Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
umumnya banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak), dilakukan dengan jalan
mengedarkan suatu daftar pertanyaan berupa formulir-formulir yang diajukan secara
tertulis kepada sejumlah subyek untuk mendapatkan jawaban atau respons tertulis
seperlunya. (Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, 1996 hlm.200 mandar
maju, bandung).
Prof.Dr.Sugiyono, metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif,
dan RnD, Alfabeta bandung,2012
Arikunto, Suharsimi. 2006. Metodelogi penelitian. Yogyakarta: Bina Aksara.
Pengertian Reliabititas
Teknik test-retest ialah pengetesan dua kali dengan menggunakan suatu tes yang sama
pada waktu yang berbeda.
Teknik belah dua ialah pengetesan (pengukuran) yang dilakukan dengan dua kelompok item
yang setara pada saat yang sama.
Bentuk ekivalen ialah pengetesan (pengukuran) yang dilakukan dengan menggunakan dua
tes yang dibuat setara kemudian diberikan kepada responden atau obyek tes dalam waktu yang
bersamaan.
2. Reliabilitas Konsistensi Gabungan Item
Reabilitas ini terkait dengan konsistensi antara item-item suatu tes atau instrument.. Apabila terhadap
bagian obyek ukur yang sama, hasil pengukuran melalui item yang satu kontradiksi atau tidak
konsisten dengan hasil ukur melalui item yang lain maka pengukuran dengan tes (alat ukur) sebagai
suatu kesatuan itu tidak dapat dipercaya. Untuk itu jika terjadi hal demikian maka kita tidak bisa
menyalahkan obyek ukur, melainkan alat ukur (tes) yang dipersalahkan, dengan mengatakan bahwa
tes tersebut tidak reliable atau memiliki reliabilitas yang rendah.
Koefisien reliabilitas konsistensi gabungan item dapat dihitung dengan menggunakan 3 rumus (Jaali
2008), yakni :
C.
Contoh perhitungan Reliabilitas Instrumen .
1. Bentuk Urayan
Jika skor butir instrumen atau soal tes kontinum (misalnya skala sikap atau soal bentuk uraian
dengan skor butir 1-5 atau skor soal 0-10) dan diberi simbol X i dan skor total instrumen atau tes diberi
simbol Xt, maka rumus yang digunakan untuk menghitung koefesien korelasi antara skor butir
instrumen atau soal dengan skor total instrumen atau skor total tes adalah sebagai berikut:
Keterangan:
rit = koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total.
xi = jumlah kuadrat deviasi skor dari Xi
xt = jumlah kuadrat deviasi skor dari Xt
Jumla
h
Nomor
Responde
n
28
26
24
24
31
17
17
16
11
10
Jumlah
3
6
3
1
2
2
3
2
2
6
3
1
2
4
202
Penyelesaian:
Untuk n=10 dengan alpha sebesar 0,05 didapat nilai table r=0,631. Karena nilai koefesien korelasi
antara skor butir dengan skor total untuk semua butir lebih besar dari 0,631, maka semua butir
mempunyai korelasi signifikan dengan skor total tes. Dengan demikian maka semua butir tes
dianggap valid atau dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar.
Uji reliabilitas
Dari soal diatas, selanjutnya akan dihitung koefesien reliabilitas dengan menggunakan rumus
koefesien Alpha, yaitu:
Keterangan:
rii = koefisien reliabilitas tes
k = cacah butir
= varian skor butir
= varian skor total
Koefisien reliabilitas dari contoh diatas dapat dihitung dengan cara pertama-tama dihitung varian butir
sebagai berikut:
Nomor butir
Varian Butir
1,24
1,29
0,56
1,16
1,44
1,69
1,24
Jumlah
8,62
Jadi koefesien reliabilitas tes (dengan 7 butir) pada contoh diatas adalah 0,97
2. Bentuk Objektif
Jika skor butir soal diskontinum (misalnya soal bentuk objektif dengan skor butir soal 0 atau 1) maka
kita menggunakan koefesien korelasi biserial dan rumus yang digunakan untuk menghitung koefesien
korelasi biserial antara skor butir soal dengan skor total tes adalah:
Keterangan:
rbis(i)
= koefesien korelasi beserial antara skor butir soal nomor i dengan skor total
X1
= rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir soal nomor i
Xt
= rata-rata skor total semua responden
st
= standar deviasi skor total semua responden
pi
= proporsi jawaban yang benar untuk butir soal nomor i
qi
= proporsi jawaban yang salah untuk butir soal nomor i
Contoh hasil uji coba adalah sebagai berikut:
Jumlah
Nomor
Responden
10
Jumlah
36
Xt = 3,60
St = 2,107
Nomor Butir
rbuti
r
rtabel
Status
0,70
0,63
Valid
0,57
0,63
Tidak valid
0,66
0,63
Valid
0,81
0,63
Valid
0,76
0,63
Valid
0,75
0,63
Valid
0,54
0,63
Tidak valid
Ternyata dari tujuh butir soal tes ada 5 butir yang valid dan dua butir tidak valid. Oleh karena itu perlu
dilakukan perhitungan untuk menghitung koefesien antara skor butir dengan skor total baru (5 butir),
sebagai berikut:
Data hasil uji coba adalah sebagai berikut:
Jumlah
Nomor
Responden
10
Jumlah
26
Xt = 2,6
St = 1,8
Untuk n = 10 dengan alpha sebesar 0,05 didapat nilai table r = 0,631. Karena niai koefesien korelasi
biserial antara skor butir dengan skor total untuk semua butir lebih besar dari 0,631, maka semua
butir mempunyai korelasi biserial yang signifikan dengan skor total tes. Dengan demikian maka
semua butir tes (5 butir) dianggap valid atau dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar.
Uji Reliabilitas
Selanjutnya akan dihitung koefesien reliabilitas dengan menggunakan rumus KR-20, sebagai berikut:
Keterangan:
rii = koefesien reliabilitas tes
k = cacah butir
piqi = varian skor butir
pi = proporsi jawaban yang benar untuk butir nomor i
qi = proporsi jawaban yang salah untuk butir nomor i
= varian skor total
Koefesien reliabitas dari contoh diatas adalah:
Pertama-tama dihitung varian butir (piqi) sebagai berikut:
Nomor butir
pi
qi
piqi
0,7
0,
3
0,21
0,5
0,6
0,5
0,25
0,
5
0,
4
0,24
0,25
0,
5
0,3
0,
7
Jumlah
0,21
1,16
= 1,16
St = 3,24
Jadi koefesien reliabilitas tes (dengan 5 butir) pada contoh diatas adalah 0,80.
D.
Kepraktisan Suatu Instrumen
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kepraktisan diartikan sebagai suatu yang bersifat praktis atau
efisien. Arikunto (2010) mengartikan kepraktisan dalam evaluasi pendidikan merupakan kemudahankemudahan yang ada pada instrument evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan,
menginterpretasi/ memperoleh hasil, maupun kemudahan dalam menyimpanya.
Kepraktisan juga merupakan salah satu ukuran suatu instrumen evaluasi dikatakan baik atau tidak.
Bila guru menggunakan esay tes untuk mengukur tanggapan siswa terhadap suatu produk
pembelajaran, dan jumlah siswa yang dibimbingnya mencapai dua ratus orang, maka upaya ini
cenderung tidak praktis. Diperlukan cara lain untuk menilai tanggapan siswa tersebut, misalnya
dengan tes lisan terhadap hasil diskusi kelompok. Kepraktisan diartikan pula sebagai kemudahan
dalam penyelenggaraan, membuat instrumen, dan dalam pemeriksaan atau penentuan keputusan
yang objektif, sehingga keputusan tidak menjadi bias dan meragukan. Kepraktisan dihubungkan pula
dengan efisien dan efektifitas waktu dan dana. Sebuah tes dikatakan baik bila tidak memerlukan
waktu yang banyak dalam pelaksanaannya, dan tidak memerlukan dana yang besar atau mahal.
Kepraktisan sebuah alat evaluasi lebih menekankan pada tingkat efisiensi dan efektivitas alat evaluai
tersebut, beberapa kriteria yang dikemukakan oleh Gerson, dkk dalam mengukur tingkat kepraktisan,
diantaranya adalah:
Kepraktisan alat evaluasi akan memberikan manfaat yang besar bagi pelaksanaan maupun bagi
peserta didik karena dirancang sedemikian sistematis terutama materi instrumen tersebut.
Berkaitan kepraktisan dalam penelitian pengembangan Van den Akker (1999:10) menyatakan :
Practically refers to the extent that user (or other expert) consider the intervention as appealing and
usable in normal conditions
Artinya, kepraktisan mengacu pada tingkat bahwa pengguna (atau pakar-pakar lainnya)
mempertimbangkan intervensi dapat digunakan dan disukai dalam kondisi normal.
Untuk mengukur tingkat kepraktisan yang berkaitan dengan pengembangan instrument berupa materi
pembelajaran, Nieveen (1999) berpendapat bahwa untuk mengukur kepraktisannya dengan melihat
apakah guru (dan pakar-pakar lainnya) mempertimbangkan bahwa materi mudah dan dapat
digunakan oleh guru dan siswa. Khusus untuk pengembangan model yang dikembangkan dalam
penelitian pengembangan, model tersebutdikatakan praktis jika para ahli dan praktisi menyatakan
bahwa secara teoritis bahwa model dapat diterapkan di lapangan dan tingkat keterlaksanaannya
model tersebut termasuk kategori baik. Istilah baik ini masih memerlukan indikator-indikator yang
diperlukan untuk menentunkan tingkat kebaikan dari keterlaksanaan model yang di kembangkan.
Berkaitan dengan kepraktisan di tinjau dari apakah guru dapat melaksanakan pembelajaran di kelas.
Biasanya peneliti dan observer mengamati aktivitas yang dilakukan guru dalam pelaksanaan
pembelajaran. Misalnya, melihat kegiatan guru dalam mempersiapkan siswa untuk belajar,
memeriksa pekerjaan siswa, dll.
E.
Efek Potensial (Efektivitas)
Menurut Reigeluth (1999), aspek penting dalam keefektifan (efek potensial) dari suatu instrument,
teori, atau model adalah mengetahui tingkat/derajat dari penerapan teori, atau model dalam suatu
situasi tertentu. Tingkat keefektifan ini menurut Mager, biasanya dinyatakan dengan suatu skala
numeric yang didasarkan pada kriteria tertentu. (Reiguluth, 1999).
Berkaitan dengan keefektifan pengembangan instrument, model, teori dalam dunia pendidikan, Van
den Akker (1999:10) menyatakan :
Effectiveness refer to the extent that the experiences and outcomes with the intervention are
consistent with the intended aims
Artinya, keefektifan mengacu pada tingkatan bahwa pengalaman dan hasil intervensi konsisten
dengan tujuan yang dimaksud.
Keefektifan suatu bahan ajar biasanya dilihat dari poitensial efek berupa kualitas hasil belajar, sikap.,
dan motivasi peserta didik. Menurut Akker (1999) (dalam Yazid) ada dua aspek keefektivan yang
harus dipenuhi oleh suatu bahan ajar. Yakni :
1.
Ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa bahan ajar tersebut efektif.
2.
Secara operasional bahan ajar tersebut memberikan hasil sesuai yang diharapkan.
Menurut Suryadi (2005) (dalam Yazid), bahan ajar dapat dikatakan efektif apabila :
1.
2.
3.
4.
5.