Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
10 Februari 10 | 21:59
Masalah aborsi sampai sekarang tetap menjadi masalah kontroversial, tidak hanya dari sudut
pandang kesehatan, agama, psikologis tetapi juga sudut pandang hukum. Tulisan ini bertujuan
untuk mengupas masalah aborsi ditinjau dari empat sudut pandang tersebut serta
perkembangan terakhir masalah aborsi untuk mewujudkan aborsi yang aman di Indonesia.
Aborsi dari Sudut Pandang Kesehatan
Pengertian dari abortus atau aborsi adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat
tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk
hidup di luar kandungan. Abortus dibagi menjadi dua, yang pertama yaitu abortus spontan
dan yang kedua adalah abortus buatan. Abortus spontan adalah
Abortus yang terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya-upaya dari luar (keguguran).
Sedangkan abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat adanya upaya-upaya tertentu
untuk mengakhiri proses kehamilan. Istilah yang sering digunakan untuk peristiwa ini adalah
aborsi, pengguguran, atau abortus provokatus yaitu aborsi yang diprovokatori semisal dengan
obat-obatan.
Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada
kesakitan dan kematian dari seorang ibu yang melakukan aborsi. Sebagaimana diketahui
penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan dan infeksi
kandungan dan eklampsia (keracunan kehamilan dari janin/calon bayi kepada ibunya).
Sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk
komplikasi perdarahan. Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering
tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan saja. Hal itu
terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat.
Di satu pihak aborsi dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung
menyembunyikan kejadian aborsi, di lain pihak aborsi terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari
berita yang ditulis di surat kabar tentang terjadinya aborsi di masyarakat, selain dengan
mudahnya didapatkan jamu dan obat-obatan peluntur juga dukun pijat untuk mereka yang
terlambat datang bulan.
Dalam hal aborsi apabila terpaksa dilakukan sebenarnya harapannnya adalah pelayanan
aborsi yang aman merupakan bagian dari hak perempuan untuk hidup, hak perempuan untuk
menerima standar pelayanan kesehatan yang tertinggi dan hak untuk memanfaatkan
kemajuan teknologi kesehatan dan informasi. Dengan demikian, diperlukan perlindungan
hukum dalam menyelenggarakan pelayanan aborsi yang aman untuk menjamin hak
perempuan dalam menentukan fungsi reproduksi dan peran reproduksi tubuhnya sendiri.
Aborsi dari Sudut Pandang Hukum
Aborsi dipandanng dari sudut hukum terjadi suatu kontradiksi dalam Undang-undang No.
23/1992 tentang Kesehatan pasal 15 ayat 1 sebagai berikut :
"Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya* dapat dilakukan tindakan medis tertentu**."
Dari hal di atas yang dapat dijelasakan dari isi Undang-Undang tersebut adalah
- Bahwa kalimat untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya merupakan
pernyataan cacat hukum karena kalimat tersebut sepertinya menjelaskan bahwa pengguguran
kandungan diartikan sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janinnya. Padahal,
selama ini yang terjadi seseorang melakukan pengguguran kandungan tidak pernah diartikan
sebagai upaya untuk menyelamatkan janin yang dikandungnya, tetapi yang dalam
pemahaman masyarakat yang terjadi adalah malah sebaliknya.
- Bahwa selanjutnya "Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan
apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan,
dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu
dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. Dengan demikian
dapat diambil kesimpulan bahwa dasar hukum tindakan aborsi yang cacat hukum dan tidak
jelas itu menjadikan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan aborsi rentan di mata
hukum.
- Bahwa dalam kenyataaan secara hukum ada aborsi yang dapat diterima dan yang tidak
dapat diterima". Yang dapat diterima antara lain jika kehamilan membahayakan jiwa si ibu.
Ini berarti ada aborsi yang secara hukum boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
Pembedaaan antara yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan itulah yang perlu
diatur melalui sistem hukum. Artinya diperlukan undang-undang yang mengatur aborsi
sehingga dapat menolong perempuan yang mengalami KDRT dari bahaya menjadi korban
praktik yang membahayakan kesehatan bahkan jiwanya (Hartono 2005 : Issue Abortus dalam
RUU Kesehatan, Kompas)
Aborsi dari Sudut Pandang Psikologi
Aborsi dilihat dari segi psikologi sebenarnya lebih kepada bagaimana rasa aman dan nyaman
tersebut tercipta atau ada dalam diri seseorang yang akan melakukan aborsi. Sebagai salah
satu contoh untuk mereka perempuan yang mengalami perkosaan tentunya mereka akan
mengalami suatu traumatis yang lebih bila akhirnya mereka harus mengandung dan
melahirkan anak dari sesorang yang memperkosanya.
Tetapi hal ini tentunya tidaklah mutlak karena ada juga dari para korban perkosaan ini mereka
sangat kuat dan mampu mengolah traumatisnya sehinggga mereka merasa aman nyaman dan
enjoy melahirkan anak dari hasil perkosaan. Mereka memutuskan untuk menjadi single
parent, tentunya ini tidak mudah karena harus membuka kesadaran terdalam untuk dapat
merasa aman dan nyaman.
Akhirnya secara keseluruhan kita dapat menafsirkan sendiri mengenai masalah aborsi itu.
Karena kalau kita mengacu UU N0 23 1992 sebenarnya sudah berniat melakukan legalisasi
aborsi. Jadi semuanya terserah anda akan memilih yang mana dengan segala konsekuensi dan
akibat-akibat yang disebabkan oleh aborsi itu.
Latar Belakang
Setiap tahun, diperkirakan ada 2,5 juta nyawa tak berdosa melayang
sia-sia akibat aborsi. Angka ini terhitung besar sebab jumlahnya separuh dari
jumlah kelahiran di Indonesia, yaitu 5 juta kelahiran per tahun.Di antara
sekian juta pelaku aborsi, sebagian besar justru berasal dari kalangan remaja
berusia 15 -24 tahun. Diduga, hal ini disebabkan karena kurangnya
pendidikan seks dan sulitnya akses remaja mendapat alat kontrasepsi.
Dari 2,5 jutaan pelaku aborsi tersebut, 1 - 1,5 juta di antaranya adalah
remaja. Remaja sudah bisa aktif secara seksual, namun sulit memperoleh alat
kontrasepsi.
Sudibyo
menuturkan
bahwa
BKKBN
sendiri
tidak
merekomendasikan
dari
keluarga
dan
pendidikan
seks
di
sekolah.
Dengan
aborsi.
1.2
Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan maka beberapa
masalah yang dapat penulis rumuskan dan akan dibahas dalam makalah ini
adalah:
1.
2.
1.3
Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang
diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan, sehingga para pembaca atau para calon biadn
tahu dan mengerti mengnai aborsi sesaua denganlegal etik kebidanan:
1.
2.
1.4
Manfaat Penulisan
Agar kita sebagai mahasiswa tahu dan mengerti bahwa apa yang kita
lakukan dalam aborsi harus sesuai dengan legal etik kebidanan dan serta
tidak menyalahi peraturan dalam segal aspek .
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Definisi
Aborsi menurut pengertian medis adalah mengeluarkan hasil konsepsi
atau pembuahan, sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibunya.Sedang
menurut bahasa Arab disebut dengan al-Ijhadh yang berasal dari kata
ajhadha - yajhidhu yang berarti wanita yang melahirkan anaknya secara
paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya. Atau juga bisa berarti
bayi yang lahir karena dipaksa atau bayi yang lahir dengan sendirinya.
Aborsi di dalam istilah fikih juga sering disebut dengan isqhoth
( menggugurkan ) atau ilqaa ( melempar ) atau tharhu ( membuang )
( al Misbah al Munir , hlm : 72 )Aborsi tidak terbatas pada satu bentuk, tetapi
aborsi
mempunyai
banyak
macam
dan
bentuk,
sehingga
untuk
Dilegalkan
Ilegal
melakukan
sesuatu
terhadap
perempuan
dengan
dapat terjadi
pengguguran
kandungan.
3.
Agama Islam
Umat
Islam
percaya
bahwa
Al-Quran
adalah
Undang-Undang
palingutama bagi kehidupan manusia. Allah berfirman: Kami menurunkan AlQuran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu. (QS 16:89). Berikut ini
adalah pandangan Al-Quran terhadap masalah Aborsi.
1.
Manusia
berapapun
kecilnya
adalah
ciptaan
Allah
yang
2.
dilakukan
kandungan
dengan
tanpa
tujuan
alasan
menghentikan
medis
dikenal
kehidupan
dengan
bayi
istilah
dalam
abortus
janin
yang
terbentuk
adalah
merupakan
rencana Allah.
Allah
ataupun hajat.
a.
aborsi adalah Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker
stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya
yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.Dalam keadaan di mana kehamilan
mengancam nyawa si ibu.
b.
Keadaan
hajat
yang
berkaitan
dengan
kehamilan
yang
dapat
Kehamilan
akibat
perkosaan
yang
ditetapkan
oleh
Tim
yang
akibat zina.
Agama Katolik
Agama katolik menentang adanya aborsi, hal ini didasarklan bahwa
kehidupan menusia merupakan suatu halk yang sangat berharga dan perlu du
hormati serta merupakan hak asasi setiap orang. Aborsi dianggap sebagai
pembunuhan janin.
Agama Kristen
Agama Kristen menentang adanya aborsi, hal ini didasarkan bahwa
kehidupan manusia merupakan suatu hal yang sangat berharga dan perlu
dihormati serta merupakan hak asasi setiap orang. Aborsi di anggap sebagai
pembunuhan janin.
Aborsi karena alasan janin yang cacat tidak dibenarkan Tuhan.Yes 45 : 912 Celakalah orang yang berbantah dengan Pembentuknya; dia tidak lain
dari beling periuk saja! Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya:
Apakah yang kau buat? atau yang telah dibuatnya: Engkau tidak punya
tangan! Celakalah orang yang berkata kepada ayahnya: Apakah yang kau
peranakkan? dan kepada ibunya: Apakah yang kau lahirkan? Beginilah
firman Tuhan, YangMahakudus, Allah dan Pembentuk Israel; Kamukah yang
mengajukan pertanyaan kepadaKu mengenai anak-anakKu, atau memberi
perintah kepadaKu mengenai yang dibuat tanganKu? Akulah yang menjadikan
bumi dan yang menciptakan manusia di atasnya; tanganKulah yang
membentangkanlangit, dan Akulah yang memberi perintah kepada seluruh
tentaranya.
Agama Hindu
(panasanita),Ada
kehendak
(cetana)
untuk
membunuh
a.
individu yang tercantum dalam pasal 1 dan 3 Deklarasi Umum HAM PBB dan
pasal 6.1 dan 9.1dari Konvensi International Hak-hak Sipil dan Politik. Hak
atas kehidupan ini menyuarakan bahwa pelayanan aborsi harus disediakan
bagi
perempuan
yang
hidup
dalam
keadaan
bahaya
oleh
karena
untuk
melindungi
perempuan
dengan
resiko
kematian
atau
kekacauan sebagai akibat dari aborsi tidak aman. Sedangkan hak keamanan
pribadi dapat diinterpretasikan sebagai perempuan tidak harus dibatasi
apakah ia melanjutkan kehamilannya atau mengakhirinya, dan ia mempunyai
hak untuk memutuskan bagi dirinya mengenai pengakhian kehamilan yang
tidak dikehendakinya.
b.
Hak
perempuan
untuk
memperoleh
standar
kesehatan
yang
Kehamilan
Tidak
Diinginkan
(KTD) terjadi
karena adanya
hubungan seksual antara lelaki dan perempuan. Dalam hal ini lelaki turut
berperan serta mengakibatkan terjadinya KTD yang berbuntut pada aborsi.
Lelaki dan perempuan memiliki peran dan tanggung jawab yang sama dalam
hal aborsi.
Selain itu, layanan aborsi ilegal dan dalam posisi ini, perempuan tidak
memiliki perlindungan hukum untuk menuntut hak mereka.
Pengakuan hak perempuan untuk membuat keputusan tentang tubuh mereka
sendiri - termasuk hak atas integritas fisik, hak untuk memutuskan secara
bebas dan bertanggung jawab jumlah dan jarak antar kehamilan - ditemukan
dalam dokumen internasional. Maka menjadi kewajiban pemerintah untuk
menghormati, melindungi dan memenuhi hak tersebut..
Hak perempuan untuk mengakhiri kehamilan diimplikasikan dan
didukung dalam berbagai perjanjian dan instrumen internasional. Akses
terhadap layanan aborsi yang aman adalah bagian penting untuk melindungi
hak perempuan terhadap kesehatan dan hak mereka untuk hidup. Termasuk
di dalamnya adalah hak perempuan untuk menikmati hasil kemajuan ilmu
pengetahuan dan aplikasinya yang tercantum dalam Kovenan ekonomi, sosial
dan budaya dimana perempuan tidak hanya mendapat akses terhadap aborsi
yang aman, namun juga terhadap metode-metode aborsi terbaru yang
dianggap aman dan efektif . Oleh karena itu, pembatasan atau pelarangan
terhadap layanan aborsi yang aman merupakan diskriminasi terhadap
perempuan .
6.
hanya sebagian kecil yang cukup radikal dan siap untuk menyangkal titik
pandang yang berlawanan. Sebagian besar siap untuk menerima aborsi
walaupun dalam kondisi tertentu. Ini berarti bahwa aborsi harus disahkan
tetapi pada saat yang sama harus diatur secara ketat agar tidak
membahayakan kesehatan wanita atau anak-anak mereka dalam kasus-kasus
ketika aborsi mungkin yg dapat dihindari.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aborsi merupkan tindakan yang dipandang sebagai suatu tindakan yang
tidak sesuai dengan norma dan etika budaya ketimuran, karena budaya timur
masih memegang kuat agamanya karena seluruh agama dan budya timur
menentang tindakan. Aborsi menjadi fenomena sosial, memiliki banyak lawan
serta pendukung tetapi hanya sebagian kecil yang cukup radikal dan siap
untuk menyangkal titik pandang yang berlawanan. Sebagian besar siap untuk
menerima aborsi walaupun dalam kondisi tertentu. Ini berarti bahwa aborsi
harus disahkan tetapi pada saat yang sama harus diatur secara ketat agar
tidak membahayakan kesehatan wanita atau anak-anak mereka dalam kasuskasus ketika aborsi mungkin yg dapat dihindari.
3.2 Saran
Saran dari kami kepada pembaca
Dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat kepada setiap
pembaca tentang aborsi yang selam ini menjadi kontropersi di Indonesia.
Saran dari pembaca kepada kami
Kami menyadari pembuatan makalah ini sangatlah jauh dari kesan sempurna
oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya
Berdasarkan paragraf 8.25 tersebut dan dengan pertimbangan tingginya AKI di Indonesia
serta tingginya angka aborsi tidak aman, maka undang-undang yang selama ini melarang
keras aborsi diminta diamandemen. Selain itu, disebabkan juga oleh beragamnya motif
aborsi yang justru 89% dilakukan oleh ibu rumah tangga dan hanya 11% dilakukan
remaja belum menikah, membuat banyak kalangan mengkampanyekan aborsi sebagai hak
atas kesehatan reproduksi, hak atas pelayanan aborsi yang aman.
Mengangkat hak atas kesehatan reproduksi ini, Gadis Arifia, pimpinan redaksi jurnal
Perempuan dan staf pengajar jurusan Filsafat UI meminta agar persoalan aborsi
dikembalikan pada perempuan. Selama ini, menurutnya, perempuan tidak memiliki
otonomi atas tubuhnya sendiri. Tubuh perempuan selalu dimiliki oleh sesuatu di luar diri,
entah itu medis, hukum, agama dan lain-lain. Memberi pilihan pada perempuan
menyangkut tubuhnya menurut Gadis merupakan bentuk keadilan. Penuntutan perempuan
terhadap hak reproduksi adalah refleksi dari penuntutan mereka terhadap hak untuk
melakukan kontrol terhadap tubuhnya sendiri.[22]
Pernyataan ini dikemukakannya setelah terlebih dahulu mengkritisi isu etika dalam
perdebatan mengenai aborsi. Menurut Gadis, prinsip-prinsip etis yang ada hanyalah
perspektif laki-laki yang mengatasnamakan keseluruhan. Padahal, lanjut Gadis,
perempuan tak pernah dipertimbangkan dalam prinsip-prinsip etis itu. Mengutip Simone
de Beauvoir, Gadis mengatakan bahwa perempuan selalu saja menjadi obyek bukan
subyek. Perempuan selalu ditolak untuk menjadi agen moral yang otonom. Perempuan
tidak pernah dibiarkan memilih kehidupan yang baik untuk dirinya sendiri. Karenanya,
dalam persoalan aborsi, Gadis menganggap perlu memasukkan prinsip etika feminis
dalam menjawab pertanyaan tentang apakah yang baik untuk perempuan?[23]
Untuk mendukung argumentasinya, Gadis mengambil pendapat Judith Thomson yang
menyanggah pandangan anti aborsi. Alasan bahwa janin adalah manusia seperti yang
dikemukakan kalangan anti aborsi, menurut Thomson sama sekali tidak mengikuti
penjelasan medis tentang perkembangan janin yang menunjukkan bahwa saat terkonsepsi
janin tersebut masih berupa sel-sel. Dari pendapat tersebut, Gadis menganalogikan bahwa
menganggap janin sudah menjadi manusia saat terkonsepsi sama saja dengan mengatakan
bahwa biji durian sebelum ditanam sudah menjadi pohon durian.[24]
Menanggapi pelarangan aborsi dalam hukum Indonesia, Soe Tjen Marching, staf pengajar
di Melbourne University, Australia, berpendapat bahwa seandainya pelarangan itu
memang dimaksudkan sebagai perlindungan janin (pro-life), mengapa hukum di
Indonesia justru juga tak mengindahkan hak wanita dan anak yang lahir secara illegal.
Jangankan untuk mendapat tunjangan sebagaimana di negara-negara lain, untuk hidup
normal pun sulit? Hukum di Indonesia mengaku pro-life dengan mengakui hak hidup
janin tetapi tak mengindahkan hak hidup sang perempuan atau anak yang lahir, yang
memang nyata telah menjadi manusia seutuhnya di lingkungan mereka.[25] Oleh karena
itu, lanjut Marching, membela aborsipun dapat disebut pro-life karena hak untuk aborsi
adalah hak yang membela kehidupan perempuan. Dan pelarangan aborsi seperti kasus
Indonesia tidak bisa disebut Pro-life karena tidak diikuti kebijakan lain yang mendukung
kabaikan hidup wanita dan anak yang dilahirkannya.
Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Maria S. Ratri, orang tua tunggal yang pernah
punya pengalaman dengan aborsi, baginya, melarang melakukan aborsi sembari
membiarkan perempuan menanggung sendiri akibat yang sudah dibayangkan dan tak
diinginkan adalah tindakan tak berperikemanusiaan. Bila perempuan tidak siap menerima
anaknya, menurut Ratri, tak sepantasnya ia dipaksa menerima kehamilannya dengan
alasan kemanusiaan karena perempuan juga manusia. Lagipula lanjut Ratri,
perempuanlah yang memiliki tubuh, yang pikiran, perasaan dan masa depannya terkait
dengan kehamilannya.[26]
Sementara itu, Dr. Kartono Muhammad memandang terlalu ekstrim bila menganggap
aborsi sebagai penghilangan nyawa sebagaimana dicantumkan dalam UU. Baginya,
aborsi merupakan bagian dari hak atas kesehatan reproduksi yang harus disediakan
pemerintah. Adanya kehamilan tak diinginkan adalah sesuatu yang riil dan dialami
banyak orang dengan berbagai alasan. Karena itu, menurut Dr. Kartono jangan buru-buru
menghakimi bahwa mereka itu pendosa. Adanya realitas seperti ini harus
dipertimbangkan dalam menetapkan peraturan tentang aborsi.[27]
Aborsi sebagai bagian dari hak perempuan atas pelayanan kesehatan bagaimanapun
kondisinya atau akibat apapun juga ditegaskan dalam pasal 12 Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan (Konvensi Perempuan). Selain itu dalam
Konferensi Kependudukan dan Pembangunan Internasional di Kairo ditegaskan pula
bahwa hak reproduksi terkandung di dalamnya hak untuk membuat keputusan mengenai
reproduksi yang bebas dari diskriminasi, paksaan dan kekerasan.[28]
2). Hak Janin
Dari kubu pro-choice di atas, muncul perspektif terbalik yang menyatakan bahwa kalau
aborsi dijadikan sebagai hak, maka wacana yang sama juga dapat dipakai untuk pihak
lain, janin dalam kandungan mempunyai hak hidup juga.[29]
Melindungi hak hidup janin adalah argumentasi yang biasanya dipakai kalangan pro-life
untuk mendukung pendapat mereka. Namun benarkah janin memiliki hak hidup?
Pertanyaan ini menggiring pada perdebatan berikutnya mengenai kapan janin dapat
dikategorikan sebagai manusia. Membahas hal ini, menarik apa yang dipaparkan oleh CB
Kusmaryanto, Dosen Bioetika di Pascasarjana Sanata Dharma Yogakarta. Menurutnya,
perdebatan mengenai kapan manusia terbentuk, dahulu adalah perdebatan mengenai
ensoulment, masuknya jiwa ke dalam janin. Menurut Embriologi Aristotelian, jiwa masuk
badan janin laki-laki pada hari ke-40 dan 90 hari untuk perempuan. Selain itu, ada pula
yang berpendapat setelah umur 14, 30, 90 hari, bahkan 120 hari. Saat ini, pemikiran
tersebut ditentang keras oleh embriologi modern yang membuktikan bahwa kehidupan
manusia langsung dimulai seusai proses pembuahan.[30] Menurutnya, fakta-fakta baru
embriologi modern seharusnya mengubah pandangan mengenai aborsi. Mungkin selama
ini ada yang menyetujui aborsi karena percaya, hidup manusia baru dimulai 14 hari, atau
40 hari, atau 120 hari. Data ini, lanjutnya, sangat lemah karena tidak didukung data ilmiah
embriologi modern. Oleh karena manusia hidup sejak proses pembuahan usai, maka ia
mempunyai hak asasi yang harus dilindungi. Hak hidup, lanjutnya, adalah hak yang
paling dasar, mendasari semua hak asasi lainnya. Tanpa hidup, manusia tak ada dan tak
mempunyai hak asasi.[31]
Pernyataan CB. Kusmaryanto ini juga didukung oleh laporan sebuah kelompok yang
terdiri dari 220 dokter terkemuka dan para guru besar kepada Dewan Pengadilan Tinggi
Amerika Serikat. Laporan yang diserahkan pada bulan Oktober 1971 itu menunjukkan
bahwa siklus pembentukan pribadi manusia terjadi saat pembuahan. Laporan ini
Selain argumentasi di atas, Frederica Mattewes-Green, memberikan sanggahansanggahan kepada alasan-alasan seputar status kemanusiaan janin yang diajukan
kelompok pro-aborsi. Ketakutan dan ketidaksiapan perempuan untuk memiliki anak
seringkali menjadi alasan aborsi. Tidak diinginkannya kehadiran anak membuat janin tak
dianggap sebagai manusia. Menurut Mattewes, jika manfaat dari keberadaan seseorang
bergantung pada seseorang yang lain, maka kita boleh dengan sekehendak hati
meniadakan anak-anak, darah daging kita sendiri yang tidak memberikan kebahagiaan
bagi kita. Seringkali pula perkiraan bahwa anak akan terlahir cacat menjadi alasan aborsi.
Menurut Mattewes, para penyandang cacat mungkin gemetar mendengarnya. Jika
diketahui ketidaknormalan mereka sebelum mereka lahir, kita mungkin akan membuat
mereka tidak terlahir ke dunia sehingga mereka tidak mengalami kehidupan yang jauh
dari bahagia. Alasan aborsi bahwa anak akan mengalami penderitaanseperti anak yang
lahir akibat perkosaanjuga disanggah Mattewes. Dengan alasan ini, berarti kita
menegaskan kekuatan si penyiksa dan mengesampingkan harapan dari mereka yang
percaya bahwa masa lalu dapat dilupakan. Dengan itu semua, Mattewes memandang
bahwa mempersepsikan janin sebagai bukan manusia berarti merendahkan martabat janin
hanya demi mencari-cari alasan untuk aborsi. Kasus kehamilan di luar nikah, menurut
Mattewes, barangkali memang memberatkan wanitakarena tanpa bapak yang
bertanggung jawab. Namun, bukan berarti si wanita dapat melakukan hal yang sama
menghapus tanggung jawab dengan menggugurkan kandungannya.