Vous êtes sur la page 1sur 11

Angket/kuesioner merupakan suatu penyelidikan mengenai suatu masalah yang

umumnya banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak), dilakukan dengan jalan
mengedarkan suatu daftar pertanyaan berupa formulir-formulir yang diajukan secara
tertulis kepada sejumlah subyek untuk mendapatkan jawaban atau respons tertulis
seperlunya. (Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, 1996 hlm.200 mandar
maju, bandung).
Prof.Dr.Sugiyono, metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif,
dan RnD, Alfabeta bandung,2012
Arikunto, Suharsimi. 2006. Metodelogi penelitian. Yogyakarta: Bina Aksara.

RELIABILITAS, KEPRAKTISAN, DAN EFEK


POTENSIAL SUATU INSTRUMEN
03APR
A.

Pengertian Reliabititas

Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia yang digunakan


saat ini, sebenarnya diambil dari kata reliability dalam bahasa Inggris dan berasal dari
kata reliable yang artinya dapat dipercaya,keajegan, konsisten, keandalan, kestabilan. Suatu tes
dapat dikatakan reliabel jika tes tersebut menunjukkan hasil yang dapat dipercaya dan tidak
bertentangan.
Menurut Sugiono (2005) Reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang
memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang.
Reabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsitensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat
dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg, relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi
yang berbeda-beda. Sedangkan Sukadji (2000) mengatakan bahwa reliabilitas suatu tes adalah
seberapa besar derajat tes mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan
dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi berarti reliabilitas tinggi.
Menurut Nursalam (2003) Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta
atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkalikali dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara
mengukur atau mengamati samasama memegang peranan penting dalam waktu yang bersamaan.
Menurut Arifin (1991), suatu tes dapat dikatakan andal (reliable) jika tes tersebut mempunyai hasil
yang taat asas (konsisten). Sedangkan Sudjana (2004) mengatakan bahwa reliabilitas suatu tes
adalah ketepatan atau kejegan tes tersebut dalam menilai apa adanya, artinya kapan pun tes tersebut
digunakanakan memberikan hasil yang sama atau relatif sama.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang reliabilitas di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
reliabilitas adalah suatu pengukuran terhadap suatu tes yang melihat apakah tes tersebut dapat
mengukur apa yang seharusnya di ukur.
B.
Jenis- Jenis Reliabilitas
Salah satu syarat agar hasil suatu tes dapat dipercaya adalah tes tersebut harus mempunyai
reliabilitas yang memadai. Oleh karena itu Jaali dan Pudji (2008) membedakan reliabilitas menjadi 2
macam, yaitu :

Reliabilitas Konsistensi tanggapan, dan


Reliabilitas konsistensi gabungan item

1. Reliabilitas Konsistensi Tanggapan


Reliabilitas ini selalu mempersoalkan mengenai tanggapa responden atau objek terhadap tes tersebut
apakah sudah baik atau konsisten. Dalam artian apabila tes yang telah di cobakan tersebut dilakukan
pengukuran kembali terhadap obyek yang sama, apakah hasilnya masih tetap sama dengan
pengukuran sebelumnya. Jika hasil pengukuran kedua menunjukkan ketidakonsistenan, maka hasil
pengukuran tersebut tidak mengambarkan keadaan obyek yang sesungguhnya. Untuk mengetahui
apakah suatu tes atau instrument tersebut sudah mantap atau konsisten, maka tes/instrument
tersebut harus diuji kepada obyek ukur yang sama secara berulang-ulang.
Ada tiga mekanisme untuk memeriksa reliabilitas tanggapan responden terhadap tes (Jaali ; 2008)
yaitu :

Teknik test-retest ialah pengetesan dua kali dengan menggunakan suatu tes yang sama
pada waktu yang berbeda.

Teknik belah dua ialah pengetesan (pengukuran) yang dilakukan dengan dua kelompok item
yang setara pada saat yang sama.

Bentuk ekivalen ialah pengetesan (pengukuran) yang dilakukan dengan menggunakan dua
tes yang dibuat setara kemudian diberikan kepada responden atau obyek tes dalam waktu yang
bersamaan.
2. Reliabilitas Konsistensi Gabungan Item
Reabilitas ini terkait dengan konsistensi antara item-item suatu tes atau instrument.. Apabila terhadap
bagian obyek ukur yang sama, hasil pengukuran melalui item yang satu kontradiksi atau tidak
konsisten dengan hasil ukur melalui item yang lain maka pengukuran dengan tes (alat ukur) sebagai
suatu kesatuan itu tidak dapat dipercaya. Untuk itu jika terjadi hal demikian maka kita tidak bisa
menyalahkan obyek ukur, melainkan alat ukur (tes) yang dipersalahkan, dengan mengatakan bahwa
tes tersebut tidak reliable atau memiliki reliabilitas yang rendah.
Koefisien reliabilitas konsistensi gabungan item dapat dihitung dengan menggunakan 3 rumus (Jaali
2008), yakni :

Rumus Kuder-Richardson, yang dikenal dengan nama KR-20 dan KR-21.


Rumus koefisien Alpha atau Alpha Cronbach.
Rumus reliabilitas Hoyt, yang menggunakan analisis varian.

C.
Contoh perhitungan Reliabilitas Instrumen .
1. Bentuk Urayan
Jika skor butir instrumen atau soal tes kontinum (misalnya skala sikap atau soal bentuk uraian
dengan skor butir 1-5 atau skor soal 0-10) dan diberi simbol X i dan skor total instrumen atau tes diberi
simbol Xt, maka rumus yang digunakan untuk menghitung koefesien korelasi antara skor butir
instrumen atau soal dengan skor total instrumen atau skor total tes adalah sebagai berikut:
Keterangan:
rit = koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total.
xi = jumlah kuadrat deviasi skor dari Xi
xt = jumlah kuadrat deviasi skor dari Xt

Data hasil uji coba adalah sebagai berikut:

Jumla
h

Nomor
Responde
n

28

26

24

24

31

17

17

16

11

10

Jumlah

3
6

3
1

2
2

3
2

2
6

3
1

2
4

202

Nomor Butir Pertanyaan

Penyelesaian:
Untuk n=10 dengan alpha sebesar 0,05 didapat nilai table r=0,631. Karena nilai koefesien korelasi
antara skor butir dengan skor total untuk semua butir lebih besar dari 0,631, maka semua butir
mempunyai korelasi signifikan dengan skor total tes. Dengan demikian maka semua butir tes
dianggap valid atau dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar.
Uji reliabilitas

Dari soal diatas, selanjutnya akan dihitung koefesien reliabilitas dengan menggunakan rumus
koefesien Alpha, yaitu:
Keterangan:
rii = koefisien reliabilitas tes
k = cacah butir
= varian skor butir
= varian skor total
Koefisien reliabilitas dari contoh diatas dapat dihitung dengan cara pertama-tama dihitung varian butir
sebagai berikut:

Nomor butir

Varian Butir

1,24

1,29

0,56

1,16

1,44

1,69

1,24

Jumlah

8,62

Jadi koefesien reliabilitas tes (dengan 7 butir) pada contoh diatas adalah 0,97
2. Bentuk Objektif
Jika skor butir soal diskontinum (misalnya soal bentuk objektif dengan skor butir soal 0 atau 1) maka
kita menggunakan koefesien korelasi biserial dan rumus yang digunakan untuk menghitung koefesien
korelasi biserial antara skor butir soal dengan skor total tes adalah:
Keterangan:
rbis(i)
= koefesien korelasi beserial antara skor butir soal nomor i dengan skor total
X1
= rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir soal nomor i
Xt
= rata-rata skor total semua responden

st
= standar deviasi skor total semua responden
pi
= proporsi jawaban yang benar untuk butir soal nomor i
qi
= proporsi jawaban yang salah untuk butir soal nomor i
Contoh hasil uji coba adalah sebagai berikut:

Nomor Butir Pertanyaan

Jumlah

Nomor
Responden

10

Jumlah

36

Xt = 3,60
St = 2,107

Nomor Butir

rbuti
r

rtabel

Status

0,70

0,63

Valid

0,57

0,63

Tidak valid

0,66

0,63

Valid

0,81

0,63

Valid

0,76

0,63

Valid

0,75

0,63

Valid

0,54

0,63

Tidak valid

Ternyata dari tujuh butir soal tes ada 5 butir yang valid dan dua butir tidak valid. Oleh karena itu perlu
dilakukan perhitungan untuk menghitung koefesien antara skor butir dengan skor total baru (5 butir),
sebagai berikut:
Data hasil uji coba adalah sebagai berikut:

Nomor Butir Pertanyaan

Jumlah

Nomor
Responden

10

Jumlah

26

Xt = 2,6
St = 1,8
Untuk n = 10 dengan alpha sebesar 0,05 didapat nilai table r = 0,631. Karena niai koefesien korelasi
biserial antara skor butir dengan skor total untuk semua butir lebih besar dari 0,631, maka semua
butir mempunyai korelasi biserial yang signifikan dengan skor total tes. Dengan demikian maka
semua butir tes (5 butir) dianggap valid atau dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar.
Uji Reliabilitas
Selanjutnya akan dihitung koefesien reliabilitas dengan menggunakan rumus KR-20, sebagai berikut:
Keterangan:
rii = koefesien reliabilitas tes
k = cacah butir
piqi = varian skor butir
pi = proporsi jawaban yang benar untuk butir nomor i
qi = proporsi jawaban yang salah untuk butir nomor i
= varian skor total
Koefesien reliabitas dari contoh diatas adalah:
Pertama-tama dihitung varian butir (piqi) sebagai berikut:

Nomor butir

pi

qi

piqi

0,7

0,
3

0,21

0,5

0,6

0,5

0,25
0,
5
0,
4

0,24
0,25

0,
5

0,3

0,
7

Jumlah

0,21
1,16

= 1,16
St = 3,24
Jadi koefesien reliabilitas tes (dengan 5 butir) pada contoh diatas adalah 0,80.
D.
Kepraktisan Suatu Instrumen
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kepraktisan diartikan sebagai suatu yang bersifat praktis atau
efisien. Arikunto (2010) mengartikan kepraktisan dalam evaluasi pendidikan merupakan kemudahankemudahan yang ada pada instrument evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan,
menginterpretasi/ memperoleh hasil, maupun kemudahan dalam menyimpanya.
Kepraktisan juga merupakan salah satu ukuran suatu instrumen evaluasi dikatakan baik atau tidak.
Bila guru menggunakan esay tes untuk mengukur tanggapan siswa terhadap suatu produk
pembelajaran, dan jumlah siswa yang dibimbingnya mencapai dua ratus orang, maka upaya ini
cenderung tidak praktis. Diperlukan cara lain untuk menilai tanggapan siswa tersebut, misalnya
dengan tes lisan terhadap hasil diskusi kelompok. Kepraktisan diartikan pula sebagai kemudahan
dalam penyelenggaraan, membuat instrumen, dan dalam pemeriksaan atau penentuan keputusan
yang objektif, sehingga keputusan tidak menjadi bias dan meragukan. Kepraktisan dihubungkan pula
dengan efisien dan efektifitas waktu dan dana. Sebuah tes dikatakan baik bila tidak memerlukan
waktu yang banyak dalam pelaksanaannya, dan tidak memerlukan dana yang besar atau mahal.
Kepraktisan sebuah alat evaluasi lebih menekankan pada tingkat efisiensi dan efektivitas alat evaluai
tersebut, beberapa kriteria yang dikemukakan oleh Gerson, dkk dalam mengukur tingkat kepraktisan,
diantaranya adalah:

Waktu yang diperlukan untuk menyusun tes tersebut


Biaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan tes tersebut
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tes
Tingkat kesulitas menyusun tes
Tingkat kesulitan dalam proses pemeriksaan tes
Tingkat kesulitan melakukan intrepetasi terhadap hasil tes

Kepraktisan alat evaluasi akan memberikan manfaat yang besar bagi pelaksanaan maupun bagi
peserta didik karena dirancang sedemikian sistematis terutama materi instrumen tersebut.
Berkaitan kepraktisan dalam penelitian pengembangan Van den Akker (1999:10) menyatakan :
Practically refers to the extent that user (or other expert) consider the intervention as appealing and
usable in normal conditions

Artinya, kepraktisan mengacu pada tingkat bahwa pengguna (atau pakar-pakar lainnya)
mempertimbangkan intervensi dapat digunakan dan disukai dalam kondisi normal.
Untuk mengukur tingkat kepraktisan yang berkaitan dengan pengembangan instrument berupa materi
pembelajaran, Nieveen (1999) berpendapat bahwa untuk mengukur kepraktisannya dengan melihat
apakah guru (dan pakar-pakar lainnya) mempertimbangkan bahwa materi mudah dan dapat
digunakan oleh guru dan siswa. Khusus untuk pengembangan model yang dikembangkan dalam
penelitian pengembangan, model tersebutdikatakan praktis jika para ahli dan praktisi menyatakan
bahwa secara teoritis bahwa model dapat diterapkan di lapangan dan tingkat keterlaksanaannya
model tersebut termasuk kategori baik. Istilah baik ini masih memerlukan indikator-indikator yang
diperlukan untuk menentunkan tingkat kebaikan dari keterlaksanaan model yang di kembangkan.
Berkaitan dengan kepraktisan di tinjau dari apakah guru dapat melaksanakan pembelajaran di kelas.
Biasanya peneliti dan observer mengamati aktivitas yang dilakukan guru dalam pelaksanaan
pembelajaran. Misalnya, melihat kegiatan guru dalam mempersiapkan siswa untuk belajar,
memeriksa pekerjaan siswa, dll.
E.
Efek Potensial (Efektivitas)
Menurut Reigeluth (1999), aspek penting dalam keefektifan (efek potensial) dari suatu instrument,
teori, atau model adalah mengetahui tingkat/derajat dari penerapan teori, atau model dalam suatu
situasi tertentu. Tingkat keefektifan ini menurut Mager, biasanya dinyatakan dengan suatu skala
numeric yang didasarkan pada kriteria tertentu. (Reiguluth, 1999).
Berkaitan dengan keefektifan pengembangan instrument, model, teori dalam dunia pendidikan, Van
den Akker (1999:10) menyatakan :
Effectiveness refer to the extent that the experiences and outcomes with the intervention are
consistent with the intended aims
Artinya, keefektifan mengacu pada tingkatan bahwa pengalaman dan hasil intervensi konsisten
dengan tujuan yang dimaksud.
Keefektifan suatu bahan ajar biasanya dilihat dari poitensial efek berupa kualitas hasil belajar, sikap.,
dan motivasi peserta didik. Menurut Akker (1999) (dalam Yazid) ada dua aspek keefektivan yang
harus dipenuhi oleh suatu bahan ajar. Yakni :
1.
Ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa bahan ajar tersebut efektif.
2.
Secara operasional bahan ajar tersebut memberikan hasil sesuai yang diharapkan.
Menurut Suryadi (2005) (dalam Yazid), bahan ajar dapat dikatakan efektif apabila :
1.
2.
3.
4.
5.

Rata-rata siswa aktif dalam aktivitas pembelajaran.


Rata-rata siswa aktif dalam mengerjakan tugas.
Rata-rata siswa efektif dalam keefektifan relatif penguasaan bahan pengajaran.
Respon siswa terhadap pembelajaran yang dilaksaakan baik/positif
Respon guru terhadap pembelajaran yang dilaksanakan baik/positif
DAFTAR PUSTAKA
Akker,J.V. 1999. Principles and Methods of Development Research. In J. vam den Akker,R Branch,K
Gustafson, N Nieveen and Tj.Plomp (Eds). Design Approaches and Tools in Education and
Training (hlm. 1-14). Dodrecht : Kluwer Academic Publisher.

Arifin, Zaenal.(1991). Evaluasi Instruksional.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


Arikunto, Suharsimi. (2010) Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara : Yogyakarta.
Djali, dan Puji Muljono. (2008). Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. PT. Gramedia : Jakarta.
Nieveen, Nienke.1999. Prototyping to Reach Product Quality. In J. vam den Akker,R Branch,K
Gustafson, N Nieveen and Tj.Plomp (Eds). Design Approaches and Tools in Education and
Training (hlm. 125-136). Dodrecht : Kluwer Academic Publisher
Nursalam. (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi,
Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Rochmad. (2011). Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika. FMIPA UNNES :
Semarang
Sudjana, D. (2004).manjemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia. Bandung : Falah Production.
Sukadji, S. (2000). Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian, Jakarta : UI-Press
Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
Yazid, A. (2011). Kevalidan, Kepraktisan, dan Efek Potensial Suatu Bahan Ajar. Pascasarjana
Pendidikan Matematika Universitas Sriwijaya. http://aisyahyazid.blogspot.com/2011/12/kevalidankepraktisan-dan-efek.html

Vous aimerez peut-être aussi