi

akibat zina.
Agama Katolik
Agama katolik menentang adanya aborsi, hal ini didasarklan bahwa
kehidupan menusia merupakan suatu halk yang sangat berharga dan perlu du
hormati serta merupakan hak asasi setiap orang. Aborsi dianggap sebagai
pembunuhan janin.
Agama Kristen
Agama Kristen menentang adanya aborsi, hal ini didasarkan bahwa
kehidupan manusia merupakan suatu hal yang sangat berharga dan perlu
dihormati serta merupakan hak asasi setiap orang. Aborsi di anggap sebagai
pembunuhan janin.
Aborsi karena alasan janin yang cacat tidak dibenarkan Tuhan.Yes 45 : 912 Celakalah orang yang berbantah dengan Pembentuknya; dia tidak lain
dari beling periuk saja! Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya:
Apakah yang kau buat? atau yang telah dibuatnya: Engkau tidak punya
tangan! Celakalah orang yang berkata kepada ayahnya: Apakah yang kau
peranakkan? dan kepada ibunya: Apakah yang kau lahirkan? Beginilah
firman Tuhan, YangMahakudus, Allah dan Pembentuk Israel; Kamukah yang
mengajukan pertanyaan kepadaKu mengenai anak-anakKu, atau memberi
perintah kepadaKu mengenai yang dibuat tanganKu? Akulah yang menjadikan
bumi dan yang menciptakan manusia di atasnya; tanganKulah yang
membentangkanlangit, dan Akulah yang memberi perintah kepada seluruh
tentaranya.
Agama Hindu

Agama hindu juga menentang adanya pengguguran janin karena di


anggap tidak menghormati hak hidup janin
Aborsi dalam Theology Hinduisme tergolong pada perbuatan yang
disebut Himsa karma yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan
dengan membunuh, meyakiti, dan menyiksa. Membunuh dalam pengertian
yang lebih dalam sebagai menghilangkan nyawa mendasari falsafah atma
atau roh yang sudah berada dan melekat pada jabang bayi sekalipun masih
berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti tubuh manusia. Segera
setelah terjadi pembuahan di sel telur maka atma sudah ada atas kuasa
Hyang Widhi. Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetara kan dengan
menghilangkan nyawa. Kitab-kitab suci Hindu antara lain Rgveda 1.114 .7
menyatakan : Ma no mahantam uta ma no arbhakam artinya : Janganlah
mengganggu dan mencelakakan bayi. Atharvaveda X.1.29 : Anagohatya vai
bhima artinya : Jangan membunuh bayi yang tiada berdosa
Agama Budha
Dalam agama Buddha aborsi adalah suatu tindakan pengguguran
kandungan atau membunuh makhluk hidup yang sudah ada dalam rahim
seorang ibu. Agama Buddha menentang dan tidak menyetujui adanya
tindakan aborsi karena telah melanggar pancasila Buddhis, menyangkut sila
pertama yaitu panatipata (pembunuhan). Dalam Majjhima Nikaya 135 Buddha
bersabda "Seorang pria dan wanita yang membunuh makhluk hidup, kejam
dan gemar memukul serta membunuh tanpa belas kasihan kepada makhluk
hidup, akibat perbuatan yang telah dilakukannya itu ia akan dilahirkan
kembali sebagai manusia di mana saja ia akan bertumimbal lahir,umurnya
tidaklah akan panjang. Suatu pembunuhan telah terjadi bila terdapat 5 faktor
sebagai berikut :Ada makhluk hidup (pano),Mangetahui atau menyadari ada
makhlukhidup

(panasanita),Ada

kehendak

(cetana)

untuk

membunuh

(vadhabacittam) dan Melakukan pembunuhan (upakkamo)


4.

Sudut Pandang HAM


Kesepakatan kesepakatan di Konferensi Internasional Kependudukan
dan pembangunan (ICPD) 1994 dan Konferensi Perempuan Sedunia (Beijing
Conference 1995 dan Beijing Plus Five, 2000)

a.

Hak perempuan atas kehidupan dan keamanan pribadi;hak reproduksi

individu yang tercantum dalam pasal 1 dan 3 Deklarasi Umum HAM PBB dan
pasal 6.1 dan 9.1dari Konvensi International Hak-hak Sipil dan Politik. Hak
atas kehidupan ini menyuarakan bahwa pelayanan aborsi harus disediakan
bagi

perempuan

yang

hidup

dalam

keadaan

bahaya

oleh

karena

kehamilannya. Sebuah negara dapat dianggap melanggar hak ini bila


menolak

untuk

melindungi

perempuan

dengan

resiko

kematian

atau

kekacauan sebagai akibat dari aborsi tidak aman. Sedangkan hak keamanan
pribadi dapat diinterpretasikan sebagai perempuan tidak harus dibatasi
apakah ia melanjutkan kehamilannya atau mengakhirinya, dan ia mempunyai
hak untuk memutuskan bagi dirinya mengenai pengakhian kehamilan yang
tidak dikehendakinya.
b.

Hak

perempuan

untuk

memperoleh

standar

kesehatan

yang

tertinggi;hak asasi yang tercantum dalam paal 25 DUHAM. Untuk mencapai


standar kesehatan tertinngi bagi perempuan, perempuan harus dapat akses
atas pelayanan aborsi yang aman diantara layanan layanan reproduksi
lainnya, untuk memenuhi kebutuhan kesehatan minimum
c.

Hak perempuan untuk memperoleh manfaat dari kemajuan ilmiah dan

hak untuk memperoleh informasi:diakui dalam pasal 27.1 dan 19 DUKHAM.


Dengan perkembangan hak asasi manusia, bila ditinjau dari kesepakatan dan
komitmen internasional dan hukum nasional, Indonesia termasuk diantara
negara-negara yang memperbolehkan aborsi hanya untuk menyelamatkan
ibu.
5.

Pandangan Tim Feminis


Perempuan selalu menjadi korban, tersubordinasi dalam hukum, budaya
bahkan dalam hak-hak reproduksinya sendiri. Rahim, dimana janin tumbuh
berada di bawah kendali perempuan sebagai pemilik alat reproduksi. Itu
sebabnya aborsi selalu dikaitkan sebagai masalah perempuan, kesalahan
perempuan.

Kehamilan

Tidak

Diinginkan

(KTD) terjadi

karena adanya

hubungan seksual antara lelaki dan perempuan. Dalam hal ini lelaki turut
berperan serta mengakibatkan terjadinya KTD yang berbuntut pada aborsi.
Lelaki dan perempuan memiliki peran dan tanggung jawab yang sama dalam
hal aborsi.

Selain itu, layanan aborsi ilegal dan dalam posisi ini, perempuan tidak
memiliki perlindungan hukum untuk menuntut hak mereka.
Pengakuan hak perempuan untuk membuat keputusan tentang tubuh mereka
sendiri - termasuk hak atas integritas fisik, hak untuk memutuskan secara
bebas dan bertanggung jawab jumlah dan jarak antar kehamilan - ditemukan
dalam dokumen internasional. Maka menjadi kewajiban pemerintah untuk
menghormati, melindungi dan memenuhi hak tersebut..
Hak perempuan untuk mengakhiri kehamilan diimplikasikan dan
didukung dalam berbagai perjanjian dan instrumen internasional. Akses
terhadap layanan aborsi yang aman adalah bagian penting untuk melindungi
hak perempuan terhadap kesehatan dan hak mereka untuk hidup. Termasuk
di dalamnya adalah hak perempuan untuk menikmati hasil kemajuan ilmu
pengetahuan dan aplikasinya yang tercantum dalam Kovenan ekonomi, sosial
dan budaya dimana perempuan tidak hanya mendapat akses terhadap aborsi
yang aman, namun juga terhadap metode-metode aborsi terbaru yang
dianggap aman dan efektif . Oleh karena itu, pembatasan atau pelarangan
terhadap layanan aborsi yang aman merupakan diskriminasi terhadap
perempuan .
6.

Sudut Pandang Masyarakat


Aborsi dipandang sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan norma
dan etika budaya ketimuran, karena budaya timur masih memegang kuat
agamanya.
Pada saat yang sama, aborsi dapat menyebabkan masalah dalam keluarga
yang merupakan bagian dari masyarakat. Faktanya adalah bahwa sangat
penting bagi seorang wanita untuk memiliki suasana yang mendukung dari
bagian dari kerabat terdekat, yakni suami dan orangtua. Spesialis sangat
merekomendasikan mengambil keputusan aborsi oleh kedua pasangan yang
dapat membuat keluarga kuat sedangkan perselisihan dapat mengakibatkan
perceraian.Jadi peran keluarga dalam mengambil keputusan tidak kurang
penting dibandingkan pengaruh masyarakat atau keyakinan pribadi.
Dengan mempertimbangkan semua ,perlu untuk mengatakan bahwa aborsi,
menjadi fenomena sosial, memiliki banyak lawan serta pendukung tetapi

hanya sebagian kecil yang cukup radikal dan siap untuk menyangkal titik
pandang yang berlawanan. Sebagian besar siap untuk menerima aborsi
walaupun dalam kondisi tertentu. Ini berarti bahwa aborsi harus disahkan
tetapi pada saat yang sama harus diatur secara ketat agar tidak
membahayakan kesehatan wanita atau anak-anak mereka dalam kasus-kasus
ketika aborsi mungkin yg dapat dihindari.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aborsi merupkan tindakan yang dipandang sebagai suatu tindakan yang
tidak sesuai dengan norma dan etika budaya ketimuran, karena budaya timur
masih memegang kuat agamanya karena seluruh agama dan budya timur
menentang tindakan. Aborsi menjadi fenomena sosial, memiliki banyak lawan
serta pendukung tetapi hanya sebagian kecil yang cukup radikal dan siap
untuk menyangkal titik pandang yang berlawanan. Sebagian besar siap untuk
menerima aborsi walaupun dalam kondisi tertentu. Ini berarti bahwa aborsi
harus disahkan tetapi pada saat yang sama harus diatur secara ketat agar
tidak membahayakan kesehatan wanita atau anak-anak mereka dalam kasuskasus ketika aborsi mungkin yg dapat dihindari.

3.2 Saran
Saran dari kami kepada pembaca
Dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat kepada setiap
pembaca tentang aborsi yang selam ini menjadi kontropersi di Indonesia.
Saran dari pembaca kepada kami
Kami menyadari pembuatan makalah ini sangatlah jauh dari kesan sempurna
oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya

membangun agar kedepannya kami semua dapat meminimalisir kesalahan


yang terjadi, pada kesempatan ini kami juga minta maaf apabila data yang
kami rangkum ini tidak sesuai dengan pemikiran anda semua.

Wacana HAM dan Perdebatan Mengenai Aborsi


Tingginya kematian ibu dan aborsi illegal menunjukkan adanya kebutuhan masyarakat
akan aborsi. Aborsi memang bertentangan dengan moral, dengan norma-norma
kemasyarakatan, tetapi bahwa terdapat kenyataan adanya kehamilan tak diinginkan tidak
bisa dipungkiri. Masalah ini juga butuh pemecahan yang mendukung dan mengutamakan
kesehatan dan keselamatan reproduksi perempuan. Karena itulah muncul gagasan untuk
mengatur kembali masalah aborsi melalui undang-undang. Undang-undang yang ada
mengenai aborsi yaitu UU No. 23/1992 hendak diamandemen dengan RUU tahun 2005.
Rencana amandemen undang-undang ini mulai disambut kontroversi. Isu pelegalan
praktek aborsi membuat kalangan anti aborsi menegaskan pendirian sebaliknya. Bila
kalangan yang cenderung pro-aborsi mengajukan alasan Hak Asasi Manusia kaum
perempuan untuk menentukan kehamilannya, maka kalangan anti-aborsi menggunakan
isu yang sama dengan menyatakan bahwa janinpun berhak untuk hidup. Berikut ini
dibahas argumentasi kedua kelompok tersebut.
1). Hak Perempuan
Wacana mengenai hak reproduksi menentukan momentumnya pada Konferensi
Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) Kairo tahun 1994. dalam
konferensi ini, aborsi menjadi isu moral yang mengundang perdebatan panjang, tak heran
jika ada komentar bahwa konferensi Kairo adalah konferensi aborsi.[20] Perdebatan
sengit berpangkal pada pencantuman aborsi sebagai hak individual yang berarti setiap
wanita berhak untuk memilih melanjutkan atau menghentikan kehamilannya. Dengan
kata lain, aborsi dapat dilaksanakan sebagai hak dalam melakukan KB.
Indonesia, dalam konferensi yang diadakan sepuluh tahun sekali tersebut, menolak aborsi
sebagai metode KB, karena saat itu, Indonesia merasa sebagai salah satu negara yang
berhasil dalam bidang KB tanpa aborsi. Akhirnya setelah melalui perdebatan panjang dan
alot disepakati teks tentang aborsi yang dikenal dengan paragraf 8.25. berikut ini isi
paragraf tersebut:
Aborsi tidak boleh dipromosikan sebagai salah satu metode KB, apapun alasannya. Setiap
negara harus memperkuat komitmen mereka terhadap kesehatan perempuan, untuk
mengatasi akibat aborsi tidak aman terhadap kesehatan sebagai masalah kesehatan
masyarakat utama, dan untuk mengurangi alternatif aborsi melalui pelayanan KB yang
lebih baik. Bagaimanapun juga, pencegahan terhadap kehamilan tidak diinginkan (KTD)
harus selalu menjadi prioritas utama dan setiap upaya yang ditempuh harus dibuat untuk
menghapuskan kebutuhan akan aborsi. Perempuan yang mengalami KTD harus memiliki
akses untuk mendapatkan informasi dan konseling. Segala tindakan yang berhubungan
dengan aborsi dalam sistem kesehatan hanya dapat ditentukan pada tingkat nasional atau
lokal berdasarkan proses legislatif nasional. Pada keadaan di mana aborsi tidak
merupakan pelanggaran hukum, tindakan aborsi dapat dilakukan. Pada setiap kasus,
perempuan harus memiliki akses manajemen pelayanan yang berkualitas untuk
komplikasi aborsi. Konseling pasca aborsi, pendidikan dan pelayanan KB harus
diberikan secara tepat, sehingga dapat mencegah aborsi berulang.[21]

Berdasarkan paragraf 8.25 tersebut dan dengan pertimbangan tingginya AKI di Indonesia
serta tingginya angka aborsi tidak aman, maka undang-undang yang selama ini melarang
keras aborsi diminta diamandemen. Selain itu, disebabkan juga oleh beragamnya motif
aborsi yang justru 89% dilakukan oleh ibu rumah tangga dan hanya 11% dilakukan
remaja belum menikah, membuat banyak kalangan mengkampanyekan aborsi sebagai hak
atas kesehatan reproduksi, hak atas pelayanan aborsi yang aman.
Mengangkat hak atas kesehatan reproduksi ini, Gadis Arifia, pimpinan redaksi jurnal
Perempuan dan staf pengajar jurusan Filsafat UI meminta agar persoalan aborsi
dikembalikan pada perempuan. Selama ini, menurutnya, perempuan tidak memiliki
otonomi atas tubuhnya sendiri. Tubuh perempuan selalu dimiliki oleh sesuatu di luar diri,
entah itu medis, hukum, agama dan lain-lain. Memberi pilihan pada perempuan
menyangkut tubuhnya menurut Gadis merupakan bentuk keadilan. Penuntutan perempuan
terhadap hak reproduksi adalah refleksi dari penuntutan mereka terhadap hak untuk
melakukan kontrol terhadap tubuhnya sendiri.[22]
Pernyataan ini dikemukakannya setelah terlebih dahulu mengkritisi isu etika dalam
perdebatan mengenai aborsi. Menurut Gadis, prinsip-prinsip etis yang ada hanyalah
perspektif laki-laki yang mengatasnamakan keseluruhan. Padahal, lanjut Gadis,
perempuan tak pernah dipertimbangkan dalam prinsip-prinsip etis itu. Mengutip Simone
de Beauvoir, Gadis mengatakan bahwa perempuan selalu saja menjadi obyek bukan
subyek. Perempuan selalu ditolak untuk menjadi agen moral yang otonom. Perempuan
tidak pernah dibiarkan memilih kehidupan yang baik untuk dirinya sendiri. Karenanya,
dalam persoalan aborsi, Gadis menganggap perlu memasukkan prinsip etika feminis
dalam menjawab pertanyaan tentang apakah yang baik untuk perempuan?[23]
Untuk mendukung argumentasinya, Gadis mengambil pendapat Judith Thomson yang
menyanggah pandangan anti aborsi. Alasan bahwa janin adalah manusia seperti yang
dikemukakan kalangan anti aborsi, menurut Thomson sama sekali tidak mengikuti
penjelasan medis tentang perkembangan janin yang menunjukkan bahwa saat terkonsepsi
janin tersebut masih berupa sel-sel. Dari pendapat tersebut, Gadis menganalogikan bahwa
menganggap janin sudah menjadi manusia saat terkonsepsi sama saja dengan mengatakan
bahwa biji durian sebelum ditanam sudah menjadi pohon durian.[24]
Menanggapi pelarangan aborsi dalam hukum Indonesia, Soe Tjen Marching, staf pengajar
di Melbourne University, Australia, berpendapat bahwa seandainya pelarangan itu
memang dimaksudkan sebagai perlindungan janin (pro-life), mengapa hukum di
Indonesia justru juga tak mengindahkan hak wanita dan anak yang lahir secara illegal.
Jangankan untuk mendapat tunjangan sebagaimana di negara-negara lain, untuk hidup
normal pun sulit? Hukum di Indonesia mengaku pro-life dengan mengakui hak hidup
janin tetapi tak mengindahkan hak hidup sang perempuan atau anak yang lahir, yang
memang nyata telah menjadi manusia seutuhnya di lingkungan mereka.[25] Oleh karena
itu, lanjut Marching, membela aborsipun dapat disebut pro-life karena hak untuk aborsi
adalah hak yang membela kehidupan perempuan. Dan pelarangan aborsi seperti kasus
Indonesia tidak bisa disebut Pro-life karena tidak diikuti kebijakan lain yang mendukung
kabaikan hidup wanita dan anak yang dilahirkannya.
Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Maria S. Ratri, orang tua tunggal yang pernah
punya pengalaman dengan aborsi, baginya, melarang melakukan aborsi sembari
membiarkan perempuan menanggung sendiri akibat yang sudah dibayangkan dan tak

diinginkan adalah tindakan tak berperikemanusiaan. Bila perempuan tidak siap menerima
anaknya, menurut Ratri, tak sepantasnya ia dipaksa menerima kehamilannya dengan
alasan kemanusiaan karena perempuan juga manusia. Lagipula lanjut Ratri,
perempuanlah yang memiliki tubuh, yang pikiran, perasaan dan masa depannya terkait
dengan kehamilannya.[26]
Sementara itu, Dr. Kartono Muhammad memandang terlalu ekstrim bila menganggap
aborsi sebagai penghilangan nyawa sebagaimana dicantumkan dalam UU. Baginya,
aborsi merupakan bagian dari hak atas kesehatan reproduksi yang harus disediakan
pemerintah. Adanya kehamilan tak diinginkan adalah sesuatu yang riil dan dialami
banyak orang dengan berbagai alasan. Karena itu, menurut Dr. Kartono jangan buru-buru
menghakimi bahwa mereka itu pendosa. Adanya realitas seperti ini harus
dipertimbangkan dalam menetapkan peraturan tentang aborsi.[27]
Aborsi sebagai bagian dari hak perempuan atas pelayanan kesehatan bagaimanapun
kondisinya atau akibat apapun juga ditegaskan dalam pasal 12 Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan (Konvensi Perempuan). Selain itu dalam
Konferensi Kependudukan dan Pembangunan Internasional di Kairo ditegaskan pula
bahwa hak reproduksi terkandung di dalamnya hak untuk membuat keputusan mengenai
reproduksi yang bebas dari diskriminasi, paksaan dan kekerasan.[28]
2). Hak Janin
Dari kubu pro-choice di atas, muncul perspektif terbalik yang menyatakan bahwa kalau
aborsi dijadikan sebagai hak, maka wacana yang sama juga dapat dipakai untuk pihak
lain, janin dalam kandungan mempunyai hak hidup juga.[29]
Melindungi hak hidup janin adalah argumentasi yang biasanya dipakai kalangan pro-life
untuk mendukung pendapat mereka. Namun benarkah janin memiliki hak hidup?
Pertanyaan ini menggiring pada perdebatan berikutnya mengenai kapan janin dapat
dikategorikan sebagai manusia. Membahas hal ini, menarik apa yang dipaparkan oleh CB
Kusmaryanto, Dosen Bioetika di Pascasarjana Sanata Dharma Yogakarta. Menurutnya,
perdebatan mengenai kapan manusia terbentuk, dahulu adalah perdebatan mengenai
ensoulment, masuknya jiwa ke dalam janin. Menurut Embriologi Aristotelian, jiwa masuk
badan janin laki-laki pada hari ke-40 dan 90 hari untuk perempuan. Selain itu, ada pula
yang berpendapat setelah umur 14, 30, 90 hari, bahkan 120 hari. Saat ini, pemikiran
tersebut ditentang keras oleh embriologi modern yang membuktikan bahwa kehidupan
manusia langsung dimulai seusai proses pembuahan.[30] Menurutnya, fakta-fakta baru
embriologi modern seharusnya mengubah pandangan mengenai aborsi. Mungkin selama
ini ada yang menyetujui aborsi karena percaya, hidup manusia baru dimulai 14 hari, atau
40 hari, atau 120 hari. Data ini, lanjutnya, sangat lemah karena tidak didukung data ilmiah
embriologi modern. Oleh karena manusia hidup sejak proses pembuahan usai, maka ia
mempunyai hak asasi yang harus dilindungi. Hak hidup, lanjutnya, adalah hak yang
paling dasar, mendasari semua hak asasi lainnya. Tanpa hidup, manusia tak ada dan tak
mempunyai hak asasi.[31]
Pernyataan CB. Kusmaryanto ini juga didukung oleh laporan sebuah kelompok yang
terdiri dari 220 dokter terkemuka dan para guru besar kepada Dewan Pengadilan Tinggi
Amerika Serikat. Laporan yang diserahkan pada bulan Oktober 1971 itu menunjukkan
bahwa siklus pembentukan pribadi manusia terjadi saat pembuahan. Laporan ini

merupakan penemuan penting embriologi, fetologi, genetika, perinatologi dan biologi


tentang terbentuknya kepribadian manusia.[32]
Penemuan di atas, menurut Kardinal Sin menunjukkan bahwa janin bukan hanya
seonggok daging yang bisa seenaknya dipotong-potong lalu dicampakkan. Proses aborsi
terhadap janin adalah proses pembunuhan kejam dan biadab. Dengan cara-cara seperti
dijelaskan di atas janin mengalami penyiksaan dan kesakitan yang luar biasa. Dengan
mengutip penjelasan John T. Noonanja, seorang guru besar Fakultas Hukum di
Universitas Kalifornia, Kardinal Sin mengatakan bahwa aborsi menyakiti anak yang
belum lahir. Dengan metode penyedotan misalnya, proses ini menurutnya mendatangkan
rasa sakit yang luar biasa yang benar-benar mematikan pada sang bayi. Demikian juga
dengan pemakaian garam hipertonik (Hypertonic Saline Solution). Larutan ini bekerja
menyayat tubuh bayi sekitar 2 jam sehingga jantung janin benar-benar mati. Dari sini,
Kardinal Sin menyimpulkan, cara apapun yang digunakan untuk aborsi merupakan
penganiayaan yang amat keji.[33] Hal serupa juga diceritakan oleh seorang dokter yang
berpengalaman dengan aborsi berikut ini:
Mula-mula kami melakukan pengguguran pada janin-janin sehingga detakan-detakan
jantung dan geraknya tak begitu nyata. Saya pikir janin berumur 15-16 minggu itu tentu
belum bisa merasa apa-apa. Tanpa sadar kami mulai melakukan pengguguran pada janinjanin besar. Tiba-tiba waktu kami menyuntikkan cairan garam, kami melihat ada gerakangerakan dalam rahim, pasti ini adalah janin yang menderita akibat menelan cairan garam,
ia menendang-nendang dengan panik dalam keadaan sekarat. Kami menghibur diri
dengan mengatakan bahwa itu hanya disebabkan oleh konstraksi otot-otot rahim saja.
Tapi sejujurnya, hal ini menekan batin kami, sebab sebagai dokter kami mengerti bahwa
bukan itu yang sebenarnya terjadi. Kami telah melakukan pembunuhan.[34]

Selain argumentasi di atas, Frederica Mattewes-Green, memberikan sanggahansanggahan kepada alasan-alasan seputar status kemanusiaan janin yang diajukan
kelompok pro-aborsi. Ketakutan dan ketidaksiapan perempuan untuk memiliki anak
seringkali menjadi alasan aborsi. Tidak diinginkannya kehadiran anak membuat janin tak
dianggap sebagai manusia. Menurut Mattewes, jika manfaat dari keberadaan seseorang
bergantung pada seseorang yang lain, maka kita boleh dengan sekehendak hati
meniadakan anak-anak, darah daging kita sendiri yang tidak memberikan kebahagiaan
bagi kita. Seringkali pula perkiraan bahwa anak akan terlahir cacat menjadi alasan aborsi.
Menurut Mattewes, para penyandang cacat mungkin gemetar mendengarnya. Jika
diketahui ketidaknormalan mereka sebelum mereka lahir, kita mungkin akan membuat
mereka tidak terlahir ke dunia sehingga mereka tidak mengalami kehidupan yang jauh
dari bahagia. Alasan aborsi bahwa anak akan mengalami penderitaanseperti anak yang
lahir akibat perkosaanjuga disanggah Mattewes. Dengan alasan ini, berarti kita
menegaskan kekuatan si penyiksa dan mengesampingkan harapan dari mereka yang
percaya bahwa masa lalu dapat dilupakan. Dengan itu semua, Mattewes memandang
bahwa mempersepsikan janin sebagai bukan manusia berarti merendahkan martabat janin
hanya demi mencari-cari alasan untuk aborsi. Kasus kehamilan di luar nikah, menurut
Mattewes, barangkali memang memberatkan wanitakarena tanpa bapak yang
bertanggung jawab. Namun, bukan berarti si wanita dapat melakukan hal yang sama
menghapus tanggung jawab dengan menggugurkan kandungannya.

Vous aimerez peut-être aussi