Vous êtes sur la page 1sur 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal
tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik, individu sendiri,
keadaan lingkungan dan adanya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut
terjadi ketidakseimbangan maka individu berada dalam keadaan yang disebut
sakit. (Notoatmojo, 2007).
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO, 2012 ) setiap tahunnya
lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis. Angka kesakitan diare pada tahun
2011 yaitu 411 penderita per 1000 penduduk. Diperkirakan 82% kematian akibat
gastroenteritis rotavirus terjadi pada negara berkembang, terutama di Asia dan
Afrika, dimana akses kesehatan dan status gizi masih menjadi masalah.
Sedangkan data profil kesehatan Indonesia menyebutkan tahun 2012 jumlah kasus
diare yang ditemukan sekitar 213.435 penderita dengan jumlah kematian 1.289,
dan sebagian besar (70-80%) terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun. Seringkali
1-2% penderita diare akan jatuh dehidrasi dan kalau tidak segera tertolong 5060% meninggal dunia.Dengan demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan
penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya (Depkes RI, 2012).
Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari)
(Depkes RI, 2000). Sedangkan menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai
buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun
tidak. Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak anak)
peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik
balita, anak anak, dan orang dewasa. Tetapi penyakit diare berat dengan
kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita (Zubir, 2006).

1.2

Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Apa pengertian dari gastroenteritis atau diare?


Bagaimana anatomi dan fisiologi dari system pencernaan?
Apa klasifikasi dari diare?
Apa saja etiologi pada diare?
Bagaimanakah patofisiologi dari diare?
1

6. Bagaimanakah manifestasi klinis dari diare?


7. Apa Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penderita diare?
8. Apa saja komplikasi dari diare?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis pada penderita diare?
10. Bagaimana landasan teori keperawatan pada penderita diare?
1.3

Tujuan

1. Tujuan umum
Mengetahui secara menyeluruh mengenai konsep teori dan konsep asuhan
keperawatan dengan masalah diare.
2. Tujuan khusus
a. Memahami pengertian dari gastroenteritis atau diare.
b. Mengetahui anatomi fisiologi dari system pencernaan.
c. Memahami klasifikasi diare.
d. Mengetahui etiologi diare.
e. Memahami patofisiologi dari diare.
f. Mengetahui manifestasi klinis dari diare.
g. Mengetahui pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penderita
diare.
h. Mengetahui komplikasi dari diare.
i. Mengetahui penatalaksanaan medis dari diare.
j. Menguasai landasan teori keperawatan pada diare.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 LANDASAN TEORITIS MEDIS
2.1.1 Definisi
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi karena
frekuensi BAB tiga kali atau lebih dengan konsistensi tinja yang encer atau
cair (Suriadi, 2001).
Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsangan
buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki
kandungan air berlebihan (Mansjoer, 2000).

Diare dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi


perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga
kali atau lebih perhari (Aziz, 2006).
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak
normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat
disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya
proses inflamasi pada lambung atau usus.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang
tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan

(faring),

kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.Sistem


pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan
air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di
anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan.Bagian
dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh
organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif
sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan
oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai
macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di
kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian
kecil yang lebih mudah dicerna. Proses menelan dimulai secara sadar dan
berlanjut secara otomatis.

2. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe
yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan
makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan
ruas tulang belakang.
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses
peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: i, oeso
membawa, dan , phagus memakan). Esofagus bertemu
dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai.Terdiri dari 3 bagian yaitu : Kardia, Fundus, Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam
keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke
dalam kerongkongan. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat
penting :
1. Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung.
2. Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung
yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan
cara membunuh berbagai bakteri.
3. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
5. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan
usus penyerapan (ileum).
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus
yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (jejunum).
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.
b. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)
adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari
(duodenum) dan usus penyerapan (ileum).Pada manusia dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian
usus kosong.
c. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar
2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan
oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit
basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara
usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari
feses. Usus besar terdiri dari :Kolon asendens (kanan), Kolon
transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid (berhubungan
5

dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar


berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat
gizi.Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar.Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
7. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, buta) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan
serta bagian kolon menanjak dari usus besar.
8. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus
buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai
cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen).

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap

embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm


tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks
selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda bisa di retrocaecal
atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
9. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, meluruskan, mengatur) adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses .Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding
rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu
sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi.
Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus

besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi


tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana
bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan
tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.Pembukaan dan penutupan
anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses
defekasi (buang air besar BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
2.1.3 Klasifikasi
Menurut Depkes RI (2000) diare menurut jenisnya dibagi :
a. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari atau
dua minggu. Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi adalah
penyebab utama kematian pada penderita diare.
b. Diare Disentri
Diare disentri adalah diare yang disertai darah dalam tinjanya.
Akibat diare disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan
cepat, dan kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.
c. Diare Persisten
Diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari atau
dua minggu dan terjadi secara terus-menerus. Akibat diare persisten adalah
penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
d. Diare dengan masalah
Anak yang menderita diare (diare akut atau diare persisten) mungkin
juga disertai dengan penyakit lain seperti demam, gangguan gizi, atau
penyakit lainnya.
2.1.4 Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
a. Faktor Infeksi
1. Infeksi enteral

Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan


penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi:

Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,


Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. (b) Infeksi virus: Enteroovirus
(Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus,
Astrovirus dan lain-lain. (c) Infestasi parasite : Cacing (Ascaris,
Trichiuris,

Oxyuris,

Strongyloides),

protozoa

(Entamoeba

histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida


albicans).

Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan diare karena faktor infeksi

misalnya ketersediaan sumber air bersih, ketersediaan jamban, dan


kebiasaan tidak mencuci tangan.

b. Faktor Malabsorbsi
1. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi
laktrosa.
2. Malabsorbsi lemak
3. Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
e. Faktor pendidikan
Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status
pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan

cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok
ibu dengan status pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa
pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak
balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat
kesehatan yang diperoleh si anak.
f. Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita
yang berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali
dibanding anak umur 25-59 bulan.
g. Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang
berbasisi lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan
perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat
pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian penyakit diare.

h. Faktor gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh
karena itu, pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama
penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian
besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan
malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90,
kurang = <90-70, buruk = <70 dengan BB per TB.
i. Faktor terhadap Laktosa (susu kaleng)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare
lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan
menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu ini
memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan diare.

Dalam ASI mengandung antibody yang dapat melindungi kita terhadap


berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella dan V. Cholerae.
2.1.5 Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga
usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare, absorbsi menurun sehingga menyebabkan anoreksia.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Diare adalah masuknya virus Rotavirus, (Adenovirus enteritis, bakteri
atau toksin (Salmonella, E.colli), dan parasit (Biardia, Lambia). Beberapa
mikroorganisme

pathogen

ini

menyebabkan

infeksi

pada

sel-sel,

memproduksi enterotoksin atau cytotoksin penyebab dimana merusak sel-sel,


atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut, menyebabkan
cairan elektrolit dalam usus meningkat, menyebabkan hiperperistaltik
sehingga timbul diare. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal oral dari
satu klien ke klien lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran pathogen
dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Faktor psikologis merupakan rasa takut cemas, dan tegang, akan
mengakibatkan hormon adrenalin meningkat, sehingga mempengaruhi saraf
parasimpatik, dengan melakukan gerakan hiperperistaltik dan dapat
mengakibatkan diare.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: kekurangan
volume cairan dan elektrolit (dehidrasi) akibat dari defekasi yang sering

10

( lebih 3x). Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sebagai akibat
anoreksia (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah). Hipertermi
yang disebabkan proses infeksi akibat kerusakan rongga usus. Rersiko
gangguan integritas kulit akibat defekasi yang sering (lebih dari 3x). Cemas
dan kurangnya pengetahuan (info tentang penyakit kurang) yang disebabkan
karena dampak hospitalisasi.

11

Pathway
Faktor makanan
makanan Faktor psikologis
Faktor (makanan basi, beracun, alergi terhadap
Faktor infeksi
(cemas & takut
malabsorbsi
(karbohidrat,
lemak, protein)
Parenteral
Internal
Hormon
adrenalin
Absorsi menurun
meningkat
Hiper
Hipo
Toksin dari
mobilitas
mobilitas
bakteri dan virus
Tekanan osmotik
Mempengaruhi
usus
Absorbsi
Bakteri
saraf
Mukosa
berkurang
tumbuh
parasimpatik
usus rusak
Pergeseran air dan
elektrolit ke
rongga usus

Cairan elektrolit
dalam usus
meningkat

Hiperperistaltik

Hiper
peristaltik

Diare
Absorbsi menurun

Anoreksia

Dampak
hospitalisasi

Cemas
Gangguan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh

Defekasi
sering lebih
dari 3 x

Kekurangan
volume cairan
dan elektrolit
Kemerahan dan
eksurasi kulit
sekitar anus

Info tentang
penyakit

Kerusakan
rongga usus

Proses
infeksi

Hipertermi
Kurang
Pengetahuan

Gangguan
integritas kulit
( Hasan, 2005 )

12

2.1.6

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis diare yaitu (Nelwan, 2001; Procop et al, 2003)
1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
2. Muntah-muntah, mual, demam, nyeri perut
3. Rasa haus
4. Mata menjadi cekung
5. Lidah kering
6. Turgor kulit menurun
7. Frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam
8. Denyut nadi cepat
9. Pasien gelisah
10. Lemah
11. Muka pucat
12. Ujung ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis.
13. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan penunjang diare menurut Suriadi (2001 ) adalah :
1. Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan.
2. Pemeriksaan intubasi duodenum.
3. Pemeriksaan elektrolit dan creatinin.
4. Pemeriksaan tinja, PH, Leukosit, glukosa, dan adanya darah.
Adapun Pemeriksaan penunjang yang lain menurut Mansjoer (2000)
1. Pemeriksaan tinja : Makroskopis dan mikroskopis PH dan kadar gula
juga ada intoleransi gula biarkan kuman untuk mencari kuman
penyebab dan uji retensi terhadap berbagai antibiotik.
2. Pemeriksaan darah : perifer lengkap, Analisa Gas Darah (AGD),
elektrolit (terutama Na, K, Ca, P Serum pada diare yang disertai
kejang).
3. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin darah untuk mengetahui faal
ginjal.
4. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara
kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.
2.1.8 Komplikasi

13

Berdasarkan Supartini (2004), akibat dari diare atau kehilangan


cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi
diantaranya adalah :
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak
dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian
pada diare. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis).
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam
meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi
oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan
ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut WHO
No

Tanda dan Gejala

Dehidrasi

Dehidrasi

Dehidrasi Berat

Keadaan Umum

Ringan
Sadar,

Sedang
Gelisah,

Mengantuk, lemas,

gelisah, haus

mengantuk

anggota gerak dingin,


berkeringat, kebiruan,
mungkin koma, tidak

Denyut nadi

Pernafasan

Normal

Cepat dan

sadar.
Cepat, haus, kadang-

kurang dari

lemah 120-

kadang tak teraba, kurang

120/menit
Normal

140/menit
Dalam,

dari 140/menit
Dalam dan cepat

mungkin
4
5
6
7
8

Ubun-ubun besar
Kelopak mata
Air mata
Selaput lendir
Elastisitas kulit

cepat
Cekung
Cekung
Tidak ada
Kering
Lambat

Normal
Normal
Ada
Lembab
Pada
pencubitan

14

Sangat cekung
Sangat cekung
Sangat kering
Sangat kering
Sangat lambat (lebih dari
2 detik)

kulit secara
elastis
kembali
secara
9

Air seni warnanya

normal
Normal

Berkurang

Tidak kencing

tua

Tabel 2.1 Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut WHO


2. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare,
lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal
ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan
glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga
40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
3. Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat
Hal ini disebabkan oleh makanan sering dihentikan oleh orang
tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat. Walaupun
susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama. Makanan yang diberikan sering
tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya
hiperperistaltik.
4. Gangguan sirkulasi
Sebagai

akibat

diare

dapat

terjadi

renjatan

(shock)

hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi


hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan
otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan
meninggal.
5. Malnutrisi energy protein
Karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami kelaparan.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis

15

Menurut Supartini (2004), penatalaksanaan medis pada pasien


diare meliputi : pemberian cairan, pengobatan dietetik (cara pemberian
makanan) dan pemberian obat-obatan.
1. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatikan derajat
dehidrasinya dan keadaan umum.
a. Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan
per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCl
dan glukosa untuk diare akut dan karena pada anak di atas umur 6
bulan kadar natrium 90 ml g/L. Pada anak dibawah 6 bulan
dehidrasi ringan / sedang kadar natrium 50-60 mfa/L, formula
lengkap sering disebut : oralit.
b. Cairan parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan
sesuai dengan kebutuhan pasien, tetapi kesemuanya itu tergantung
tersedianya cairan setempat. Pada umumnya cairan Ringer laktat
(RL) diberikan tergantung berat / ringan dehidrasi, yang
diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan
berat badannya.

Belum ada dehidrasi


Per oral sebanyak anak mau minum / 1 gelas tiap defekasi.
Dehidrasi ringan
1 jam pertama : 25 50 ml / kg BB per oral selanjutnya : 125
ml / kg BB / hari
Dehidrasi sedang
1 jam pertama : 50 100 ml / kg BB per oral (sonde)

selanjutnya 125 ml / kg BB / hari


Dehidrasi berat
Tergantung pada umur dan BB pasien.
2. Pengobatan dietetik
Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk
menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada
16

pasien dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta


memperhatikan faktor yang mempengaruhi gizi pasien, maka
diperlukan persyaratan diet sebagai berikut yakni pasien segera
diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama,
makanan cukup energi dan protein, makanan tidak merangsang,
makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna,
makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering.
3. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang
melalui tinja dengan / tanpa muntah dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa / karbohidrat lain (gula, air tajin,
tepung beras sbb).
a. Obat anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg.
Klorrpomozin, dosis 0,5 1 mg / kg BB / hari
b. Obat spasmolitik, dll umumnya obat spasmolitik seperti
papaverin, ekstrak beladora, opium loperamia tidak digunakan
untuk mengatasi diare akut lagi, obat pengeras tinja seperti kaolin,
pektin, charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi
diare sehingga tidak diberikan lagi.
c. Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang
jelas bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg / kg
BB / hari. Antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit seperti:
OMA, faringitis, bronkitis / bronkopneumonia.
Adapun penanganan diare secara tradisional yaitu :
1. Daun jambu biji sebanyak 30 gram direbus dengan 400 cc air
hingga tersisa 200 cc, kemudian airnya diminum selagi hangat.
Pemakaian : Konsumsi 2 kali sehari
2. Daun urang-aring sebanyak 30 gram direbus dengan 400 cc air
hingga tersisa 200 cc, kemudian airnya diminum selagi hangat.
Pemakaian : Konsumsi 2 kali sehari
3. Kulit delima kering sebanyak 30 gram dan 10 gram daun teh
direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, kemudian air

17

rebusannya diminum selagi hangat. Pemakaian : Konsumsi 2 kali


sehari
4. Cuci bersih 2 jari kayu bungur, lalu tumbuk sampai halus. Seduh
dengan cangkir air, aduk sampai rata lalu saring. Pemakaian :
Minum sekaligus.
5. Remas-remas daun cincau di dalam air masak, saring, lalu biarkan
bberapa saat sampai membentuk agar-agar. Tambahkan santan
kelapa dan pemanis dari gula kelapa. Pemakaian : Makan
sekaligus.
6. Cuci bersih 2 genggam daun gude segar, lalu rebus dengan 3 gelas
air hingga tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring. Pemakaian :
Minum 3 kali sehari, masing-masing gelas
7. Rebus 3 potong akar iler dengan 2 gelas air hingga tersisa 1 gelas.
Pemakaian : Minum pada pagi dan sore hari.
8. Cuci bersih 5 lembar daun jambu biji serta 1 potong akar, kulit
dan batangnya, rebus dengan 1,5 liter air sampai mendidih.
Setelah dingin, saring. Pemakaian : Minum 2 kali sehari pada pagi
dan sore hari.
2.2 LANDASAN TEORITIS KEPERAWATAN
2.2.1 Data Dasar Pengkajian
Fokus pengkajian menurut Doenges (2000 )
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Gangguan pola tidur, misalnya insomnia dini hari,
kelemahan, perasaan hiper dan ansietas, peningkatan aktivitas /
partisipasi dalam latihan-latihan energi tinggi.
Tanda : Periode hiperaktivitasi, latihan keras terus-menerus.
2. Sirkulasi
Gejala : Perasaan dingin pada ruangan hangat.
Tanda : TD rendah takikardi, bradikardia, disritmia.
3. Integritas ego
Gejala : Ketidakberdayaan / putus asa gangguan ( tak nyata )
gambaran dari melaporkan diri-sendiri sebagai gendut terusmenerus memikirkan bentuk tubuh dan berat badan takut berat

18

badan meningkat, harapan diri tinggi, marah ditekan. Tanda : Status


emosi depresi menolak, marah, ansietas.
4. Eliminasi
Gejala : Diare / konstipasi, nyeri abdomen dan distress, kembung,
penggunaan laksatif / diuretik.
5. Makanan, cairan
Gejala : Lapar terus-menerus atau menyangkal lapar, nafsu makan
normal atau meningkat.
Tanda : Penampilan kurus, kulit kering, kuning / pucat, dengan
turgor buruk, pembengkakan kelenjar saliva, luka rongga mulut,
luka tenggorokan terus-menerus, muntah, muntah berdarah, luka
gusi luas.
6. Higiene
7. Tanda : Peningkatan pertumbuhan rambut pada tubuh, kehilangan
rambut ( aksila / pubis ), rambut dangkal / tak bersinar, kuku rapuh
tanda erosi email gigi, kondisi gusi buruk
8. Neurosensori
Tanda : Efek depresi ( mungkin depresi ) perubahan mental ( apatis,
bingung, gangguan memori ) karena mal nutrisi kelaparan.
9. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
10. Keamanan
Tanda : Penurunan suhu tubuh, berulangnya masalah infeksi
11. Interaksi sosial
Gejala : Latar belakang kelas menengah atau atas, Ayah pasif / Ibu
dominan anggota keluarga dekat, kebersamaan dijunjung tinggi,
batas pribadi tak dihargai, riwayat menjadi diam, anak yang dapat
bekerja sama, masalah control isu dalam berhubungan, mengalami
upaya mendapat kekuatan.
12. Seksualitas
Gejala : Tidak ada sedikitnya tiga siklus menstruasi berturut-turut,
menyangkal / kehilangan minat seksual.
Tanda : Atrofi payudara, amenorea.
13. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden
depresi keyakinan / praktik kesehatan misalnya yakin makanan
mempunyai terlalu banyak kalori, penggunaan makanan sehat.

19

Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Kesadaran (baik, gelisah, Apatis/koma), GCS, Vital sign, BB dan
TB.
2. Kulit, rambut, kuku
Turgor kulit (biasa buruk), rambut tidak ada gangguan, kuku bisa
3.
4.
5.
6.

sampai pucat.
Kepala dan leher
Mata
Biasanya mulai agak cowong sampai cowong sekali.
Telinga, hidung, tenggorokan dan mulut
THT tidak ada gangguan tapi mulutnya (biasa kering).
Thorak dan abdomen
Tidak didapatkan adanya sesak, abdomen biasanya nyeri, dan bila di
Auskulkasi akan ada bising usus dan peristaltik usus sehingga

meningkat.
7. Sistem respirasi
Biasanya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam (pernafasanb
kusmaul).
8. Sistem kordovaskuler
Pada kasus ini bila terjadi renjatan hipovolemik berat denyut nadi
cepat (lebih dari 120x/menit).
9. Sistem genitourinaria
Pada kasus ini bisa terjadi kekurangan kalium menyebabkan perfusi
ginjal dapat menurun sehingga timbul anuria.
10. Sistem gastro intestinal
Yang dikaji adalah keadaan bising usus, peristaltik ususnya terjadi
mual dan muntah atau tidak, perut kembung atau tidak.
11. Sistem muskuloskeletal
Tidak ada gangguan.
12. Sistem persarafan
Pada kasus ini biasanya kesadaran gelisah, apatis / koma.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Dari beberapa sumber buku, penulis menyimpulkan diagnosa
yang muncul pada pasien dengan diare antara lain :

20

1. Kurangnya volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan


kehilangan cairan tubuh ditandai dengan membran mukosa bibir
kering (Nic-Noc 2007-2008).
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
menurunnya intake absorbsi makanan dan cairan ditandai dengan
peningkatan peristaltik usus (Nic-Noc 2007-2008).
3. Hipertermi berhubungan dengan infeksi bakteri ditandai dengan
kerusakan pada mukosa usus (Doengoes, E. Marilyn 2000).
4. Cemas berhubungan dengan kondisi dan hospitalisasi pada pasien
(Carpenito, 2001).
5. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya
informasi (Carpenito, 2001).
6. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelembaban
kulit akibat BAB sering ditandai dengan iritasi pada sekitar anus
(Nic-Noc 2007-200)

21

2.2.3

Rencana Tindakan Keperawatan

7.

8.

No.
12.
1.

15.

Diagnosa
Keperawatan
13. Kurangnya

9.

Tujuan dan

10.

Kriteria Hasil
16. Tujuan :

Intervensi

11.

Rasional

a. Kaji intake dan output, otot dan 26.


Rasional:
27.
menentukan kehilangan dan
volume
17. Keseimbang
observasi frekuensi defekasi,
kebutuhan cairan.
cairan dan
an cairan
karakteristik, jumlah dan faktor
28.
elektrolit
dapat
pencetus.
29.
Rasional:
b. Kaji TTV
30.
membantu
mengkaji
berhubung
dipertahanka
19.
kesadaran pasien.
an
n dalam
31.
Rasional:
20.
14. dengan
batas
32.
menentukan kehilangan dan
c. Kaji status hidrasi, mata, turgor
kehilangan
normal.
kebutuan cairan.
kulit, dan membran mukosa.
cairan
18. Kriteria
33. Rasional :
21.
tubuh
hasil :
d. Ukur BB setiap hari
34. mengevaluasi keefektifan
22.
ditandai
a. Pengisian kembali
atau kebutuhan mengubah
23.
dengan
kapiler < dari 2
pemberian
24.
membran
detik
35.
nutrisi.
e. Kolaborasi dengan pemberian
b. Turgor elastik
36.
Rasional :
mukosa
c. Membran mukosa
cairan parenteral, anti emetik dan 37.
meningkatkan konsumsi yang
bibir kering.
lembab
anti piretik sesuai program.
lebih, menurunkan pergerakan usus
d. Berat badan tidak
25.
dan muntah.
menunjukkan
penurunan.
22

38.

39. Gangguan

2.

nutrisi

42. Tujuan :
43. pasien

kurang dari

toleran diet

kebutuhan

yang sesuai.

tubuh
40. berhubung

44. Kriteria
hasil :

an dengan

a. Berat badan dalam

menurunny

batas normal
b. Tidak terjadi

a intake
absorbsi

kekambuhan diare.

makanan
dan
41.

cairan ditandai

dengan peningkatan
peristaltik usus.
63.
64. Hipertermi
3.

65.

66. Tujuan :

berhubung

mengembali

an dengan

kan suhu

infeksi

tubuh

bakteri

menjadi

ditandai

normal.

a. Timbang berat badan tiap hari.


45.
46.
b. Jaga kebersihan mulut pasien
47.
48.
c. Monitor intake dan output

53.
54.

Rasional :
mengevaluasi

dalam pemberian nutrisi.


55.
Rasional :
56.
mulut
yang

keefektifan

bersih

meningkatkan nafsu makan.


57.
Rasional :
58.
Mengetahui
kebutuhan

49.

nutrisi.
59.
Rasional :
d. Berikan diet dalam kondisi
60.
makanan yang hangat dapat
hangat, porsi kecil namun sering
merangsang nafsu makan menjadi
50.
baik.
51.
61.
Rasional:
62.
untuk
mengetahui
dan
e. Kolaborasi dengan tim gizi dalam
memenuhi kebutuhan gizi pasien
pemberian diet klien
52.
a. Pantau suhu tubuh pasien dan 74.
Rasional :
75.
mendeteksi peningkatan suhu
melaporkan peningkatan dari nilai
tubuh dan mulainya hipertermi.
dasar suhu normal pasien.
76.
Rasional :
b. Anjurkan pada pasien agar tidak
77.
mengurangi
peningkatan
memakai pakaian / selimut tebal.
suhu tubuh.
c. Beri kompres hangat
78.
Rasional:
69.
23

dengan kerusakan
pada mukosa usus.

67.
68.

Kriteria hasil :
Suhu tubuh

kembali normal 36,50

37,5 C

70.

79.

d. Beri minum banyak

73.

84.

85. Cemas

4.

berhubung
an dengan
kondisi
dan
86.

hospitalisasi

pada pasien

dapat

tubuh
80.
Rasional :
81.
dengan minum banyak rasa

72.

antipiretik

hangat

menetralkan atau menurunkan panas

71.

e. Kolaborasi

kompres

haus berkurang dan membantu dalam


dalam

pemberian

menurunkan panas
82.
Rasional:
83.
antipiretik membantu dalam

menurunkan demam
87. Tujuan :
a. Anjurkan pada keluarga dan 96.
Rasional :
97.
mengurangi rasa cemas dan
88. pasien dan
pasien mengekspresikan perasaan
takut yang dialami oleh keluarga.
keluarga
rasa takut dan cemas, dengarkan
98.
menunjukka
keluhan keluarga, pasien dan 99.
100.
n rasa cemas
bersikap empati dengan sentuhan
101. Rasional :
atau takut
terapeutik.
b. Gunakan komunikasi terapeutik,
102. keluarga dan pasien
89. berkurang.
kontak mata, sikap tubuh dan
merasa diperhatikan akan
90. Kriteria
sentuhan.
rasa cemas yang
hasil:
93.
103. dihadapinya.
91. keluarga
104. Rasional :
c. Jelaskan setiap prosedur yang
aktif
105. mengurangi
rasa
cemas
akan dlakukan pada pasien
merawat
keluarga.

24

pasien dan
bertanya
dengan
92.

perawat atau

dokter tentang kondisi


atau klasifikasi dan

kepada keluarga.
d. Libatkan
keluarga
perawatan pasien.

106.
dalam 107.
108.

94.
e. Jelaskan kondisi pasien, alasan
pengobatan dan perawatan.
95.

5.

Kurang

nya
pengetahua
n keluarga
berhubung
an
114.

dengan

kurangnya informasi.

115.

Tujuan :

116.

Agar

keluarga dan
pasien
mengetahui
informasi
tentang
diare.
117.

Kriteria

hasil :
a. Keluarga dan pasien
mengerti tentang

109.

Rasional :

110.

meningkatkan

pengetahuan keluarga dan


agar keluarga
111.

113.

merasa

kehilangan perhatian akan orang lain.

pasien tidak cemas


112.

Rasional :
pasien
tidak

a. Kaji tingkat pemahaman keluarga


dan pasien
118.

123.

119.

bersih agar air di jamban dan


jamban harus selalu bersih agar
tidak ada lalat.
c. Tentukan persepsi pasien dan
keluarga tentang penyakit
120.
121.

25

untuk

mengetahui

seberapa

jauh

pengetahuan

b. Jelaskan pentingnya kebersihan,


mendorong agar membiasakan

mengetahui kondisi pasien.


122. Rasional :

orangtua

tentang
124.
125.
126.

diare.
Rasional :
meminimalisasi

mikroorganisme

dan

masuknya
encegamh

penyebaran kuman dan diare


127.
128. Rasional :
129. Membuat pengetahuan dasar
dan

memberikan

kesadaran

diare
d. Kaji ulang proses penyakit,
b. Keluarga dan pasien
penyebab/efek hubungan faktor
mengetahui cara
yang menimbulkan gejalah dan
pencegahan dan
mengidentifikasi cara
pengobatan yang
menurunkan faktor pendukung.
dapat dilakukan

132.
6.

133.

Resiko

gangguan
integritas
kulit
berhubung
an
134.

dengan

kelembaba
n

kulit

akibat
BAB

138.
139.

individu; sehingga kebutuhan pasien


untuk waspada terhadap makanan,
cairan, dan faktor pola hidup dapat
mencetuskan gejala.

apabila terjadi lagi


diare.
136.

kebutuhan belajar individu.


130. Rasional :
131.
Faktor pencetus/pemberat

Tujuan :

a. Kaji kerusakan kulit / iritasi 141. Rasional :


142. menentukan intervensi lebih
137. integrita
setiap buang air besar
b. Gunakan kapas lembab dan sabun lanjut.
s
kulit
143. Rasional :
(pH normal) untuk membersihkan
normal.
144. menghindari resiko infeksi
anus setiap buang air besar.
Kriteria hasil :
kulit.
c. Hindari dari pakaian dan pengalas
Iritasi berkurang
145.
tempat tidur yang lembab.
146. Rasional : mengurangi infeksi
d. Beri alas pada daerah bokong dan
secara dini.
anus
147. Rasional :
148. untuk mencegah iritasi pada
140.
kulit karena lembab
e. Gunakan krem kulit 2x sehari
149. Rasional :
setelah mandi
150. krem
kulit
membantu

sering

mengatasi iritasi pada kulit

ditandai

26

dengan
iritasi
135.

pada

sekitar

anus.

27

2.2.4

Evaluasi Yang Diharapkan


151.

Diagnosa 1

152.

Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal.

153.

Pengisian kembali kapiler < dari 2 detik

154.

Turgor elastik

155.

Membran mukosa lembab

156.

Berat badan tidak menunjukkan penurunan.

157.
158.

Diagnosa 2
Pasien toleran diet yang sesuai

159.

Berat badan dalam batas normal

160.

Tidak terjadi kekambuhan diare.

161.
162.

Diagnosa 3
Mengembalikan suhu tubuh menjadi normal.

163.

Suhu tubuh kembali normal 36 C - 37 C

164.
165.

Diagnosa 4
Integritas kulit normal.

166.

Iritasi berkurang

167.
168.

Diagnosa 5
Pasien dan keluarga menunjukkan rasa cemas dan takut berkurang.

169.

keluarga aktif marawat pasien dan bertanya dengan perawat atau

dokter tentang kondisi atau klasifikasi dan pasien tidak cemas.


170.
171.

Diagnosa 6
Agar keluarga mengetahui informasi tentang diare

172.

Keluarga mengerti tentang diare.

173.

Keluarga mengetahui cara pencegahan dan pengobatan yang dapat

dilakukan apabila terjadi lagi diare.


174.
175.
176.
177.
178.
179.

28

BAB III

180.

PENUTUP
181.

182.

3.1

183.

Kesimpulan
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi

karena frekuensi BAB tiga kali atau lebih dengan konsistensi tinja yang
encer atau cair (Suriadi, 2001).
184.
Adapun masalah keperawatan yang muncul pada teoritis
adalah:
1 Kurangnya volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan tubuh ditandai dengan membran mukosa bibir kering
2

(Nic-Noc 2007-2008).
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
menurunnya intake absorbsi makanan dan cairan ditandai dengan

peningkatan peristaltik usus (Nic-Noc 2007-2008).


Hipertermi berhubungan dengan infeksi bakteri ditandai dengan

kerusakan pada mukosa usus (Doengoes, E. Marilyn 2000).


Cemas berhubungan dengan kondisi dan hospitalisasi pada pasien

(Carpenito, 2001).
Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya

informasi (Carpenito, 2001).


Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelembaban
kulit akibat BAB sering ditandai dengan iritasi pada sekitar anus (NicNoc 2007-2008).

185.
186.

3.2

187.

Saran
Diharapkan kepada pembaca dengan adanya Makalah

Asuhan Keperawatan agar dapat mengambil manfaat dari penyusunan


makalah ini demi untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
selanjutnya.

29

Vous aimerez peut-être aussi